Anda di halaman 1dari 11

TUGAS 1 BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN

SUSTAINABLE CONSTRUCTION
Studi Kasus : Proyek Pembangunan Gedung di Pulau Bali

KELOMPOK 3 :
AINUN HUDA ALI (180523630076)
BINGAH PUTRI MAESPATI (190523648137)
CAMILLA SARAH NARAPUTRI (180523630153)
INDRA KARTA SASMITA (180523630182)
MOCH. FEBRIAN ANDI P (180523630142)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................................... 2
2.1 Konsep Konstruksi Berkelanjutan ...................................................... 2
2.2 Penerapan Konstruksi Berkelanjutan ...................................................... 3
2.3 Limbah Konstruksi.............................................................................. 4
2.4 Manajemen Limbah Konstruksi ..........................................................4
2.5 Asas Pembangunan Berkelanjutan.......................................................5
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 7
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 8

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pilar Pembangunan Berkelanjutan ........................................................ 2


Gambar 2.2 Framework Pengelolaan Limbah Konstruksi ....................................... 5
Gambar 2.3 Keterkaitan Konstruksi Dengan Alam .................................................. 6

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan infrastruktur di Indonesia pada tahun 2018 menjadi prioritas kedua setelah pendidikan.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia mengenai kebijakan belanja
negara, anggaran infrastruktur dalam APBN 2018 meningkat signifikan hingga mencapai 124,3 % dibanding
dengan tahun 2017. Hal ini membuktikan bahwa proyek konstruksi diprediksi kedepan akan terus bertambah
seiring dengan perkembangan pembangunan di Indonesia. Pada pelaksanaan proyek konstruksi kan selalu
memberikan dampak baik positif maupun negatif, salah satu dampak negatif yang muncul adalah dihasilkannya
limbah proyek konstruksi (construction waste).
Peningkatan jumlah proyek konstruksi secara langsung akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah
limbah yang dihasilkan selama proses pembangunan proyek konstruksi. Menurut Yahya dan Boussabaine (2004),
limbah konstruksi didefinisikan sebagai suatu bahan yang tidak digunakan dan merupakan hasil dari proses
konstruksi. Proyek konstruksi merupakan penghasil limbah padat yang sangat besar. Bossink dan Brouwer (1996)
memperkirakan bahwa 15 hingga 30% limbah padat yang dibuang ke landfill merupakan limbah konstruksi. Limbah
ini berasal dari konstruksi bangunan baru maupun perubahan bangunan tua. Survei oleh Wilson (2001)
menunjukkan bahwa lebih dari separuh limbah padat yang dikelola pada 11 kota besar di Eropa merupakan limbah
konstruksi. Hal serupa juga dikemukakan oleh Ekayanake (2000) dalam penelitiannya bahwa jumlah limbah padat
yang dihasilkan pada pembangunan proyek konstruksi di Belanda sekitar 10% dari total jumlah limbah.
Penanganan dari limbah konstruksi di Indonesia masih sangat minim, hal tersebut terjadi karena para
pihak yang terkait beranggapan bahwa limbah konstruksi yang terjadi akan menjadi sampah yang tidak berguna
sehingga terkadang diabaikan tanpa adanya tindakan penanganan untuk memanfaatkan atau mengurangi volume
material yang tak terpakai dengan cara-cara tertentu. Karena pada dasarnya limbah konstruksi haruslah melewati
tahapan reduce, reuse, dan recycle terlebih dahulu sebelum akhirnya limbah konstruksi dapat dibuang pada
tempat pembuangan akhir (disposal). Penelitian mengenai limbah konstruksi sebelumnya sudah pernah dilakukan
di Jakarta, sedangkan pada paper ini difokuskan pada kajian tentang pengelolaan limbah konstruksi di proyek
pembangunan gedung yang ada di Bali. Proyek yang dipilih adalah seluruh proyek baik pemerintah ataupun
swasta yang pernah atau sedang dikerjakan dalam periode 2014-2018. Berdasarkan observasi awal yang
dilakukan terhadap beberapa proyek yang ada di Bali, hampir seluruh proyek tersebut belum memberikan
perhatian khusus terkait pengelolaan limbah konstruksi.

