Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titrasi merupakan suatu metode analisis kuantitaif untuk mengetahui
konsentrasi suatu larutan menggunakan larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya secara tetes demi tetes hingga mencapai titik ekivalen yang
ditandai adanya perubahan warna pada analit yang telah ditetesi indikator.
Salah satu reaksi yang digunakan dalam titrasi adalah reaksi pengendapan yang
kemudian dikenal dengan titrasi pengendapan atau argentometri. Titrasi
pengendapan adalah metode analisis yang didasarkan pada pengukuran volume
perak untuk membentuk endapan pada analit. Titrasi pengendapan adalah
golongan titrasi yang hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam
yang sukar larut. . Endapan merupakan zat yang memisahkan diri sebagai suatu
fase padat keluar dari larutan. Prinsip dasar dari titrasi pengendapan ini adalah
reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap
penambahan titran pada analit dan tidak ada pengotor yang mengganggu serta
diperlukan penambahan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar,
1990).

Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah titrasi
yang melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion
perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut dengan argentometri, yaitu metode
analisis penentuan analit yang berupa ion halida dengan menggunakan larutan
standar perak nitrat AgNO3 yang kemudian akan membentuk endapan AgX
yang sukar larut. Larutan standar sebagai titran yang diteteskan ke dalam analit
tetes demi tetes hingga mencapai titik akhir titrasi. Reaksi dari titrasi
pengendapan ini adalah Ag+ + X-  AgX(s). Titran yang berupa larutan AgNO3
pertama kali harus distandarisasi untuk diketahui konsentrasinya. Standarisasi
larutan AgNO3 inilah yang akan dilakukan pada praktikum kali ini.

Air merupakan sumber daya alam yang banyak digunakan oleh manusia
dan makhluk hidup lainnya dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhannya. Air ini berasal dari berbagai sumber yaitu salah satunya dari
kran. Komposisi penyusun air tidak hanya hidrogen dan oksigen, tetapi juga
Cl-. Kadar Cl- setiap berbagai sumber berbeda-beda. Berdasarkan penelitian,
kadar Cl- pada air kran yang bersumber dari air PDAM adalah sebesar 97 ppm
atau sekitar 0,097 (Ngibad, 2019).

Merujuk pada pengertian titrasi pengendapan, penentuan kadar Cl- dapat


dilakukan melalui metode analisi titrasi pengendapan. Terdapat tiga metode
yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu metode Mohr, metode
Volhard, metode Fajans. Yang membedakan dari ketiga metode tersebut adalah
penggunaan indikator untuk menentukan titik akhir dari titrasi. Indikator yang
digunakan pada titrasi pengendapan akan menunjukkan perubahan ketika akan
mencapai titik akhir titrasi. Pada praktikum kali ini, akan dilakukan penentuan
kadar Cl- pada air kran dari kos putri jalan Ketintang Pratama V No. 44,
Gayungan, Surabaya, Jawa Timur yang bersumber dari air PDAM
menggunakan metode Mohr dengan indikator K2CrO4 yang akan menunjukkan
adanya perubahan warna pada endapan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana cara menentukan standarisasi larutan AgNO3?
1.2.2 Bagaimana cara menentukan kadar Cl- dalam air kran di Kos Putri Jalan
Ketintang Pratama V No. 44, Gayungan, Surabaya, Jawa Timur?
1.3 Tujuan
1.3.1 Menentukan standarisasi larutan AgNO3.
1.3.2 Menentukan kadar Cl- dalam air kran di Kos Putri Jalan Ketintang
Pratama V No. 44, Gayungan, Surabaya, Jawa Timur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum Titrasi Pengendapan


Titrasi adalah suatu metode analisis secara kuantitatif dimana suatu titran
atau larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya diteteskan melalui
buret kedalam larutan lain yang belum diketahui konsentrasinya hingga
mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah titik ketika mol ekivalen titran
sama dengan mol ekivalen titrat atau dengan kata lain adalah titik ketika titran
dan titrat telah habis bereaksi. Setelah titik ekivalen tercapai yang ditandai
dengan perubahan warna indikator, maka titrasi harus dihentikan yang dikenal
dengan titik akhir. Zat yang hendak dicari kadarnya disebut titrat atau analit
sedangkan zat yang sudah kadarnya sudah diketahui disebut titran (Ika, 2009).
Terdapat empat reaksi kimia yang mungkin diperlakukan sebagai basis
dari penentuan titrimetrik. Salah satu reaksi yang mungkin digunakan adalah
reaksi pengendapan. Titrasi yang menggunakan prinsip dari reaksi
pengendapan disebut titrasi pengendapan. Titrasi pengendapan merupakan
metode analisis yang didasarkan pada pengendapan dari kation perak dengan
anion perak. Reaksinya sebagai berikut :
Ag+ + X-  AgX(s)
dimana X- berupa ion klorida, bromida, iodida, ataupun tiosianat (SCN-).
(Day, Underwood, 1999)
Titrasi pengendapan terdiri dari titran yang telah diketahui konsnetrasinya
yang telah distandarisasi dan analit yang hendak diketahui konsentrasinya.
Titran diteteskan kedalam analit hingga mencapai titik akhir titrasi. Endapan
merupakan zat yang memisahkan diri menjadi suatu fase padat keluar dari
larutan. Titrasi pengendapan adalah salah satu golongan titrasi dimana hasil
reaksi dari titrasinya merupakan endapan atau garam yang tidak mudah larut.
Prinsip dasar dari titrasi ini adalah reaksi pengendapn yang terjadi cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor
yang mengganngu serta diperlukan indikator untuk mengetahui titik akhir
titrasi (Khopkar, 1990).
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah titrasi
yang melibatkan reaksi pengendapan anatara ion halide (Cl-, I-, Br-) dengan ion
perak Ag+. Titrasi yang seperti ini biasanya disebut sebagai argentometri.
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum yang berarti perak.
Jadi, argentometri adalah metode analisis kuantitatif untuk menentukan kadar
zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan
pembentukan endapan Ag+. Pada titrasi argentometri, zat analit telah diberi
indikator dicampur dengan larutan garam perak nitrat (AgNO3). Dengan
mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+
dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan analit dapat ditentukan
(Day, Underwood, 1999).
Argentometri adalah metode analisis secara kuantitatif yang umum untuk
menetapkan kadar halogenasi dan senyawa lain yang membentuk endapan
dengan perak nitrat pada suasana tertentu (Gandjar,2007). Argentometri tidak
hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida tetapi juga dapat dipakai
untuk menetapkan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion
divalent seperti ion fosfat dan ion arsenat (Kisman, 1988).
Prinsip dasar dari argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak
mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai
adalah titrasi penentuan kadar Cl- pada larutan yang mengandung senyawa
NaCl yang direaksikan dengan titran larutan AgNO3 yang kemudian ion Ag+
dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam AgCl
berwarna putih yang tidak mudah larut. Reaksinya sebagai berikut :
AgNO3(aq) + NaCl(aq)  AgCl(s) + NaNO3(aq)
(Endapan Putih)
(Day, Underwood, 1999)

Dalam suatu titrasi, diketahui bahwa harus tercapai titik ekivalen atau
dalam arti lain saat ekivalen mol titran sama dengan mol analitnya, begitu pula
mol ekivalennya juga berlaku sama. Rumusnya sebagai berikut :

n titran = n analit

n. ekivalen titran = n ekivalen analitnya


n x M titran x V titran = n x M analit x V analit

N titran x V titran = N analit x V analit

(Day, Underwood, 1999)


2.2 Kurva Titrasi Pengendapan
Kurva titrasi untuk titrasi pengendapan dapat dibuat dan secara
keseluruhan analog dengan titrasi asam basa dan pembentukan kompleks.
Perhitungan-perhitungan kesetimbangan yang didasarkan atas tetapan
kelarutan produk diperlukan pada titik ekivalen. (Day, Underwood, 1999).
Perbedaan dari kurva titrasi asam basa dan titrasi pengendapan yaitu pada
kurva titrasi pengendapan hasil kelarutan endapan disubstitusikan ke dalam
harga Ksp. Ada 4 daerah perhitungan pX untuk titrasi pengendapan yaitu :
1. pX mula-mula ditentukan dari konsentrasi analit.
2. pX sebelum titik ekivalen ditentukan dari setelah penambahan titran tapi
belum mencapai titik ekivalen dengan analit.
3. pX titik ekivalen ditentukan saat titik ekivalen tercapai.
4. pX setelah titik ekivalen ditentukan oleh kelebihan titran setelah mencapai
titik ekivalen.

