Anda di halaman 1dari 34

PENGELOLAAN LIMBAH BERBAHAYA DAN BERACUN

1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang ada didunia.
Dimana suatu negara berkembang memiliki tingkat industri yang tinggi, seperti
yang ada di Indonsia. Industri yang berkembang sangat bermacam-macam
jenisnya. Industri yang ada, identik dengan dibangunnya suatu pabrik-pabrik
industri, seperti: industi pabrik tekstil, pabrik percetakan kertas, pengecoran
minyak, pengecoran logam, industri pertanian, dan lain-lain. Suatu industri yang
telah berdiri dan beroperasi pasti akan melakukan proses kegiatan produksi. Dari
proses kegiatan produksi tersebut, akan menghasilkan suatu sisa hasil produksi
(limbah). Dimana, limbah tersebut akan dibuang ataupun diolah kembali menjadi
sesuatu yang bermanfaat. Proses pembuangan limbah dari suatu proses produksi,
ada yang dilakukan dengan baik sesuai aturan (memperhatikan kandungan yang
akan dibuang, ataupun dilakukan penyaringan atau pengolahan limbah sebelum
dibuang), dan ada yang tidak (langsung dibuang ke lingkungan).
Namun faktanya, kebanyakan limbah hasil produksi suatu industri yang
ada, akan langsung dibuang ke lingkungan, tanpa memperhatikan kandungan
limbah yang ada. Padahal sebagian besar sisa produksi yang dihasilkan,
merupakan suatu jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Seperti yang
tertera pada, definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan
sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity)
serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan
kesehatan manusia.
Akibat dari pembuangan sisa produksi B3 yang sembarangan dan
seenaknya kelingkungan oleh suatu industri, maka akan menimbulkan suatu
gangguan kesehatan masyarakat, sumber pencemaran dan sumber kerusakan
lingkungan. Oleh karena itu, sangat perlu dan penting untuk mengelola limbah B3
yang ada sebelum dilakukan pembuangan kepada lingkungan. Upaya yang
dilakukan untuk mengelolah limbah B3 secara baik dan benar akan memberikan
dampak yang baik pula. Salah satunya dapat meminimalisir dampak yang akan
terjadi, yang dihasilkan oleh limbah B3 tersebut.
Pengelolaan limbah B3 haruslah dilakukan oleh seluruh industri baik yang
ada di Indonesia maupun dunia. Kesadaran manusia untuk melakukan pengolahan
limbah menjadi faktor utama yang harus dibentuk. Sebelum dilakukan pengolahan
limbah B3 tersebut, kita haruslah mengetahui baik sumber, karakteristik, prinsip
pengolahan, dampak yang akan ditimbulkan, dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk limbah B3. Ketika semua mengenai limbah B3 telah
diketahui, maka akan lebih mudah dan efisien dalam mengolah limbah tersebut.
Mengupayakan proses pengolahan limbah yang baik dan benarlah yang harus
dilakukan oleh semua proses produksi industri, untuk mengatasi limbah berbahaya
tersebut sebelum dibuang ke lingkungan.

