Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL PENELITIAN :

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN


PROSES CATALYTIC CRACKING MENGGUNAKAN KATALIS
HCl/Ni/ℽAl2O3

Oleh :

Muh. Panji Satriawan Liambo

(09220170030)

Eko Rusydi Khaliq Ariyanto

(09220170046)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA (UMI) MAKASSAR
1441 H / 2020 M
PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN
PROSES CATALYTIC CRACKING MENGGUNAKAN KATALIS
HCL/Ni/ℽ-Al2O3

Proposal Penelitian Sebagai Syarat Untuk Melakukan Penelitian Skripsi

Oleh :

1. Muh. Panji Satriawan Liambo (09220170030)


2. Eko Rusydi Khaliq Ariyanto (09220170046)

Disetujui untuk seminarkan :

Makassar, 27 September 2020


Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Rismawati Rasyid, S.T., M.T., IPM. Ir. Darnengsih, S.T., M,T., IPP.

Mengetahui
Ketua Jurusan Teknik Kimia

Dr. Ir. A. Suryanto, S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng.


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 3
1.4 Batasan Masalah .................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Catalytic Cracking (Perengkahan Katalitik) ......................................... 4
2.2 Minyak Kelapa ...................................................................................... 5
2.3 Katalis ................................................................................................... 8
2.4 Nikel .................................................................................................... 13
2.5 Asam Klorida (HCl) ............................................................................ 16
2.6 Penyangga Katalis (Al2O3).................................................................. 18
2.7 Metode Impregnasi.............................................................................. 20
2.8 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 23
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 23
3.3 Variabel Penelitian ............................................................................. 24
3.4 Prosedur Penelitian ............................................................................. 24
3.5 Diagram Alir ...................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA

iii
1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengembangan pembuatan bahan bakar dari bahan-bahan yang terbarukan di
era ini terus-menerus dilakukan untuk memperoleh bahan bakar yang ramah
lingkungan sebagai pengganti bahan bakar konvensional yang ketersediannya
terbatas dan limbah yang dihasilkan pun merusak lingkungan. Biodiesel merupakan
bahan bakar minyak terbarukan yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani.
Biodiesel memiliki beberapa keunggulan dibandingkan petrodiesel yaitu dapat
diperbarui (renewable), ramah lingkungan (biodegradable), kadar sulfur rendah
(non toxic), dan pembakaran relatif lebih bersih (Maulidan dkk, 2020).
Perengkahan katalitik atau catalytic cracking merupakan proses pemutusan
hidrokarbon berat menjadi hidrokarbon ringan dengan bantuan katalis (Rasyid,
2015). Pemecahan ini dapat digunakan pada suhu dan tekanan yang tinggi tanpa
adanya katalis, atau suhu dan tekanan yang rendah dengan menggunakan katalis.
Keunikan dari reaksi ini adalah molekul hidrokarbon dihancurkan secara acak
untuk menghasilkan campuran hidrokarbon yang lebih kecil serta menghasilkan
tiga jenis produk yaitu biogasolin, biodiesel, dan juga biokerosin (Buchori dkk,
2007). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Moestika (2004) menunjukkan
bahwa minyak kelapa sawit dapat terengkah melalui reaksi perengkahan katalitik
dengan menggunakan katalis γ-alumina. Penggunaan katalis γ- alumina ini pada
konversi minyak kelapa sawit ternyata mampu merengkah lebih banyak minyak
kelapa sawit dibandingkan dengan katalis alumina amorf (Moestika, 2004).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) termasuk tanaman tahunan yang
merupakan tumbuhan tropis golongan palmae. Alam Indonesia yang beriklim tropis
dan wilayahnya merupakan potensi besar sebagai produsen kelapa sawit terbesar di
dunia. Selain itu juga didukung dengan potensi sumber daya yang sangat bagus
untuk pengelolaan kelapa sawit. Produk yang dihasilkan dari pengolahan kelapa
sawit sangat beragam, salah satunya adalah sebagai penghasil minyak nabati atau
sering disebut palm oil (Aldina dkk, 2017).
Dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit (dalam hal ini minyaknya)
mempunyai peran yang cukup strategi. Selain sebagai minyak yang banyak
2