1.2 Rumusan Masalah


Kegiatan pada proyek konstruksi akan menimbulkan limbah, baik itu berupa limbah padat, cair, ataupun
gas. Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya limbah konstruksi. Apabila limbah yang dihasilkan tidak
dikelola dengan baik, maka akan mengganggu kegiatan pada proyek konstruksi itu sendiri serta lingkungan di
sekitar proyek

Kelompok 3 Bangunan Ramah Lingkungan | 1


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Konstruksi Berkelanjutan


Pembangunan berkelanjutan melakukan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mengorbankan kebutuhan untuk generasi di masa mendatang dengan menitikberatkan pada daya dukung
lingkungan, pencapaian keadilan sosial, berkelanjutan ekonomi dan lingkungan. Hal ini dipicu dengan adanya
peningkatan kegiatan secara besar-besaran dalam aspek sosial dan ekonomi serta meningkatnya produksi,
konsumsi dan gaya hidup manusia. Peningkatan ini menyebabkan efek negatif terhadap kelestarian lingkungan
seperti pencemaran dan menurunnya jumlah sumber daya yang tidak dapat diperbarui secara drastis. Oleh karena
itu, pendekatan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan adalah pendekatan
ekologi.
Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga tujuan utama, yaitu:
1. Economically viable: pembangunan ekonomi yang dinamis.
2. Socially-politically acceptable and culturally sensitive: pembangunan yang secara sosial politik dapat
diterima serta peka terhadap aspek-aspek budaya.
3. Environmental friendly: ramah lingkungan.
Konsep pembangunan berkelanjutan dirumuskan untuk mencegah atau mengurangi dampak pemekaran
kota yang tidak terstruktur (urban sprawl) sehingga kota menjadi tidak efisien dan efektif dalam melayani
kehidupan di dalamnya. Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yang saling berkesinambungan,
diantaranya:
1. Pertumbuhan ekonomi, yakni menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil dengan merestrukturisasi
sistem produktif untuk menghemat sumber daya dan energi.
2. Keberlanjutan sosial, yakni menjamin keadilan sosial dalam distribusi kekayaan dan pelayanan sosial.
3. Keberlanjutan lingkungan, yakni dengan menjaga lingkungan tempat tinggal agar nyaman dan aman
melalui zero emission.
Keberhasilan dari pembangunan berkelanjutan tidak hanya di bergantung pada sektor ekonomi
melainkan perlu adanya campur tangan dari pemegang kekuasaan, dalam hal ini pemerintah, guna
mengimplementasinya pembangunan berkelanjutan sehingga tercapai pemerataan kesejahteraan. Oleh karena
itu, pembangunan berkelanjutan berorientasi pada pengembangan Kota Hijau yang memiliki kualitas hidup baik
dan kondisi lingkungan yang kondusif.