Faktor yang memepengaruhi titik ekivalen :

a. Konsentrasi analit dan titran : makin besar konsentrasinya maka semakin


besar daerah perubahan pAg (pX) sekitar titik ekivalen, sehingga makin
mudah menentukan titik ekivalen
b. Harga Ksp : makin kecil harga Ksp, maka makin cepat terbentuk endapan,
sehingga makin sempurna reaksi pengendapan dan daerah perubahan pAg
sekitar titik ekivalen semakin besar, sehingga makin mudah menentukan
titik ekivalen.

(Harjadi, W, 1990)
Kurva Titrasi Pengendapan

Harap dicatat pula bahwa nilai K untuk reaksi titrasi pengendapan :

Ag+ + X-  AgX(s)

adalah

1 1
K=
[𝐴𝑔+ ][𝑋 − ]
=
𝐾𝑠𝑝

Jadi semakin kecil Ksp, semakin besar K untuk titrasi. (Day, Underwood,
1999)

Ketajaman titik ekivalen tergantung dari kelarutan endapan yang


terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang
kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman
yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan
dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga
titik ekivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara
asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat.
(Harjadi, W,1990)

2.3 Indikator dalam Penentuan Titik Akhir Titrasi Pengendapan


Seperti yang telah diketahui bahwa prinsip dasar dari titrasi pengendapan
adalah pemilihan indikator yang tepat dan cocok untuk menentukan titik akhir
titrasi. Dalam titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator
yang telah sukses dikembangkan selama ini. Ketiga metode ini sebagai berikut:
a. Pembentukan dari Sebuah Endapan Berwarna : Metode Mohr
Pada metode ini, indikator yang diguanakan dalam titrasi argentometri
dengan larutan standar AgNO3 adalah Kalium kromat (K2CrO4). Pada titrasi
dengan metode ini akan terbentuk endapan baru yang berwarna. Metode
Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromide dalam
suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan indikator
K2CrO4. Titrasi dengan metode ini harus dilakukan dalam suasan netral atau
dengan sedikit alkalis pada pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat
akan larut karena akan terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan
terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksinya sebagai berikut :
Asam : 2CrO42- + 2H-  CrO72- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH-  2AgOH  Ag2O(s) + H2O(l)
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran
sehingga terbentuk endapan baru berwarna merah bata yang menunjukkan
titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analit dengan Ag+.
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi :
Ag+ + Cl-  AgCl
Endapan putih
Sedang pada titik akhir, titrant juga bereaksi menurut reaksi :
2Ag+ + CrO42-  Ag2CrO4
Endapan merah bata
(Khopkar, 1990)
Perak kromat lebih mudah larut daripada perak klorida. Jika ion-ion
perak ditambahkan ke dalam suatu larutan yang mengandung ion klorida
dengan konsentrasi besar dan ion kromat dengan konsentrasi kecil, perak
klorida mengendap terlebih dahulu karena perak kromat tidak terbentuk
sebelum konsentrasi ion perak meningkat sampai kenilai yang cukup besar
untuk melebihi Ksp dari perak kromat (Day, Underwood, 1999).
b. Pembentukan Kompleks Berwarna : Metode Volhard
Metode Volhard didasari oleh pengendapan dari perak tiosinat dalam
larutan asam nitrit dengan ion besi(III) dipergunakan untuk mendeteksi
kelebihan tiosinat. Reaksinya sebagai berikut :
Ag+ + SCN- AgSCN(s)
Fe3+ + SCN- FeSCN2+ (merah)
(Day, Underwood, 1998)

Metode ini dapat digunakan untuk titrasi langsung dari perak dengan
larutan standar tiosinat atau titrasi tidak langsung dari ion klorida, bromida
dan iodida. Pada titrasi tidak langsung, kelebihan dari perak nitrat standar
ditambahkan yang kemudian dititrasi dengan larutans standar tiosinat
dengan menggunakan indicator ion Fe3+. Ion besi (III) ini akan bereaksi
dengan ion tiosianat membentuk kompleks yang berwarna merah. Reaksi
yang terjadi sebagai berikut :
Ag+(aq) + Cl-(aq)  AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + SCN-(aq)  AgSCN(s) (endapan putih)
Fe3+(aq) + SCN-(aq)  Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
(Khopkar, 1990)
Dalam analisis klorida terdapat sebuah kesalahan yang dibolehkan
bereaksi mengingat AgSCN kurang dapat larut dibandingkan dengan AgCl
karena reaksi ini cenderung bergeser dari kiri ke kanan yang akan
menyebabkan hasil-hasil yang rendah dalam analisis klorida. Dalam
menentukan bromide dengan iodida dengan menggunakan metode tak
langsung Volhard, reaksi dengan tiosinat tidak menimbulkan masalah
karena AgBr mempunyai kelarutan yang hampir sama dengan AgSCN dan
AgI dianggap jauh kurang larut dibandingkan dengan AgSCN. (Day,
Underwood, 1999).
c. Penggunaan Indikator Adsorpsi : Metode Fajans
Titrasi dengan metode ini, senyawa organik yang dipergunakan untuk
hal seperti ini diacu sebagai indikator adsorpsi. Mekanisme yang berlaku
pada metode ini sebagai berikut : dalam titrasi Cl- dengan Ag+, sebelum titik
ekivalen partikel-partkel koloid dari AgCl bermuatan negatif, akibat
adsorpsi ion Cl- dari larutan. ion-ion Cl- yang teradsorpsi membentuk
lapisan primer yang mengakibatkan partikel-partikel koloid bermuatan
negatif. Partikel-partikel ini menarik ion-ion positif dari larutan untuk
membentuk sebuah lapisan sekunder yang lebih longgar keadaannya. Diatas
titik ekivalen, kelebihan ion-ion Ag+ menggantikan ion-ion Cl- dari lapisan
primer dan pertikel-partikelnya menjadi bermuatan positif (Day,
Underwood, 1999).
Titrasi dengan metode ini contohnya adalah titrasi ion klorida yang
menggunakan flouresein. Fluoresein adalah sebuah asam organik lemah
yang biasa disebut dengan HFI. Dalam larutan, fluoresein akan mengion
menjadi :
HFI  H+ +FI-
Ion FI- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda. Flouresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar tiga macam
perubahan, yakni endapan yang semula putih menjadi merah muda dan
endapan terlihat menggumpal, larutan yang semula keruh menjadi lebih
jernih, dan yang terakhir larutan yang semula kuning hijau hampir tidak
berwarna lagi. (Harjadi, W, 1990).
Sejumlah factor harus dipertimbangkan dalam memilih sebuah
indikator adsorpi yang cocok untuk sebuah titrasi pengendapan. Faktror-
faktor tersebut antara lain :
a. AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-
partikel besar pada titik ekivalen, mengingat hal ini akan menurunkan
secara drastis permukaan yang tersedia untuk adsorpsi dari indikator.
b. Adsorpsi dari indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik ekivalen
dan meningkat secara cepat pada titik ekivalen.
c. pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi
ion dari indikator asam lemah atau basa lemah tersedia cukup.
d. Amat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan ion
yang ditambahkan sebagai titran.

