1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang ada didunia.
Dimana suatu negara berkembang memiliki tingkat industri yang tinggi, seperti
yang ada di Indonsia. Industri yang berkembang sangat bermacam-macam
jenisnya. Industri yang ada, identik dengan dibangunnya suatu pabrik-pabrik
industri, seperti: industi pabrik tekstil, pabrik percetakan kertas, pengecoran
minyak, pengecoran logam, industri pertanian, dan lain-lain. Suatu industri yang
telah berdiri dan beroperasi pasti akan melakukan proses kegiatan produksi. Dari
proses kegiatan produksi tersebut, akan menghasilkan suatu sisa hasil produksi
(limbah). Dimana, limbah tersebut akan dibuang ataupun diolah kembali menjadi
sesuatu yang bermanfaat. Proses pembuangan limbah dari suatu proses produksi,
ada yang dilakukan dengan baik sesuai aturan (memperhatikan kandungan yang
akan dibuang, ataupun dilakukan penyaringan atau pengolahan limbah sebelum
dibuang), dan ada yang tidak (langsung dibuang ke lingkungan).
Namun faktanya, kebanyakan limbah hasil produksi suatu industri yang
ada, akan langsung dibuang ke lingkungan, tanpa memperhatikan kandungan
limbah yang ada. Padahal sebagian besar sisa produksi yang dihasilkan,
merupakan suatu jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Seperti yang
tertera pada, definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan
sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity)
serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan
kesehatan manusia.
Akibat dari pembuangan sisa produksi B3 yang sembarangan dan
seenaknya kelingkungan oleh suatu industri, maka akan menimbulkan suatu
gangguan kesehatan masyarakat, sumber pencemaran dan sumber kerusakan
lingkungan. Oleh karena itu, sangat perlu dan penting untuk mengelola limbah B3
yang ada sebelum dilakukan pembuangan kepada lingkungan. Upaya yang
dilakukan untuk mengelolah limbah B3 secara baik dan benar akan memberikan
dampak yang baik pula. Salah satunya dapat meminimalisir dampak yang akan
terjadi, yang dihasilkan oleh limbah B3 tersebut.
Pengelolaan limbah B3 haruslah dilakukan oleh seluruh industri baik yang
ada di Indonesia maupun dunia. Kesadaran manusia untuk melakukan pengolahan
limbah menjadi faktor utama yang harus dibentuk. Sebelum dilakukan pengolahan
limbah B3 tersebut, kita haruslah mengetahui baik sumber, karakteristik, prinsip
pengolahan, dampak yang akan ditimbulkan, dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk limbah B3. Ketika semua mengenai limbah B3 telah
diketahui, maka akan lebih mudah dan efisien dalam mengolah limbah tersebut.
Mengupayakan proses pengolahan limbah yang baik dan benarlah yang harus
dilakukan oleh semua proses produksi industri, untuk mengatasi limbah berbahaya
tersebut sebelum dibuang ke lingkungan.
2. Pengertian Limbah B3
Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Pasal 1 (21) mendefinisikan
bahan berbahaya dan beracun (disingkat B3) adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta
kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lain.
Sedangkan definisi menurut OSHA (Occupational Safety and Health of the
United State Government) adalah bahan yang karena sifat kimia maupun kondisi
fisiknya sangat berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia,
kerusakan properti dan atau lingkungan.
A. Klasifikasi Limbah B3
Menurut Depkes RI melalui keputusan Menkes No.
453/Menkes/Per/XI/1983 telah memberi arahan mengenai bahan berbahaya
beracun dan pengelolaannya, yang dibagi menjadi 4 (empat) klasifikasi, yaitu :
Klasifikasi I
1. Bahan kimia atau sesuatu yang telah terbukti atau diduga keras dapat
menimbulkan bahaya yang fatal dan luas, secara langsung atau tidak langsung,
karena sangat sulit penanganan dan pengamanannya
2. Bahan kimia atau sesuatu yang baru yang belum dikenal dan patut diduga
menimbulkan bahaya.