Gambar 2.1. Pilar Pembangunan Berkelanjutan

Kelompok 3 Bangunan Ramah Lingkungan | 2


2.2 Penerapan Konstruksi Berkelanjutan
Konstruksi Berkelanjutan Pemahaman tentang konstruksi berkelanjutan berbeda di setiap negara
bergantung dari kekuatan ekonomi di negara tersebut. Di negara maju pemahaman tentang konstruksi
berkelanjutan lebih difokuskan pada inovasi teknologi, sedangkan di negara yang sedang berkembang masih
berkutat pada permasalahan sosial dan ekonomi. Isu tentang cadangan sumberdaya alam khususnya sumber
energi tak terbarukan (minyak bumi, batu bara, gas bumi) dan bagaimanakah cara-cara mereduksi pengaruhnya
terhadap lingkungan menjadi agenda utama. Beberapa dekade yang lalu isu tersebut juga terjadi di sektor
konstruksi, khususnya pada material bangunan, komponen bangunan, teknologi konstruksi, dan energi. Adanya
fakta tentang permasalahan keterbatasan sumberdaya alam sudah menjadi keharusan bidang konstruksi
melakukan tindakan yang lebih nyata dan berpihak kepada lingkungan. Konstruksi berkelanjutan dapat
didefinisikan sebagai berikut:
Creating and operating a healty built environment based on resource efficiency and ecological design (Conceil
International du Batiment, 1994)
The creation and responsible management of healty built environment based on resource efficient and ecological
principles (Building Services Research And Information Association, 1996)
Untuk memahami konstruksi berkelanjutan tidak dapat terlepas pada aspek lingkungan dikarenakan keberlanjutan
yang dimaksud berkaitan dengan sumberdaya alam yang digunakan dalam proses membangun. Definisi
lingkungan hidup dalam Undang Undang No. 23 Tahun 1997 adalah:
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Dalam definisi tersebut diatas terdapat unsur makhluk hidup yaitu manusia, dimana peran aktif manusia
dapat menjadikan lingkungan hidupnya seperti apa yang diinginkan. Guna memenuhi berbagai kebutuhan
hidupnya, manusia membutuhkan sumberdaya alam yang berupa tanah, air, udara dan berbagai sumberdaya
alam lainnya. Penggolongan sumberdaya alam dapat dibedakan menjadi:
(a) Sumberdaya alam yang terbarukan (tidak habis) misalnya, matahari, angin, dan gelombang laut;
(b) Sumberdaya alam tak terbarukan misalnya, bahan bakar fosil, mineral logam dan non logam;
(c) Sumberdaya alam yang berpotensi untuk terbarukan misalnya, udara segar, air bersih, tumbuhan dan hewan.
Manusia harus menyadari bahwa semua sumberdaya alam yang ada tersebut mempunyai kendala
keterbatasan dalam banyak hal, diantaranya adalah keterbatasan ketersediaan dalam aspek kuantitas dan
kualitas; keterbatasan dalam aspek ruang dan waktu. Oleh karena itu perlu dicapainya harmonisasi antara
manusia dengan lingkungan hidupnya termasuk seluruh sumberdaya alam yang dimilikinya. Saat ini banyak
dijumpai kerusakan lingkungan di berbagai belahan bumi. Hal ini disebabkan oleh ulah manusia dalam
memanfaatkan sumberdaya alam yang tidak lain bertujuan untuk kesejahteraan. Kelompok environmentalis
mengatakan bahwa akar permasalahan lingkungan yang terjadi dewasa ini adalah pandangan tradisional barat
yang antroposentis. Filosofi antroposentris beranggapan bahwa manusia sebagai pengendali ekologi bumi. Hal
serupa juga diungkapkan oleh John Horgan pada tahun 2005, bahwa manusia sebagai pusat dari segala perlakuan
sistem-sistem dalam biosistem. Jika manusia sebagai pengendali sistem dalam keberlangsungan planet Bumi
maka secara matematis petaka ekologi dapat diprediksi akan terjadi tidak lebih dari satu abad yang akan datang.
Akibat keserakahan manusia dalam eksploitasi sumberdaya alam dan memaksa bumi untuk memberi lebih dari
apa yang bisa diberikan sesuai dengan kemampuannya, maka terjadilah ketidakharmonisan antara peran manusia
dengan lingkungan alam/Bumi sehingga menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan di berbagai tempat.
Berbeda dengan filosofi biosentris, yang menempatkan manusia bagian dari biosistem yang ikut terlibat dalam
interaksi-interaksi ekologi sejajar dengan mahluk hidup lainnya.
Pandangan biosentris berpendapat bahwa kata limbah/sampah tidak pernah ada di bumi ini, karena apa
yang menjadi produk limbah dari mahluk hidup lain akan menjadi bahan konsumsi bagi mahluk hidup lainnya.
Permasalahan yang timbul saat ini adalah manusia dengan kehidupan yang konsumeristis dan terkonsentrasi

