Anda di halaman 1dari 6

Rangkuman

Cacing Darah (Chironomus sp)

Oleh
Moh. Taufik Mu’min
1111417032

Jurusan Budidaya perairan


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Negeri Gorontalo
2021
Klasifikasi dan Deskripsi Cacing Darah (Chironomus sp)
Menurut Sutrisno (2011), cacing darah yang dikenal juga bloodworm memiliki klasifikasi :
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera
Suku : Chironomidae
Marga : Chironomus
Jenis : Chironomus sp.
Telur Chironomous sp terdiri dari kelompok yang berlendir dan transparan, berisi
tersusun melingkar seperti spiral di permukaan air atau menempel pada substrat atau
tumbuhan air. Sekelompok telur biasanya berisi 350-500 butir telur. Telur Chironomous sp
yang sangat dipengaruhi oleh temperatur dan oksigen terlarut ini biasanya menetas pada umur
antara 3-6 hari. Setelah menetas larva akan berenang ke dalam air dan membuat berumbung
untuk tempat tinggalnya (Garno, 2000). Larva Chironomous sp mempunyai bentuk tubuh
yang memanjang, silindris, dan terdiri dari kepala serta 12 segmen yang meliputi 3 segmen
sebagai thorax dan 9 segmen abdomen. Di dalam berumbung larva Chironomous sp
melakukan gerak yang undulated (bergelombang seperti ombak) sehingga air selalu mengalir
kedalam berumbung dan keluar melalui ujung lainnya yang terbuka. Dengan cara ini larva
tidak akan kekurangan oksigen dan karenanya larva Chironomus sp dapat tinggal dan banyak
ditemukan dalam perairan yang mengandung oksigen terlarut sedikit (Garno,2000).

Kandungan nutrien Chironomus sp.


Larva Chironomus sp. yang dikenal sebagai cacing darah memiliki kandungan nutrisi tinggi
dan pigmen karoten yang penting untuk menunjang keberhasilan budidaya ikan dan udang
terutama sebagai ikan hias. Larva Chironomus banyak terdapat di perairan yang mengandung
bahan organik tinggi sehingga diperlukan pemupukan baik organik maupun anorganik untuk
merangsang petumbuhannya.
Tubuh cacing darah mengandung 90% air dan sisanya 10% terdiri dari bahan kering.
Kandungan nutrisi yang dimiliki cacing darah berdasarkan bahan kering dapat dilihat
dibawah ini
Kandungan Nutrisi Cacing Darah berdasar Bahan Kering
Bahan Penyusun Kandungan Gizi (%)
Protein 60,9
Lemak 16,3
Serat Kasar 0,9
BETN 13,5
Abu 8,1

Dengan kandungan nutrisi yang kaya protein, cacing darah merupakan salah satu
pakan ikan yang disukai. Dalam blantika ikan hias, cacing darah telah digunakan
sebagai pakan ikan sejak tahun 1930-an. Komposisi kandungan asam amino pada
cacing darah tersebut dapat dilihat pada tabledibawah(Widanarni, 2006).
Kandungan asam amino cacing darah

Asam mino Kandungan


Lisin
Histidin
Arginin
Treonin
Fenilalanin
Asam Amino Esensial Triptopan
Tirosin
Valin
Metionin
Leusin
Isoleusin
Sistin
Glisin
Serin
Asam Amino Non-Esensial Asam Aspartik
Asam Glutamik
Alanin
Prolin

Warna merah pada cacing darah dapat ditularkan pada ikan/lobster air tawar,
sehingga orang berlomba-lomba mendapatkan cacing darah untuk “memerahkan”
ikan/lobsternya. Warna merah pada cacing darah disebabkan oleh haemoglobin, yang
sangat diperlukan oleh makhluk tersebut agar dapat hidup pada kondisi dengan kadar
oksigen rendah. Sejauh ini tidak ada hubungan antara haemoglobin dengan warna
ikan/lobster. Kandungan protein yang tinggi akan menyebabkan ikan / lobster yang
mengkonsumsinya menjadi “lebih sehat” sehingga ikan / lobster tersebut warnanya
menjadi lebih cerah. (Widanarni, 2006).