(Day, Underwood, 1999)


2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan
Dalam penegendapan, dikenal istilah kelrutan. Istilah kelarutan sendiri
mengacu pada konsentrasi sebuah larutan jenuh dari sebuah larutan dalam
sebuah temperature tertentu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kelarutan adalah sebagai berikut :
1. Temperatur. Semakin meningkat temperatur, maka kelarutannya juga
semakin meningkat
2. Pemilihan Pelarutan. Garam anorganik lebih dapat larut dalam air daripada
dalam larutan organik, kelarutan dalam air lebih besar dari pada dalam
larutan organik.
3. Efek ion-sekutu. Dengan adanya ion sekutu yang berlebihan, kelarutan dari
sebuah endapan bisa jadi lebih besar dari pada tetapan kelarutan produk.
Sebuah endapan secara umum lebih dapat larut dalam air murni
dibandingkan di dalam sebuah larutan yang mengandung satu dari ion-ion
endapan.m
4. Efek aktivitas. Kenaikan kelarutan suatu senyawa akibat hadirnya suatu
garam netral – garam yang tidak mengandung ion yang bereaksi secara
kimiawi dengan endapan.
5. Efek pH. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan efek konsentrasi
ion hidrogen pada kelarutan garam suatu asam lemah.
6. Efek hidrolisis. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan
menghasilkan perubahan (H+), kation dari spesies garam mengalami
hidrolisis sehingga menambah kelarutannya.
7. Hidroksida metal.
8. Efek pembentukan kompleks. Bertambahnya kelarutan suatu senyawa
akibat hadirnya suatu zat yang kompleks-kompleks yang stabil dengan
kation garam itu.

(Day, Underwood, 1999)

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Titrasi Pengendapan


Setiap metode yang digunakan dalam penelitian maupun praktikum tentu
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sama halnya dengan metode analisis
titrasi pengendapan juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut
merupakan kelebihan dan kekurangan titrasi pengendapan :
a. Kelebihan
1. Jumlah metode titrasi pengendapan tidak sebanyak titrasi asam basa dan
titrasi redoks.
2. Jumlah sampel yang diperlukan tidak sebanyak titrasi asam basa dan
titrasi redok.
b. Kekurangan
1. Sulitnya memperoleh indikator yang sesuai untuk menentukan titik
akhir pengendapan.
2. Komposisi endapan tidak selalu dapat diketahui secara pasti.

(Khopkar, 1990)

2.5 Standarisasi Larutan AgNO3


Standarisasi merupakan proses dimana konsentrasi ditentukan secara
akurat. Suatu larutan standar terkadang diepersiapkan dengan menguraikan
suatu sampel dari zat terlarut yang diinginkan dan menimbang secara akurat
dalam suatu larutan yang volumenya diukur secara akurat. Sebelum
standarisasi dilakukan, biasanya disiapkan terlebih dahulu larutan baku.
Larutan baku adalah larutan yang mendandung zat yang telah ditetapkan
konsentrasinya secara tepat melalui penimbangan dan perhitungan yang
selanjutnya larutan baku ini digunakan untuk standarisasi larutan. Penentuan
konsentrasi larutan baku ini diperoleh dari perhitungan stoikiometri dengan
rumus sebagai berikut :

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑘𝑢 1000


𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑘𝑢 = ×
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒(𝑚𝑙)

Reaksi antara titran dengan substansi yang terpilih sebagai standar primer
harus memenuhi sejumlah persyaratan untuk analisis titrimetrik. Di samping
itu, standar primer harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Harus tersedia dalam bentuk murni, atau dalam suatu tingkat kemurnian
yang diketahui, pada suatu tingkat biaya yang logis. Secara umum, jumlah
total dari pengotor tidak boleh melebihi 0,01 sampai 0,02%, dan harus
dilakukan tes untuk mendeteksi kuantitas pengotor-pengotor tersebut
melalui tes kualitatif dengan sensitivitas yang diketahui.
2. Substansi tersebut harus stabil. Harus mudah dikeringkan dan tidak terlalu
higroskopis sehingga tidak banyak menyerap air selama penimbangan.
Substansi tersebut seharusnya tidak kehilangan berat bila terpapar udara.
Garam hidrat biasanya tidak dipergunakan sebagai standar primer.
3. Yang diinginkan adalah standar primer tersebut mempunyai berat ekivalen
yang cukup tinggi agar dapat meminimalisasi konsekuensi galat pada saat
penimbangan. (Day, Underwood, 1999)

Contoh standarisasi larutan yang biasa dilakukan sebelum melakukan titrasi


pengendapan adalah standarisasi larutan AgNO3 dengan menggunakan larutan
baku NaCl p.a. dengan menggunakan indicator K2CrO4. Reaksi yang terjadi
sebagai berikut :

NaCl(s) + H2O(l)  NaCl(aq)

Ag+ (aq) + Cl-(aq)  AgCl(s) (aq)

(Endapan Putih)

2Ag+ + CrO42-  Ag2CrO4

Endapan merah bata

(Hadyana, 1989)

2.6 Penentuan Kadar Cl- pada Air Kran


Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, hampir 2/3 bagian massa
tubuh berisi cairan. Oleh karena itu, setiap hari dianjurkan untuk minum
delapan gelas air putih. Selain itu, air banyak dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari. Air dalam tubuh membantu oksigen untuk bersirkulasi secara
keseluruhan dalam sel tubuh. Air yang sehat harus memenuhi persyaratan fisik,
kimia maupun bakteriologis. Ion klorida merupakan salah anion yang terdapat
dalam air terutama air kran. Tetapi kadar yang dimiliki berbeda-beda dari tiap
air itu sendiri. Unsur klor dalam air terdapat dalam bentuk ion klorida. Korida
biasanya terdapat dalam bentuk senyawa NaCl, KCl, dan CaCl2. Klorida tidak
bersifat toksik pada makhluk hidup, bahkan berperan dalam pengaturan
tekanan osmotic sel (Effendi, Hefni, 2003).
Titasi pengendapan sendiri merupakan suatu metode analisis kuantitatif
yang dapat digunakan untuk mengetahui kadar suatu anion atau kation dalam
suatu larutan. Sehingga titrasi pengendapan ini dapat digunakan untuk
mengetahui kadar Cl- dalam suatu air kran. Reaksinya sebagai berikut :

Ag+ (aq) + Cl-(aq)  AgCl(s) (aq)

(Endapan Putih)

2Ag+ + CrO42-  Ag2CrO4

Endapan merah bata

(Hadyana, 1989)