Kelompok 3 Bangunan Ramah Lingkungan | 3


pada satu area perkotaan. Berbagai aktivitas manusia menimbulkan bermacam-macam limbah/sampah yang tidak
mampu didekomposisi secara alamiah oleh makhluk yang mengkonsumsi limbah tersebut. Hal ini menyebabkan
terjadi ketidakseimbangan antara kecepatan produksi limbah dengan kecepatan proses dekomposisi yang
berakibat terjadi akumulasi limbah disuatu area atau wilayah. Terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan
seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak
terlepas dari aktivitas manusia yang pada akhirnya akan merugikan manusia sendiri.

2.3 Limbah Konstruksi


Proyek konstruksi diartikan sebagai suatu kegiatan yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
serta pengawasan yang mencakup pekerjaan sipil, arsitektural, mekanikal, dan tata lingkungan yang bersifat
kompleks. Sumber daya material di proyek berpengaruh besar terhadap lingkungan, baik itu pengaruh yang positif
maupun negatif. Aktivitas dalam pelaksanaan proyek konstruksi gedung di pulau Bali menimbulkan dampak negatif
pada lingkungan yang kurang mendapat perhatian dari para pelaku jasa konstruksi. Pada setiap pelaksanaan
sebuah proyek konstruksi tidak dapat dihindari munculnya limbah konstruksi, baik yang masih bisa didaur ulang
ataupun yang sudah tidak dapat diolah kembali, sehingga dapat dikatakan proyek konstruksi sangat erat kaitannya
dengan limbah konstruksi yang dihasilkan. Timbulnya limbah dalam pelaksanaan proyek konstruksi sebenarnya
tidak diinginkan, akan tetapi setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menghasilkan limbah, dalam jumlah yang
sedikit ataupun yang besar. Muncul berbagai pertanyaan terkait apa sebenarnya yang menyebabkan terjadinya
limbah pada proyek konstruksi, walaupun semua kegiatannya sudah direncanakan secara matang. Menurut
Suryanto (2005), Andiani (2011), dan Waluyo (2017) penyebab limbah konstruksi pada pelaksanaan konstruksi
adalah sebagai berikut:
1. Sisa pemotongan/kelebihan material. 13. Tenaga kerja yang kurang terampil dan ahli.
2. Tidak ada perencanaan pemotongan material. 14. Tenaga kerja yang tidak berpengalaman.
3. Kualitas material yang digunakan kurang baik 15. Kesalahan dalam pencampuran material.
sehingga mudah mengalami kerusakan. 16. Kerusakan material konstruksi akibat
4. Perilaku pekerja dilapangan yang keberatan disengaja.
memakai potongan-potongan sisa material. 17. Ketidaksesuaian antara material dengan
5. Kesalahan/kecerobohan pekerja pada saat metode penyimpanannya.
pelaksanaan di lapangan. 18. Pemindahan material dari gudang ke lokasi
6. Material yang rusak/patah/tercecer. proyek yang kurang baik.
7. Tidak adanya sistem manajemen limbah yang 19. Kurangnya pengawasan yang ketat dan
diterapkan pada proyek. berkala.
8. Alat yang digunakan tidak berfungsi. 20. Perbedaan ukuran material yang disiapkan
9. Ketidakcakapan kontraktor dalam mengelola dengan ukuran material yang dibutuhkan.
material yang tersedia. 21. Kondisi cuaca yang buruk.
10. Metode kerja yang kurang baik akibat 22. Kedatangan material yang tidak
pengetahuan yang dimiliki sangat minim. dikoordinasikan dengan baik.
11. Kemampuan tenaga kerja yang kurang dalam 23. Kondisi gudang yang lembab sehingga
mengoperasikan alat. mengakibatkan material lebih cepat rusak.
12. Tidak ada tempat penyimpanan material.