2. Pengertian Limbah B3
Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Pasal 1 (21) mendefinisikan
bahan berbahaya dan beracun (disingkat B3) adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta
kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lain.
Sedangkan definisi menurut OSHA (Occupational Safety and Health of the
United State Government) adalah bahan yang karena sifat kimia maupun kondisi
fisiknya sangat berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia,
kerusakan properti dan atau lingkungan.
A. Klasifikasi Limbah B3
Menurut Depkes RI melalui keputusan Menkes No.
453/Menkes/Per/XI/1983 telah memberi arahan mengenai bahan berbahaya
beracun dan pengelolaannya, yang dibagi menjadi 4 (empat) klasifikasi, yaitu :
Klasifikasi I
1. Bahan kimia atau sesuatu yang telah terbukti atau diduga keras dapat
menimbulkan bahaya yang fatal dan luas, secara langsung atau tidak langsung,
karena sangat sulit penanganan dan pengamanannya
2. Bahan kimia atau sesuatu yang baru yang belum dikenal dan patut diduga
menimbulkan bahaya.
Klasifikasi II
1. Bahan radiasi
2. Bahan yang mudah meledak karena gangguan mekanik
3. Bahan beracun atau bahan lainnya yang mudah menguap dengan LD50 (rat)
kurang dari 500 mg/kg atau yang setara, mudah diabsorpsi kulit atau selaput
lender
4. Bahan etilogik/biomedik
5. Gas atau cairan beracun atau mudah menyala yang dimampatkan
6. Gas atau cairan atau campurannya yang bertitik nyala kurang dari 35oC
7. Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri.
Klasifikasi III
1. Bahan yang dapat meledak karena sebab-sebab lain, tetapi tidak mudah
meledak karena sebab-sebab seperti bahan klasifikasi II
2. Bahan beracun dengan LD50 (rat) kurang dari 500 mg/kg atau setara tetapi
tidak mempunyai sifat seperti bahan beracun klasifikasi II
3. Bahan atau uapnya yang dapat menimbulkan iritasi atau sensitisasi, luka dan
nyeri
4. Gas atau cairan atau campurannya dengan bahan padat yang bertitik nyala 35 oC
sampai 60oC
5. Bahan pengoksidasi organic
6. Bahan pengoksidasi kuat
7. Bahan atau uapnya yang bersifat karsinogenik, tetratogenik dan mutagenic
8. Alat atau barang-barang elektronika yang menimbulkan radiasi atau bahaya
lainnya.
Klasifikasi IV
1. Bahan beracun dengan LD50 (rat) diatas 500 mg/kg atau yang setara
2. Bahan pengoksid sedang
3. Bahan korosif sedang dan lemah
4. Bahan yang mudah terbakar.
Menurut SK Menprind No. 148/M/SK/4/1985. tentang Pengamanan Bahan
Beracun dan Berbahaya di Perusahaan Industri. Pengelompokan bahan B3
berdasarkan keputusan tersebut meliputi :
a. Bahan beracun (toxic).
Pengertian beracun karena bahan tersebut dapat langsung meracuni manusia
atau mahluk hidup lain. Sifat keracunan tersebut dapat terjadi dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Bila sampai masuk ke lingkungan, di lokasi
pembuangan yang tidak terkontrol, bahan beracun ini dapat tercuci serta masuk
ke dalam air tanah sehingga dapat mencemari sumur penduduk di sekitarnya
dan berbahaya bagi penduduk yang menggunakan air tersebut.
b. Bahan peledak & Mudah meledak.
Bahan ini berbahaya selama penanganannya, baik pada saat pengangkutannya
maupun saat pembuangannya, karena,bahan ini dapat menimbulkan reaksi
hebat dan dapat melukai manusia serta merusak lingkungan sekitarnya.
c. Bahan mudah terbakar/menyala.
Bahan ini berbahaya bila terjadi kontak dengan bahan lain yang panas, rokok
atau sumber api lain karena dapat menimbulkan kebakaran yang tidak
terkendalikan baik saat pengangkutan,di lokasi penyimpanan/pembuangan
seperti di landfill. Disamping mudah menyala/terbakar, bahan ini umumnya
kalau sudah menyala akan terbakar terus dalam waktu yang lama, seperti sisa
pelarut yang meliputi benzene, toluene atau aseton yang berasal dari pabrik cat,
pabrik tinta, serta kegiatan lain yang menggunakan bahan tersebut sebagai
pelarut.
d. Bahan oksidator dan reduktor
Bahan pengoksidasi ini berbahaya karena dapat menghasilkan oksigen
sehingga dapat menimbulkan kebakaran, seperti sisa bahan yang banyak
digunakan di laboratorium seperti magnesium, perklorat dan metil metil keton
(MIK)
e. Bahan korosi / iritasi
Bahan penyebab korosif (corrosive waste) ini berbahaya karena dapat melukai,
membakar kulit dan mata. Bahan yang termasuk ini mempunyai keasaman
(pH) lebih rendah dari 2 atau lebih besar dari 12,5, dapat menyebabkan
nekrosia (terbakar) pada kulit atau dapat menyebabkan karat.
Contoh bahan ini, antara lain :
- asam cuka, asam sulfat yang biasa digunakan untuk membersihkan karat pada
industri baja;
- bahan pembersih produk metal sebelum dicat;
- asam untuk proses pickling pada industri kawat.
f. Gas bertekanan.
g. Bahan radioaktif.
Yaitu bahan yang dapat menyebabkan terjadinya radiasi pada makhluk hidup.
Bahan beracun dan berbahaya lainnya yang ditetapkan oleh Menteri
Perindustrian.
Sebagian dari daftar bahan berbahaya dan beracun tercantum pada
lampiran keputusan tersebut.
Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 mengenai bahan kimia
berbahaya. Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal
atau campuran yang berdasarkan sifat kimia dan atau fisika dan atau
toksikologi berbahaya terhadap tenaga kerja, instansi, dan lingkungan hidup.
Pada Pasal 9 disebutkan bahwa bahan tergolong B3 meliputi :
a. Bahan beracun, yaitu Bahan kimia beracun dalam hal pemajangan melalui :
- Mulut LD50 > 25 mg/kg atau £ 200 mg/kg
- Kulit LD50 > 25 mg/kg atau £ 400 mg/kg
- Pernapasan LD50 > 0,5 mg/kg atau £ 2 mg/kg
b. Bahan sangat beracun
Bahan kimia sangat beracun dalam hal pemajangan melalui:
- Mulut LD50 < 25 mg/kg
- Kulit LD50 < 50 mg/kg
- Pernapasan LD50 < 0,5 mg/kg
c. Cairan mudah terbakar
Cairan mudah terbakar dalam hal titik nyala > 21oC dan titik didih < 55oC
pada tekanan 1 atm.
d. Cairan sangat mudah terbakar.
Cairan sangat mudah terbakar dalam hal titik nyala < 21oC dan titik didih >
20oC pada tekanan 1 atm.
e. Gas mudah terbakar
Gas mudah terbakar dalam hal titik didih < 20oC pada tekanan 1 atm.
Seperti gas alam, hidrogen, asetilin, etilin oksida.
f. Bahan mudah meledak
g. Bahan reaktif
Bahan kimia termasuk kriteria reaktif apabila bahan tersebut :
- bereaksi dengan air mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar.
Seperti: alkali (Na, K) dan alkali tanah (Ca) aluminium tribromida, CaO,
sulfuril khlorida
- bereaksi dengan asam mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar,
atau beracun atau korosif. seperti : KClO3, KMnO4, Cr2O3
h. Bahan kimia termasuk kriteria oksidator
Apabila reaksi kimia atau penguraiannya menghasilkan oksigen yang dapat
menyebabkan kebakaran.
Seperti : Anorganik (ClO3- , MnO4-, Cr2O7-2, H2O2, IO3-, S2O8-2
Organik ( Bensil peroksida, Etroksida, Asetil peroksida)
Selanjutnya menurut PP No. 18/1999, limbah B3 dikelompokkan
berdasarkan sumbernyadikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Limbah dari sumber spesifik.
Limbah B3 ini merupakan sisa proses suatu industri atau kegiatan tertentu.
b. Limbah dari sumber yang tidak spesifik.
Untuk limbah B3 ini berasal bukan dari prosesutamanya, misalnya dari
kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor, korosi, ada perak,
pengemasan dan lain-lain.
c. Limbah B3 dari bahan kadaluarsa tumpahan, sisa kemasan, atau buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Limbah jenis ini tidak memenuhi
spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatan kembali, sehingga
memerlukan pengelolaan seperti limbah B3 lainnya.
3. Peraturan Pengelolaan Limbah B3
Pelaku manajemen limbah B3 yang diatur dalam PP-18/1999 atau PP-
85/1999:
 Penghasil
 Pengumpul
 Pengangkut
 Pemanfaat
 Pengolah
 Penimbun Akhir
a) Kewajiban Penghasil Limbah B3 (PP 18 atau PP 85 Tahun 1999)
 Dilarang membuang limbah B3 secara langsung ke lingkungan –
pasal 3.
 Dilarang melakukan pengenceran untuk maksud menurunkan zat
racun dan bahaya limbah B3 – pasal 4.
 Melakukan reduksi , mengolah dan/atau menimbun limbah B3 sesuai
dengan persyaratan/teknologi yang ada – pasal 9(1).
 Dapat mengekspor limbah B3, jika tidak mampu diolah di dalam
negeri – pasal 9(3).
 Penyerahan limbah B3 ke pihak lain tidak mengurangi tanggung
jawab penghasil limbah B3 untuk mengolah limbah B3 yang
dihasilkannya – pasal 9(5).
 Dapat menyimpan limbah B3 paling lama 90 hari sebelum diserahkan
ke pengumpul/pemanfaat/pengolah/penimbun (jika limbah B3> 50 kg
per hari) – pasal 10.
 Mencatat waktu penyerahan dan identitas pengangkut/ pemanfaat /
pengolah / penimbun – pasal 11(1).
 Pelaporan minimal setiap 6 bulan kepada KLH, tembusan ke Bupati /
Walikotamadya ybs – pasal 11(2).
b) Kewajiban Pengumpul Limbah B3 (PP 18 jo. 85 Tahun 1999)
 Membuat catatan tentang: – pasal 13 (1).
 Jenis, karakteristik, jumlah limbah B3 dan waktu diterimanya
limbah B3 dari penghasil limbah B3.
 Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbah B3
kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah
B3.
 Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman ke
pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3.
 Pelaporan minimal setiap 6 bulan kepada KLH, tembusan ke
Bupati/Walikotamadya ybs – pasal 13 (2).
 Dapat menyimpan limbah B3 paling lama 90 hari sebelum diserahkan
ke pemanfaat/pengolah/penimbun – pasal 14.
 Kewajiban Pengangkut Limbah B3
 Penghasil dapat bertindak sebagai pengangkut, wajib memenuhi
ketentuan sebagai pengangkut – pasal 15.
 Penangkutan limbah B3 wajib disertai dokumen limbah B3 – pasal
16.
 Dokumen limbah B3 mengacu pada Kep-02/BAPEDAL/09/1995.
 Rekomendasi dari KLH, izin dari Departemen Perhubungan.
c) Kewajiban Pemanfaat Limbah B3
 Dapat menyimpan limbah B3 sebelum dimanfaatkan maksimum 90
hari – pasal 20.
 Penghasil dapat bertindak sebagai pemanfaat.
 Jika menghasilkan limbah B3, maka wajib memenuhi ketentuan
sebagai penghasil limbah B3.
 Jika melakukan pengangkutan, wajib memenuhi ketentuan sebagai
pengangkut limbah B3.
 Wajib mencatat sumber limbah/jenis/karakteristik/jumlah limbah B3
yang dikumpulkan/dimanfaatkan dan produk yang dihasilkan serta
identitas pengangkut .
 Pelaporan minimal setiap 6 bulan ke KLH , tembusan ke
Bupati/Walikotamadya ybs – pasal 22.
d) Kewajiban Pengolah Limbah B3
 Memiliki izin Bapedal (PT PPLi: Kep-67/Bapedal/05/1994).
 Dapat dilakukan oleh penghasil.
 Menyimpan limbah B3 yang akan diolah / dihasilkan maksimum 90
hari – pasal 23.
 Mencatat sumber, jenis, karakteristik, jumlah limbah yang diolah.
 Melaporkan kegiatan pengolahan limbah B3 minimal setiap 6 bulan
ke KLH, tembusan ke Bupati / Walikotamadya dan Gubernur – pasal
24.
 Melakukan pemantauan dan melaporkannya setiap 3 bulan ke
MenLH, tembusan Bupati/Walikotamadya dan Gubernur.
 Memiliki sistem tanggap darurat.
e) Kewajiban Penimbun Limbah B3
 Memiliki izin operasi dari Bapedal.
 Memenuhi persyaratan lokasi.
 Memenuhi persyaratan Landfill.
 Memenuhi tatacara & persyaratan penimbunan limbah B3.
 Memenuhi persyaratan bagi lokasi bekas penimbunan limbah B3.
 Memiliki sistem tanggap darurat
4. Penanganan Limbah B3
a) Pra-penanganan Limbah B3
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum menangani limbah B3:
1. Lakukan karakterisasi limbah B3 dan pahami hasil analisanya.
2. Siapkan APD yang sesuai dan perlengkapan penanganan
tumpahan.
3. Siapkan prosedur penanganan dan lokasi penyimpanan, meliputi:
 Jumlah limbah yang dihasilkan per hari atau shift.
 Jenis kemasan yang diperlukan.
 Lokasi dan persyaratan penyimpanan.
4. Sosialisasikan ke semua pihak yang terkait.
b) Penanganan Limbah B3
Meliputi:
 Pengemasan
 Pemberian Simbol dan Label
 Penyimpanan
 Pengangkutan
5. Pengemasan dan Penyimpanan Limbah B3
Pengemasan (packaging) juga diatur dan perlu dicantumkan dalam surat
pengangkutan. Alat pengemas dapat berupa: drum baja, kotak kayu, drum fiber,
botol gelas dan sebagainya.
Pengemasan yang baik mempunyai kriteria:
 Bahan tersebut selama pengangkutan tidak terlepas ke luar
 Keefektifannya tidak berkurang
 Tidak terdapat kemungkinan pencampuran gas dan uap
Terdapat 3 jenis kelompok pengemasan, yaitu:
- Kelompok I : derajat bahaya besar
- Kelompok II : derajat bahaya sedang
- Kelompok III : derajat bahaya kecil.
Pengemas dan Pewadah Limbah B3 Versi Kep No.01/Bapedal/09/1995:
Di Indonesia, ketentuan tentang pengemasan dan pewadahan limbah B3
diatur dalam Kep. No.01/Bapedal/09/1995. Ketentuan dalam bagian ini berlaku
bagi kegiatan pengemasan dan pewadahan limbah B3 di fasilitas:
a. Penghasil, untuk disimpan sementara di dalam lokasi penghasil;
b. Penghasil, untuk disimpan sementara di luar lokasi penghasil tetapi tidak
sebagai pengumpul;
c. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengolah;
d. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau penimbunan;
Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti mengetahui
karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang dihasilkan/dikumpulkan. Apabila
ada keragu-raguan dengan karakteristik limbahnya, maka harus dilakukan
pengujian. Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang sama secara terus
menerus, maka pengujian dapat dilakukan sekurang-kurangnya satu kali. Apabila
dalam perkembangannya terjadi perubahan kegiatan yang diperkirakan
mengakibatkan berubahnya karakteristik limbah yang dihasilkan, maka terhadap
masing-masing limbah B3 hasil kegiatan perubahan tersebut harus dilakukan
pengujian kembali terhadap karakteristiknya.
Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan
karakteristik limbah B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi
kemanan dan kemudahan dalam penanganannya. Kemasan dapat terbuat dari
bahan plastik (HPDE, PP atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon,
SS304, SS316, atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan
tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya.