Setelah didapatkan data dari titrasi yang telah dilakukan, maka dapat
dihitung nilai kadarnya melalui perhitungan stoikiometri dengan rumus sebagai
berikut :
𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 𝐵𝐸𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡
% 𝐶𝑙 − = × 𝐹𝑃 𝑋 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐵𝑀
Dimana : BE analit = dan FP adalah faktor pengenceran. (Day,
𝑛
Underwood, 1999)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kadar Cl- pada air kran yang
bersumber dari PDAM adalah sebesar 97 ppm atau sekitar 0,0097% (Ngabid,
2019).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 ALAT
1. Neraca Analitik 1 buah
2. Erlenmeyer 250 mL 3 buah
3. Buret 50 mL 1 buah
4. Labu ukur 100 mL 1 buah
5. Pipet tetes 3 buah
6. Pipet gondok 10 mL 1 buah
7. Gelas kimia 250 mL 2 buah
8. Corong 1 buah
9. Piknometer 25 mL 1 buah
10. Botol vial 1 buah
11. Statif dan Klem 1 set
12. Spatula 1 buah
13. Gelas ukur 10 mL 1 buah
3.2 BAHAN
1. AgNo3 ±0,1 N 50 mL
2. NaCl p.a 0,059 gram
3. Aquades 200 mL
4. Indikator K2CrO4 5% 60 tetes
5. Air kran 10 mL
3.3 PROSEDUR
1. Standarisasi Larutan AgNO3 ± 0,01 N dengan NaCl p.a sebagai Larutan
Baku
Pertama membuat larutan baku NaCl ± 0,01 N. NaCl p.a ditimbang
dengan teliti menggunakan neraca analitik sebanyak 0,059 gram dalam
botol timbang. Kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL,
dilarutkan dengan aquades dan diencerkan sampai tanda batas. Lalu dikocok
dengan baik agar tercampur sempurna.
Buret dibilas dan diisi dengan larutan AgNO3. Larutan baku NaCl yang
telah disiapkan, dipipet dengan pipet seukuran (pipet gondok) 10 mL dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Lalu ditambahkan dengan 10
mL aquades dan 10 tetes indikator K2CrO4. Selanjutnya dititrasi dengan
larutan AgNO3 sambil terus dikocok dan titrasi dihentikan ketika terbentuk
endapan berwarna merah bata. Angka pada buret pada saat awal dan akhir
titrasi dicatat, serta volume larutan AgNO3 yang digunakan untuk titrasi
dicatat juga. Kemudian dihitung konsentrasi larutan AgNO3. Titrasi
diulangi hingga 3 kali menggunakan volume larutan NaCl yang sama dan
dihitung konsentrasi rata-rata dari larutan AgNO3.
2. Penentuan Kadar Cl- dalam Air Kran di Kos Putri Jalan Ketintang
Pratama V No. 44, Gayungan, Surabaya, Jawa Timur
Air kran diukur berat jenisnya terlebih dahulu dengan piknometer dan
dicatat tempat pengambilan sampel. Air kran dipipet sebanyak 10 mL dan
diencerkan dalam labu ukur 100 mL. Larutan yang telah diencerkan,
diambil 10 mL dan ditambah dengan 10 tetes indikator K2CrO4 5%.
Kemudian dititrasi dengan larutan standar AgNO3 sampai terjadi endapan
merah bata. Percobaan diulang hingga sebanyak tiga kali. Langkah terakhir
adalah dihitung kadar Cl- air kran tersebut.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan
No Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1 1. Standarisasi Larutan AgNO3 0,1N dengan - NaCl : serbuk - Larutan NaCl: - AgNO3(aq) + NaCl(aq) → Dari percobaan
NaCl p.a sebagai baku berwarna putih larutan tak NaNO3(aq) + AgCl(s) yang telah
NaCl - Air suling: larutan berwarna (Endapan putih) dilakukan,
1. Ditimbang dengan teliti 0,059 gr NaCl tak berwarna - Larutan Nacl + - Ag+(aq) + CrO42-(aq) → normalitas rata
dalam botol timbang - K2CrO4 : larutan Indikator K2CrO4 : Ag2CrO4(s) (Endapan rata yang
2. Dipindahkan ke dalam labu ukur 100 berwarna kuning larutan berwarna Merah Bata) ditemukan
mL - AgNO3 : larutan tak kuning sebanyak 0,01 N
3. Dilarutkan dalam air suling berwarna - Larutan Nacl + (Underwood, 1999)
4. Diencerkan sampai tanda batas - V1 AgNO3 : 9,4 mL Indikator K2CrO4 +
5. Dikocok hingga homogen - V2 AgNO3 : 9 mL Larutan AgNO3 :
Larutan NaCl - V3 AgNO3 : 9 mL Larutan keruh

6. Dipipet 10 mL, masukkan dalam - Larutan Nacl +


Erlenmeyer Indikator K2CrO4 +
7. Ditambah 10 mL air suling dan 10 tetes larutan AgNO3
K2CrO4 berlebih : larutan
keruh dan terdapan
8. Dititrasi dengan larutan AgNO3 0,1 endapan merah bata
N
9. Diamati dan Dicatat volume awal
AgNO3 0,1 N
10. Diberhentikan saat terjadi endapan
11. dicatat volume akhir AgNO3 pada
buuret
12. Diulangi 3 kali