Klasifikasi II
1. Bahan radiasi
2. Bahan yang mudah meledak karena gangguan mekanik
3. Bahan beracun atau bahan lainnya yang mudah menguap dengan LD50 (rat)
kurang dari 500 mg/kg atau yang setara, mudah diabsorpsi kulit atau selaput
lender
4. Bahan etilogik/biomedik
5. Gas atau cairan beracun atau mudah menyala yang dimampatkan
6. Gas atau cairan atau campurannya yang bertitik nyala kurang dari 35oC
7. Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri.
Klasifikasi III
1. Bahan yang dapat meledak karena sebab-sebab lain, tetapi tidak mudah
meledak karena sebab-sebab seperti bahan klasifikasi II
2. Bahan beracun dengan LD50 (rat) kurang dari 500 mg/kg atau setara tetapi
tidak mempunyai sifat seperti bahan beracun klasifikasi II
3. Bahan atau uapnya yang dapat menimbulkan iritasi atau sensitisasi, luka dan
nyeri
4. Gas atau cairan atau campurannya dengan bahan padat yang bertitik nyala 35 oC
sampai 60oC
5. Bahan pengoksidasi organic
6. Bahan pengoksidasi kuat
7. Bahan atau uapnya yang bersifat karsinogenik, tetratogenik dan mutagenic
8. Alat atau barang-barang elektronika yang menimbulkan radiasi atau bahaya
lainnya.
Klasifikasi IV
1. Bahan beracun dengan LD50 (rat) diatas 500 mg/kg atau yang setara
2. Bahan pengoksid sedang
3. Bahan korosif sedang dan lemah
4. Bahan yang mudah terbakar.
Menurut SK Menprind No. 148/M/SK/4/1985. tentang Pengamanan Bahan
Beracun dan Berbahaya di Perusahaan Industri. Pengelompokan bahan B3
berdasarkan keputusan tersebut meliputi :
a. Bahan beracun (toxic).
Pengertian beracun karena bahan tersebut dapat langsung meracuni manusia
atau mahluk hidup lain. Sifat keracunan tersebut dapat terjadi dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Bila sampai masuk ke lingkungan, di lokasi
pembuangan yang tidak terkontrol, bahan beracun ini dapat tercuci serta masuk
ke dalam air tanah sehingga dapat mencemari sumur penduduk di sekitarnya
dan berbahaya bagi penduduk yang menggunakan air tersebut.
b. Bahan peledak & Mudah meledak.
Bahan ini berbahaya selama penanganannya, baik pada saat pengangkutannya
maupun saat pembuangannya, karena,bahan ini dapat menimbulkan reaksi
hebat dan dapat melukai manusia serta merusak lingkungan sekitarnya.
c. Bahan mudah terbakar/menyala.
Bahan ini berbahaya bila terjadi kontak dengan bahan lain yang panas, rokok
atau sumber api lain karena dapat menimbulkan kebakaran yang tidak
terkendalikan baik saat pengangkutan,di lokasi penyimpanan/pembuangan
seperti di landfill. Disamping mudah menyala/terbakar, bahan ini umumnya
kalau sudah menyala akan terbakar terus dalam waktu yang lama, seperti sisa
pelarut yang meliputi benzene, toluene atau aseton yang berasal dari pabrik cat,
pabrik tinta, serta kegiatan lain yang menggunakan bahan tersebut sebagai
pelarut.
d. Bahan oksidator dan reduktor
Bahan pengoksidasi ini berbahaya karena dapat menghasilkan oksigen
sehingga dapat menimbulkan kebakaran, seperti sisa bahan yang banyak
digunakan di laboratorium seperti magnesium, perklorat dan metil metil keton
(MIK)
e. Bahan korosi / iritasi
Bahan penyebab korosif (corrosive waste) ini berbahaya karena dapat melukai,
membakar kulit dan mata. Bahan yang termasuk ini mempunyai keasaman
(pH) lebih rendah dari 2 atau lebih besar dari 12,5, dapat menyebabkan
nekrosia (terbakar) pada kulit atau dapat menyebabkan karat.
Contoh bahan ini, antara lain :
- asam cuka, asam sulfat yang biasa digunakan untuk membersihkan karat pada
industri baja;
- bahan pembersih produk metal sebelum dicat;
- asam untuk proses pickling pada industri kawat.
f. Gas bertekanan.
g. Bahan radioaktif.
Yaitu bahan yang dapat menyebabkan terjadinya radiasi pada makhluk hidup.
