Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR MINUM

PROTOTYPE PENGOLAHAN AIR MINUM DENGAN AIR BAKU


SUNGAI PELUS

Disusun oleh:
Kelompok 4 / Kelas B

Wilda Florent Siregar (G1B012013)


Ayu Fitriastuti (G1B012017)
Ainun Zuhriyyah (G1B012018)
Rizka Nabiela Hanum (G1B012040)
Irma Damayanti (G1B012044)
Hefni Humaeda Zen (G1B012069)
Junani Linggar R. A. (G1B012070)
Adhika Paramasatya (G1B012071)
Anis Suryawardani (G1B012073)
Sidiq Dwi Pamungkas (G1B012077)
Putri Sahati Utami (G1B012086)
Citra Yunila Lestari (G1B012087)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air mempunyai peranan besar terhadap kehidupan, baik itu
kehidupan manusia maupun binatang dan tumbuh-tumbuhan. Oleh karena
itu air merupakan bahan yang sangat vital dan juga merupakan sumber
dasar untuk kelangsungan hidup di atas bumi. Air adalah bagian dari
lingkungan fisik yang sangat esensial, tidak hanya dalam proses-proses
hidup tetapi juga untuk proses-proses lainnya, seperti industri, pertanian,
pemadam kebakaran dan lain sebagainya (Supriyono, 2004).
Air bersih merupakan air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari, yang harus memenuhi syarat sesuai dengan Permenkes No.416 tahun
1990 dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Air
minum yaitu air yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan yang
dapat diminum. Air minum dapat dikatakan sehat dan berkualitas apabila
memenuhi syarat kesehatan yang berlaku, yaitu memenuhi persyaratan
fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang terdapat dalam
parameter wajib dan parameter tambahan pada Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 mengenai persyaratan kualitas
air minum.
Sumber air dapat diperoleh dari mata air, air tanah, air permukaan,
dan air hujan, tetapi menurut Suripin (2001), hanya 3% saja dari sumber
tersebut yang bisa dikonsumsi oleh manusia. Air sungai memiliki
keuntungan tersendiri dibanding dengan sumber air permukaan lain, dari
segi ketersediaannya maupun kemudahan pengambilannya. Sungai Pelus
merupakan salah satu sungai yang terdapat di Purwokerto, keberadaannya
sangat vital bagi penduduk pedesaan yang di laluinya, antara lain Desa
Pandak, Kedung Malang, Grendeng, Karang Wangkal, Arcawinangun,
Dukuh Waluh, Mersi, Sokaraja dan masih banyak yang lainnya. Sungai
Pelus mengalir di antara pemukiman masyarakat sehingga sungai tersebut
sangat lazim digunakan untuk keperluan sehari-hari masyarakat seperti
MCK dan tempat pembuangan sampah. Kondisi perairan Sungai Pelus di
daerah tengah memiliki temperatur udara sebesar 25C dan temperatur air
sebesar 24C. Kecepatan arus sebesar 12 m/s, dan besar pH airnya 6
dengan substrat bebatuan mendominasi perairan. Namun yang menjadi
masalah, air Sungai Pelus tersebut belum memenuhi syarat sebagai air
bersih karena adanya kontaminasi sampah dan limbah rumah tangga.
Dalam rangka penyediaan air yang bersih dan sehat, maka
dibutuhkan teknologi yang dapat mengolah sumber air. Oleh karena itu
kami berinisiatif untuk membuat prototype pengolahan air minum dari
sumber air Sungai Pelus, agar dapat menghasilkan sumber air minum yang
memenuhi syarat kesehatan yang dapat digunakan secara aman oleh
masyarakat.

B. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui cara pengolahan air sungai menjadi air bersih.
2. Mahasiswa dapat merancang prototype pengolahan air minum secara
sederhana.

