Anda di halaman 1dari 6

Ikan Nilem

Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) adalah salah satu komoditas budidaya


ikan air tawar yang terkonsentrasi di pulau Jawa khususnya di wilayah Priangan.
Pada tahun 2005, produksi ikan nilem untuk daerah Priangan mencapai angka
12.514,40 ton. Tasikmalaya merupakan salah satu daerah yang mengalami
kenaikan produksi dari 5.709 ton menjadi 6.159 ton (Dinas Peternakan, Perikanan,
dan Kelautan Kabupaten Tasikmalaya 2006).
Ikan nilem pada umumnya dibudidayakan sebagai komoditas sampingan
dalam sistem budidaya polikultur dengan ikan mas, gurame maupun nila.
Peningkatan data statistik tersebut mengindikasikan bahwa ikan nilem mempunyai
potensi pengembangan yang cukup besar. Selain itu, potensi ikan nilem
dibudidayakan sebagai komoditas utama juga patut untuk diperhitungkan. Ikan
nilem dalam aspek ekonominya memiliki nilai ekonomi yang tinggi selain sebagai
salah satu bahan lauk pauk, ikan nilem dapat disajikan dalam bentuk makanan
ringan atau cemilan berupa gorengan anak ikan yang dikenal dengan istilah baby
fish (www.galeriukm.web.id, di akses 06 Februari 2013 pukul 00.40 WIB).
Menurut hasil penelitian Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil
Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, produk baby fish memiliki cita
rasa yang sangat sepesifik dan gurih. Kandungan gizi baby fish diantaranya adalah
kadar protein yang cukup tinggi yakni mencapai 38,38 %, kadar kalsium 0,98%,
dan kadar air 3,14%.
Budidaya ikan nilem dapat dilakukan secara konvensional ataupun dengan
rekayasa terkontrol. Budidaya secara konvensional memiliki keunggulan yaitu
biaya produksi yang minim, sedangkan kelemahan dari sistem budidaya
konvensional adalah padat penebaran yang terbatas sehingga secara langsung
membatasi hasil produksi. Peningkatan padat penebaran dalam sistem
konvensional akan menimbulkan penurunan kualitas air diantaranya
meningkatnya amonia. Amonia dalam sistem budidaya diawali dengan nitrogen 2
yang berasal dari pakan yang diberikan ke ikan, pakan yang tidak termakan, feses,
dan hasil metabolisme yang masuk ke perairan. Amonia merupakan senyawa
beracun dan faktor penghambat pertumbuhan, pada konsentrasi 0,18 mg/L dapat
menghambat pertumbuhan ikan yang berasal dari pakan yang diberikan ke ikan,
pakan yang tidak termakan, feses, dan hasil metabolisme yang masuk ke perairan.
Amonia merupakan senyawa beracun dan faktor penghambat pertumbuhan, pada
konsentrasi 0,18 mg/L dapat menghambat pertumbuhan ikan.
Sistem resirkulasi
sistem resirkulasi merupakan sistem dengan kepadatan tinggi dalam ruang
tertutup serta kondisi lingkungan yang terkontrol sehingga mampu meningkatkan
produksi pada lahan dan air yang terbatas, pengontrolan penyakit, dan tidak
bergantung pada musim (Tetzlaff dan Heidinger 1990 dalam Putra 2010). Sistem
resirkulasi dilakukan memanfaatkan kembali air buangan dari proses
pemeliharaan dengan melalui beberapa perlakuan diantaranya pengendapan,
filtrasi mekanik dan filter biologis. Berdasarkan konsep diatas, pemeliharaan ikan
nilem dalam sistem resirkulasi diharapkan mampu memperbaiki kualitas air dan
meningkatkan hasil produksi melalui penambahan padat penebaran dalam rangka
optimalisasi angka pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.
Berdasarkan konsep diatas, pemeliharaan ikan nilem dalam sistem
resirkulasi diharapkan mampu memperbaiki kualitas air dan meningkatkan hasil
produksi melalui penambahan padat penebaran dalam rangka optimalisasi angka
pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah yang dapat
diambil yaitu sejauh mana peran sistem resirkulasi dalam upaya meningkatkan
padat penebaran benih ikan nilem ( Osteochilus hasselti ) dan sejauh mana padat
penebaran mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhannya.
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) adalah salah satu komoditas ikan tawar
yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan baku produk olahan Baby
fish. Waktu pemeliharaan yang singkat dalam pemeliharaan ikan nilem untuk
bahan baku baby fish dapat mengurangi resiko biaya produksi dan kematian.
Peningkatan produksi benih ikan nilem yang akan digunakan sebagai bahan baku
baby fish dapat dilakukan dengan menambah angka padat penebaran dalam sistem
budidayanya.
Padat penebaran yang tinggi menyebabkan kebutuhan oksigen dan pakan
semakin besar, begitu pula untuk buangan metabolisme seperti feses, amoniak,
dan karbondioksida juga bertambah banyak yang berbahaya bagi ikan. Kondisi
tersebut membutuhkan suplai air baru untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang
tinggi dan membuang hasil metabolisme ikan. Air yang telah digunakan dalam
budidaya ikan dapat dimanfaatkan kembali dengan cara mengolahnya dengan
menggunakan sistem resirkulasi. Satu unit sistem resirkulasi biasanya terdiri dari
empat komponen yaitu wadah budidaya untuk pemeliharaan ikan, filter mekanik
atau wadah pengendapan primer, filter biologi, dan wadah pengendapan sekunder.
Pengendapan berfungsi untuk memisahkan partikel tersuspensi yang