Habitat
Budidaya cacing darah di Indonesia belum dilakukan secara optimal. Selama ini
cacing darah diperoleh dari alam sehingga tergantung pada kondisi musim. Pada musim
hujan, cacing darah sulit diperoleh karena banyak yang hanyut terbawa air. Sementara itu
untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi benih ikan hias dan ikan konsurnsi diperlukan
cacing darah dalam jumlah relative besar dan kontinyu. Hal ini dapat diatasi dengan
membudidayakan cacing darah tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam usaha budidaya
cacing darah adalah penyediaan media budidaya yang sesuai sebagai tempat hidupnya.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa Chironomus sp. Tumbuh dan berkembang baik
pada limbah sagu, namun tanpa usaha budidaya kelimpahannya sangat tergantung musim.
Cara Budidaya
Dalam budidaya cacing darah Chironomus sp. Pertama persiapkan wadah yang
digunakan dalam pemeliharaan larva Chirinomus sp. dengan media berupa lumpur kolam
yang diperkaya zat haranya dengan menambahkan pupuk kotoran ayam kering. Sebagai
media hidup (substrat), lumpur yang telah dikeringkan dimasukkan kedalam wadah
pemeliharaan setebal 0,5 cm dan ditambahkan pupuk kotoran ayam sesuai dengan perlakuan.
Penambahan air dilakukan pada media secara merata dan dibiarkan selama 3 hari sehingga
terjadi proses dekomposisi. Pemupukan ulang dilakukan setiap 2 minggu dengan teknik dan
dosis yang sama pada awal pemeliharaan.
Aplikasi dalam Kegiatan Budidaya Perikanan
Cacing darah Chironomus sp. telah banyak dikenal sebagai pakan alami, hal ini
didukung juga oleh penelitian-penelitian terhadap kadungan nilai gizi yang terdapat pada
cacing darah itu sendiri. Hasil analisa menunjukkan bahwa cacing darah mengandung 9,3%
bahan kering yang terdiri dari 62,5% protein, 10,4% lemak dan 11,6% abu dengan 15,4%
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Kandungan protein larva chironomus yang sangat
tinggi mencapai 60% yang dapat dicerna langsung oleh ikan, serta lemak 10% inilah yang
mendukung kecepatan pertumbuhan ikan. Selain itu juga larva chironomus mengandung
pigmen karoten berupa astaxanthin yang mencerahkan warna pada ikan.
Selain kandungan gizinya yang tinggi, cacing darah juga digunakan sebagai indikator
pencemaran air. Cacing darah rentan terhadap kualitas perairan, dimana cacing darah ini
mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kualitas air. Cacing darah hidup pada
lingkungan yang memiliki suhu sekitar 24 – 29 oC, kandungan DO 4 – 8 mg/l dan kandungan
pH yan berkisar antara 6 – 8. Selain parameter tersebut, terdapat juga parameter lain seperti
kedalaman dan bahan organik. Jika keadaan perairan tidak mendukung parameter tersebut,
cacing darah tidak dapat berkembang dengan optimal atau bahkan tidak ditemukan di
perairan tersebut.

Daftar Pustaka
Dessy.2006. Pemanfaatan Makrozoobentos sebagai Bioindikator Kontaminasi Limbah
Domestik pada Sungai Sail Kota Pekanbaru.Tesis Program Pascasarjana Universitas
Riau.Pekanbaru.83 hal (tidak diterbitkan).
Kasry, A., Hamidy, R., Sedana, I. P., Siagian, M dan Alawi, H. 1989.Analisa Dampak
Lingkungan Duri Steamflood Aspect of Aquatic Communities.Puslit Universitas Riau
Fakultas Perikanan.91 hal. (tidak diterbitkan).
Odum, E. P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Penerjemah Tjahjono Samingar.
Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.697 hal. Peraturan Pemerintah RI No. 82
tahun 2001 Tentang Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air.Sekretariat Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. 54 hal.
Tang. U. M. 1996. Prinsip-prinsip Pengelolaan Limbah. Universitas Riau. Pekanbaru.
Widanarni, D.D. Mailanadan O. Carman. 2006. Pengaruh Media yang Berbeda Terhadap
Kelangsungan Hidupdan Pertumbuhan Larva Chironomus sp. Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus
Darmaga, Bogor

Anda mungkin juga menyukai