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui cara pengolahan air sungai menjadi air
bersih dan dapat mendesain pengolahan air secara sederhana.
2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat
Hasil prototype diharapkan dapat menjadi referensi baru dalam
pengolahan air sungai menjadi air bersih di laboratorium Jurusan
Kesehatan Masyarakat.
3. Bagi Masyarakat
Desain pengolahan air sungai menjadi air bersih ini dapat menjadi
salah satu alternatif untuk pengolahan air bersih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Air Bersih dan Air Minum


Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai
batasnya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem
penyediaan air minum, dimana persyaratan yang dimaksud adalah
persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia,
biologis dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan
efek samping. Persyaratan tersebut juga memperhatikan pengamanan
terhadap sistem distribusi air bersih dari instalasi air bersih sampai pada
konsumen (Ketentuan Umum Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 907
/Menkes/SK/VII/2002, air minum adalah air yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum. Jenis air minum meliputi :
1. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga
2. Air yang didistribusikan melalui tangki air
3. Air kemasan
4. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman
yang disajikan kepada masyarakat

B. Klasifikasi Sumber Air Baku


Sumber air baku dapat diklasifikasikan menjadi air hujan, air tanah,
dan air permukaan. Air permukaan tidak dapat dikonsumsi secara
langsung karena rentan terhadap penyebaran penyakit yang dapat
disebarkan melalui air (water borne desease) dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, misalnya sakit perut. Oleh karena itu, air permukaan
perlu diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi manusia
(Darmasetiawan, 2001).
Pada prinsipnya semua air dapat diolah menjadi air minum.
Menurut Notoatmodjo (2003), sumber-sumber air dapat dibagi menjadi:
1. Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni.
Walau pada saat prestipasi air hujan merupakan air yang paling bersih,
namun air hujan tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika
berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer dapat
disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya
karbon dioksida, nitrogen dan amonia. Maka jika ingin menjadikan air
hujan sebagai sumber air minum hendaklah pada waktu menampung
air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih
banyak mengandung kotoran.
2. Air Permukaan
Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau,
telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar dari
air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian
mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah maupun lainnya. Pada
umumnya air permukaan telah terkontaminasi dengan berbagai zat-zat
yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat.
3. Air Tanah
Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang
kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan
mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah
dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah,
membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan
dengan air permukaan. Secara praktis air tanah adalah air bebas
polutan karena berada di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat
yang mengganggu kesehatan.

4. Mata Air
Dari segi kualitas, mata air sangat baik bila dipakai sebagai air baku
karena berasal dari dalam tanah yang muncul ke permukaan tanah
akibat tekanan, sehingga belum terkontaminasi oleh zat-zat pencemar.
Biasanya mata air terletak di daerah terbuka, sehingga mudah
terkontaminasi oleh lingkungan sekitar.

C. Syarat Kualitas Air Bersih


Pemanfaatan air dalam kehidupan harus memenuhi persyaratan,
baik kualitas dan kuantitas yang erat hubungannya dengan kesehatan. Air
dikatakan memenuhi persyaratan kuantitas apabila air tersebut mencukupi
semua kebutuhan keluarga baik sebagai air minum maupun untuk
keperluan rumah tangga lainnya. Syarat dari air bersih, secara terperinci
telah diatur pada Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, dimana
pada peraturan tersebut kualitas air bersih khususnya air minum diatur
berdasarkan nilai kandungan maksimum dari parameter-parameter yang
berhubungan langsung dengan kesehatan seperti parameter mikrobiologi
dan kimia anorganik dan parameter yang tidak berhubungan langsung
dengan kesehatan seperti parameter fisik dan kimiawi (Narita, 2010).
Tabel di bawah ini menjelaskan tentang peraturan tersebut.
Sumber : Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010