Kemasan Khusus untuk Limbah Infeksius


Semua limbah infeksius hanya boleh dibuang menggunakan kemasan khusus
berlogo biohazard. Limbah infeksius tajam seperti jarum, pisau bedah, alat suntik
(dengan atau tanpa jarum) dan benda medis lainnya yang dapat menyayat dan
menusuk kulit, serta limbah infeksius seperti sisa preparat dan kultur bakteri harus
dikemas menggunakan kemasan yang keras, tahan pecah, tahan tusuk, anti bocor
dan kedap air. Limbah infekisus seperti kapas, masker dan sarung tangan dapat
dibuang menggunakan plastic bag. Batas pengisian maksimal adalah ¾ penuh.
6. Simbol dan Pelebelan
Acuan PermenLH No. 14 Tahun 2013 (pengganti Kep-
05/Bapedal/09/1995).
 Simbol: gambar yang menunjukkan karakteristik limbah B3.
 Label: setiap keterangan mengenai limbah B3 yang berbentuk
tulisan yang berisi informasi penghasil, alamat penghasil, waktu
pengemasan, jumlah dan karakteristik limbah B3.
 Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 wajib
melakukan pemberian simbol dan label limbah B3 yang dikelolanya.
a. Simbol Limbah B3 (PermenLH 14 Tahun 2013)

Simbol berbentuk belah ketupat. Diletakkan pada wadah dan/atau kemasan,


alat angkut dan tempat penyimpanan limbah B3. Pada kemasan limbah
minimal berukuran 10 cm x 10 cm. Pada kendaraan pengangkut minimal 25
cm x 25 cm