Endapan Merah Bata

2 - Air Kran: larutan tak - Larutan Air kran : - Ag(aq) + Cl(aq) → AgCk(s) Dari percoaan
Air Kran
berwarna larutan tak (endapan Putih) yang telah
1. Diukur berat jenis air kran dengan
pignometer
- Indicator K2CrO4 : berwarna - Ag(aq) + CrO4(aq) → dilakukan, kadar
2. Dipipet 10 mL dan Diencerkan dalam larutan berwarna - Larutan air kran + Ag2CrO4(aq) (Merah Cl- pada air kran di
labu ukur 100 mL kuning indicator K2CrO4 : bata) jl. Ketintang
3. Diambil 10 mL larutan yang telah
- Larutan AgNO3 : larutan berwarna - Kadar Cl- pada air yang pratama V no. 44
diencerkan
4. Ditambah 10 tetes Insikator K2CrO4 5% larutan tak berwarna kuning bersumber dari air Gayungan
5. Dititrasi dengan AgNO3 sampai terjadi - Larutan air kran + PDAM yaitu sebesar 97 Surabaya adalah
endapan merah bata
indicator K2CrO4 + Mg/L atau 0,0097% sebesar 0,0067%
6. Dilakukan sebanyak 3 kali
7. Dihitung kadar Cl- dalam air kran larutan AgNO3 :
larutan keruh (Ngibad, 2019)
Endapan Merah Bata
- Larutan air kran + - Kadar Cl- dalam air kran
indicator K2CrO4 + menurut SNI 06-
larutan AgNO3 6989.22-2004 adalah
Berlebih : Endapan 300 mg/L
merah bata
- V1 AgNO3 : 2 mL (Fawinas, 2006)
- V2 AgNO3 : 1,7 mL
- V3 AgNO3 : 2 mL
4.2 Analisis dan Pembahasan
1. Standarisasi Larutan AgNO3 ± 0,01 N dengan NaCl p.a sebagai Larutan
Baku
Percobaan pertama pada praktikum kali ini bertujuan untuk standarisasi
larutan AgNO3 dengan menggunakan larutan NaCl p.a sebagai larutan
baku. Stamdarisasi ini bertujuan untuk memastikan konsentrasi AgNO3
karena sifat larutan AgNO3 yang dapat berubah konsentrasinya atau rusak
jika disimpan di tempat yang kurang tepat serta terkontaminasi bahan lain
sehingga apabila digunakan sebagai titran pada suatu titrasi akan
menimbulkan terjadinya galat dan hasil yang diperoleh tidak akurat. Pada
standardisasi AgNO3, digunakan larutan NaCl sebagai baku dengan tujuan
agar pH larutan tidak terlalu asam maupun basa sehingga dapat dikatakan
bahwa garam berperan sebagai penyangga.
Pertama kali yang dilakukan adalah menyiapkan larutan baku NaCl p.a.
NaCl p.a yang berwujud kristal berwarna putih ditimbang terlebih dahulu
menggunakan neraca analitik seberat 0,0590 gram. Penimbangan
menggunakan neraca analitik bertujuan agar ketepatan dan ketelitian dari
zat menjadi akurat sehingga akan meminimalisasi terjadinya galat pada saat
titrasi. Cara menimbang yang benar yaitu neraca analitik harus ditepatkan
nol terlebih dahulu, kemudian dimasukkan botol vial kosong lalu neraca
analitik ditutup dan dinolkan kembali. Langkah selanjutnya yaitu kristal
NaCl p.a itu dimasukkan ke dalam botol vial sampai mencapai berat yang
telah ditentukan. Berat hasil dari penimbangan yaitu seberat 0,0591 gram.
Berat ini berbeda dari berat yang telah ditentukan tetapi tidak mempunyai
pengaruh yang besar karena yang berbeda hanya angka terakhir. Kemudian,
kristal NaCl yang telah ditimbang, terlebih dahulu dilarutkan di gelas kimia
dengan aquades lebih kurang sebanyak 10 mL dan menjadi larutan NaCl
berwujud larutan tidak berwarna. Aquades digunakan sebagai pelarut
karena sifat aquades sendiri yang merupakan bersifat polar sehingga dapat
digunakan sebagai pelarut, sedangkan penambahan air hanya sebanyak 10
mL karena nanti larutan NaCl akan diencerkan hingga 100 mL. Lalu larutan
NaCl tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan
corong agar tidak tumpah. Botol vial bekas wadah NaCl p.a yang
kemungkinan besar kristal halus masih banyak yang tersisa pada vial
tersebut dibilas dengan aquades dan dimasukkan ke dalam labu ukur agar
konsentrasi NaCl p.a yang dikehendaki tidak berkurang. Lalu ditambahkan
aquades lagi sampai tanda batas. Aquades terlebih dahulu dimasukkan ke
dalam gelas kimia tempat melarutkan kristal NaCl sebanyak 20 mL agar
semua kristal NaCl dapat benar-benar sesuai dengan yang telah ditentukan
dan konsentrasinya tidak berubah sehingga hasil diperoleh menjadi akurat.
Penambahan aquades tidak boleh melebihi tanda batas karena akan
mempengaruhi konsentrasi dari larutan NaCl itu sendiri sehingga menjadi
tidak akurat sebagai larutan baku untuk standarisasi. Selanjutnya labu ukur
ditutup rapat dengan penutupnya dan dikocok hingga homogen. Larutan
yang terbentuk berupa larutan tidak berwarna. Larutan NaCl ini kemudian
dihitung konsentrasinya menggunakan rumus :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝐶𝑙 1000
𝑀𝑁𝑎𝐶𝑙 = ×
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑟 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒(𝑚𝑙)
Sehingga diperoleh konsentrasi NaCl sebesar 0,0101 M. Reaksi pembuatan
larutan baku NaCl ialah sebagai berikut :
NaCl(s) + H2O(l)  NaCl(aq)
Setelah larutan baku NaCl telah disiapkan, langkah selanjutnya adalah
standarisasi larutan AgNO3 dengan menggunakan larutan baku NaCl yang
telah disiapkan tadi. Larutan baku NaCl yang telah disiapkan, diambil
menggunakan pipet volume dan diukur sebanyak 10 mL menggunakan
gelas ukur, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. digunakan gelas
ukur dalam pengukuran bertujuan agar hasil yang diperoleh menjadi akurat.
Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 10 mL. Penambahan aquades ini
bertujuan untuk mengatur konsentrasi larutan NaCl agar memudahkan saat
mengamati adanya endapan merah bata sehingga dapat diketahui titik akhir
titrasi. Selain itu, penambahan aquades bertujuan untuk memperbesar jarak
antar ion pada larutan sehingga ion Cl- pada larutan dapat bergerak bebas
dan mudah berikatan dengan Ag+ sehingga akan tercapai titik ekivalen. Lalu
dihitung konsentrasi larutan NaCl setelah pengenceran menggunakan
rumus:
𝑀1 × 𝑉1 = 𝑀2 × 𝑉2
𝑁𝑁𝑎𝐶𝑙 = 𝑀2 × 𝑛
Sehingga diperoleh normalitas NaCl sebesar 0,005 N. Setelah itu,
menyiapkan larutan AgNO3 yang akan digunakan untuk standarisasi
dengan langkah awal memasang buret dan statif dengan tepat, lalu untuk
mencegah terjadinya kontaminasi dengan larutan lain bilas buret
menggunakan larutan AgNO3 sehingga akan meminimalisasi terjadinya
galat yang akan berpengaruh pada keakuratan hasil yang diperoleh, setelah
dibilas dan dipastikan bersih, larutan AgNO3 kembali ditambahkan pada
buret hingga melebihi 0 dan ditepatkan volume awal untuk AgNO3 pada
miniskus tepat angka 0, untuk memudahkan pengamatan pada volume
AgNO3 yang dipakai, sehingga juga memudahkan pada proses perhitungan.
Untuk mengamati perubahan warna endapan yang terjadi, diletakkan kertas
putih dibawah erlenmeyer.
Setelah larutan AgNO3 telah siap, kemudian pada larutan NaCl
ditambahkan 5 tetes indikator K2CrO4 5% yang berwujud cair berwarna
kuning sehingga menghasilkan larutan yang berwarna kuning dan tidak
berbau. Penambahan indikator K2CrO4 ini bertujuan untuk mengetahui titik
akhir titrasi yang ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata. Titrasi
menggunakan perak nitrat sebagai titran akan membentuk garam yang sukar
larut dengan menggunakan metode Mohr sangat diperlukan pengaturan pH
agar tidak terlalu asam ataupun tidak terlalu basa dan harus pada pH sekitar
6,5-10. Dalam suasana asam, perak kromat akan larut karena akan terbentuk
dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida.
Reaksinya sebagai berikut :
Asam : 2CrO42- + 2H-  CrO72- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH-  2AgOH  Ag2O(s) + H2O(l)
Kemudian larutan NaCl dititrasi dengan larutan AgNO3 yang ditambahkan
secara tetes demi tetes dari buret ke dalam Erlenmeyer. Penambahan
dilakukan secara tetes demi tetes agar titik ekivalen tidak terlewati karena
pada titrasi, jika akan tercapai titik ekivalen akan terjadi perubahan secara
signifikan sehingga hasil yang diperoleh tidak akurat. Titrasi harus
dihentikan ketika terbentuk endapan merah bata yang menandakan bahwa
titik ekivalen telah tercapai. Endapan yang terbentuk merupakan hasil reaksi
dari ion Cl- pada larutan NaCl dan ion Ag+ pada larutan AgNO3. Sedangkan
terbentuknya endapan merah bata ini merupakan hasil reaksi antara
indikator dengan kelebihan (ekses) dari titran. Ketika larutan NaCl yang
telah ditambahkan indikator K2CrO4, dititrasi sedikit demi sedikit dengan
AgNO3 akan terbentuk endapan putih yang merupakan AgCl dan larutan
menjadi berwarna kuning pekat. Dan ketika Cl- sudah habis bereaksi dengan
Ag+ dari AgNO3 sementara jumlah Ag+ masih ada maka Ag+ akan bereaksi
dengan CrO42- yang berwarna kuning dan membetuk endapan merah bata.
Dalam titrasi ini, perlu dilakukan secara cepat dan pengocokannya pun juga
kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabakan titik akhir
titrasi menjadi sulit dicapai. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Ag+ (aq) + Cl-(aq)  AgCl(s) (aq)

(Endapan Putih)

2Ag+(aq)+ CrO42-(aq)  Ag2CrO4(s)


(Endapan merah bata)
Kemudian dicatat volume AgNO3 yang diperlukan pada titrasi hingga
tercapai titik ekivalen dan terbentuk endapan berwarna merah bata. Titrasi
diulangi sebanyak tiga kali pengulangan untuk mendapatkan ketelitian dan
keakuratan data yang diperoleh. Berikut volume yang titrasi yang diperoleh:
1. Volume AgNO3 pada titrasi pertama = 9,4 mL
2. Volume AgNO3 pada titrasi kedua = 9 mL
3. Volume AgNO3 pada titrasi ketiga = 9 mL

Lalu dihitung normalitas larutan AgNO3 menggunakan rumus sebagai


berikut ;

N titran x V titran = N analit x V analit

dan didapatkan normalitas AgNO3 setiap percobaan sebagai berikut :

1. Percobaan pertama dengan VAgNO3 = 9,4 mL didapatkan N1 = 0.0106 N


2. Percobaan kedua dengan VAgNO3 = 9 mL didapatkan N2 = 0.011 N
3. Percobaan ketiga dengan VAgNO3 = 9 mL didapatkan N3 = 0.011 N

Lalu dihitung normalitas rata-rata larutan AgNO3 menggunakan rumus


sebagai berikut :

𝑁1 + 𝑁2 + 𝑁3
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁

Sehingga diperoleh normalitas rata-rata larutan AgNO3 sebesar 0,01 N.