D. Pengolahan Air Bersih


Pengolahan air bersih adalah suatu usaha teknis yang dilakukan
untuk memberikan perlindungan pada sumber air dengan perbaikan mutu
asal air sampai menjadi mutu yang diinginkan dengan tujuan agar aman
dipergunakan oleh masyarakat pengkonsumsi air bersih. Secara umum
tahap-tahap dari proses penjernihan air ini sendiri terdiri dari aerasi,
prasedimentasi, koagulasi-flokulasi, sedimentasi, desinfekasi dan reservoir
(Narita, 2010).
Proses pengolahan air bersih dapat mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan No. 492 tahun 2010 (PERMENKES 492/2010), yang
didalamnya terdapat syarat-syarat air hasil pengolahan penjernihan agar
dapat dikonsumsi layaknya air minum. Proses koagulasi merupakan
bagian utama dari keseluruhan proses pengolahan air bersih, proses ini
bertujuan untuk mengikat partikel-partikel koloid air menjadi flok
(gumpalan kotoran) yang nantinya akan mengendap pada bagian dasar bak
penjernihan sehingga dihasilkan air yang jernih (Narita, 2010).
1. Intake
Intake sendiri adalah proses pemompaan air baku sungai untuk
dialirkan ke dalam sumur penyeimbang.
2. Aerator
Aerator dimaksudkan untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut (DO)
dalam air baku, yang disebut proses aerasi. Peningkatan kadar oksigen
terlarut ini berguna untuk menurunkan kadar besi, mangan, bahan
organik, ammonia, dan sebagainya.
3. Prasedimentasi
Prasedimentasi dimaksudkan untuk mengendapkan partikel diskret
atau partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret adalah partikel yang
tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di
dalam air.
4. Flash Mixer
Flash mixer adalah unit pengadukan cepat yang berfungsi untuk
melarutkan tawas ke dalam air hingga homogen. Flash mixer ini
merupakan bagian dari proses koagulasi-flokulasi.
5. Clearator
Pada clearator inilah proses koagulasi dan flokulasi terjadi, dimana
pada proses koagulasi, koagulan dicampur dengan air baku selama
beberapa saat hingga merata. Setelah pencampuran ini, akan terjadi
destabilisasi koloid yang ada pada air baku. Koloid yang sudah
kehilangan muatannya atau terdestabilisasi mengalami saling tarik
menarik sehingga cenderung untuk membentuk gumpalan yang lebih
besar.
6. Filter
Filter merupakan bangunan untuk menghilangkan partikel yang
tersuspensi dan koloidal dengan cara menyaringnya dengan media
filter.
7. Desinfeksi
Desinfeksi air minum bertujuan membunuh bakteri patogen yang ada
dalam air. Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
pemanasan, penyinaran antara lain dengan sinar UV, ion-ion logam
antara lain dengan copper dan silver, asam atau basa, senyawa-
senyawa kimia, dan chlorinasi.
8. Reservoir
Reservoir pada sistem pengolahan air adalah untuk menampung air
hasil pengolahan sebelum didistribusikan ke konsumen dalam sistem
distribusi.

E. Penyakit Akibat Air Tidak Bersih


Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat
kesehatan manusia, karena air merupakan salah satu media dalam berbagai
macam penularan penyakit. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara
penularannya. Menurut Chandar (2006), mekanisme penularan penyakit
sendiri terbagi menjadi empat, yaitu:
1. Waterwashed mechanism
Mekanisme penularan ini berkaitan dengan kebersihan umum dan
perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu:
a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak
b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan torakhoma
c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit
leptospirosis
2. Waterborne mechanism
Mekanisme ini, kuman pathogen dalam air dapat menyebabkan
penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau
system pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui
mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler,
dan poliomyelitis.
3. Water-related insect vector mechanism
Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang
biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan
semacam adalah filariasis, DBD, malaria, dan yellow fever. Nyamuk
aedes aegypti yang merupakan vektor penyakit dengue dapat
berkembang biak dengan mudah bila pada lingkungan terdapat
tempat-tempat sementara untuk air bersih seperti gentong air, pot, dan
sebagainya.
4. Waterbased mechanism
Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent
penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh
vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air.
Contohnya skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus
medinensis. Badan-badan air yang potensial untuk menjangkitkan
jenis penyakit ini adalah badan-badan air yang terdapat di alam, yang
sering berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari manusia seperti
menangkap ikan, mandi, cuci, dan sebagainya.
BAB III
DESAIN PROTOTYPE DAN ANGGARAN DANA

A. Desain Prototype
Tahapan proses pengolahan air minum ini terdiri dari beberapa tahap,
yakni sebagai berikut.
1. Intake air baku (air Sungai Pelus) ke bak penampungan
2. Aerasi dengan pemompaan udara
3. Sedimentasi I
4. Koagulasi dengan pemberian tawas sebagai koagulan
5. Flokulasi
6. Sedimentasi II
7. Filtrasi (Penyaringan)
8. Desinfeksi dengan kaporit