Bahan beracun dan berbahaya lainnya yang ditetapkan oleh Menteri
Perindustrian.
Sebagian dari daftar bahan berbahaya dan beracun tercantum pada
lampiran keputusan tersebut.
Sedangkan menurut Kep Menaker No. 187 tahun 1999 mengenai bahan kimia
berbahaya. Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal
atau campuran yang berdasarkan sifat kimia dan atau fisika dan atau
toksikologi berbahaya terhadap tenaga kerja, instansi, dan lingkungan hidup.
Pada Pasal 9 disebutkan bahwa bahan tergolong B3 meliputi :
a. Bahan beracun, yaitu Bahan kimia beracun dalam hal pemajangan melalui :
- Mulut LD50 > 25 mg/kg atau £ 200 mg/kg
- Kulit LD50 > 25 mg/kg atau £ 400 mg/kg
- Pernapasan LD50 > 0,5 mg/kg atau £ 2 mg/kg
b. Bahan sangat beracun
Bahan kimia sangat beracun dalam hal pemajangan melalui:
- Mulut LD50 < 25 mg/kg
- Kulit LD50 < 50 mg/kg
- Pernapasan LD50 < 0,5 mg/kg
c. Cairan mudah terbakar
Cairan mudah terbakar dalam hal titik nyala > 21oC dan titik didih < 55oC
pada tekanan 1 atm.
d. Cairan sangat mudah terbakar.
Cairan sangat mudah terbakar dalam hal titik nyala < 21oC dan titik didih >
20oC pada tekanan 1 atm.
e. Gas mudah terbakar
Gas mudah terbakar dalam hal titik didih < 20oC pada tekanan 1 atm.
Seperti gas alam, hidrogen, asetilin, etilin oksida.
f. Bahan mudah meledak
g. Bahan reaktif
Bahan kimia termasuk kriteria reaktif apabila bahan tersebut :
- bereaksi dengan air mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar.
Seperti: alkali (Na, K) dan alkali tanah (Ca) aluminium tribromida, CaO,
sulfuril khlorida
- bereaksi dengan asam mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar,
atau beracun atau korosif. seperti : KClO3, KMnO4, Cr2O3
h. Bahan kimia termasuk kriteria oksidator
Apabila reaksi kimia atau penguraiannya menghasilkan oksigen yang dapat
menyebabkan kebakaran.
Seperti : Anorganik (ClO3- , MnO4-, Cr2O7-2, H2O2, IO3-, S2O8-2
Organik ( Bensil peroksida, Etroksida, Asetil peroksida)
Selanjutnya menurut PP No. 18/1999, limbah B3 dikelompokkan
berdasarkan sumbernyadikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Limbah dari sumber spesifik.
Limbah B3 ini merupakan sisa proses suatu industri atau kegiatan tertentu.
b. Limbah dari sumber yang tidak spesifik.
Untuk limbah B3 ini berasal bukan dari prosesutamanya, misalnya dari
kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor, korosi, ada perak,
pengemasan dan lain-lain.
c. Limbah B3 dari bahan kadaluarsa tumpahan, sisa kemasan, atau buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Limbah jenis ini tidak memenuhi
spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatan kembali, sehingga
memerlukan pengelolaan seperti limbah B3 lainnya.
3. Peraturan Pengelolaan Limbah B3
Pelaku manajemen limbah B3 yang diatur dalam PP-18/1999 atau PP-
85/1999:
Penghasil
Pengumpul
Pengangkut
Pemanfaat
Pengolah
Penimbun Akhir
a) Kewajiban Penghasil Limbah B3 (PP 18 atau PP 85 Tahun 1999)
Dilarang membuang limbah B3 secara langsung ke lingkungan –
pasal 3.
Dilarang melakukan pengenceran untuk maksud menurunkan zat
racun dan bahaya limbah B3 – pasal 4.
Melakukan reduksi , mengolah dan/atau menimbun limbah B3 sesuai
dengan persyaratan/teknologi yang ada – pasal 9(1).
Dapat mengekspor limbah B3, jika tidak mampu diolah di dalam
negeri – pasal 9(3).
Penyerahan limbah B3 ke pihak lain tidak mengurangi tanggung
jawab penghasil limbah B3 untuk mengolah limbah B3 yang
dihasilkannya – pasal 9(5).
