Anda di halaman 1dari 9

Titrasi Asam Basa

Titrasi adalah metode penetapan kadar suatu larutan dengan


menggunakan larutan standar yang sudah diketahui
konsentrasinya. Dalam hal ini, suatu larutan yang
konsentrasinya telah diketahui secara pasti (larutan standar),
ditambahkan secara bertahap ke larutan lain yang
konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi kimia antara
kedua larutan tersebut berlangsung sempurna. Sebelum basa
ditambahkan harga pH adalah larutan asam kuat, sehingga pH
< 7 dan ketika basa ditambahkan sebelum titik ekivalen, harga
pH ditentukan oleh asam lemah. Pada titik ekivalen jumlah
basa yang ditambahkan secara stokiometri ekivalen terhadap
jumlah asam yang ada. Oleh karena itu pH ditentukan oleh
larutan garam (pH=7). Titik ekivalen dalam titrasi adalah titik
keadaan (kuantitas) asam-basa dapat ditentukan secara
stokiometri.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6


1
Abstrak

Makalah ini bertujuan untuk menyampaikan hasil


penelitian rancang bangun self-tuning PID melalui metode
adaptive pada proses pengendalian pH. Sifat nonlinier pada titrasi
asam-basa menjadi pokok permasalahan dalam merancang sistem
pengendalian. Adaptive control adalah sistem pengendalian yang
secara kontinyu dan otomatis mengukur karakteristik dinamik
plant, membandingkannya dengan karakteristik dinamik yang
diinginkan dan menggunakan selisih tersebut untuk untuk
mengubah parameter Controller PID. Larutan yang digunakan
adalah asam lemah CH
3

COOH 0,1Mdan basa kuat NaOH 0,1M.


La
ju aliran larutan asam dijaga konstan, sedangkan laju aliran
basa dikendalikan. Aktuator berupa pompa dc 12V yang
terintegrasi dengan mikrokontroler dan perangkat lunak. Sensor
yang digunakan berupa elektroda pH dan pH meter. Seluruh uji
performansi menghasilkan respon dengan error steady state
dibawah 5%. Yaitu terbagi atas error steady state pada set point pH
4,5 , 7, dan 11 masing-masing sebesar 0,22 %, 2,8 %, dan 2%.
Nilai Kp, Ti, dan Td mampu berubah mengikuti proses dinamik
plant. Secara garis besar pengendalian self-tuning PID memiliki
respon performansi yang lebih baik dibanding dengan
pengendalian autoswitch PID
Kata Kunci

Pengendalian pH, Self-tuningPID, Adaptive


co
ntrol
.

I.
P
ENDAHULUAN
r
oses pengendalian pH banyak dijumpai di berbagai
industri. Terlebih jika industri tersebut memiliki instalasi

pengolahan air limbah


(waste water treatment).
Pada
dasarnya pengendalian pH bertujuan untuk mengatur harga pH
sesuai dengan nilai yang diinginkan. Besar nilai pH diperoleh
dari proses titrasi antara asam dan basa. Kurva titrasi antara
asam basa memilki bentuk yang khas yakni kurva s. Bentuk
kurva tersebut mencirikan bahwa proses pengendalian pH
merupakan salah satu proses pengendalian nonlinier. Pada saat
daerah titik kritis sekitaran pH 7, adanya sedikit perubahan
konsentrasi ion [H
+

] dapat merubah nilai pH dengan cukup


si
gnifikan. Salah satu solusi dalam penyelesaian pengendalian
nonlinier tersebut yaitu menggunakan
Self-tuning
PID.
Sebagaimana diketahui bahwa, pengendali PID digunakan
pada proses yang linier. Konsep
Self-tuning
PID pada
dasarnya adalah pengendali PID konvensional yang
ditambahkan sebuah penyelesaian pada proses nonlinier
melalui metode
adaptive control
. Kontrol PID melalui metode
Adaptive Control
adalah sebuah sistem pengendalian yang
secara kontinyu dan otomatis mengukur karakteristik dinamik
plant
, membandingkannya dengan karakteristik dinamik yang
diinginkan dan menggunakan selisih tersebut untuk untuk
mengubah parameter
Controller PID
berdasarkan algoritma
Pole Placement
, sehingga dapat dijaga performansi
optimalnya.
Pada tahun 2004, Hendra C dkk melakukan perancangan
auto switch
PID untuk proses netralisasi pH pada tangki CSTR
(
Continuous Stirred Tank Reactor
). Pada tahun 2011,Syahrizal
Ismail melakukan perancangan sebuah sistem pengendalian
pada proses netralisasi pH, dengan menerapkan konsep
auto
switch
PID secara
real-time
. Pada kedua penelitian tersebut
menggunakan larutan asam kuat HCL dan basa kuat NaOH,
serta menggunakan
auto switch
PID untuk pengendalian pH.
Namun, ketiga penelitian tersebut masih harus membagi ke
beberapa daerah
setpoint
dan selanjutnya dilakukan penalaan
untuk masing-masing daerah
setpoint
sehingga didapat
parameter kendali untuk masing-masing daerah