Redaksi untuk simbol CAIRAN MUDAH TERBAKAR dan PADATAN


MUDAH TERBAKAR diganti menjadi CAIRAN MUDAH MENYALA dan
PADATAN MUDAH MENYALA (PermenLH No. 14/2013).
b. Label Limbah B3

c. Label Penanda dan Penunjuk


 Label untuk penandaan kemasan kosong :

Berfungsi sebagai penanda kemasan kosong, dipasang pada kemasan


bekas pengemasan limbah B3 yang telah dikosongkan atau akan dipakai
kembali untuk mengemas limbah B3.
 Label penunjuk posisi tutup kemasan (7 cm x 15 cm):

Berfungsi sebagai penunjuk tutup kemasan. Dipasang dekat tutup kemasan


dengan posisi anak panah menunjukkan posisi penutup kemasan.
 Barcode Limbah B3
Barcode memuat kode perusahaan pengangkut yang terdaftar di KLH
(mis: AA untuk PPLI) dan nomor seri identik untuk satu set barcode. Satu
set barcode terdiri dari 8 stiker barcode dengan posisi 4 x 2 (bukan 1 x 8).
d. Pelekatan Simbol pada Kemasan
 Berisi 1 (satu) karakteristik: dilekati dengan simbol yang sesuai dengan
karakteristik limbah yang dikemas.
 Berisi lebih dari 1 (satu) karakteristik:
 Dilekati dengan simbol yang sesuai dengan karakteristik limbah yang
dominan (yang harus terlebih dahulu ditangani saat darurat), atau
 Dilekati dengan simbol yang sejumlah dengan karakteristik limbah
yang dikemas.
 Tidak memiliki karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif,
korosif, beracun atau infeksius: dilekati dengan simbol
‘BERBAHAYA TERHADAP LINGKUNGAN’.
 Dilekatkan pada sisi-sisi kemasan yang tidak terhalang oleh kemasan lain
dan mudah dilihat.
 Tidak boleh terlepas atau dilepas dan diganti dengan simbol limbah B3
lain sebelum dikosongkan dan dibersihkan dari sisa limbah B3.
e. Pelekatan Simbol pada Alat Angkut
 Berisi 1 (satu) karakteristik: dilekati dengan simbol yang sesuai dengan
karakteristik limbah yang diangkut.
 Berisi lebih dari 1 (satu) karakteristik:
 Dilekati dengan simbol yang sesuai dengan karakteristik limbah yang
dominan (yang harus terlebih dahulu ditangani saat darurat), atau
 Dilekati dengan simbol yang sejumlah dengan karakteristik limbah
yang diangkut.
 Dilekati di setiap sisi boks dan di bagian muka kendaraan serta harus
dapat terlihat dengan jelas dari jarak sekurang-kurangnya 30 meter.
 Tidak boleh dilepas dan diganti dengan simbol limbah B3 lain sebelum
muatan dikosongkan dan dibersihkan dari sisa limbah B3.
f. Pelekatan Simbol pada Gudang Penyimpanan
 Berisi 1 (satu) karakteristik: dilekati dengan simbol yang sesuai dengan
karakteristik limbah yang diangkut.
 Berisi lebih dari 1 (satu) karakteristik: dilekati dengan simbol yang sesuai
dengan karakteristik limbah yang dominan (yang harus terlebih dahulu
ditangani saat darurat).
 Dilekati di setiap pintu dan bagian luar dinding yang tidak terhalang.
 Tidak boleh terlepas atau dilepas dan diganti dengan simbol limbah B3
lain selama gudang penyimpanan masih difungsikan, kecuali jika akan
digunakan untuk menyimpan limbah B3 dengan karakteristik lain.
g. Pelekatan Lebel
 Berisi 1 (satu) karakteristik: dilekati dengan simbol yang sesuai dengan
karakteristik limbah yang diangkut.
 Berisi lebih dari 1 (satu) karakteristik: dilekati dengan label yang
menunjukkan karakteristik keseluruhan limbah B3 yang dikemas.
 Dilekati di atas simbol pada wadah dan harus dapat terlihat jelas.
 Juga harus dipasang pada kemasan yang akan dimasukkan ke dalam
kemasan yang lebih besar.

7. Penyimpanan
Penyimpanan kemasan menurut Keputusan Bapedal
No.01/Bapedal/09/1995 dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2
(dua) x 2 (dua) kemasan, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh
terhadap setiap kemasan. Dengan demikian jika terdapat kerusakan kecelakaan
dapat segera ditangani. Lebar gang antar blok minimal 60 cm untuk memudahkan
petugas melaluinya, sedang lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkut
(forklift) disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya.
Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan
kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan
maksimum adalah 3 lapis dengan tiap lapis dialasi palet, dan setiap palet
mengalasi 4 drum. Jika tumpukan lebih dan 3 lapis atau kemasan terbuat dari
plastik, maka harus dipergunakan rak. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan
jarak blok kemasan terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan
tidak boleh kurang dari 1 m.
Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan
tangki dengan ketentuan sebagai berikut:
- Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran pembuangan
yang menuju bak penampung.
- Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal
110% dan kapasitas maksimum volume tangki
- Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi di
daerah tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain.
- Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan
secara langsung.

Persyaratan bangunan penyimpanan kemasan limbah B3 adalah:


- Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan
jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan;
- Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak
langsung;
- Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk
mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta
memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau
binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan;
- Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk
operasional atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu
penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan, sakelar harus
terpasang di sisi luar bangunan;
- Dilengkapi dengan sistem penangkal petir;
- Pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai dengan
tata cara yang berlaku.
- Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan
tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai kearah bak penampungan
dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan
lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir menjauhi
bangunan penyimpanan.

Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1


karakteristik limbah B3, mempunyai beberapa persyaratan:
- Terdiri dari beberapa bagian penyimpanan, dengan ketentuan bahwa setiap
bagian penyimpanan hanya diperuntukkan menyimpan 1 karakteristik limbah
B3, atau limbah- limbah B3 yang saling cocok.
- Antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya dibuat tanggul atau tembok
pemisah untuk menghindarkan tercampurnya atau masuknya tumpahan limbah
ke bagian lainnya.
- Setiap bagian penyimpanan harus mempunyai bak penampung tumpahan
limbah dengan kapasitas yang memadai.
- Sistem dan ukuran saluran yang ada dibuat sebanding dengan kapasitas
maksimum limbah B3 yang tersimpan sehingga cairan yang masuk ke
dalamnya dapat mengalir dengan lancar ke tempat penampungan yang telah
disediakan.
- Sarana lain yang harus tersedia adalah: peralatan dan sistem pemadam
kebakaran, pagar pengaman, pembangkit listrik cadangan, fasilitas pertolongan
pertama, peralatan komunikasi, gudang tempat penyimpanan peralatan dan
perlengkapan, pintu darurat, dan alarm.
Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar:
- Jika bangunan berdampingan dengan gudang lain maka harus dibuat tembok
pemisah tahan api, berupa tembok beton bertulang (tebal minimum 15 cm) atau
tembok bata merah (tebal minimum 23 cm) atau blok-blok (tidak berongga) tak
bertulang (tebal minimum 30 cm).
- Pintu darurat dibuat tidak pada tembok tahan api.
- Jika bangunan dibuat terpisah dengan bangunan lain, maka jarak minimum
dengan bangunan lain adalah 20 meter.
- Untuk kestabilan struktur pada tembok penahan api dianjurkan digunakan
tiang-tiang beton bertulang yang tidak ditembusi oleh kabel listrik.
- Struktur pendukung atap terdiri dari bahan yang tidak mudah menyala.
Konstruksi atap dibuat ringan, dan mudah hancur bila ada kebakaran, sehingga
asap dan panas akan mudah keluar.
- Menggunakan instalasi yang tidak menyebabkan ledakan/percikan listrik
- Dilengkapi dengan: sistem pendeteksi dan pemadam kebakaran, persediaan air
untuk pemadam api, hidran pemadam api dan perlindungan terhadap hidran.
Rancang bangun untuk penyimpanan limbah B3 mudah meledak:
- Konstruksi bangunan dibuat tahan ledakan dan kedap air. Konstruksi lantai dan
dinding dibuat lebih kuat dari konstruksi atap, sehingga bila terjadi ledakan
yang sangat kuat akan mengarah ke atas dan tidak ke samping.
- Suhu dalam ruangan harus tetap dalam kondisi normal. Desain bangunan
sedemikian rupa sehingga cahaya matahari tidak langsung masuk ke ruang
gudang.
Rancang bangun khusus untuk penyimpan limbah B3 reaktif, korosif dan beracun:
- Konstruksi dinding dibuat mudah dilepas guna memudahkan pengamanan
limbah dalam keadaan darurat.
- Konstruksi atap, dinding dan lantai harus tahan terhadap korosi dan api.
Persyaratan bangunan untuk penempatan tangki:
- Tangki penyimpanan limbah B3 harus terletak di luar bangunan tempat
penyimpanan limbah
- Merupakan konstruksi tanpa dinding, memiliki atap pelindung dengan lantai
yang kedap air
- Tangki dan daerah tanggul serta bak penampungannya terlindung dari
penyinaran matahari secara langsung serta terhindar dari masuknya air hujan
langsung maupun tidak langsung
Lokasi bangunan tempat penyimpanan kemasan drum/tong, bangunan tempat
penyimpanan bak kontainer dan bangunan tempat penyimpanan tangki:
- Merupakan daerah bebas banjir, atau diupayakan aman dari kemungkinan
terkena banjir;
- Jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 50 meter.

8. Pengangkutan
Dasar Peraturan dari Keputusan Menteri Perhubungan No. 69 Tahun 1993:
Pasal 11,12, 13, 14 dan 15 dan SK DirJen. HubDar No. 725/AJ/DRJD/2004:
Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Jalan.
Tata cara dan persyaratan teknis pengangangkutan (darat dan laut) belum ada
peraturannya. Untuk pengangkutan, US-EPA tidak membedakan antara
pengangkutan B3 dan limbah B3.
Syarat Pengangkutan Limbah B3 yaitu dengan.
 Syarat kendaraan:
 Layak jalan.
 Desain sesuai dengan karakteristik bahan yang diangkut.
 Dilengkapi alat tanggap darurat dan
identifikasi/komunikasi.
 Memiliki izin dari Departemen Perhubungan.
 Syarat pengemudi: Syarat umum, telah melalui pelatihan khusus,
bersertifikat.
 Syarat Perusahaan:
 Memiliki sistem manajemen pengangkutan
 Memiliki sarana tanggap darurat
 Mendapat rekomendasi BAPEDAL/KLH