Dapat menyimpan limbah B3 paling lama 90 hari sebelum diserahkan
ke pengumpul/pemanfaat/pengolah/penimbun (jika limbah B3> 50 kg
per hari) – pasal 10.
Mencatat waktu penyerahan dan identitas pengangkut/ pemanfaat /
pengolah / penimbun – pasal 11(1).
Pelaporan minimal setiap 6 bulan kepada KLH, tembusan ke Bupati /
Walikotamadya ybs – pasal 11(2).
b) Kewajiban Pengumpul Limbah B3 (PP 18 jo. 85 Tahun 1999)
Membuat catatan tentang: – pasal 13 (1).
Jenis, karakteristik, jumlah limbah B3 dan waktu diterimanya
limbah B3 dari penghasil limbah B3.
Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbah B3
kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah
B3.
Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman ke
pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3.
Pelaporan minimal setiap 6 bulan kepada KLH, tembusan ke
Bupati/Walikotamadya ybs – pasal 13 (2).
Dapat menyimpan limbah B3 paling lama 90 hari sebelum diserahkan
ke pemanfaat/pengolah/penimbun – pasal 14.
Kewajiban Pengangkut Limbah B3
Penghasil dapat bertindak sebagai pengangkut, wajib memenuhi
ketentuan sebagai pengangkut – pasal 15.
Penangkutan limbah B3 wajib disertai dokumen limbah B3 – pasal
16.
Dokumen limbah B3 mengacu pada Kep-02/BAPEDAL/09/1995.
Rekomendasi dari KLH, izin dari Departemen Perhubungan.
c) Kewajiban Pemanfaat Limbah B3
Dapat menyimpan limbah B3 sebelum dimanfaatkan maksimum 90
hari – pasal 20.
Penghasil dapat bertindak sebagai pemanfaat.
Jika menghasilkan limbah B3, maka wajib memenuhi ketentuan
sebagai penghasil limbah B3.
Jika melakukan pengangkutan, wajib memenuhi ketentuan sebagai
pengangkut limbah B3.
Wajib mencatat sumber limbah/jenis/karakteristik/jumlah limbah B3
yang dikumpulkan/dimanfaatkan dan produk yang dihasilkan serta
identitas pengangkut .
Pelaporan minimal setiap 6 bulan ke KLH , tembusan ke
Bupati/Walikotamadya ybs – pasal 22.
d) Kewajiban Pengolah Limbah B3
Memiliki izin Bapedal (PT PPLi: Kep-67/Bapedal/05/1994).
Dapat dilakukan oleh penghasil.
Menyimpan limbah B3 yang akan diolah / dihasilkan maksimum 90
hari – pasal 23.
Mencatat sumber, jenis, karakteristik, jumlah limbah yang diolah.
Melaporkan kegiatan pengolahan limbah B3 minimal setiap 6 bulan
ke KLH, tembusan ke Bupati / Walikotamadya dan Gubernur – pasal
24.
Melakukan pemantauan dan melaporkannya setiap 3 bulan ke
MenLH, tembusan Bupati/Walikotamadya dan Gubernur.
Memiliki sistem tanggap darurat.
e) Kewajiban Penimbun Limbah B3
Memiliki izin operasi dari Bapedal.
Memenuhi persyaratan lokasi.
Memenuhi persyaratan Landfill.
Memenuhi tatacara & persyaratan penimbunan limbah B3.
Memenuhi persyaratan bagi lokasi bekas penimbunan limbah B3.
Memiliki sistem tanggap darurat
4. Penanganan Limbah B3
a) Pra-penanganan Limbah B3
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum menangani limbah B3:
1. Lakukan karakterisasi limbah B3 dan pahami hasil analisanya.
2. Siapkan APD yang sesuai dan perlengkapan penanganan
tumpahan.
3. Siapkan prosedur penanganan dan lokasi penyimpanan, meliputi:
Jumlah limbah yang dihasilkan per hari atau shift.
Jenis kemasan yang diperlukan.
Lokasi dan persyaratan penyimpanan.