2.4 Manajemen Limbah Konstruksi


Dampak terhadap lingkungan yang diberikan oleh limbah konstruksi pembangunan gedung di pulau Bali
, membuat perlu adanya suatu pengelolaan limbah guna mengurangi dan meminimalisasi dampak yang dihasilkan
tersebut. Adapun hierarki pengelolaan limbah menurut Chun-li Peng (1994) dalam Suprapto dan Wulandari (2009),
terdapat beberapa hal penting yang harus dilakukan dalam manajemen limbah konstruksi, diantaranya:
1. Reduction artinya meminimalisasi pemakaian material-material yang akan menghasilkan limbah atau
dapat juga menggunakan material secara efisien, sehingga secara langsung akan mengurangi limbah

Kelompok 3 Bangunan Ramah Lingkungan | 4


yang dihasilkan. Contohnya adalah perencanaan dimensi ruang serta bangunan yang memperhatikan
dimensi material yang akan dipakai, misalnya pada pekerjaan lantai, plafond, dan struktur bangunan
lainnya.
2. Reuse artinya bahwa pada pelaksanaan proyek konstruksi material-material yang masih dapat digunakan
agar digunakan kembali selama kondisinya masih memungkinkan. Contohnya penggunaan bekisting
yang digunakan lebih dari sekali.
3. Recycling adalah menggunakan kembali sisa material yang ada dengan mengolahnya menjadi suatu
barang yang dapat digunakan kembali. Contohnya penggunaan kayu dan triplek sisa sebagai bahan
untuk membuat bekisting.
4. Protect Nature adalah upaya melindungi usaknya ekosistem alam akibat aktifitas kontruksi yang
menyebabkan nilai guna pada alam tidak berfungsi dengan baik. Sebagai konsekuensi dari hal itu adalah
terganggunya fungsi lingkungan hidup. Karena dengan konservasi alam kita dapat melindungi,
melestarikan dan menjadikan pemanfaatan ekosistem alam dapat dilakukan secara berkelanjutan.
5. Eliminate toxic atau Landfilling adalah pilihan terakhir yang dilakukan dalam pengelolaan limbah yakni
pembuangan limbah tersebut ketempat pembuangan akhir. Contoh penerapan Eliminate toxic atau
Landfilling dilakukan apabila alternatif lain sudah tidak dapat dilakukan.
6. Life Cycle Cost (LCC) adalah metode yang digunakan untuk menghitung berbagai macam alternatif suatu
sistem konstruksi yang akan digunakan sebelum tahap pembangunan. Contoh : merencanakan umur dan
daya layan suatu konstruksi
7. Quality Management adalah suatu metode yang harus dilakukan dengan tujuan mencapai persyaratan
mutu proyek pada pekerjaan pertama tanpa adanya limbah yang merugikan. Contoh : pemeriksaan
kandungan kimia limbah yang dihasilkan suatu proyek konstruksi.

Gambar 2.2 Framework Pengelolaan Limbah Konstruksi

2.5 Asas Pembangunan Berkelanjutan


Pada prinsipnya semua pembangunan gedung yang ada di pulau Bali harus didasarkan pada teknologi
bangunan lokal dan tuntutan ekologis alam. Pembangunan yang berkelanjutan memuat empat asas pembangunan
berkelanjutan yang ekologis, yaitu:
(a) menggunakan bahan baku alam tidak lebih cepat daripada alam mampu membentuk penggantinya;
(b) menciptakan sistem yang menggunakan sebanyak mungkin energi terbarukan;
(c) mengijinkan hasil sambilan (potongan, sampah) yang dapat dimakan atau yang merupakan bahan mentah
untuk produksi bahan lain;