dikonsumsi masyarakat global, minyak kelapa sawit juga dalam proses produksi
maupun pengolahannya mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (Nora dan Mual, 2018). Indonesia sebagai produsen CPO
terbesar kedua di dunia sangat potensial sebagai produsen biodiesel. Beberapa
penelitian telah dilakukan dalam produksi biodiesel menggunakan bahan baku
minyak nabati (Maulidan dkk, 2020).
Pada proses pembuatan biodiesel, proses yang sering digunakan adalah proses
transesterifikasi. Proses transesterifikasi digunakan untuk menurunkan viskositas
minyak sehingga didapatkan nilai viskositas yang mendekati nilai viskositas solar.
Nilai viskositas yang tinggi akan menyebabkan sulitnya pemompaan bahan bakar
dari tangki ke ruang mesin yang mengakibatkan pembakaran yang kurang
sempurna dan adanya endapan pada nozel. Proses transesterifikasi umumnya
menggunakan katalis, baik katalis homogen maupun katalis heterogen. Umumnya,
proses transesterifikasi menggunakan katalis homogen basa kuat, seperti NaOH dan
KOH (Agresya dkk, 2019). Namun, katalis dasar umumnya bersifat korosif
terhadap peralatan dan juga bereaksi dengan asam lemak bebas untuk membentuk
sabun yang tidak diinginkan sebagai produk samping yang membutuhkan
pemisahan yang mahal. Selain itu, produk dari reaksi yang melibatkan katalis
homogen akan sangat sulit memisahkan katalis dari produknya yang menyebabkan
yield yang dihasilkan cenderung lebih rendah dari katalis heterogen,
Gamma alumina (γ-Al2O3) digunakan sebagai support katalis karena memiliki
luas permukaan yang besar (150-300 m2/g) juga memiliki sisi aktif asam dan basa
dengan kekuatan yang berbeda tergantung cara pembuatannya. Selain itu, γ-Al2O3
memiliki induk berfungsi menyediakan luas permukaan untuk komponen aktif yang
bertujuan untuk memperpanjang kontak antara inti aktif dan reaktan tanpa
mengurangi aktivitas fasa aktif (Rasyid dkk, 2018).
Maka dari latar belakang tersebut, kami mengabil judul proses catalytic
cracking pada minyak kelapa sawit dengan katalis berpenyangga γ-Al2O3.
3

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Berapa hasil biodiesel yang dihasilkan pada proses catalytic cracking pada
minyak kelapa sawit dengan menggunakan katalis HCl/γ-Al2O3 dan HCl/Ni/γ-
Al2O3 ?
2. Berapakah suhu terbaik dari proses catalytic cracking pada minyak kelapa sawit
(200, 250, dan 300oC) ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hasil biodiesel menggunakan proses catalytic cracking pada
minyak kelapa sawit dengan menggunakan katalis HCl/γ-Al2O3 dan HCl/Ni/γ-
Al2O3.
2. Untuk mengetahui suhu terbaik dari proses catalytic cracking pada minyak
kelapa sawit (200, 250, dan 300oC).

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah pada penelitian ini dibatasi pada :
1. Proses catalytic cracking minyak kelapa sawit dengan menggunakan katalis
HCl/γ-Al2O3 dan HCl/Ni/γ-Al2O3.
2. Suhu reaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada suhu 200, 250,
dan 300oC.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui banyaknya biodiesel yang dihasilkan dari proses catalytic
cracking pada minyak kelapa sawit dengan menggunakan katalis berpenyangga
alumina.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian
selanjutnya.
4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Catalytic Cracking (Perengkahan Katalitik)