Normalitas larutan AgNO3 ini yang kemudian dapat digunakan untuk
menentukan kadar atau konsentrasi Cl- pada air kran.

2. Aplikasi Penentuan Kadar Cl- pada Air Kran di Kos Putri Jalan
Ketintang Pratama V No. 44, Gayungan, Surabaya, Jawa Timur
Pada percobaan kedua praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui
kadar Cl- pada air kran. Air kran yang digunakan pada praktikum ini ialah
air kran yang diambil di Kos Putri Jalan Ketintang Pratama V No. 44,
Gayungan, Surabaya, Jawa Timur yang bersumber dari air PDAM. Langkah
pertama adalah mengukur massa jenis dari air kran menggunakan
piknometer dan ditimbang dengan menggunakan neraca analitik.
Penimbangan dilakukan dengan menggunakan neraca analitik agar lebih
teliti dan akurat sehingga meminimalisasi terjadinya galat dan hasil yang
diperoleh menjadi akurat. Piknometer yang akan digunakan, ditimbang
terlebih dahulu dan dicatat sebagai massa piknometer awal. Setelah itu
sampel air kran dimasukkan ke dalam piknometer tersebut sampai luber
serta tidak ada gelembung dan ditutup menggunakan tutup piknometer
tersebut. Air yang berada di dalam piknometer haruslah tidak ada
gelembung karena akan mempengaruhi pengukuran sehingga massa yang
diperoleh tidak akurat. Kemudian, piknometer yang berisi sampel air kran
tersebut ditimbang kembali dan dicatat massanya sebagai massa akhir. Lalu
dihitung massa air kran dengan cara mengurangi massa akhir piknometer
dengan massa awalnya. Berdasarkan perhitungan, massa air kran yang
diperoleh sebesar 24,954 gram. Kemudian dihitung massa jenisnya dan
diperoleh massa jenisnya sebesar 0,99816 gram/mL. Perhitungan dilakukan
berdasarkan rumus :
massa air kran
ρ air kran =
volume piknometer
(Syukri, 1999)
Langkah selanjutnya adalah air kran diambil menggunakan pipet dan
diukur menggunakan gelas ukur sebanyak 10 mL. Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan gelas ukur agar volume air kran yang diambil lebih
teliti sehingga hasil yang diperoleh menjadi akurat. Kemudian air
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Kemudian analit yang
merupakan air kran ditambahkan dengan 10 tetes indikator K2CrO4 5%
yang berwarna kuning menghasilkan larutam berwarna kuning.
Penambahan indikator ini bertujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi
dengan ditandai oleh terbentuknya endapan merah bata. Titik akhir sendiri
merupakan tanda ketika titrasi harus dihentikan karena telah mencapai titik
ekivalen.
Selanjutnya yaitu melakukan titrasi antara analit yang merupakan air
kran dengan titran larutan AgNO3 yang telah distandarisasi. Larutan AgNO3
yang telah distandarisasi dibilaskan dan diisikan pada buret. Larutan AgNO3
ditambahkan secara tetes demi tetes ke dalam Erlenmeyer yang berisis analit
air kran. Penambahan dilakukan secara tetes demi tetes agar titik ekivalen
tidak terlewati karena pada titrasi, jika akan tercapai titik ekivalen akan
terjadi perubahan secara signifikan sehingga hasil yang diperoleh tidak
akurat sesuai dengan teori yang meyebutkan bahwa pada saat melakukan
titrasi diusahakan agar titik akhir titrasi sedekat mungkin dengan titik
ekivalen agar perhitungana konsentrasi yang didapat menjadi tepat. Titrasi
harus dihentikan ketika terbentuk endapan merah bata yang menandakan
bahwa titik ekivalen telah tercapai. Endapan yang terbentuk merupakan
hasil reaksi dari ion Cl- pada analit air kran dan ion Ag+ pada larutan AgNO3.
Sedangkan terbentuknya endapan merah bata ini merupakan hasil reaksi
antara indikator dengan kelebihan (ekses) dari titran. Ketika analit yang
telah ditambahkan indikator K2CrO4, dititrasi sedikit demi sedikit dengan
larutan AgNO3 akan terbentuk endapan putih yang merupakan AgCl dan
larutan berwarna kuning pekat. Dan ketika Cl- sudah habis bereaksi dengan
Ag+ dari AgNO3 sementara jumlah Ag+ masih ada maka Ag+ akan bereaksi
dengan CrO42- yang berwarna kuning dan membentuk endapan merah bata.
Dalam titrasi ini, perlu dilakukan secara cepat dan pengocokannya pun juga
kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabakan titik akhir
titrasi menjadi sulit dicapai. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Ag+ (aq) + Cl-(aq)  AgCl(s) (aq)

(Endapan Putih)

2Ag+(aq)+ CrO42-(aq)  Ag2CrO4(s)


(Endapan merah bata)
Kemudian mencatat volume larutan AgNO3 yang diperlukan hinggan
terbentuk endapan merah bata. Titrasi diulangi hingga tiga kali
pengulangan. Pengulangan ini dilakukan untuk mendapatkan ketelitian dan
keakuratan data yang diperoleh. Berikut volume larutan AgNO3 yang
diperlukan pada titrasi :
1. Volume AgNO3 pada titrasi pertama = 2 mL
2. Volume AgNO3 pada titrasi kedua = 1,7 mL
3. Volume AgNO3 pada titrasi ketiga = 2 mL
Langkah berikutnya yaitu menghitung kadar Cl- pada air kran
menggunakan rumus :
𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 𝐵𝐸𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡
% 𝐶𝑙 − = 𝑋 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

dan didapatkan kadar Cl- pada air kran setiap percobaan sebagai berikut :

1. Percobaan pertama dengan VAgNO3 = 2 mL didapatkan %Cl-1 = 0.007 %


2. Percobaan kedua dengan VAgNO3 = 1,7 mL didapatkan %Cl-2 = 0.00604
%
3. Percobaan ketiga dengan VAgNO3 = 2 mL didapatkan %Cl-3 = 0.007 %