A.1. Alat dan Bahan


a. Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan prototype pengolahan air
minum ini yaitu:
1) Pipa kecil 3 meter
2) Keran air 4 buah
3) Bak/aquarium 7 buah ukuran 20x10x10 cm dari fiber
4) Galon ukuran kecil 1 buah
5) Kipas kecil
6) Dinamo kecil aquarium
7) Lem fiber
8) Kabel kecil 1 meter
9) Saklar
10) Pecahan beling kaca 7 buah
11) Selang kecil 1 meter
12) Kotak tawas terbuat dari kotak makanan kecil
13) Baling- baling plastik 2 buah untuk mengaduk kaporit dan untuk
alat flokulasi
14) Kain saringan
15) Gelas minum untuk menampung hasil akhir

b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan prototype pengolahan air
minum ini adalah
1) Tawas
2) Kaporit
3) Kerikil kecil
4) Pasir zeolit
5) Pasir koarsa
6) Pasir aktif
7) Dakron
8) Air sungai pelus

A.2 Desain sistem

Gambar 3.1
Desain Prototype Sistem Pengolahan Air Minum
Tahap 1. Intake
Tahapan ini merupakan tahap penampungan air baku pada bak
penampungan yang diambil dari air sungan pelus. Pada tahapan ini juga
terdapat saringan untuk menyaring kotoran- kotoran terapung yang
berukuran besar serta dilengkapi keran air untuk mengatur debit air yang
keluar pada bak aerator.
Tahap 2. Aerasi
Tahapan ini merupakan tahapan mengontakkan air baku dengan oksigen
agar kandungan zat besi, magnesium, dan alumunium yang ada dalam air
baku bereaksi dengan oksigen yang ada dalam udara membentuk senyawa
yang dapat diendapkan. Pada tahapan ini menggunakan pompa atau keran
air untuk mengatur tekanan air ke inlet aerator melalui pipa, kemudian air
melalui pipa utama sampai nozzle yang dilengkapi lubang- lubang kecil
sehingga air disemprotkan dan terjadi kontak dengan udara. Setelah itu air
melewati pipa outlet menuju pipa sedimentasi.
Tahap 3. Sedimentasi 1
Tahapan sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan partikel besar.
Padabak sedimentasi ini dilengkapi dengan tangga kaca yang bertujuan
mempercepat proses sedimentasi. Setelah melalui proses pengendapan 45
menit, air kemudian dialirkan melalui pipa ke bak koagulasi.
Tahap 4. Koagulasi
Tahapan koagulasi berfungsi untuk mengumpalkan kotoran- kotoran yang
tidak bisa diendapkan pada tahap sedimentasi 1 dengan pembubuhan tawas
dari kotak tawas yang berada diatas bak koagulasi sehingga bisa dipakai
secar otomatis. Pada tahapan ini dilakukan pengadukan secara cepat yang
dibantu dengan kipas pada bak selama 2 menit untuk mempercepat reaksi
antara tawas dengan kotoran- kotoran kecil. Setelah itu dibiarkan beberapa
saat sehingga gumpalan kotoran atau disebut flok tumbuh menjadi besar
dan berat dan cepat mengendap. Kemudian air dialirkan kembali melalui
pipa ke bak flokulasi.