Perengkahan katalitik merupakan proses kimiawi yang dapat diterapkan dalam
pembuatan biofuel dari palm olein. Palm olein dapat dipecah menjadi biofuel
karena memiliki rantai karbon yang panjang. Proses ini dapat menghasilkan
sejumlah bahan bakar hidrokarbon cair seperti biogasoline, biodiesel, dan kerosene.
Proses ini telah terbukti menghasilkan biofuel dari berbagai bahan baku seperti
minyak sawit, minyak biji karet, minyak kedelai dan lain-lain. Proses perengkahan
katalitik menggunakan katalis heterogen untuk mempercepat reaksi. Beberapa
katalis yang biasa digunakan dalam perengkahan yang dikatalis ini adalah Al-SBA-
15, zeolit alam, silika alumina, dan beberapa katalis lainnya (Tambun dkk, 2017).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Rismawati tentang efektifitas katalis
Co/Mo berbahan baku minyak nyamplung dengan proses hydrocracking, diketahui
bahwa aktifitas katalis semakin baik apabila rasio Co/Mo pada support katalis
ditambah. Terbentuknya ion karbenium oleh katalis asam bertambah, sehingga
produk C5-C11 juga meningkat. Kinerja katalis CoMo/γ-Al2O3 lebih baik dibanding
CoMo/SiO2 karena berdasarkan karakteristik kedua katalis, dimana γ- Al2O3
memiliki luas permukaan yang lebih tinggi dan komponen fase yang terdeposisi
pada permukaan katalis lebih banyak. Keberadaan komponen tersebut membantu
terjadinya proses penyerapan hidrogen dan terbentuknya ion karbenium proses
hydrocracking sehingga mempengaruhi terbentuknya produk (Rasyid dkk, 2015).
Nilai keasaman pada suatu katalis sangat mempengaruhi aktifitas katalis dalam
perengkahan, dikarenakan dalam reaksi perengkahan diperlukan katalis yang
memiliki situs asam aktif yang banyak agar produk dapat terbentuk dengan optimal.
Keasaman zeolit dapat ditingkatkan dengan cara pengembanan (impregnasi)
logamlogam transisi yang memiliki orbital d yang belum terisi penuh seperti logam
Mo sebagai situs aktif dan Ni sebagai promotor yang menjadikan sifat keasaman
katalis menjadi lebih besar lagi dibanding tanpa promotor.
Logam-logam tersebut diharapkan terdistribusi secara merata pada
pengemban, sehingga menambah luas permukaan sistem katalis. Saat ini, telah
banyak dikembangkan penelitian mengenai zeolit alam yang diembankan logam
5

transisi sebagai katalis dalam proses cracking, dengan berbagai sumber minyak
nabati seperti minyak biji nyamplung , minyak bintaro, minyak laka, dan minya
kelapa sawit, kesemuanya dalam upaya mengubahnya menjadi bahan bakar nabati
(Tambun dkk, 2017).
Reaksi catalytic cracking atau perengkahan katalitik adalah reaksi
perengkahan menggunakan katalis (katalis heterogen) sebagai material yang
mampu mempercepat laju reaksi untuk mencapai kesetimbang dan menghasilkan
produk akhir reaksi melalui mekanisme pembentukan ion karbonium. Catalytic
cracking adalah metode umum yang sering digunakan untuk memecah rantai
karbon yang cukup panjang menjadi molekul rantai karbon yang lebih pendek
dengan menggunakan katalis (Sihombing dkk, 2017).

2.2 Minyak Kelapa


Kelapa merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh manusia terutama
pada daging buah kelapa yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga, juga dapat
dibuat kopra dan minyak. Kandungan gizi yang terdapat pada buah kelapa
perseratus gram antara lain :
Tabel 2.1 Kandungan yang ada pada minyak kelapa
Kandungan Jumlah

Protein 3,3 g

Vitamin C3 3,3 mg
Karbohidrat 15,23 g
Energi 350 mg

Sumber Amalia, 2019.


Luas areal tanaman kelapa yang ada di Indonesia pada tahun 2010 sebesar
3.739.350 Ha dengan hasil produksi 3.166.666 ton. Tanaman kelapa banyak
ditemukan di daerah tropis. Minyak kelapa merupakan minyak yang diekstrak dari
bagian kopra, daging bagian dalam tempurung kelapa yang dikeringkan. Minyak
kelapa memiliki potensi yang sangat besar dikembangkan sebagai sumber utama
bahan pembuatan biodiesel.
6

Minyak kelapa merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, sehingga dikenal
juga sebagai gliserida. Komponen minyak kelapa adalah asam lemak jenuh sekitar
90% dan asam lemak tak jenuh 10%. Asam lemak jenuh didominasi oleh asam
laurat yang memiliki rantai karbon 12, termasuk asam lemak rantai menengah dan
jumlahnya sekitar 44-52. Karena minyak kelapa didominasi oleh asam laurat yang
berantai pendek, maka proses pengubahan minyak kelapa menjadi biodiesel tidak
membutuhkan waktu yang lama (Amalia, 2019).
Tabel 2.2 Kandungan asam lemak pada minyak kelapa sawit.
Asam lemak Jumlah (%)
Asam kaproat 0,4-0,6
Asam kaprilat 6,9-9,4
Asam kaprat 6,2-7,2
Asam laurat 45,9-50,3
Asam palmiat 7,7-9,7
Asam stearat 2,3-3,2
Asam oleat 5,4-7,4
Asam linoleat 1,3-2,1

Sumber Amalia 2019.