Lalu dihitung kadar Cl- rata-rata pada air kran menggunakan rumus
sebagai berikut :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 1 + 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 2 + 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 3
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑙 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
3
Sehingga diperoleh kadar Cl- rata-rata pada air kran yang diambil di Kos
Putri Jalan Ketintang Pratama V No. 44, Gayungan, Surabaya, Jawa Timur
yang bersumber dari air PDAM sebesar 0,0067%. Kadar ini tidak sesuai
dengan kadar Cl- dari jurnal penelitian Ngibad, 2019. Pada jurnal Ngibad,
seharusnya kadar Cl- pada air kran yang bersumber dari air PDAM sebesar
0.0097%. Selain itu, kadar Cl- yang didapatkan berbeda dari kadar SNI yaitu
seharusnya sebesar 300 mg/L atau 0,003%. Perbedaan dapat dipengaruhi
karena kurangnya ketelitian dalam membaca saat penimbangan dan
ketidaktelitian dalam megamati kapan terbentuknya endapan merah yang
emngakibatkan pada ketidaktelitian volume larutan AgNO3 yang diperlukan
untuk titrasi. Selain itu perbedaan dapat disebabkan karena perbedaan
tempat pengambilan air kran meskipun air kran sama-sama berumber dari
air PDAM.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan-percobaan yang telah dilakukan pada saat kegiatan
praktikum, dapat disimpulkan bahwa :
1. Standarisasi larutan AgNO3 ± 0,01 N dengan NaCl p.a sebagai larutan baku
diperoleh konsentrasi AgNO3 rata-rata sebesar 0,01 N.
2. Aplikasi pada penentuan kadar Cl- pada air kran di Kos Putri Jalan Ketintang
Pratama V No. 44, Gayungan, Surabaya, Jawa Timur diperoleh kadar Cl- air
kran sebesar 0.0067%.
5.2 Saran
Dalam titrasi pengendapan sangat diperlukan ketelitian agar diperoleh data
dan hasil yang akurat terutama ketetlitian dalam mengamati terbentuknya
endapan merah bata tidak boleh terlalu pekat. Oleh karena itu, ketelitian
praktikan dalam membaca angka dan volume serta berat yang dibutuhkan
dalam titrasi sangat diperlukan untuk meminimalisasi terjadinya kesalahan dan
galat pada percobaan. Selain itu, pemilihan alat-alat haruslah tepat dan sesuai
sehingga hasil yang diperoleh akurat. Misalnya sebaiknya menggunakan pipet
volume untuk meminimalisasi kesalahan dalam pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A., Underwood, A.L.1999. Analisis Kimia Kuantitatif (ed ke-5).Jakarta :


Erlangga).

Effendi, Hefni.2003.Telaah Kualitas Air.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Gandjar, I.G dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.

Hadyana, P.A. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. (Terjemahan


dari Day,Jr,R.A.1986.Quantitatives Analysis (sixth ed).London: Prentice
Hall).

Harjadi, W.1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.

Ika, Dani. 2009. Alat Otomatisasi Pengukur Kadar Vitamin C Dengan Metode
Titrasi Asam Basa. Jurnal neutrino. Vol. 1, No 2.

Khopkar,S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Kisman, Sarjono. 1988 . Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Ngibad, Khoirul. 2019. Analisis Kadar Klorida dalam Air Sumur dan Air PDAM
di Desa Ngelom Sidoarjo. Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia. Vol 4, No
1, Hal 1-6.
LAMPIRAN

JAWABAN PERTANYAAN

Standarisasi Larutan AgNO3

1. Buatlah kurva titrasi antara volume AgNO3 dan PCl untuk titrasi antara 50 mL
0,1 M larutan NaCl dengan larutan AgNO3 0,1 M.
Jawaban :
Dilihat dari volume AgNO3

a) awal titrasi
[Cl-] = 0,1 M
pCl = 1,00
b) setelah penambahan 10,00 mL AgNO3
Ag+ + Cl- → AgCl (s)
awal : 1 5
reaksi : 1 1
sisa : - 4
4 𝑚𝑚𝑜𝑙
[Cl-] = = 0,067 𝑀
60 𝑚𝐿

pCl = 1,17
c) setelah penambahan 25 mL AgNO3
Ag+ + Cl- → AgCl (s)
awal : 2,5 5
reaksi : 2,5 2,5
sisa : - 2,5
2,5 𝑚𝑚𝑜𝑙
[Cl-] = = 3,3 . 10−2 𝑀
75 𝑚𝐿

pCl = 1,48
d) setelah penambahan 50 mL AgNO3
Ag+ + Cl- → AgCl (s)
awal : 5 5
reaksi : 5 5
sisa : - -
[Ag+][Cl-] = KSP → [Ag+] = [Cl-]
[Cl-]2 = 1 . 10-10 M
[Cl-] = 1. 10-5 M
pCl = 5
e) setelah penambahan 60,0 mL AgNO3
Ag+ + Cl- → AgCl (s)
awal : 6 5
reaksi : 5 5
sisa : 1 -
1 𝑚𝑚𝑜𝑙
[Cl-] = = 9,1 . 10−3 𝑀
110 𝑚𝐿

pAg = 2,04
pCl = 10,36
Kurva Titrasi

2. Berapa konsentrasi garam NaCl dalam suatu larutan, apabila 25 mL larutan


tersebut jika direaksikan dengan 25 mL 0,2 M larutan AgNO3, dan kelebihan
larutan AgNO3 tepat bereaksi habis dengan larutan KSCN 28 mL 0,1 M.
Jawaban :
Karena habis bereaksi dengan larutan KSCN berarti v1 = v2
molek sisa AgNO3 = molek KSCN
mol . 1 . sisa AgNO3 = 28 mL . 1 . 0,1 M
mol sisa AgNO3 = 2,8 mmol
NaCl + AgNO3  AgCl + NaNO3
Mula : x mmol 5,0 mmol
Reaksi : 2,2 mmol
Sisa : - 2,8 mmol
Maka mmol NaCl yang bereaksi adalah 2,2 mmol.
2,2 mmol = X mmol
2,2 mmol = VNaCl x [NaCl]
2,2 mmol = 25 mL x [NaCl]
[NaCl] = 2,2 mmol / 25 mL = 0,088 N
Aplikasi Titrasi Pengendapan
1. Bagaimana cara memilih indikator pada titrasi argentometri?
Jawaban :
Dalam pemilihan indikator pada titrasi argentometri harus disesuaikan
dengan analit dan titran yang digunakan serta tujuan percobaan. Metode mohr
menngunakan ion kromat (CrO42-) sebagai indikator titik akhir untuk
membentuk endapan Ag2CrO4 berwarna merah bata saat bereaksi dengan ion
perak. Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk sebuah
kompleks dengan ion tiosianat, SCN-.
Cara memilih indikator pada titrasi argentometri adalah dengan
memperhatikan sejumlah faktor untuk indikator adsorpsi yang cocok. Faktor-
faktor tersebut adalah :
a. AgCl seharusnya diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-partikel
besar pada titik ekivalen, mengingat hal ini akan menurunkan secara drastis
permukaan yang tersedia.
b. Adsorpsi dari indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik ekivalen
dan meningkat secara cepat pada titik ekivalen.
c. pH dan media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion
dari indikator asam lemah atau basa lemah cukup.
d. Sangat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan ion
yang ditambahkan sebagai titran.

(Day, Underwood, 1999)

2. Terangkan bagaimana suatu indikator adsorpsi bekerja. Apa fungsi dekstrin?


Mengapa pH harus dikendalikan?
Jawaban :
 Cara kerja suatu indikator adsorpsi :
Bila perak nitrat ditambahkan ke dalam suatu larutan natrium klorida,
partikel perak klorida yang sangat halus itu cenderung memegangi pada
permukaannya (mengadsorpsi sejumlah ion klorida berlebihan yang ada
dalam larutan itu). Ion-ion klorida ini dikatakan membentuk lapisan
teradsorpsi primer dan dengan demikian menyebabkan partikel koloid perak
klorida itu bermuatan negatif, yang cenderung terikat lebih longgar.
Jika perak nitrat terus-menerus ditambahkan sampai ion peraknya berlebih,
ion-ion inilah menggantikan ion klorida dalam lapisan primer. Maka partikel-
partikel menjadi bermuatan positif dan anion dalam larutan ditarik untuk
membentuk lapisan sekunder.
(AgCl).Cl | M+
Lapisan primer | lapisan klorida
| sekunder berlebih