setpoint
pH.
Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk
mnyempurnakannya, yaitu tidak perlu lagi dilakukan penelaan
terhadap masing-masing
setpoint.
Pada pe .nelitian tugas akhir
ini akan diterapkan konsep
self tuning
PID pada proses
netralisasi pH secara
real time
.
II.
TEORI PENUNJANG
A
.
Teori Asam Basa
Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila
dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan
dengan pH lebih kecil dari 7. Asam dinyatakan sebagai suatu
senyawa yang bila dilarutkan dalam air akan berdisosiasi
dengan menghasilkan ion hidrogen [H
+

] atau ion hidronium


[H
3

O
+

]
sebagai satu-satunya ion positif. Salah satu contoh
la
utan asam adalah CH
3

COOH. CH
3

COOH adalah suatu asam


ka
rena didalam larutannya dapat melepas ion hidrogen [H
+

]
me
nurut reaksi :
)(
3
)(
)
(
3

COOHCH
aq
aq
a
q

COOCHH

+
(2.1)
Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia yang
menyerap ion hydronium ketika dilarutkan dalam air. Istilah
basa ditujukan untuk unsur atau senyawa kimia yang
memiliki pH lebih dari 7. NaOH merupakan salah satu
senyawa basa. NaOH didalam air dapat melepas ion hidroksil
(OH
-

) menurut reaksi :

+
)(
)(
)(
aq
aq
aq

OH
Na
NaOH
(2.2)

Rancang Bangun Kontrol pH Berbasis


S
e
lf
Tuning
P
ID
Melalui Metode
Adaptive Control
Achmad Dwiana Chandra, Hendra Cordova ST, MT.
Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E
mail
:
hcordova
@
ep
.its.ac.id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran
lain-lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan imertri. Kata metri berasal dari
bahasa yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur
sama saja, yaitu dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal
dari kata Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran
dengan asam (yang diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi, W. 1990)
Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan
asam atau larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan larutan
basa, atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi).
Jika molaritas salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu
lagi dapat ditentukan. (Michael. 1997)
Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik,
sebaliknya jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik
yang menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau sebaliknya disebut
kurva titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya merupakan titik ekuivalen.
(Michael. 1997)
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik
akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau
asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10 4 .pH berubah
secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu
molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa
bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna
indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen
(PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator
yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen.
(Harjadi, W. 1990)
Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
(Susanti,1995)
1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk menentukan
basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat.

2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan yang
digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan
jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik
dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama
senyawa organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat
larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi
asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut
misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya
NaOH. Titik akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa
yang sesuai atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer,
konduktometer. (Rivai, H, 1990)
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant
ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara
stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya
warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen, yaitu titik dimana konsentrasi
asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama
dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik akhir
titrasi. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi
melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. (Esdi, 2011)

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa,
maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011)
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka
rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:
N asam x V asam = N asam x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).

DAFTAR PUSTAKA

Esdi pangganti. 2011. Titrasi Asam Basa. http://esdikimia.wordpress.com/2011/06/17/titrasi-asambasa/ diakses pada 20 nov 13, pada pukul 19.23
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta
Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga: Jakarta
Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta
Susanti, S. 1995. Analisis Kimia Farmasi Kualitatif. LEPHAS: Makassar