9. Dampak B3 terhadap kesehatan


Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk
kategori atau dengan sifat limbah B3. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kima
pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai
sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Limbah pertanian yang paling utama ialah pestisida dan pupuk. Berikut
merupakan dampak limbah B3 terhadap kesehatan, yakni :
1) Air Raksa /Hargentum/ Hg/ Mercury
Elemen Hg berwarna kelabu-perak, sebagai cairan pada suhu kamar dan
mudah menguap bila dipanaskan. Hg2+ (Senyawa Anorganik) dapat mengikat
carbon, membentuk senyawa organomercury. Methyl Mercury (MeHg)
merupakan bentuk penting yang memberikan pemajanan pada manusia. Industri
yang memberikan efluents Hg adalah :
 Yang memproses chlorin,
 Produksi Coustic soda,
 Tambang dan prosesing biji Hg,
 Metalurgi dan elektroplating,
 Pabrik Kimia,
 Pabrik Tinta,
 Pabrik Kertas,
 Penyamakan Kulit,
 Pabrik Tekstil,
 Perusahaan Farmasi,
 Penambangan emas tradisional.
Sebagian senyawa mercury yang dilepas ke lingkungan akan mengalami
proses methylation menjadi methylmercury (MeHg) oleh microorganisme dalam
air dan tanah. MeHg dengan cepat akan diakumulasikan dalam ikan atau
tumbuhan dalam air permukaan. Kadar mercury dalam ikan dapat mencapai
100.000 kali dari kadar air disekitarnya.
Kelompok Resiko Tinggi Terpajan Hg.
Orang-orang yang mempunyai potensial terpajan Hg diantaranya :
 Pekerja pabrik yang menggunakan Hg.
 Janin, bayi dan anak-anak : 1. MeHg dapat menembus placenta, 2.
Sistem syaraf sensitif terhadap keracunan Hg. 3. MeHg pada ASI, maka
bayi yang menyusu dapat terpajan.
 Masyarakat pengkonsumsi ikan yang berasal dari daerah perairan yang
tercemar mercury.
Pemajanan melalui inhalasi, oral, kulit
Dampak pada Kesehatan:
Mercury termasuk bahan teratogenik. MeHg didistribusikan keseluruh
jaringan terutama di darah dan otak. MeHg terutama terkonsentrasi dalam darah
dan otak. 90% ditemukan dalam darah merah.
Efek Fisiologis :
Efek toksisitas mercury terutama pada susunan saraf pusat (SSP) dan
ginjal, dimana mercury terakumulasi yang dapat menyebabkan kerusakan SSP dan
ginjal antara lain tremor, kehilangan daya ingat.
Efek pada pertumbuhan :
MeHg mempunyai efek pada kerusakan janin dan terhadap pertumbuhan
bayi. Kadar MeHg dalam darah bayi baru lahir dibandingkan dengan darah ibu
mempunyai kaitan signifikan.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terpajan MeHg bisa menderita kerusakan
otak dengan manifestasi:
 Retardasi mental
 Tuli
 Penciutan lapangan pandang
 Buta
 Microchephaly
 Cerebral Palsy
 Gangguan menelan
Efek yang lain :
Efek terhadap sistem pernafasan dan pencernaan makanan dapat terjadi
pada keracunan akut. Inhalasi dari elemental Mercury dapat mengakibatkan
kerusakan berat dari jaringan paru. Sedangkan keracunan makanan yang
mengandung Mercury dapat menyebabkan kerusakan liver.
2) Chromium
Chromium adalah suatu logam keras berwarna abu-abu dan sulit
dioksidasi meski dalam suhu tinggi. Chromium digunakan oleh industri :
Metalurgi, Kimia, Refractory (heat resistent application). Dalam industri
metalurgi, chromium merupakan komponen penting dari stainless steels dan
berbagai campuran logam.
Dalam industri kimia digunakan sebagai :
 Cat pigmen (dapat berwarna merah, kuning, orange dan hijau).
 Chrome plating.
 Penyamakan kulit.
 Treatment Wool.
Chromium terdapat stabil dalam 3 valensi. Berdasarkan urutan
toksisitasnya adalah Cr-O, Cr-III, Cr-VI. Electroplating, penyamakan kulit dan
pabrik textil merupakan sumber utama pemajanan chromium ke air permukaan.
Limbah padat dari tempat prosesing chromium yang dibuang ke landfill dapat
merupakan sumber kontaminan terhadap air tanah.
Kelompok Resiko Tinggi :
 Pekerja di industri yang memproduksi dan menggunakan Cr.
 Perumahan yang terletak dekat tempat produksi akan terpajan Cr-VI
lebih tinggi
 Perumahan yang dibangun diatas bekas landfill, akan terpajan melalui
pernafasan (inhalasi) atau kulit.
Pemajanan melaui :
 Inhalasi terutama pekerja
 Kulit
 Oral : masyarakat pada umumnya
Dampak Kesehatan
Efek Fisiologi :
 Cr (III) merupakan unsur penting dalam makanan (trace essential)
yang mempunyai fungsi menjaga agar metabolisme glucosa, lemak
dan cholesterol berjalan normal.
 Organ utama yang terserang karena Cr terhisap adalah paru-paru,
sedangkan organ lain yang bisa terserang adalah ginjal, lever, kulit dan
sistem imunitas.
Efek pada Kulit :
Dermatitis berat dan ulkus kulit karena kontak dengan Cr-IV.
Efek pada Ginjal :
Bila terhirup Cr-VI dapat mengakibatkan necrosis tubulus renalis.
Efek pada Hati :
Pemajanan akut Cr dapat menyebabkan necrosis hepar. Bila terjadi 20 % tubuh
tersiram asam Cr akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi
kegagalan ginjal akut.
3) Cadmium (Cd)
Cadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi.
Cadmium murni berupa logam berwarna putih perak dan lunak, namun bentuk ini
tak lazim ditemukan di lingkungan. Umumnya cadmium terdapat dalam
kombinasi dengan elemen lain seperti Oxigen (Cadmium Oxide), Clorine
(Cadmium Chloride) atau belerang (Cadmium Sulfide).
Kebanyakan Cadmium (Cd) merupakan produk samping dari pengecoran
seng, timah atau tembaga cadmium yang banyak digunakan berbagai industri,
terutama plating logam, pigmen, baterai dan plastik.
Pemajanan
Sumber utama pemajanan Cd berasal dari makanan karena makanan menyerap
dan mengikat Cd. misalnya : tanaman dan ikan. Tidak jarang Cd dijumpai dalam
air karena adanya resapan dari tempat buangan limbah bahan kimia.
Dampak pada kesehatan
Beberapa efek yang ditimbulkan akibat pemajanan Cd adalah adanya kerusakan
ginjal, liver, testes, sistem imunitas, sistem susunan saraf dan darah.
4) Cupper (Cu) / Tembaga
Tembaga merupakan logam berwarna kemerah-merahan dipakai sebagai logam
murni atau logam campuran (suasa) dalam pabrik kawat, pelapis logam, pipa dan
lain-lain.
Pemajanan
Pada manusia melalui pernafasan, oral dan kulit yang berasal dari berbagai bahan
yang mengandung tembaga. Tembaga juga terdapat pada tempat pembuangan
limbah bahan berbahaya. Senyawa tembaga yang larut dalam air akan lebih
mengancam kesehatan. Cu yang masuk ke dalam tubuh, dengan cepat masuk ke
peredaran darah dan didistribusi ke seluruh tubuh.
Dampak terhadap Kesehatan
Cu dalam jumlah kecil (1 mg/hr) penting dalam diet agar manusia tetap sehat.
Namun suatu intake tunggal atau intake perhari yang sangat tinggi dapat
membahayakan. Bila minum air dengan kadar Cu lebih tinggi dari normal akan
mengakibatkan muntah, diare, kram perut dan mual. Bila intake sangat tinggi
dapat mengakibatkan kerusakan liver dan ginjal, bahkan sampai kematian.
5) Timah Hitam (Pb)
Sumber emisi antara lain dari : Pabrik plastik, percetakan, peleburan timah, pabrik
karet, pabrik baterai, kendaraan bermotor, pabrik cat, tambang timah dan
sebagainya.
Pemajanan: melalui Oral dan Inhalasi
Dampak pada Kesehatan
Sekali masuk ke dalam tubuh timah didistribusikan terutama ke 3 (tiga)
komponen yaitu:
 Darah,
 Jaringan lunak (ginjal, sumsum tulang, liver, otak),
 Jaringan dengan mineral (tulang + gigi).
Tubuh menimbun timah selama seumur hidup dan secara normal
mengeluarkan dengan cara yang lambat. Efek yang ditimbulkan adalah gangguan
pada saraf perifer dan sentral, sel darah, gangguan metabolisme Vitamin D dan
Kalsium sebagai unsur pembentuk tulang, gangguan ginjal secara kronis, dapat
menembus placenta sehingga mempengaruhi pertumbuhan janin.
6) Nickel (Ni)
Nikel berupa logam berwarna perak dalam bentuk berbagai mineral. Ni
diproduksi dari biji Nickel, peleburan/ daur ulang besi, terutama digunakan dalam
berbagai macam baja dan suasa serta elektroplating. Salah satu sumber terbesar Ni
terbesar di atmosphere berasal dari hasil pembakaran BBM, pertambangan,