(AgCl) | Ag+ x
Lapisan primer | lapisan perak
| sekunder berlebih
(Day, Underwood, 1999)
 Apa fungsi dekstrin?
Jawaban :
AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi
partikelpartikel besar pada tiitik ekivalen, mengingat hal ini akan menurunkan
secara drastis permukaan yang tersedia untuk adsorpsi dari indikator. Sebuah
koloid pelindung, seperti dekstrin, harus ditambahkan untuk menjaga
endapan tersebar secara luas. Dengan kehadiran dekstrin, perubahan warna
dapat diulang, dan jika titik akhir terlampaui, kita dapat menitrasi ulang
dengan sebuah larutan klorida standar.
(Day, Underwood, 1999)
 Mengapa pH harus dikendalikan?
Jawaban :
pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion
dari indikator asam lemah atau basa lemah tersedia cukup. Fluoresein, sebagai
contoh, mempunyai Ka sekitar 10-7 , dan dalam larutan-larutan yang lebih
asam dari pH 7, konsentrasi ion-ion FI- sangat kecil, sehingga tidak ada
perubahan warna yang dapat diamati. Fluoresein hanya dapat dipergunakan
dalam skala pH sekitar 7 sampai 10. Diklorofluoresein mempunyai Ka sekitar
10-4 dam dapat digunakkan dalam skala pH 4 sampai 10.
(Day, Underwood, 1999)
ALUR PERCOBAAN
1. Standarisasi Larutan AgNO3 0,1N dengan NaCl p.a sebagai baku
NaCl

1. Ditimbang dengan teliti 0,059 gram NaCl dalam botol timbang


2. Dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL
3. Dilarutkan dengan air suling
4. Diencerkan sampai tanda batas
5. Dikocok hingga homogen

Larutan NaCl

6. Dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer


7. Ditambahkan 10ml air suling dan 10 tetes indikator K2CrO4
Larutan NaCl
8. Dititrasi dengan larutan AgNO3 0,1 N
9. Diamati dan dicatat volume awal AgNO3 pada buret diawal titrasi
10. Dihentikan saat terjadi endapan
11. Dicatat volume akhir AgNO3 pada buret
12. Diulangi 3 kali

Endapan merah bata


2. Penentuan Kadar Cl- dalam air kran

Air kran
1. Diukur berat jenis air kran dengan piknometer(catat tempat
pengambilan)
2. Dipipet 10 ml dan diencerkan dalam labu ukur 100ml.
3. Diambil 10ml larutan yang telah diencerkan
4. Ditambah 10 tetes indikator K2CrO4 5%
5. Dititrasi dengan AgNO3 sampai terjadi endapan merah bata
6. Dilakukan sebanyak 3 kali
7. Dihitung kadar Cl- dalam air kran
Endapan merah bata
DOKUMENTASI
1. Penentuan (standarisasi) larutan AgNO3 ±0,1N
No Gambar Keterangan
1 Ditimbang garam NaCl dengan teliti
0,059 dalam botol timbangan

2 Diencerkan dalam labu ukur 100 mL


sampai tanda batas dan dikocok
secara homogen

3 Dipipet 10 mL larutan NaCl


dimasukkan kedalam Erlenmeyer

4 Ditambah 10 mL air suling dan 10


tetes indikator K2CrO4 sampai larutan
berubah warna kuning
5 Buret dibilas dengan larutan AgNO3

6 Larutan NaCl ditirasi dengan Larutan


AgNO3 sampai terjadi endapan merah
bata

7 Dilakukan sebanyak 3 kali


pengulangan

2. Aplikasi titrasi pengendapan penentuan kadar Cl- dalam air kran yang
berada di jalan Ketintang Pratama V No.44 Gayungan Surabaya

No Gambar Keterangan

1 Dipastikan neraca analitiik dalam


skala 0
2 Dihitung berat awal piknometer

3 Dimasukkan air kran kedalam


piknometer dan ditimbang kembali
piknometer setelah ditambahkan air
kran

4 Diambil 10 mL dengan pipet dan


diukur dengan gelas ukur

5 Dimasukkan kedalam erlenmeyer 250


mL
6 Ditambahkan indikator K2CrO4

7 Dititrasi dengan AgNO3 sampai


Terbentuk endapan berwarna merah
bata

8 Diulang titrasi sebanyak 3 kali


PERHITUNGAN
 Standarisasi larutan AgNO3 ± 0,1 N dengan NaCl sebagai baku
Diketahui : Massa NaCl = 0,0591 gram
Mr NaCl = 58,5 g/mol
V Pengenceran = 100 mL
V NaCl = 10 mL

Ditanya : konsentrasi larutan AgNO3 ?

Jawab :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝐶𝑙 1000
[NaCl] = x
𝑀𝑟 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑉
0,0591 𝑔𝑟 1000
= 𝑔𝑟 x
58,5 ⁄𝑚𝑜𝑙 100 𝑚𝐿

= 0,0101 M

V Pengenceran NaCl

V1 x M1 = V2 x M2

10 x 0,0101 = 20 x M2

M2 = 0,005 M

N NaCl = MNaCl x n

= 0,005 x1

= 0,005 N

1. V AgNO3 = 9,4 mL
Mol Ekivalen NaCl = Mol Ekivalen AgNO3
V NaCl x N NaCl = V AgNO3 x N AgNO3
20 mL x 0,005 N = 9,4 mL x N AgNO3
20 Ml x 0,005 N
N AgNO3 =
9,4 𝑚𝐿

N AgNO3 = 0,0106 N
2. V AgNO3 = 9 mL
Mol Ekivalen NaCl = Mol Ekivalen AgNO3
V NaCl x N NaCl = V AgNO3 x N AgNO3
20 mL x 0,005 N = 9 mL x N AgNO3
20 Ml x 0,005 N
N AgNO3 =
9 𝑚𝐿
N AgNO3 = 0,011 N
3. V AgNO3 = 9 mL
Mol Ekivalen NaCl = Mol Ekivalen AgNO3
V NaCl x N NaCl = V AgNO3 x N AgNO3
20 mL x 0,005 N = 9 mL x N AgNO3
20 Ml x 0,005 N
N AgNO3 =
9 𝑚𝐿
N AgNO3 = 0,011 N

N1 + N2+ N3
Normalitas AgNO3 rata-rata =
3

0,0106 N + 0,011 N+ 0,011 N


=
3
0,0326 𝑁
=
3

= 0,01 N
 Aplikasi titrasi pengendapan pada penentuan kadar Cl- dalam air kran
Diketahui : m piknometer = 19,9584 g
m piknometer + air kran = 44,9124 g
m air kran = 44,9124g – 19,9584 g
= 24,954 g

Ditanya : kadar Cl- dalam air kran?

Jawab :
massa
𝜌 air kran =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
24,954 g
=
25 𝑚𝐿
𝑔
= 0,99816 ⁄𝑚𝐿

m sampel =𝜌xv

= 0,99816 g/mL x 10 mL
= 9,9816 gram

= 9981,6 mg

1. V AgNO3 = 2 mL
V AgNO3 x N AgNO3 x BE Cl−
% Cl- = x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
2 𝑚𝐿 x 0,01 N x 35,5
= x 100 %
9981,6 𝑚𝑔

= 0,007 %
2. V AgNO3 = 1,7 mL
V AgNO3 x N AgNO3 x BE Cl−
% Cl- = x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
1,7 𝑚𝐿 𝑥 0,01 𝑁 𝑥 35,5
= x 100 %
9981,6 𝑚𝑔

= 0,00604 %
3. V AgNO3 = 2 mL
𝑉 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑥 𝑁 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑥 𝐵𝐸 𝐶𝑙−
% Cl- = x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
2 𝑚𝐿 𝑥 0,01 𝑁 𝑥 35,5
= x 100 %
9981,6 𝑚𝑔

= 0,007 %
0,007 % + 0,006%+ 0,007%
Kadar Cl- rata-rata =
3

= 0,0067 %

Anda mungkin juga menyukai