Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PERTIMBANGAN KESELAMATAN DAN LINGKUNGAN


4.1 Keselamatan Kerja

Keselamatan Kerja (K3) merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh
karyawan untuk menciptakan dan memelihara kondisi kerja yang aman serta
mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Bahaya dapat timbul dari mesin, bahan baku
maupun produk, keadaan tempat kerja, sehingga keselamatan kerja harus diperhatikan
serius untuk menjamin kesehatan karyawan. (K3) sangat penting untuk dilaksanakan
pada semua bidang pekerjaan tapa terkecuali, karena dengan adanya penerapan K3
dapat mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja. Semakin besar
pengetahuan karyawan tentang K3 maka semakin kecil terjadinya resiko keelakaan
kerja. Begitu juga sebaliknya, semakin minim pengetahuan karyawan tentang K3
maka semakin besar resiko terjadinya kecelakaan kerja (Yuamita, 2016).

Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berdasarkan Peraturan


Pemerintah No.50 tahun 2012 yaitu:

1. Meningkatkan efektifitas perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


yang terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi.
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat
buruh.
3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien untuk mendorong
produktivitas. Kebijakan keselamatan kerja dimaksudkan untuk
memperhatikan dan menjamin implementasi peraturan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta lingkungan, dimana kebijakan-kebijakan K3 sebagai
berikut:
 Peningkatan berkelanjutan
 Sesuai peraturan dan perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang berlaku di tempat kerja
 Mengkomunikasikan kepada seluruh tenaga kerja agar sadar dan mawas
mengenai kewajiban keselamatan dan kesehatan pribadi
 Evaluasi berkala

Dapat disimpulkan bahwa, Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah


rangkaian usaha dan upaya menciptakan suasana kerja yang aman dari resiko
kecelakaan baik fisik, mental dan emosional sehingga memberikan perlindungan
kepada tenaga kerja. Sehingga para tenaga kerja harus memperoleh jaminan
perlindungan keselamatan dan kesehatan di dalam setiap pelaksanaan pekerjaannya
sehari-hari.

4.1.1 Pengendalian Resiko

Pengendalian Resiko merupakan salah satu syarat elemen Sistem Manajemen


Keselamatan Kerja OHSAS 18001:2007 Klausul 4.3.1. Identifikasi Bahaya
dilaksanakan untuk menentukan rencana penerapan K3 di lingkungan Perusahaan.
Identifikasi bahaya yang dilaksanakan memperhatikan faktor-faktor bahaya sebagai
berikut:

a) Bahaya mekanis
Bersumber dari benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakan
secara manual maupun dengan penggerak. Bagian yang bergerak pada mesin
berpotensi bahaya seperti mengebor, memotong, menjepit dan bentuk gerakan
lainnya. Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cidera seperti tersayat, terjepit,
teropotong dan kematian.
b) Bahaya listrik
Berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya
seperti kebakaran, sengatan listrik dan luka bakar hingga kematian.
c) Bahaya kimia
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia yaitu:
1. Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat toxic (beracun), iritasi, korosif dan
yang lainnya.
2. Kebakaran dan peledakan. Beberapa jenis bahan kimia memiliki sifat mudah
terbakar dan meledak.
3. Polusi dan pencemaran lingkungan.
4. Bahan kimia membahayakan dapat terjadi kecelakaan jika manusia
menghirup, menelan cairan, debu, gas atau zat yang dapat mengakibatkan
kerusakan seperti kebakaran, peledakan dan korosi.
5. Dapat mengakibatkan cidera yang bervariasi mulai dari akut, kronis hingga
kematian.
d) Bahaya fisis
Berasal dari faktor fisis yaitu bising, terpapar bisng dapat mengakibatkan
bahaya ketulian.
e) Bahaya biologis
Lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber dari unsur biologis seperti
flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja.

OHSAS 18001: 2007 Klausul 4.3.1 memberikan pedoman pengendalian


resiko yang lebih spesifik untuk bahaya K3 dengan pendekatan sebagai berikut:

a) Eliminasi
Proses untuk menghilangkan bahaya secara keseluruhan.
b) Substitusi
Penggantian material, bahan, proses yang mempunyai nilai resiko yang tinggi
dengan mengganti yang lebih aman.
c) Administrasi
Pengendalian administrasi dengan mengurangi tingkat resiko atas potensi
bahaya yang mungkin timbul dengan cara menetapkan aturan, prosedur dan cara kerja
yang aman.
d) Alat Pelindung Diri (APD)
Penyediaan APD bagi tenaga kerja dengan paparan bahaya/resiko tinggi.
4.1.2 Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang mempunyai fungsi masing-
masing untuk melindungi seseorang pada saat bekerja atau untuk mengurangi akibat
kecelakaan kerja, maka setiap perusahaan harus menyediakan Alat Pelindung Diri.
Macam-macam Alat Pelindung Diri antara lain:

a) Alat Pelindung Kepala


Alat Pelindung Kepala untuk melindungi kepala dari benda keras, pukulan
dan benturan. Alat pelindungnya adalah helm dan penutup rambut.
b) Alat Pelindung Mata
Jenis alat pelindung mata seperti goggles. Goggles melindungi mata dengan
karakteristik terpasang dekat wajah dan mengitari area mata.
c) Alat Pelindung Muka
Jenis alat pelindung muka terdiri dari face shield. Fungsinya adalah untuk
memberikan perlindungan pada wajah secara menyeluruh dan sering digunakan pada
operasi peleburan logam. Sedangkan jenis alat pelindung muka weldinghelmets
memberikan perlindungan pada wajah dan mata yang biasa digunakan pada saat
dilakukan pengelasan.
d) Alat Pelindung Telinga
Sumbat telinga atau tutup telinga pada saat dilakukan pengoperasian dipabrik
agar tidak terjadi ketulian.
e) Alat Pelindung Pernafasan
Jenis alat pelindung pernafasan yaitu masker khusus dan respirator.
f) Alat Pelindung Tangan dan Jari
Sarung tangan merupakan alat pelindung tangan dan jari yang befungsi
melindungi tangan dan jari dari luka lecet, luka teriris dan luka terkena bahan kimia.
g) Alat Pelindung Kaki
Alat pelindung kaki yaitu para pekerja harus menggunakan sepatu boat.
Fungsi sepatu boat adalah untuk melindungi kaki dari bahaya kejatuhan benda berat,
percikkan cairan atau benda-benda tajam.
h) Alat Pelindung Tubuh
Alat pelindungnya yaitu pekerja harus menggunakan jas lab pada saat di
Laboratorium. Fungsi jas lab yaitu untuk melindungi pekerja dari sentuhan bahan
kimia baik berupa cairan maupun padatan.

4.2 Penanganan Limbah Pabrik

Penanganan limbah sangat penting dalam suatu di perusahaan atau pabrik.


Limbah yang dihasilkan oleh pabrik harus diolah telebih dahulu dengan tahapan
pengolahan pada unit pengolahan limbah sebelum dibuang ke lingkungan sekitar.
Sehingga sisa proses tersebut menjadi layak di buang ke lingkungan.
Limbah yang dihasilkan ditangani terlebih dahulu berdasarkan jenis
limbahnya. Limbah yang dihasilkan Pabrik Alumina dari Bijih Bauksit yaitu:
4.2.1 Limbah padat
Pemprosesan bauksit melalui proses bayer adalah residu bauksit (red mud).
Senyawa besi yang terdapat didalam bauksit dengan konsentrasi tinggi, memberikan
warna merah pada produk sampingnya yang disebut red mud. Dapat dilihat tabel
komponen utama dan kisaran komposisi (%) pada red mud dan komponen mineralogi
pada red mud (IAI,2015).
Tabel 4.1 Komponen utama dan kisaran komposisi (%) pada red mud

Komponen Kisaran Umum (%)


Fe2O3 20-40
Al2O3 10-22
TiO2 4-20
CaO 0-14
SiO2 5-30
Na2O 2-8
Tabel 4.2 Komposisi mineralogi pada red mud

Komponen Kisaran Umum (%)


Sodalite (3Na2O.3Al2O3.6SiO2.Na2SO4) 4-40
Goethite (FeOOH) 10-30
Hematite (Fe2O3) 10-30
Magnetite (Fe3O4) 0-8
Silica (SiO2) Crystalline and amorphous 3-20
Calcium aluminate (3CaO.Al2O3.6H2O) 2-20
Komponen Kisaran Umum (%)
Boehmite (AlOOH) 0-20
Titanium Dioxside (TiO2) antase and rotile 2-15
Muscovite (K2O.3Al2O3.6SiO2.2H2O) 0-15
Calcite (CaCO3) 2-20
Kaolinite (Al2O3.2SiO2.2H2O) 0-5
Gibbsite (Al(OH)3) 0-5
Perovskite (CaTiO3) 0-12
Cancrinite [Al6Si6O24].2CaCO3) 0-50
Diaspore (AlOOH) 0-5

Red mud memiliki karakterstik pH sekitar 12-13 sehingga dikategorikan


sebagai limbah berbahaya dan racun (B3). Penanganan pertama yang biasa dilakukan
pada red mud adalah land fill. Land fill adalah penimbunan red mud dalam kolam
penampung hingga terbentuk lumpur kering (dry mud). Penanganan red mud dengan
proses land fill metode mixed stockpile. Metode ini dapat mengurangi penggunaan
lahan dan polusi yang ditimbulkan dry mud (Sutar, 2014).
Setelah dilakukan penimbunan, red mud dapat dimanfaatkan kembali.
Berikut pemanfaatan red mud:

 Sebagai adsorber untuk menghilangkan logam berat, pewarna, fosfat dan


nitrat.
 Sebagai bahan baku katalis, semen, beton, bata dan keramik.
 Sebagai bahan pengembangan pigmen dan cat.
 Produksi material radiopague.

Anda mungkin juga menyukai