penyulingan minyak, incenerator. Sumber Ni di air berasal dari lumpur limbah,
limbah cair dari “Sewage Treatment Plant”, air tanah dekat lokasi landfill.
Pemajanan: melalui inhalasi, oral dan kontak kulit.
Dampak terhadap Kesehatan
Ni dan senyawanya merupakan bahan karsinogenik. Inhalasi debu yang
mengandung Ni-Sulfide mengakibatkan kematian karena kanker pada paru-paru
dan rongga hidung, dan mungkin juga dapat terjadi kanker pita suara.
7) Pestisida
Pestisida mengandung konotasi zat kimia dan atau bahan lain termasuk
jasad renik yang mengandung racun dan berpengaruh menimbulkan dampak
negatif yang signifikan terhadap kesehatan manusia, kelestarian lingkungan dan
keselamatan tenaga kerja. Pestisida banyak digunakan pada sektor pertanian dan
perdagangan/ komoditi.
Pemajanan melalui : Oral, Inhalasi, Kulit
Dampak pada Kesehatan
Pestisida golongan Organophosphat dan Carbamat dapat mengakibatkan
keracunan Sistemik dan menghambat enzym Cholinesterase (Enzim yang
mengontrol transmisi impulse saraf) sehingga mempengaruhi kerja susunan saraf
pusat yang berakibat terganggunya fungsi organ penting lainnya dalam tubuh.
Keracunan pestisida golongan Organochlorine dapat merusak saluran pencernaan,
jaringan, dan organ penting lainnya.
8) Arsene
Arsene berwarna abu-abu, namun bentuk ini jarang ada di lingkungan.
Arsen di air di temukan dalam bentuk senyawa dengan satu atau lebih elemen
lain. Senyawa Arsen dengan oksigen, clorin atau belerang sebagai Arsen
inorganik, sedangkan senyawa dengan Carbon dan Hydrogen sebagai Arsen
Organik. Arsen inorganik lebih beracun dari pada arsen organik.
Suatu tempat pembuangan limbah kimia mengandung banyak arsen,
meskipun bentuk bahan tak diketahui (Organik/ Inorganik). Industri peleburan
tembaga atau metal lain biasanya melepas arsen inorganik ke udara. Arsen dalam
kadar rendah biasa ditemukan pada kebanyakan fosil minyak, maka pembakaran
zat tersebut menghasilkan kadar arsen inorganik ke udara Penggunaan arsen
terbesar adalah untuk pestisida.
Pemajanan Arsen ke dalam tubuh manusia umumnya melalui oral, dari
makanan / minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan
usus halus kemudian masuk ke peredaran darah.
Dampak terhadap Kesehatan.
Arsen inorganik telah dikenal sebagai racun manusia sejak lama, yang
dapat mengakibatkan kematian. Dosis rendah akan mengakibatkan kerusakan
jaringan. Bila melalui mulut, pada umumnya efek yang timbul adalah iritasi
saluran makanan, nyeri, mual, muntah dan diare.
Selain itu mengakibatkan penurunan pembentukan sel darah merah dan putih,
gangguan fungsi jantung, kerusakan pembuluh darah, luka di hati dan ginjal.
9) Nitrogen Oxide (NOx)
NOx merupakan bahan polutan penting dilingkungan yang berasal dari
hasil pembakaran dari berbagai bahan yang mengandung Nitrogen. Pemajanan
manusia pada umumnya melalui inhalasi atau pernafasan.
Dampak terhadap kesehatan berupa keracunan akut sehingga tubuh menjadi
lemah, sesak nafas, batuk yang dapat menyebabkan edema pada paru-paru.
10) Sulfur Oxide (SOx)
Sumber SO2 bersal dari pembakaran BBM dan batu bara, penyulingan
minyak, industri kimia dan metalurgi.
Dampak pada kesehatan berupa keracunan akut:
 Pemajanan lewat ingesti efeknya berat, rasa terbakar di mulut,
pharynx, abdomen yang disusul dengan muntah, diare, tinja merah
gelap (melena). Tekanan darah turun drastis.
 Pemajanan lewat inhalasi, menyebabkan iritasi saluran pernafasan,
batuk, rasa tercekik, kemudian dapat terjadi edema paru, rasa sempit
didada, tekanan darah rendah dan nadi cepat.
 Pemajanan lewat kulit terasa sangat nyeri dan kulit terbakar.
11) Karbonmonoksida (CO)
Karbonmonoksida adalah gas yang tidak berbau dan tidak berwarna,
berasal dari hasil proses pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar yang
mengandung rantai karbon (C).
Pemajanan pada manusia lewat inhalasi.
Dampak pada kesehatan :
Keracunan akut
Terjadi setelah terpajan karbonmonoksida berkadar tinggi. CO yang masuk
kedalam tubuh dengan cepat mengikat haemoglobine dalam darah membentuk
karboksihaemoglobine (COHb), sehingga haemoglobine tidak mempunyai
kemampuan untuk mengikat oksigen yang sangat diperlukan untuk proses
kehidupan dari pada jaringan dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena CO
mempunyai daya ikat terhadap haemoglobine 200 sampai 300 kali lebih besar dari
pada oksigen, yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak atau hypoxia,
susunan saraf, dan jantung, karena organ tersebut kekurangan oksigen dan
selanjutnya dapat mengakibatkan kematian.
Keracunan kronis
Terjadi karena terpajan berulang-ulang oleh CO yang berkadar rendah atau
sedang. Keracunan kronis menimbulkan kelainan pada pembuluh darah, gangguan
fungsi ginjal, jantung, dan darah.
10. Metode Pengolahan Limbah B3
A. Pengolahan Secara Fisika/Kimia:
Stabilisasi/solidifikasi, filtrasi dan separasi, presipitasi kimia, oksidasi-
reduksi, evaporasi, dsb. Teknik yang menggabungkan proses fisika dan
kimia untuk mengurangi efek bahaya dari limbah ke lingkungan melalui
pencampuran limbah dengan bahan pengikat. Tahapan proses fisika dan
kimia yang kompleks namun operasi sederhana.
Tujuan:
 Mengurangi kelarutan dan mobilitas kontaminan.
 Menurunkan luas permukaan limbah.
 Meningkatkan kemampuan penanganan dan karakteristik
fisik limbah.
Jenis proses stabilisasi/solidifikasi :
 Pengendalian pH
 Oksidasi-reduksi
 Presipitasi (karbonat, sulfida, silika)
 Adsorpsi
 Penyerapan kimia
 Pasivasi
 Pertukaran ion
 Enkapsulasi (mikro dan makro)
 Amalgamasi
B. Pengolahan Secara Biologi:
Aerobic/anaerobic digestion, composting, bioremediasi, dsb.
C. Pengolahan Secara Termal:
Fuels blending, insinerasi tanur semen, gasifikasi, insinerasi katalitik,
pirolisis, depolimerisasi termal, autoclaves, dsb. Penghancuran limbah B3
dengan cara dekomposisi termal.
Tujuan:
 Mengurangi volume limbah sehingga dapat mempertahankan area
landfill.
 Memungkinkan recovery energi dari limbah.
 Memungkinkan recovery mineral dan zat kimia dari limbah untuk
digunakan kembali dan didaur ulang.
 Menghancurkan sejumlah kontaminan yang terkandung dalam
limbah.
 Efisiensi waktu dalam penanganan limbah.
Kriteria limbah yang dapat diolah dengan metode termal, yakni :
 Bersifat organik (padat, cair, sludge).
 Tidak bersifat oksidator.
 Parameter utama: nilai kalor.
 Parameter pendukung: titik nyala, viskositas, kandungan klorin, florin,
sulfur dan logam berat.
D. Penimbunan:
Landfill B3. Landfill (lahan timbus) adalah suatu area untuk pembuangan
limbah padat dengan prinsip penimbunan dan merupakan metode tertua
dalam pengolahan limbah.
Komponen penting:
1) Sistem pelapisan
2) Fasilitas pengendalian dan pengumpulan air lindi
3) Fasilitas pengendalian dan pengumpulan gas (untuk landfill skala
besar)
4) Sistem lapisan penutup akhir
5) Sistem drainase air permukaan
6) Sistem pemantauan lingkungan
7) Rencana penutupan dan pasca-penutupan
Syarat lokasi Landfill:
 Danau atau situ: dalam radius 200 meter
 Sungai: dalam radius 200 meter
 Daerah banjir: dalam jangka waktu 100 tahun
 Jalan tol: dalam radius 200 meter
 Habitasi: sekurang-kurangnya 500 meter
 Taman publik: dalam radius 300 meter
 Area habitasi kritis (zona konservasi)
 Wetlands
 Sumber air tanah: kurang dari 2 meter di bawah
 Bandar udara
 Sumur pasokan air: dalam radius 500 meter
 Zona batas perairan antar negara/wilayah
 Daerah tidak stabil (rawan gempa)
Syarat limbah yang dapat ditimbun :
 Memenuhi kriteria TCLP.
 Telah melalui proses stabilisasi/solidifikasi, insinerasi atau
pengolahan pendahuluan lainnya.
 Tidak bersifat mudah terbakar, mudah meledak, reaktif dan
infeksius.
 Tidak memiliki kandungan organik lebih dari 10%.
 Tidak mengandung PCB dan dioksin.
 Tidak bersifat radioaktif.
 Tidak dalam bentuk cair (termasuk lumpur).

