Anda di halaman 1dari 22

2.

1 Biogas
Menurut Wahyuni, (2010: 18) Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri
metanogonik yang terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi
anaerob. Pada umumnya biogas terdiri atas gas metana (CH 4) 50% - 70%, gas karbon dioksida
(CO2) 30% - 40%, hidrogen (H2) 5% - 10%, dan gas-gas lainnya dalam jumlah yang sedikit.
2.1.1 Rasio C/N
Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat pada bahan organik yang
dinyatakan dalam terminologi rasio karbon / nitrogen (C/N).

Menurut Sri Wahyuni (2010:

24), apabila rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan bebas dan berakumulasi dalam bentuk
amoniak (NH4). NH4 akan meningkatkan pH bahan di dalam biodigester. (Uli Werner dalam
Suyitno, 2010: 3) Mengatakan perbandingan bahan organik C dan N dalam bahan biogas
merupakan faktor penting untuk berkembangnya bakteri yang akan menguraikan bahan organik
tersebut. Pada perbandingan C/N lebih dari 43, akan mengakibatkan kerja bakteri terhambat
(Denis dalam Suyitno, 2010: 3).
(Suyitno dkk, 2010: 3) Mengatakan parameter ini bukan jaminan satu-satunya untuk
kualitas biogas yang tinggi, karena masih terdapat beberapa parameter lain yang harus
diperhatikan khususnya pada reaktor biogas (Biodigester).
Tabel 2.1. Rasio C/N untuk Beberapa Bahan organik.

Jenis Kotoran
Urin

Rasio C/N
0.8

Kotoran sapi

10 20

Kotoran babi

9 13

Kotoran ayam

58

Kotoran kambing

30

Kotoran manusia

Jerami padi

80 140

Jerami jagung

30 65

Rumput hijau

12

Sisa sayuran

35

Sumber: Uli Werner dalam Suyitno, ( 2010: 4)

Kotoran hewan khususnya kotoran sapi, mempunyai mempunyai rata-rata rasio C/N sekitar
24. Limbah pertanian seperti jerami dan limbah gergajian mengandung persentase karbon yang
sangat tinggi. Bahan dengan rasio C/N tinggi di campur dengan bahan rasio C/N nya rendah,
sehingga didapatkan rata-rata rasio campuran input pada tingkat yang dikehendaki.
Tabel 2.2 Spesifikasi Kotoran Sapi dengan Bobot Total 635 kg.
Spesifikasi

Sapi dengan bobot 635 kg

Kotoran
Kotoran urin

50.8 kg
51.1 liter

Padatan total (total solid, TS)

6.35 kg

Padatan Volatil (volatile solid, VS)

5.4 kg

Sumber : Suyitno dkk, (2010)

Tabel 2.2 menunjukkan spesifikasi kotoran sapi yang dihasilkan dari sapi dengan bobot
waktu hidup 635 kg untuk tiap harinya. Besarnya padatan total (TS) umumnya dapat juga
diperkirakan sekitar 10 15% dari massa kotoran awal

Beberapa peneliti mengusulkan metode lain untuk menentukan jumlah kotoran yang
dihasilkan dari mahluk hidup. Metode yang diusulkan adalah dengan membuat persentasi dari
bobot mahluk hidup tersebut yaitu:
a. Untuk sapi dengan bobot 135 800 kg dan kerbau dengan bobot 340 420 kg dapat
menghasilkan kotoran 5% dan urin 4 5% dari bobot tersebut.
b. Untuk babi dengan bobot 30 75% kg dapat menghasilkan kotoran sebanyak 2% dan
urin 3% dari bobot tersebut.
c. Untuk domba atau kambing dengan bobot 30 100 kg dapat menghasilkan kotoran
sebanyak 3% dan urin 1 1.5% dari bobot tersebut.
d. Untuk ayam dengan bobot 1.5 2 kg dapat menghasilkan kotoran sebanyak 4.5% dari
bobotnya.
e. Untuk manusia dengan bobot 50 80 kg dapat menghasilkan kotoran sebanyak 1% dan
urin 2% dari bobotnya.
Dari jumlah kotoran yang dihasilkan, yang berperan dalam menghasilkan biogas adalah
padatan total (TS). Didalam padatan solid terdapat padatan volatile (VS). Komponen dari
padatan volatile (VS) secara umum terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, kanji, protein, eter,
amonia dan asam. Komponen terbesar dari VS adalah selulosa sebagaimana dapat dilihat pada
tabel 2.3. Dengan mengingat bahwa TS dari kotoran hewan tidak jauh dari 10%, maka dalam
biodigester perlu ditambahkan beberapa sisa makanan selain yang mengandung C/N tinggi
maupun yang mempunyai potensi produksi biogas yang tinggi karena mengandung TS yang
tinggi.
Tabel 2.3 Komponen Padatan Volatil (VS)
Komponen