4. Sosialisasikan ke semua pihak yang terkait.
b) Penanganan Limbah B3
Meliputi:
Pengemasan
Pemberian Simbol dan Label
Penyimpanan
Pengangkutan
5. Pengemasan dan Penyimpanan Limbah B3
Pengemasan (packaging) juga diatur dan perlu dicantumkan dalam surat
pengangkutan. Alat pengemas dapat berupa: drum baja, kotak kayu, drum fiber,
botol gelas dan sebagainya.
Pengemasan yang baik mempunyai kriteria:
Bahan tersebut selama pengangkutan tidak terlepas ke luar
Keefektifannya tidak berkurang
Tidak terdapat kemungkinan pencampuran gas dan uap
Terdapat 3 jenis kelompok pengemasan, yaitu:
- Kelompok I : derajat bahaya besar
- Kelompok II : derajat bahaya sedang
- Kelompok III : derajat bahaya kecil.
Pengemas dan Pewadah Limbah B3 Versi Kep No.01/Bapedal/09/1995:
Di Indonesia, ketentuan tentang pengemasan dan pewadahan limbah B3
diatur dalam Kep. No.01/Bapedal/09/1995. Ketentuan dalam bagian ini berlaku
bagi kegiatan pengemasan dan pewadahan limbah B3 di fasilitas:
a. Penghasil, untuk disimpan sementara di dalam lokasi penghasil;
b. Penghasil, untuk disimpan sementara di luar lokasi penghasil tetapi tidak
sebagai pengumpul;
c. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengolah;
d. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau penimbunan;
Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti mengetahui
karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang dihasilkan/dikumpulkan. Apabila
ada keragu-raguan dengan karakteristik limbahnya, maka harus dilakukan
pengujian. Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang sama secara terus
menerus, maka pengujian dapat dilakukan sekurang-kurangnya satu kali. Apabila
dalam perkembangannya terjadi perubahan kegiatan yang diperkirakan
mengakibatkan berubahnya karakteristik limbah yang dihasilkan, maka terhadap
masing-masing limbah B3 hasil kegiatan perubahan tersebut harus dilakukan
pengujian kembali terhadap karakteristiknya.
Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan
karakteristik limbah B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi
kemanan dan kemudahan dalam penanganannya. Kemasan dapat terbuat dari
bahan plastik (HPDE, PP atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon,
SS304, SS316, atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan
tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya.
7. Penyimpanan
Penyimpanan kemasan menurut Keputusan Bapedal
No.01/Bapedal/09/1995 dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2
(dua) x 2 (dua) kemasan, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh
terhadap setiap kemasan. Dengan demikian jika terdapat kerusakan kecelakaan
dapat segera ditangani. Lebar gang antar blok minimal 60 cm untuk memudahkan
petugas melaluinya, sedang lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkut
(forklift) disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya.
Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan
kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan
maksimum adalah 3 lapis dengan tiap lapis dialasi palet, dan setiap palet
mengalasi 4 drum. Jika tumpukan lebih dan 3 lapis atau kemasan terbuat dari
plastik, maka harus dipergunakan rak. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan
jarak blok kemasan terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan
tidak boleh kurang dari 1 m.
Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan
tangki dengan ketentuan sebagai berikut:
- Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran pembuangan
yang menuju bak penampung.
- Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal
110% dan kapasitas maksimum volume tangki
- Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi di
daerah tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain.
- Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan
secara langsung.
8. Pengangkutan
Dasar Peraturan dari Keputusan Menteri Perhubungan No. 69 Tahun 1993:
Pasal 11,12, 13, 14 dan 15 dan SK DirJen. HubDar No. 725/AJ/DRJD/2004:
Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Jalan.
Tata cara dan persyaratan teknis pengangangkutan (darat dan laut) belum ada
peraturannya. Untuk pengangkutan, US-EPA tidak membedakan antara
pengangkutan B3 dan limbah B3.
Syarat Pengangkutan Limbah B3 yaitu dengan.
Syarat kendaraan:
Layak jalan.
Desain sesuai dengan karakteristik bahan yang diangkut.
Dilengkapi alat tanggap darurat dan
identifikasi/komunikasi.
Memiliki izin dari Departemen Perhubungan.
Syarat pengemudi: Syarat umum, telah melalui pelatihan khusus,
bersertifikat.
Syarat Perusahaan:
Memiliki sistem manajemen pengangkutan
Memiliki sarana tanggap darurat
Mendapat rekomendasi BAPEDAL/KLH