11. Prosedur Pelaksanaan (K3) Kesehatan dan Keselamatan Kerja Personil


I. Identifikasi sumber-sumber kecelakaan
Sumber-sumber kecelakaan dimungkinkan berasal dari, antara lain :
1) Bahaya bahan kimia
beberapa bahan kimia yang dapat menimbulkan bahaya antara lain :
a. asam kuat (misalnya H2SO4 (p), HCl (p), HNO3 (p)), basa kuat
(misalnya NaOH, KOH) dapat menyebabkan iritasi kulit;
b. pelarut organik dapat menyebabkan terjadinya keracunan,
iritasi tenggorokan dan saluran pernafasan.
2) Bahaya kecelakaan peralatan
kecelakaan yang terjadi dapat berupa;
a. luka terkena pecahan alat saat jatuh ke lantai;
b. terkena sengatan listrik pada kabel peralatan instrumen
yang terkelupas.
3) Bahaya kebakaran
kebakaran dapat terjadi karena disebabkan oleh terjadinya hubungan
singkat pada instansi listrik dan adanya zat-zat yang mudah terbakar
seperti alkohol, toluene, aseton dan lain-lain;
4) Bahaya lain
bahaya lain dapat terjadi karena kesalahan manusia itu sendiri, seperti :
bahaya saat menggunakan peralatan yang runcing/tajam, terpeleset
karena licin, dan lain-lain.

II. Tindakan Pencegahan Kecelakaan Kerja


1) Untuk pencegahan terjadinya kecelakaan kerja, diperlukan
peralatan keselamatan kerja yang tersedia pada saat diperlukan dan
disimpan pada tempat yang mudah dijangkau;
2) Peralatan keselamatan kerja dipelihara dan di uji kelaikannya
secara periodik. Peralatan tersebut terdiri, antara lain :
1. Peralatan untuk mencegah bahaya akibat pengaruh bahan kimia,
a.Jas laboratorium;
b. Glove (sarung tangan);
c.Safety glass (kacamata pengaman);
d. Shower;
e.Masker;
2. Sarana penunjang keselamatan kerja akibat bahaya kebakaran
yaitu alat pemadam kebakaran;
3. Sarana penunjang keselamatan kerja akibat bahaya lain, kotak
P3K yang berisi obat-obatan, desinfektan, pelunak racun, salep
untuk luka bakar dan lain-lain.

III. Tindakan Penyelamatan Saat Terjadi Kecelakaan


1) Luka karena barang tajam atau pecahan gelas
a. Bersihkan luka dari debu dan kotoran;
b. Cuci dengan alkohol dan keringkan;
c. Beri larutan yodium tinctur;
d. Apabila terjadi luka yang lebih serius maka usahakan
pencegahan pendarahan lebih lanjut dan segera bawa ke rumah
sakit terdekat.
2) Kecelakaan karena bahan kimia
a. Luka karena asam-asam keras seperti : H2SO4 (p), HCl (p), dan
asam asetat glasial, tindakan penyelamatan adalah :
i. siram dengan air mengalir;
ii. siram dengan larutan soda kue (NaHCO3) 5%;
iii. netralkan dengan larutan amonia (NH4OH) 5%;
b. Luka karena basa kuat KOH, NaOH dan amonia cair atau kapur
tohor, tindakan penyelamatannya adalah :
i. siram dengan air mengalir;
ii. netralkan dengan asam borat 4% atau asam asetat 1%.
c. Keracunan bahan kimia, tindakan yang penting :
i. identitas jenis racun;
ii. bersihkan saluran pernafasan dari kotoran, lendir atau
muntahan;
iii. berikan pernafasan buatan;
iv. jika racun tidak diketahui berikan pelunak racun yaitu
norit (karbon aktif), putih telur dan susu,
3) Kecelakaan akibat kebakaran
Untuk menangulangi kebakaran, diperlukan alat pemadam kebakaran
yang sesuai dengan jenis kebakarannya.
4) Kecelakaan akibat bahaya lain
a. Bahaya lain yang dimaksud adalah bahaya yang terjadi selain
yang disebabkan diatas, misalnya terkena bahan-bahan panas
pada mata atau muka.
b. Apabila bahan panas tersebut berupa asam, tindakannya
adalah :
i. siram banyak dengan air, dengan mempergunakan eye
wash atau shower;
ii. netralkan dengan larutan natrium bikarbonat 5%;
iii. teteskan minyak mineral.
c. Apabila bahan panas tersebut berupa basa, tindakannya adalah
sebagai berikut:
i. siram dengan air sebanyak-banyaknya, netralkan
dengan asam borat 4%;
ii. teteskan minyak mineral
KEPUSTAKAAN
Anonim. Limbah B3. [Online]. Tersedia di http://lh.surabaya.go.id/.diakses pada 3
Juli 2014
Damanhuri, Entri. [2011]. Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
[Online]. Tersedia di http://hmtl.itb.ac.id/wordpress/wp
content/uploads/2011/03/DiktatB3_2010.pdf diakses pada 3 Juli 2014
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. [Online]. Tersedia di
http://jdih.menlh.go.id pdf diakses pada 3 Juli 2014
Radhissalhan, Ardhi. [2012]. Jurnal Freeport. [Online]. Tersedia di
http://www.academia.edu/6546494/JURNAL_FREEPORT diakses pada 3
Juli 2014
S. Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
International Labour Organization (ILO). 2007. Ergonomic Guidelines for
Manual Material Handling, DHHS (NIOSH) Publication No. 2007-131.

Anda mungkin juga menyukai