% TS

Selulosa

31

Hemiselulosa

12

Lignin

12.2

Kanji

12.5

Protein

12.5

Eter

2.6

Amonia

0.5

Asam

0.1

Total

83.4

Sumber : Uli Werner dalam Suyitno, (2010: 6)

Tabel 2.4 TS Beberapa Material Organik Lain selain Kotoran Hewan


Material

TS %

VS %

Jerami padi

89

93

Jerami gandum

82

94

Jerami jagung

80

91

Rumput segar

24

89

Bagase

65

78

Sisa sayuran

12

86

Sumber : Uli Warner dalam Suyitno, (2010: 7)

Pada tabel 2.4 menunjukkan TS beberapa bahan organik dan penting untuk diperhatikan,
bahwa konsentrasi TS hendaknya dijaga agar tidak lebih dari 15%, karena akan menghambat
metabolisme. Pada saat memasukkan material organik ke dalam biodigester wajib ditambahkan

sejumlah air. Fungsi air di sini selain mempertahankan TS < 15%, juga untuk mempermudah
proses pencampuran dan proses mengalirnya material organik kedalam biodigester. Fungsi
lainnya adalah untuk mempermudah aliran gas yang terbentuk di bagian bawah dapat mengalir
ke bagian atas biodigester.
Dalam kotoran terdapat juga zat yang membantu dalam proses pembentukan gas yaitu
selulosa dan hemiselulosa yang dapat diuraikan oleh bakteri dalam biodigester, sedangkan lignin
tidak dapat diuraikan. Biomassa termasuk bahan organik yang mengandung lignin dalam jumlah
yang besar, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Kadar Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin dalam Biomassa
Meterial

Selulosa (%)

Hemiselulosa (%)

Lignin (%)

40 50

15 25

15 - 30

45

35

15

Jerami jagung

32.1

24

18

Bagase

33.4

30

18.9

15 20

80 85

Jerami gandum

30

50

15

Rumput

45

31.4

12

Kayu
Tongkol jagung

Dedaunan

Sumber : Suyitno, (2007: 7)

Jika beberapa material organik yang mengandung lignin yang tinggi, maka bahan organik
tersebut,maka akan menghasilkan biogas dalam jumlah rendah.
2.1.2 Pengadukan

Pengadukan dilakukan untuk menjaga total partikel padat, yang akan mengendap pada dasar
biodigester. Jika terlalu pekat, partkel-partikel tersebut menghambat aliran gas yang terbentuk di
bagian bawah digester. Sehingga mengakibatkan produksi gas lebih sedikit. Untuk
mempermudah pemahamnan akan dibahas satu contoh bahan organik yang digunakan, yaitu
kotoran sapi. Sebelum dimasukkan ke dalam biodigester, kotoran sapi dalam keadaan segar
dicampur air dengan perbandingan (1:1). Namun, jika kotoran sapi kering, jumlah air harus
ditambah sampai kekentalan yang diinginkan, perbandingan bervariasi antara (1:1.25 sampai
1:2).
2.1.3 Proses Fermentasi
Menurut Wahyuni (2010: 25) proses fermentasi atau proses percernaan mengacu berbagai
reaksi dan dimasukkan ke dalam pencerna sebagai input. Ini adalah phisio-kimia yang komplek
dan proses biologis yang melibatkan beberapa faktor dan tahapan bentuk. Penghancuran input
yang merupakan bahan organik dicapai dalam tiga tahapan, yaitu hidrolisa, acidification,
methanization.
1. Hidrolisa atau hidrolisis.
Pada tahap hidrolisis, bahanbahan organik yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan
bahan yang ekstraktif seperti protein, karbohidrat dan lipida akan terurai menjadi
senyawa dengan rantai yang lebih pendek. Pada tahap hidrolisis, mikroorganisme yang
berperan adalah enzim ekstraseluler seperti, selulose, protese dan lipase.
CH3COOH