memiliki berat jenis lebih besar dari berat jenis air. Filter mekanik dapat
menghilangkan bahan-bahan partikel secara efisien, tetapi tidak efektif di dalam
menghilangkan metabolit terlarut dan untuk menghilangkannya maka diperlukan
filter biologi (Stickney 1979 dalam Husin 2001). Filter biologi dirancang untuk
menghilangkan toksisitas dari ammonia dan nitrit dengan pembentukan nitrat
(Stickney 1970 dalam Husin 2001). Keberadaan nitrat di air dapat di reduksi oleh
4 tanaman sebagai bahan nutrisinya. Tanaman yang digunakan adalah sayuran
yang dapat dibudidayakan secara hidroponik dan umur panen yang pendek
(Setiawan 2007). Minimnya data dan informasi mengenai peningkatan padat
penebaran ikan nilem dengan menggunakan sistem resirkulasi maka dilakukan
pendekatan dengan mengacu pada penelitian padat penebaran ikan nilem dan
penggunaan sistem resirkulasi pada beberapa ikan air tawar. Padat penebaran ikan
nilem ditunjukkan oleh beberapa penelitian diantaranya pada penelitian
Wicaksono (2005) menyatakan bahwa padat penebaran terbaik untuk ikan nilem
dalam budidaya keramba jaring apung ramah lingkungan adalah 1 ekor/L.
Peranan Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi adalah sistem budidaya ikan
yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas air media budidaya sehingga
kematian ikan akibat penurunan kualitas air dapat diminimalisir. Sistem
resirkulasi terdiri dari proses filtrasi yaitu filtrasi mekanik (fisik) dan biologi
(Stickney 1979 dalam Hapsari 2001). Filtrasi mekanik dilakukan dengan
menerapkan sistem pengendapan dan filterisasi terhadap hasil metabolisme berupa
partikel makro dan sisa pakan yang dihasilkan selama proses budidaya ikan
berlangsung. Filter biologi dilakukan dengan menerapkan sistem bakterisasi yang
bertujuan mengurangi partikel mikro yaitu meminimalisir toksisitas senyawa
nitrogen yang berbahaya bagi ikan. Hasil proses mineralisasi senyawa nitrogen
yang tidak terlalu terbahaya bagi ikan yaitu nitrat dapat didegradasi dengan
menggunakan tanaman sebagai unsur hara makro yang dapat menunjang
pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter amonia, nitrit dan nitrat
selama penelitian didapatkan nilai yang fluktuatif setiap minggunya (Tabel 3).
Kenaikan amonia, nitrit dan nitrat langsung terjadi setelah seminggu ikan ditebar
36 ke wadah pemeliharaan. Kenaikan nilai amonia, nitrit dan nitrat terus terjadi
hingga hari ke-14 masa pemeliharaan dan cenderung menurun setelahnya.
Kenaikan tersebut diduga karena filter biologi belum efektif dalam mendegradasi
limbah nitrogen. Kapasitas bakteri yang tumbuh pada filter biologi belum
maksimal dalam melakukan proses nitrifikasi. Tingginya limbah nitrogen yang
dihasilkan akibat padat penebaran yang tinggi juga diduga menjadi penyebab
naiknya nilai amonia, nitrit dan nitrat hingga hari ke-14 tersebut. Nilai amonia,
nitrit dan nitrat cenderung menurun setelah hari ke-14 masa pemeliharaan.
Penurunan senyawa nitrogen terseebut diduga karena bakteri nitrifikasi
(Nitrosomonas sp. dan Nitrobacter sp.) mulai bertambah banyak dan
menunjukkan aktivitas positifnya dalam mendegradasi limbah nitrogen.
Nilai amonia nitrit dan nitrat setelah minggu ketiga hingga akhir masa
pemeliharaan cenderung stabil dan berada pada kisaran yang baik untuk
menunjang kehidupan benih ikan nilem. Hasil pengukuran nilai nitrat yang sangat
tinggi yaitu sebesar 80 mg/L pada akhir minggu pertama masa pemeliharaan
diduga disebabkan oleh kematian tanaman selada. Tanaman selada yang tujuan
awalnya digunakan sebagai penyerap nitrat ini mengalami kematian yang
disebabkan oleh perakaran selada yang tertutupi lendir (Gambar 10) yang diduga
berasal akumulasi hasil metabolisme dan sisa pakan yang tidak termakan oleh
ikan nilem. Perakaran selada yang tertutup lendir mengakibatkan tanaman selada
ini tidak dapat menyerap hara berupa nitrat. Lendir yang menutupi perakaran
selada diduga berasal dari bak pengendapan yang ditempatkan tepat sebelum
wadah pemeliharaan selada
sistem resirkulasi mengalami perubahan susunan setelah kematian selada
yang disebabkan oleh lendir yang dihasilkan oleh bak pengandapan. Perubahan
yang dilakukan adalah menempatkan bak pemeliharaan selada setelah bak filtrasi
mekanik sehingga akar selada tidak tertutupi lendir dan dapat menyerap nitrat.
kematian selada kembali terjadi dan terus terjadi sampai akhir masa pemeliharaan
ikan. Kematian selada walaupun telah dilakukan perbaikan susunan sistem
resirkulasi diduga terjadi karena faktor lingkungan yang tidak mendukung bagi
pertumbuhan selada. Berdasarkan pengukuran nilai pH berada pada kisaran netral
yaitu antara 7,1 hingga 7,25. Menurut Morgan (1999) dalam Setiawan (2007)
menyatakan bahwa pH dalam budidaya selada harus dipertahankan dalam nilai pH
5,6 – 6,0. Hasil pengukuran suhu selama masa pemeliharaan yaitu antara 24,10
hingga 27,10C. Menurut Hicklenton dan Wolynetz (1987) dalam Setiawan (2007)
menyatakan bahwa temperatur yang baik untuk pertumbuhan selada adalah
berkisar antara 16 – 190C dan temperatur perakaran adalah 19 – 240C.

Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nilem


Padat penebaran ikan didefinisikan sebagai jumlah (biomassa) ikan yang
ditebar persatuan luas atau volume kolam atau wadah pemeliharaan. Peningkatan
padat penebaran sampai batas tertentu dapat meningkatkan hasil produksi.
Peningkatan padat penebaran ikan dalam batas tertentu dapat mengganggu proses
fisiologis dan tingkah laku yang pada akhirnya akan mengganggu kesehatan ikan
dan menurunkan kelangsungan hidup
Kelangsungan hidup pada minggu pertama masih berada pada kisaran 97-
100% untuk semua perlakuan. Kelangsungan hidup pada minggu kedua
mengalami penurunan jika dibandingkan minggu pertama yaitu pada minggu
kedua kelangsungan hidup berada pada kisaran 83-90% dari total biomassa setiap
perlakuan. Kelangsungan hidup pada minggu ketiga masih mengalami penurunan
jika dibandingkan dengan minggu kedua. Kelangsungan hidup pada minggu
ketiga berada pada kisaran 57–89 % dari total biomassa setiap perlakuan. Kisaran
tersebut jauh lebih lebar jika dibandingkan dengan kisaran pada minggu pertama
dan minggu kedua. Perlakuan A (5 ekor/L) merupakan perlakuan yang mengalami
penurunan paling kecil jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Nilai
penurunan kelangsungan hidup perlakuan A hanya sebesar 0,9% dan nilai
penurunan perlakuan lannya berkisar antara 20–30%. Penurunan terbesar terdapat
pada perlakuan D (20 ekor/L) yaitu sebesar 29,4%.
Kelangsungan hidup pada minggu keempat dan kelima cenderung
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan minggu ketiga. Perbedaan yang
terjadi pada minggu keempat dan kelima jika dibandingkan dengan minggu-
minggu sebelumnya adalah pada minggu keempat dan kelima terlihat trend yang
hampir sama. Penjelasan yang dapat ditarik dari kesamaan trend tersebut yaitu
semakin tinggi padat penebaran maka kelangsungan hidup semakin menurun.
Adapun perbedaan nilai kelangsungan hidup akan bahas dengan mengkorelasikan
dengan berbagai faktor pendukung. Salah satu faktor pendukungnya adalah
kualitas air.
Keberhasilan budidaya ikan sangat ditentukan oleh faktor lingkungan yang
mempengaruhinya. Kualitas air adalah salah satu faktor lingkungan utama dalam
sistem budidaya ikan. Sistem resirkulasi adalah sistem budidaya yang diterapkan
pada lahan dan air yang terbatas. Tujuannya adalah perbaikan kualitas air
sehingga air bisa dipakai terus menerus. Parameter kualitas air yang amati dalam
penelitian ini meliputi oksigen terlarut (DO), pH, suhu, amonia, nitrit, dan nitrat

Anda mungkin juga menyukai