Kelompok 3 Bangunan Ramah Lingkungan | 5


(d) meningkatkan penyesuaian fungsional dan keanekaragaman biologis (Steiger, Peter, Bauen und Oekologie im
Dialog. Dalam: Dasar-dasar arsitektur ekologis, Frick H, Suskiyanto B., Penerbit Kanisius, Yogyakarta 2007).
Dalam proses pembangunan, keterkaitan bangunan dengan alam sejak dibangun sampai dengan
habisnya umur bangunan dapat digambarkan seperti gambar 2.3. Pada akhirnya semua bangunan pada saatnya
nanti dapat dimanfaatkan kembali semaksimal mungkin, dan sesedikit mungkin dibuang ke alam. Untuk mengukur
seberapa green sebuah bangunan Green Building Council Indonesia (GBCI) sebuah lembaga yang mempunyai
kapasitas untuk melakukan evaluasi telah menetapkan parameternya yaitu: tepat guna lahan, efisiensi energi dan
refrigeran, konservasi air, kualitas udara dan kenyamanan ruangan, manajemen lingkungan bangunan, sumber
dan siklus material.

Gambar 2.3. Keterkaitan Konstruksi Dengan Alam

Kelompok 3 Bangunan Ramah Lingkungan | 6


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari paparan diatas bahwa pengelolaan proyek konstruksi
pembangunan gedung di Bali perlu mengadobsi konsep pembangunan yang berkelanjutan dapat dikembangkan
dari proyek konvensional dengan menambahkan aspek manajerial limbah konstruksi yang menerapkan asas-asas
pembangunan berkelanjutan Dengan menyatukan berbagai aspek tersebut dalam siklus hidup proyek konstruksi
dimungkinkan dapat dicapainya bangunan yang ramah lingkungan dan pada akhirnya terwujudlah suatu
konstruksi yang berkelanjutan yang menerapkan prinsip sustainable development.

Kelompok 3 Bangunan Ramah Lingkungan | 7


DAFTAR PUSTAKA

Andiani, P. 2011. Identifikasi Komposisi Limbah Konstruksi Pembangunan Struktur Bangunan Bertingkat Tinggi (Studi
Kasus: Proyek Pembangunan Gedung DPRD dan Balai Kota DKI Jakarta dan Proyek Pembangunan Tower
Tiffany Kemang Village). Skripsi Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Indonesia.
Bossink, B.A.G., Brouwers, H.J.H. 1996. Construction waste: Quantification and Source Evaluation. Journal of
Construction Engineering and Management. PP 55-60.
Ekayanake L.L. 2000. Construction Material Waste Source Evaluation. Proceedings: Strategies for a
G. W. Hayden,.1994.Value Engineering of Building Services Volume 15-96 dari Application guide.Ottawa: Conceil
International du Batiment,

Pemerintah Indonesia. 1997. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta
: Sekretariat Negara.

Steiger, Peter, Bauen und Oekologie.2007. Dalam: Dasar-dasar arsitektur ekologis, Frick H, Suskiyanto B.,
Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Suprapto, H. dan Wulandari S. 2009. Studi Model Pengelolaan Limbah Konstruksi dalam Pelaksanaan Pembangunan
proyek Konstruksi. Proceeding PESAT Vol. 3.
Suryanto, I. 2005. Analisa dan Evaluasi Sisa Material Konstruksi: Sumber Penyebab, Kuantitas, dan Biaya. Proceeding
Civil Engineering Dimension, Vol. 7.
Sustainable Built Environment. Pretoria. 23-25 August.
Waluyo, G. A. 2017. Analisis Sisa Material Proyek Pembangunan Hotel Kawasan Marvell City. Skripsi Program Studi
Teknik Sipil dan Perencanaan, Institusi Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Wilson. (2001). Euro-trash: searching Europe for a more sustainable approach to waste management. Resources
Conservation & Recycling.
Yahya, K. and Boussabaine, A.H. 2004. Eco-costs of Sustainable Construction Waste Management. Proceedings of
the 4th International Postgraduate Research Conference. Salford. pp. 142-150.

Kelompok 3 Bangunan Ramah Lingkungan | 8

Anda mungkin juga menyukai