CH4

Asam asetat

Metana

CO2
Karbondioksida

2. Acidification atau tahap pengasaman.


Pada tahap pengasaman, bakteri akan menghasilkan asam yang berfungsi untuk
mengubah senyawa pendek hasil hidrolisis menjadi asam asetat (CH 3COOH), H2 dan
CO2. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh pada keadaan asam,
yaitu dengan pH 5, 5 - 6, 5. Bakteri ini bekerja secara optimum pada temperatur sekitar

30oC. Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon
yang diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Untuk terjadinya metabolisme
yang merata, diperlukan pencampuran yang baik dengan konsentrasi air > 60%. Selain
itu, bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol,
asam organik, asam amino, CO2, H2S dan sedikit gas CH4.
2CH3CH2OH + CO2
Etanol

Karbondioksida

CH4 + 2CH3COOH
Metana

Asam asetat

3. Methanization atau tahap pembentukan gas CH4


Pada tahap pembentukan gas CH4, bakteri yang berperan adalah bakteri methnogenesis
atau bakteri metana, methanobacillus dan methanococcus. Bakteri ini membutuhkan
kondisi digester yang benar-benar kedap udara dan gelap. Temperatur dimana bakteri ini
bekerja secara optimum pada temperatur 35 oC dan sangat sensitif terhadap perubahan
temperatur sekitar 2 3oC dan kisaran pH adalah 6, 5 - 7, 5. Pada akhir metabolisme
dihasilkan CH4 dan CO2 dari gas H2, CO2 dan asam asetat yang dihasilkan pada tahap
pengasaman. Perlu diketahui bahwa pada kotoran sapi terdapat banyak bakteri metana,
sehingga sangat baik untuk stater.
Dari persamaan atau reaksi kimia diatas, menunjukkan bahwa produk hasil sampingan dan
produk yang dihasilkan pada proses pencernaan input dalam kondisi anaerob sebelum produk
akhir (metana) diproduksi. Secara jelas, banyak faktor yang memfasilitasi dan menghambat
proses pembentukan metana, faktor-faktor tersebut antara lain:
A. Nilai Derajat Keasaman (pH)
Menurut (Suyitno dkk, 2010: 22) Bakteri alami pengurai bahan organik dapat
berkembang dengan baik pada keadaan yang asam, yaitu pH antara 6.6 7.0. Beberapa
peneliti menyarankan bahwa produksi biogas yang optimum diperlukan kondisi yang
basa dengan pH antara 7 8,5. Namun demikian perbedaan tersebut tidak terlalu menjadi

masalah, karena selama proses proses fermentasi anaerob, pH dalam biodigester akan
berada angka pH sekitar 7.
Selain itu, derajat keasaman (pH) dalam biodigester sangat dipengaruhi oleh bahan
organik, karena pada tahap awal fermentasi dapat terbentuk asam, maka pH akan turun.
Beberapa peneliti menyarankan untuk menambahkan larutan kapur (CaOH2) atau kapur
(CaCO3) supaya pH kembali naik ke angka sekitar 7.0. Jika pH turun di bawah 6.2, maka
bakteri methanogen akan keracunan dan akibatnya produksi biogas akan turun.
B. Suhu
Tujuan utama dari pembuatan biodigester adalah membuat suatu tempat kedap udara,
supaya bahan organik dapat terurai secara biologi yaitu dengan bantuan bakteri alami.
Bakteri methanogen dalam keadaan tidak aktif pada suhu ekstrim tinggi maupun rendah.
Suhu optimum yaitu 35oC, ketika suhu udara turun sampai 10o C produksi gas menjadi
terhenti. Menurut (Suyitno dkk, 2010: 21) Mengatakan pada saat pembuatan biodigester
perlu diperhitungkan beberapa hal, yaitu
1. Lingkungan anaerob
Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan anaerob yaitu tidak terjadi kontak langsung
dengan oksigen (O2). Udara mengandung O2 sebanyak 21%, sehingga jika memasuki
biodigester dapat menyebabkan penurunan produksi gas metana.
2. Temperatur dalam biodigester
Secara umum terdapat tiga rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri,yaitu:
a. Bakteri fermentasi psycrophilic
Bakteri ini hidup pada temperatur 8 25 oC dan biasanya bakteri ini berkembang pada
negara-negara subtropis atau beriklim dingin. Kondisi optimumnya pada temperatur
15 18oC dan waktu penyimpanan (retention time) dalam biodigester adalah lebih
dari 100 hari.