Tahap 5. Flokulasi
Tahapan Flokulasi berfungsi bertujuan untuk mempercepat proses
penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi.
Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan
serta melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang
ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap. Untuk efek
penjernihan air secara keseluruhan, belum cukup flok yang bisa dipisahkan
dari air secara efektif, karena belum dapat menjamin dengan pasti apakah
kualitas air yang diinginkan bisa tercapai hanya dengan kondisi ini saja
sehingga dilanjutkan ke tahap sedimentasi 2.
Tahap 6. Sedimentasi 2
Tahapan Sedimentasi 2 dilakukan agar flok-flok yang ada pada air dapat
mengendap sehingga air yang dihasilkan jernih. Setelah proses flokulasi,
air dialirkan ke bak penampung sedimentasi yang dibuat dari galon
terbalik dengan tutup bukaan di dasar galon. Tujuan digunakan galon yang
memiliki tutup ini adalah untuk sewaktu-waktu jika bak sedimentasi penuh
dengan kotoran pada dasar baknya maka tutup bawah dapat dibuka untuk
menguras bersih bak sedimentasi kembali. Proses sedimentasi dapat terjadi
bila kotoran yang didalam air mempunyai berat jenis lebih besar daripada
air sehingga mudah tenggelam. Proses ini dilakukan dengan
memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat berada didasar
bak pengendapan, sedangkan air dibagian atas.
Tahap 7. Filtrasi
Tahapan Filtrasi berfungsi untuk menyaring partikel-partikel zat padat
yang terdapat pada air sehingga air yang dihasilkan memenuhi syarat. Pada
proses pengendapan, tidak semua gumpalan kotoran dapat diendapkan
semua. Butiran gumpalan kotoran dengan ukuran yang besar dan berat
akan mengendap, sedangkan yang berukuran kecil dan ringan masih
melayang-layang dalam air. Untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih
harus dilakukan proses penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan
mengalirkan air yang telah diendapkan kotorannya ke bak penyaring yang
berbentuk persegi panjang dalam posisi vertikal yang dilengkapi dengan
sebuah keran di sebelah bawah. Untuk media penyaring digunakan kerikil,
pasir, arang dan dakron. Susunan media penyaring dari yang paling atas ke
bawah adalah sebagai berikut:
Lapisan 1 : Kerikil berfungsi untuk menyaring partikel-partikel
berukuran besar
Lapisan 2 : Arang berfungsi untuk menghilangkan bau
Lapisan 3 : Pasir Zeolit berfungsi untuk mengikat Mg, Fe dan Al
Lapisan 4 : Pasir Kuarsa berfungsi untuk menghilangkan kekeruhan dan
bau
Lapisan 5 : Pasir Aktif berfungsi untuk menghilangkan warna kuning,
menghilangkan Fe dan Mn
Diantara lapisan yang satu dengan yang lain diberikan dakron sebagai
pemisah media
Tahap 8. Desinfektan
Air yang sudah melewati tahap filtrasi kemudian dialirkan ke bak
penampung yang berbentuk kotak dengan keran di bawahnya yaitu untuk
diberikan desinfektan. Tahap ini berfungsi untuk membunuh bakteri
dengan membubuhkan bahan kimia tertentu pada proses pengolahan air.
Pada proses pengolahan air minum ini menggunakan kaporit sebagai
bahan desinfektan yang diletakkan pada dasar bak desinfeksi lalu air
campuran kaporit didiamkan beberapa menit lalu dialirkan melalui
saringan air. Tahap ini merupakan tahap terakhir proses pengolahan air
sebelum dikonsumsi.

A. Anggaran
1. Alat
a. Pipa kecil 3 meter Rp. 25.000
b. Keran air 4 buah x Rp. 10.000 Rp. 40.000
c. Bak/aquarium 7 buah ukuran 20x10x10 cm dari fiber Rp. 245.000
d. Galon ukuran kecil 1 buah Rp. 20.000
e. Kipas kecil Rp. 20.000
f. Dinamo kecil aquarium Rp. 50.000
g. Lem fiber Rp. 25.000
h. Kabel 1 meter Rp. 3.000
i. Saklar Rp. 5.000
j. Kerikil Rp. -
k. Selang kecil 1 meter Rp. 5.000
l. Kotak tawas terbuat dari kotak makanan kecil Rp. 7.000
m. Baling- baling plastik 2 buah untuk mengaduk kaporit
dan untuk alat flokulasi Rp. 20.000
n. Kain saringan Rp. 10.000
o. Gelas minum untuk menampung hasil akhir Rp. 5.000
Total Rp. 480.000
2. Bahan
Jumlah air baku 1,5 liter
a. Tawas kg x Rp. 5.000 Rp. 2.500
b. Kaporit kg x Rp. 32.000 Rp. 8.000
c. Pasir zeolit kg x Rp. 5.000 Rp. 2.500
d. Pasir koarsa kg x Rp. 5.000 Rp. 2.500
e. Pasir aktif kg x Rp. 5.000 Rp. 2.500
f. Dakron kg x Rp. 80.000 Rp. 20.000
Total Rp. 38.000
Jumlah total Rp. 518.000
DAFTAR PUSTAKA

Darmasetiawan, 2010. Teori dan Perencanaan Instalansi Pengolahan Air.


Yayasan Surono. Bandung.

Depkes RI, 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990.


Jakarta.

Kemenkes RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/Menkes/


SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat daan Pengawasan Kualitas Air Minum.
Jakarta.

Narita, K dkk. 2010. Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Penentuan Dosis
Tawas pada Proses Koagulai Sistem Pengolahan Air Bersih. Fakultas
Teknologi Industri. ITS. Surabaya.

Notoadmojo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyrakat. Cetakan Kedua. Rineka Cipta.


Jakarta.

Supriyono, A. 2004. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas


Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Tinkat Produsen di Kota Semarang.
Thesis. Magister Kesehatan Lingkungan. Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro. Semarang.

Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi.
Yogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai