I.
P
ENDAHULUAN
r
oses pengendalian pH banyak dijumpai di berbagai
industri. Terlebih jika industri tersebut memiliki instalasi
setpoint
pH.
Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk
mnyempurnakannya, yaitu tidak perlu lagi dilakukan penelaan
terhadap masing-masing
setpoint.
Pada pe .nelitian tugas akhir
ini akan diterapkan konsep
self tuning
PID pada proses
netralisasi pH secara
real time
.
II.
TEORI PENUNJANG
A
.
Teori Asam Basa
Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila
dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan
dengan pH lebih kecil dari 7. Asam dinyatakan sebagai suatu
senyawa yang bila dilarutkan dalam air akan berdisosiasi
dengan menghasilkan ion hidrogen [H
+
O
+
]
sebagai satu-satunya ion positif. Salah satu contoh
la
utan asam adalah CH
3
COOH. CH
3
]
me
nurut reaksi :
)(
3
)(
)
(
3
COOHCH
aq
aq
a
q
COOCHH
+
(2.1)
Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia yang
menyerap ion hydronium ketika dilarutkan dalam air. Istilah
basa ditujukan untuk unsur atau senyawa kimia yang
memiliki pH lebih dari 7. NaOH merupakan salah satu
senyawa basa. NaOH didalam air dapat melepas ion hidroksil
(OH
-
) menurut reaksi :
+
)(
)(
)(
aq
aq
aq
OH
Na
NaOH
(2.2)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran
lain-lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan imertri. Kata metri berasal dari
bahasa yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur
sama saja, yaitu dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal
dari kata Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran
dengan asam (yang diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi, W. 1990)
Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan
asam atau larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan larutan
basa, atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi).
Jika molaritas salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu
lagi dapat ditentukan. (Michael. 1997)
Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik,
sebaliknya jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik
yang menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau sebaliknya disebut
kurva titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya merupakan titik ekuivalen.
(Michael. 1997)
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik
akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau
asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10 4 .pH berubah
secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu
molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa
bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna
indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen
(PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator
yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen.
(Harjadi, W. 1990)
Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
(Susanti,1995)
1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk menentukan
basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat.
2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan yang
digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan
jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik
dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama
senyawa organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat
larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi
asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut
misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya
NaOH. Titik akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa
yang sesuai atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer,
konduktometer. (Rivai, H, 1990)
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant
ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara
stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya
warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen, yaitu titik dimana konsentrasi
asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama
dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik akhir
titrasi. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi
melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. (Esdi, 2011)
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa,
maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011)
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka
rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:
N asam x V asam = N asam x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).
DAFTAR PUSTAKA
Esdi pangganti. 2011. Titrasi Asam Basa. http://esdikimia.wordpress.com/2011/06/17/titrasi-asambasa/ diakses pada 20 nov 13, pada pukul 19.23
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta
Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga: Jakarta
Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta
Susanti, S. 1995. Analisis Kimia Farmasi Kualitatif. LEPHAS: Makassar
BAB II.
TINJAUAN PUSATAKA
larutan asam saat awal tersebut. Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik lemah
yang menunjukkan warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan bentuk
terionisasinya. Kedua bentuk ini berikatan dengan pH larutan yang melarutkan indikator
tersebut.Titik akhir titrasi terjadi bila indikator berubah warna. Namun, tidak semua indikator
berubah warna pada pH yang sama, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung
pada sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apkah mereka kuat
atau lemah). Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi, kita dapat
menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen (chang Raymond. 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Kimia dasar I. Makassar ; Universitas Hasanuddin Makassar.
Chang Raymond.2004. Kimia Dasar, Edisi Ketiga. Jakarta ; Erlangga.
Goldberg, David. 2002. Kimia Untuk Pemula. Jakarta ; Erlangga.
Sukardjo, 1984. Kimia Organik. Jakarta ; Rineka Cipta.
Diposkan oleh rudy setiawan di 15.19