b. Bakteri fermentasi mesophilic


Bakteri ini hidup pada temperatur 35 37 oC dan biasanya bakteri ini berkembang
pada negara-negara topis seperti Indonesia. Bakteri ini bekerja optimum adalah pada
kisaran suhu 35 45oC dan waktu penyimpanan (retention time) dalam biodigester
adalah lebih dari 30 -60 hari.
c. Bakteri fermentasi thermophilic
Bakteri ini hidup pada temperatur 53 55 oC dan biasanya bakteri ini berkembang
tinggi, umumnya digunakan hanya untuk mengurai material dan bukan untuk
menghasilkan biogas. Waktu penyimpanan (RT) dalam biodigester adalah lebih dari
10 16 hari.

C. Laju Pengumpanan
Laju pengumpanan adalah jumlah bahan yang dimasukkan ke dalam biodigester per unit
perhari. Pada umumnya, 6 kg kotoran sapi per m 3 volume biodigester adalah
direkomendasikan pada pengolahan kotoran sapi. Apabila terjadi pemasukan bahan yang
berlebihan, akan terjadi akumulasi asam dan produksi metana akan terganggu.
Sebaliknya, bila pengumpanan kurang dari kapasitas biodigester, produksi gas juga
menjadi rendah.
D. Waktu Tinggal atau HRT (Hidraulic Retention Time)
Menurut Teodorita Al seadi et all (2008: 28) mengatakan, parameter penting dalam
pengukuran biodigester biogas adalah waktu penyimpanan atau waktu tinggal (HRT).
Hidraulic Retention Time (HRT) adalah rata-rata jarak atau selang waktu ketika bahan
disimpan di dalam tangki biodigester. Waktu tinggal dalam biodigeseter adalah rata-rata
periode waktu saat input masih berada dalam biodigester dan proses fermentasi oleh

bakteri methanogen (Sri Wahyuni, 2013: 27). Waktu penyimpanan harus cukup lama,
untuk memastikan bahwa jumlah mikroorganisme yang keluar dengan kotoran di dalam
digester tidak lebih besar dari pada jumlah reproduksi mikroorganisme. Penggandaan
perbandingan bakteri anaerob biasanya 10 hari atau lebih. HRT yang pendek
mengakibatkan jumlah aliran bahan yang baik, tetapi menghasilkan gas yang lebih
sedikit.
Oleh sebab itu, penting untuk mengubah HRT kedalam proses pembusukan bahan biogas
yang lebih spesifik terhadap rata-rata komposisi bahan. Untuk mengetahui waktu tinggal
(HRT), memasukan bahan setiap hari dan laju pembusukan bahan biogas dengan cara
menghitung volume biodigester.

E. Toxicity
Ion mineral, logam berat dan deterjen adalah beberapa material racun yang
mempengaruhi pertumbuhan normal bakteri potogen di dalam biodigester. Ion mineral
dalam jumlah kecil (sodium, potasium, kalsium, amonium dan belerang) juga
merangsang pertumbuhan bakteri. Namun, bila ion-ion ini dalam konsentrasi tinggi akan
berakibat meracuni. Dalam pembuatan biogas harus diperhatikan tentang konsentrasi
maksimum beberapa zat yang diijinkan dalam biodigester. Pada tabel 2.6 menunjukkan
batasan beberapa zat yang diijinkan dalam biodigester.
Tabel 2.6 Batasan konsentrasi beberapa zat yang diijinkan terdapat dalam biodigester.
Zat

Konsentrasi (mg/l)

Tembaga

10 250

Kalsium

8000

Sodium

8000

Magnesium

3000

Nikel

100 1000

Seng

350 1000

Chromium

200 2000

Sulfur
Cyanide

200
2

Sumber : Werner Kossmann dalam Suyitno, (2010: 23)

F. Slurry
Slurry adalah limbah keluaran berupa lumpur dari lubang pengeluaran biodigester setelah
mengalami proses fermentasi oleh bakteri metana dalam kondisi anaerob. Setelah
ekstraksi biogas, slurry dari biodigester sebagai produk sampingan dari sistem
pencernaan secara aerob. Kondisi ini dapat dikatakan manur dalam keadaan stabil dan
bebas pathogen, serta dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan
meningkatkan produksi tanaman.

2.2 Biodigester
Biodigester merupakan komponen utama dalam produksi biogas. Biodigester merupakan
tempat dimana material organik terurai oleh bakteri secara anaerob atau tanpa udara menjadi gas
CH4 dan CO2. Biodigester harus dirancang sedemikian rupa, sehingga proses fermentasi anaerob
dapat berjalan dengan baik. Pada umum biogas dapat terbentuk pada 4 5 hari setelah digester
diisi. Produksi biogas yang banyak umumnya terjadi pada 20 25 hari dan kemudian
produksinya akan turun jika biodigester tidak diisi kembali.
Selama proses penguraian secara anaerob, komponen nitrogen berubah menjadi amoniak,
komponen belerang menjadi H2S, dan komponen fosfor berubah menjadi orthophosphates.

Beberapa komponen lain seperti kalsium, magnesium, sodium berubah menjadi jenis garam
(Dennis dalam Suyitno, 2010: 15)
2.2.1

Tujuan pembuatan biodigester

a. Mengurangi padatan.
Kerena padatan terurai menjadi gas dan tidak semua padatan terurai, maka tujuan dari
proses fermentasi adalah mengurangi jumlah padatan.
b. Membangkitkan energi.
Sebagaimana diketahui, target utama dari proses fermentasi adalah menghasilkan gas
CH4 yang mengandung energi 50 MJ/kg. Semakin besar kandungan CH 4 dalam biogas,
semakin besar kandungan energi dalam biogas.
c. Mengurangi bau dari kotoran.
Biogas dapat ditujukan untuk mengurangi bau dan bukan menghilangkan bau dari
kotoran. Setidaknya dengan pembuatan biodigester, bau yang dihasilkan selama proses
fermentasi dapat diarahkan supaya tidak mengganggu kenyamanan manusia.
d. Menghasilkan air buangan yang bersih. Sebagaian air setelah proses fermentasi harus
dikeluarkan. Bersihnya air buangan ini menjadi sangat penting, jika digunakan untuk
pupuk cair. Sebagian lagi air buangan juga dapat dikembalikan lagi ke dalam digester.
e. Menghasilkan padatan yang mengandung unsur hara sebagai pupuk.
Padatan yang tidak terurai menjadi gas dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, asalkan masih
mengandung bahan gizi yang baik. Padatan yang dihasikan harus dijaga dari zat-zat yang
berbahaya.
2.2.2

Jenis-jenis reaktor / biodigester biogas

Reaktor biogas di Indonesia sudah dikembangkan diberbagai daerah. Adapun pada


prinsipnya terdapat empat tipe digester yang dikembangkan, yaitu sebagai berikut:
a. Reaktor kubah tetap (fixed dome)

Gambar 2.1 Reaktor kubah tetap (fixed dome)


Sumber: Wahyuni (2013: 34)

Reaktor kubah tetap (fixed dome) disebut juga sebagai reaktor cina. Dinamakan
demikian, karena reaktor ini dibuat pertama kali di Cina sekitar tahun 1930-an. Reaktor
tipe ini ada dua bagian, yaitu biodigester sebagai tempat pencerna material biogas dan
sebagai rumah bagi bakteri, baik untuk pembentukan asam ataupun bakteri pembentuk
gas metan.
b. Reaktor floating drum.

Gambar2.2 Reaktor floating drum.


Sumber: Wahyuni (2013: 33)

Reaktor jenis terapung (floating) pertama kali dikembangkan di India pada tahun 1937,
sehingga dinamakan dengan reaktor India. Memiliki bagian biodigester yang sama
dengan reaktor kubah, tetapi perbedaanya terletak pada bagian penampung gas yang
menggunakan peralatan bergerak dari drum. Keuntungan dari reaktor ini adalah dapat
dilihat secara langsung volume gas yang tersimpan pada drum karena pergerakkannya.
Sementara itu, kerugiannya adalah biaya material kontruksi dari drum yang lebih mahal
dan faktor korosi pada drum juga menjadi masalah, sehingga bagian penampun gas pada
reaktor ini memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan dengan menggunakan tipe
kubah.
c. Reaktor balon.

Gambar 2.3 Reaktor balon


Sumber: Wahyuni (2013: 33)

Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang digunakan pada skala rumah tangga. Reaktor
ini menggunakan bahan plastik, sehingga lebih efisien dalam penanganan dan perubahan
tempat biogas.
d. Reaktor fiberglass.

Gambar 2.4 Reaktor fiberglass


Sumber: Wahyuni (2013: 45)
Reaktor bahan fiberglass merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan pada skala
rumah tangga dan skala industri. Reaktor ini terdiri atas satu bagian yang berfungsi
sebagai biodigester sekaligus penyimpanan gas yang masing-masing bercampur dalam
satu ruangan tanpa sekat.
Menurut Suyitno (2010: 17) dari segi aliran bahan baku untuk reaktor biogas, biodigester
dibedakan dari jenis pengisiannya, antara lain:
a. Tipe batch feeding.
biodigester tipe ini adalah jenis biodigester yang pengisian bahan organik dengan
campuran bahan organik dan air dilakukan sekali sampai penuh, kemudian ditunggu
sampai biogas dihasilkan. Setelah biogas tidak berpoduksi lagi atau produksinya sangat
rendah, maka bahan organik didalam biodigester dikeluarkan dan diganti dengan bahan
organik yang baru.

b. Tipe continues feeding.


Biodigester tipe ini adalah jenis biodigester yang pengisian bahan organiknya dilakukan
setiap hari dalam jumlah tertentu. Pada pengisian awal, digester diisi penuh dan ditunggu
sampai biogas diproduksi.
2.2.3 Komponen utama biodigester
Komponen-komponen biodigester cukup banyak dan sangat bervariasi. Komponen yang
digunakan untuk membuat biodigester tergantung pada jenis biodigester yang digunakan dan
tujuan pembuatan biodigester. Selain komponen utama tersebut, perlu ditambahkan beberapa
komponen pendukung untuk menghasilkan biogas yang jumlahnya banyak dan aman.
A. Saluran Masuk Media
Saluran ini biasanya digunakan untuk memasukkan media atau campuran bahan biogas
dan air ke dalam reaktor. Tujuan pencampuran adalah untuk memaksimalkan produksi
gas, memudahkan mengalirnya bahan baku, dan menghindari terbentuknya endapan pada
saluran masuk.
B. Ruang Biodigester atau Ruang Fermentasi
Ruangan biodigeseter berfungsi sebagai tempat terjadinya proses fermentasi dan dibuat
kedap udara. Ruangan ini juga dilengkapi dengan penampung gas. Biodigester
merupakan komponen utama dalam produksi biogas. Suyitno dkk, (2010: 13)
Mengatakan biodigester merupakan tempat dimana material organik diuraikan oleh
bakteri secara anaerob atau tanpa udara menjadi gas CH4 dan CO2. Pada umumnya,
biogas dapat terbentuk pada 4-5 hari setelah biodigerter diisi. Produksi biogas umumnya
terjadi pada 20-25 hari dan kemudian produksinya turun jika biodigester tidak diisi
kembali.
C. Saluran Keluaran Residu (Slurry)

Fungsi saluran ini adalah untuk mengeluarkan kotoron (slurry) yang telah mengalami
proses fermentasi oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip kesetimbangan
tekanan hidrostatik. Residu yang pertama kali adalah merupakan lumpur (slurry)
masukan pertama setelah waktu retensi. Lumpur (slurry) yang keluar sangat baik untuk
pupuk, karena mengandung kadar nutrisi yang tinggi.
D. Tangki Penyimpan Biogas
Tujuan dari tangki penyimpan gas adalah untuk menyimpan biogas yang dihasilkan dari
proses digestion. Jenis tangki penyimpan biogas ada 2 jenis, yaitu tangki bersatu dengan
unit reaktor (fixed dome) dan terpisah dengan reaktor (floating drum). Untuk tangki
terpisah, kontruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan yang terdapat dalam
tangki seragam.
E. Katup Pengaman Tekanan (Control Valve)
Fungsi dari katup pengaman adalah sebagai pengaman biodigester dari lonjakan tekanan
biogas yang berlebihan. Bila tekanan biogas dalam tabung penampung biogas lebih tinggi
dari tekanan yang diijinkan, maka biogas akan terbuang keluar dan selanjutnya tekanan
biogas akan turun kembali. Katup pengaman tekanan cukup penting dalam reaktor biogas
yang besar dan sistem kontinyu, karena pada umunya biodigester dibuat dari material
yang tidak tahan pada tekanan yang tinggi, supaya biaya pembuatan biodigester tidak
mahal.
F. Saluran Biogas
Tujuan dari saluran gas adalah untuk mengalirkan biogas yang dihasilkan dari
biodigester. Bahan untuk saluran gas disarankan terbuat dari polimer untuk menghindari
korosi, karena korosi bisa mengakibatkan kebocoran gas. Kebocoran biogas dapat
berbahaya, karena dapat menimbulkan kebakaran. Untuk pembakaran gas pada tungku,
pada ujung saluran pipa dapat disambung dengan pipa yang terbuat dari logam, supaya
tahan terhadap temperatur pembakaran yang tinggi.

G. Pengaduk
Tujuan pengadukan adalah untuk mengurangi pengendapan dan penyediaan populasi
bakteri yang seragam, sehingga bakteri tidak mati (Suyitno dkk, 2010: 20). Menurut
Athanasius P Bayuseno (2009: 7), pengadukan bertujuan untuk mengaduk bubur yang
ada dalam reaktor, sehingga terjadi homogenitas pada bubur dan terjadi sirkulasi gas
dalam tabung reaktor.
Pada saat melakukan proses pengadukan, hendaknya dilakukan dengan pelan.
Sebagaimana diketahui bahwa tumbuhnya bakteri membutuhkan media yang cocok.
Media yang cocok sendiri terbentuk dari bahan organik secara alami dan membutuhkan
waktu tertentu (Retention Time), sehingga pengadukan yang terlalu cepat dapat membuat
proses fermentasi terhambat. Tidak ada panduan yang pasti seberapa lambat pengadukan
dilakukan dan bagaimana frekuensinya, karena proses pengadukan sangat tergantung dari
bahan baku yang digunakan. Untuk bahan baku yang larut dengan air dan tidak
membentuk stratifikasi justru tidak diperlukan adanya pengadukan.
2.2.4 Perancangan Biodigseter
Suyitno dkk (2010: 26) melakukan penelitian tentang ukuran biodigester tergantung dari
kuantitas, kualitas bahan organik, jenis bahan organik yang ada dan temperatur proses
fermentasi. Pada pembuatan biodigester skala rumah tangga tipe floating drum banyak hal yang
harus diperhatikan, terutama volume bahan organik dan volume penampung gas. Pada umumnya,
pembuatan biodigester tipe floating drum ini menggunakan drum besi dan membutuhkan biaya
yang cukup mahal. Pada rancang bangun biodigester tipe floating drum skala rumah tangga ini
menggunakan drum yang terbuat dari tong plastik yang tidak mudah korosi dan menggunakan
dudukan biodigester portable yang mudah untuk dipindahkan.
A. Volume Biodigester
Ukuran biodigester dapat dinyatakan dengan volume digester (Vd). Secara umum Vd dapat
dihitung menggunakan rumus:(Suyitno dkk, 2010: 26)

Vd=Sd RT

.2.1

Dimana:
Sd = Jumlah masukan bahan baku setiap hari [m3/hr]
RT = Retention time atau waktu bahan baku berada dalam digester [hari]
Pada umumnya RT dipengaruhi oleh temperatur operasi dari biodigester. Untuk Indonesia
temperatur sepanjang musim hampir stabil, maka banyak biodigester dibuat dan dioperasikan
pada temperatur kamar (unhead biodigester). Sedangkan RT untuk biodigester sederhana tanpa
pemanasan dapat dipilih 40 hari (Uli Werner dalam Suyitno, 2010: 26).
Pemasukan bahan baku tergantung seberapa banyak air harus dimasukan ke dalam
biodigester, sehingga kadar bahan baku padatnya sekitar 4-8 %.
Sd =Padatan Air

2.2

B. Volume Penampung Gas


Volume dari penampung gas dinyatakan dengan (Vg), dan untuk perancangan penampung
gas (Vg) harus diperhatikan laju konsumsi gas puncak (Vg) dan laju konsumsi nol untuk waktu
jangka lama (Vg).
Vg2=G T zmax

2.3

Dimana:
G

= Produksi biogas (m3/jam)

Tzmax = Waktu maksimum pada saat konsumsi biogas nol (jam)


Vg1

= Konsumsi gas maksimum per jam waktu konsumsi maksimum

Besarnya G atau produksi biogas per jam, m/jam dihitung dari produksi biogas spesifik (Gy)
dari bahan baku dan pemasukan bahan baku harian (Sd).

m3
hr
G=Gy Sd / 24 1
jam=m3 / jam
hr
24

2.4

Dimana pada tabel 2.7 menunjukkan Gy dapat diperkirakan sebagai berikut :


Tabel 2.7 Perkiraan produksi biogas dari berbagai kotoran hewan pada temperatur digester 22270 C.
Jenis
kotoran

Sapi (bobot 200-300 kg)

Kerbau ( bobot 300-450 kg)

Babi (bobot 50-60 kg)

Produks

Produks

Produks

Produksi gas

Produksi gas

kotoran

(m3 / hari)

kotoran

(kg/hari)

(m3 / hari)

kotoran

(kg/hari)
RT=60

RT=80

0,3-

0,35-

0,45

0,5

0,35-

0,45-

0,51

0,61

Produksi gas
(m3 / hari)

(kg/hari)
RT=60

RT=80

0,45-

0,3-

0,54

0,62

0,45-

0,54-

0,6

0,71

RT=60

RT=80

2,5-3,0

0,12-

0,15-

0,14

0,18

Hanya
kotoran
(basah),
lantai tidak
berubin
(rugi-rugi
10%)

14-18

9-13

Kotoran
dan

urine,

lantai beton

Kotoran

20-30

30-40

stabil
(kotoran +
2

kg

pakan),
lantai beton

22-32

0,45-

0,53-

0,63

0,73

32-42

0,55-

0,63-

0,74

0,89

Gy
Untuk 1 L

0,02

0,025

0,02

0,024

0,05

0,06

0,022

0,027

0,022

0,026

kotoran/har
i
Untuk 1 kg
kotoran/har
i

Sumber : Uli Werner dalam Suyitno, (2010:28)


2.3 Pembuatan dan Pemasukan Media
Komposisi dari media dibuat berdasarkan hasil penelitian EPA USE (Promatheus dalam
Hardoyo, (2014: 35), dimana kandungan padatan maksimal dalam media sebesar 12.5%. Namun
berdasarkan pengalaman pada produksi biogas menggunakan bahan kotoran sapi

lokal,

digunakan kandungan padatan pada media sebesar 50% (Atmojo, Dadang dalam Hardoyo,
(2014: 35).
Volume media di dalam biodigester maksimal 75% dari volume digester dan volume sisa
digunakan untuk menampung dan penyaluran biogas terproduksi. Media diatur dalam digester
dengan waktu tinggal atau Hydraulic Retention Time (HRT) selama 20 30 hari.
Dengan mengetahui volume media di dalam biodigester dan waktu HRT yang dipilih, dapat
dihitung banyaknya media yang harus ditambahkan ke digester setiap harinya. Untuk reaktor
yang baru beroperasi, disarankan untuk membiarkan

setiap harinya. Jumlah media yang

ditambahkan setiap harinya dihitung berdasarkan persamaan berikut: (Hardoyo dkk, 2014: 37)

media=

o .25 3.14 D2 h
HRT

..2.5

mm = Jumlah media yang ditambahkan per hari (Liter/hari)


D = Diameter tangki biodigester (dm)
h = Tinggi biodigester (dm)
HRT= Hidraulic Retention Time (20 30 hari)

Anda mungkin juga menyukai