BAB II.
TINJAUAN PUSATAKA

Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung Hidrogen yang bereaksi


dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung ion OH- atau menghasilkan OH- ketika
bereaksi dengan air. Basa bereaksi dengan asam untuk menghasilkan garam dan air.)Teori
Bronsted memperluas definisi asam dan basa dengan menjelaskan lebih banyak mengenai
suatu larutan kimia. Misalnya, teori Bronsted menjelaskan lebih banyak mengenai suatu
larutan amonium klorida bersifat asam dan larutan natrium asetat bersifat basa. Dalam teori
Bronsted, asam didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan proton kepada zat
yang lain . Dalam hali ini , proton adalah atom hidrogen yang kehilangan elektronnya. Basa
adalah zat yang menerima proton dari zat lain. Reaksi asam dan basa menghasilkan
menghasilkan asam dan basa yang lain. (Golberg, 2002)
Menurut Arrhenius asam adalah zat yang bila dilarutkan dalam air terionisasi
menghasilkan ion H+ dalam larutannya. Sedangkan basa adalah zat yang bila dilarutkan
dalam air terionisasi menghasilkan ion OH -.Menurut lewis, asam adalah suatu spesies yang
dapat menerima pasangan elektron bebas (akseptor pasangan elektron) dalam suatu reaksi
kimia. Basa adalah suatu spesies yang dapat memberikan pasangan elektron bebas (donor
pasangan elektron). (Anonim, 2008)
Dalam analisis kuantitatif, indikator digunakan untuk menentukan titik ekuivalen dari
titrasi asam-basa. Karena indikator mempunyai interval pH yang berbeda-beda dan karena
titik ekuivalen dari titrasi asam-basa berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam
basanya, maka pemilihan indikator merupakan hal terpenting. Titrasi merupakan suatu
metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah
diketahui konsentrasinya. Titrasi asam-basa adalah titrasi yang yang melibatkan asam
maupun basa sebagai titer (zat yang telah diketahui konsentrasinya) maupun titrant
(zat yang akan ditentukan kadarnya) dan berdasarkan reaksi penetralan asam-basa.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah
diketahui kadarnya, dan sebaliknya, kadar larutan basa dapat diketahui dengan
menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya. Titik ekivalen yaitu pH pada
saat asam dan basa (titrant dan titer) tepat ekivalen atau secara stoikiometri tepat habis
bereaksi. Titik ekuivalen titrasi ini dapat dicapai setelah penambahan 100 ml basa, pada saat
ini pH larutan besarnya 7. Titik ekuivalen ini disebut titik akhir teoritis. Problemnya sekarang
adalah kita inngin menetapkan titik akhir ini dengan pertolongan indikator. Titik akhir yang
dinyatakan oleh indikator disebut titik akhir titrasi. Indikator yang dipakai harus dipilih agar
titik akhir titrasi dan teoritis berhimpit atau sangat berdekatan. Untuk itu harus dipilih
indikator yang memiliki trayek perubahan warnanya di sekitar titik akhir teoritis. (Sukardjo,
1984)
Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan basa
diantaranya : (1) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat, (2) titrasi yang melibatkan
asam lemah dan basa kuat, dan (3) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa leamah. Titrasi
asam lemah dan basa lemah dirumitkan oleh terhidrolisisnya kation dan anion dari garam
yang terbentuk. Titik ekuivalen, sebagaimana kita ketahui, ialah titik pada saat sajumlah mol
ion OH- yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah mol ion H + yang semula ada. Jadi
untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus mengetahui dengan tepat
berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam dalam labu. Salah satu cara untuk
mencapai tujuan ini adalah dengan menambahkan beberapa tetes indikator asam-basa ke

larutan asam saat awal tersebut. Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik lemah
yang menunjukkan warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan bentuk
terionisasinya. Kedua bentuk ini berikatan dengan pH larutan yang melarutkan indikator
tersebut.Titik akhir titrasi terjadi bila indikator berubah warna. Namun, tidak semua indikator
berubah warna pada pH yang sama, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung
pada sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apkah mereka kuat
atau lemah). Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi, kita dapat
menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen (chang Raymond. 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Kimia dasar I. Makassar ; Universitas Hasanuddin Makassar.
Chang Raymond.2004. Kimia Dasar, Edisi Ketiga. Jakarta ; Erlangga.
Goldberg, David. 2002. Kimia Untuk Pemula. Jakarta ; Erlangga.
Sukardjo, 1984. Kimia Organik. Jakarta ; Rineka Cipta.
Diposkan oleh rudy setiawan di 15.19

Anda mungkin juga menyukai