Minyak nabati dapat dijadikan feedstock untuk produksi biodiesel karena
merupakan sumber energi yang dapat diperbarui, dapat diproduksi skala besar dan
ramah lingkungan. Minyak nabati terdiri dari edible oil dan non- edible oil. Lebih
dari 95% bahan baku untuk produksi biodiesel berasal dari edible oil yang
diproduksi secara besar di beberapa wilayah. Sifat dari biodiesel yang dihasilkan
oleh edible oil ini lebih cocok digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak
diesel. Akan tetapi, hal ini menyebabkan beberapa permasalahan seperti
meningkatnya kompetisi di pasar edible oil, sehingga menyebabkan meningkatnya
harga edible oil dan meningkatnya biaya produksi biodiesel. Selain itu, hal ini
menyebabkan pembukaan hutan untuk dijadikan lahan penanaman biodiesel.
Kekurangan ini mendorong beberapa penelitian pembuatan biodiesel yang berbasis
non- edible oil (Anisah dkk, 2018).
7

Gambar 2.1 Minyak Kelapa Sawit


Badan Standardisasi Nasional (BSN) (1995) mendefinisikan minyak kelapa
sawit sebagai minyak berwarna kuning jingga kemerah-merahan yang diperoleh
dari proses pengempaan daging buah tanaman Elaeis guineensis Jacg. Terdapat 2
jenis minyak kelapa sawit, yaitu crude palm oil (CPO) yang didapat dari daging
buah kelapa sawit dan crude palm kernel oil yang didapat dari inti biji.
Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) merupakan minyak kelapa sawit mentah
dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang
tinggi. Dengan produksi global tahunan atau setara dengan sekitar 39% dari
produksi minyak nabati dunia, kelapa sawit telah mengalahkan kedelai selama 1
dekade terakhir menjadi tanaman minyak yang paling penting di dunia. Di
Kamerun, kelapa sawit menyumbang sekitar 90% dari kebutuhan minyak goreng.
Minyak sawit secara luas digunakan dalam bentuk minyak mentah (CPO) untuk
keperluan makanan di Kamerun dan juga di seluruh daerah Afrika Tengah dan
Afrika Barat. Kualitas minyak sawit mentah (CPO) sangat penting dalam
menentukan aplikasinya. Aplikasi CPO telah ditemukan dalam makanan dan
industri. Dalam industri makanan, CPO merupakan bahan dalam sup, margarin dan
manisan. Aplikasi utama CPO adalah untuk produksi biodiesel, farmasi, kosmetik,
cat, deterjen, sampo, lipstik dan lain- lain. Dalam pengobatan tradisional, CPO juga
digunakan sebagai bahan untuk menyembuhkan penyakit. Parameter yang
mempengaruhi kualitas CPO termasuk FFA, angka peroksida, kadar air, nilai
yodium, angka penyabunan, tingkat pengotor dan lain-lain. Kualitas mikroba CPO
sangat penting karena mereka memainkan peran yang merugikan makanan dan
pakan produk.
8

Minyak yang diekstrak dari kelapa sawit dikenal sebagai CPO terdiri dari lebih
dari 90% berat trigliserida dan 3-7% berat asam lemak bebas (FFA). Netralisasi
FFA dapat dilakukan dengan penambahan kelebihan alkali, tetapi ini mengarah ke
pembentukan sabun dan menimbulkan masalah saat pemisahan pasca reaksi. Bila
kadar FFA lebih rendah dari 2,0% berat, cocok dilakukan proses transesterifikasi
pada bahan baku untuk menghasilkan biodiesel (Syahputri dkk, 2018) menyatakan
komposisi asam lemak dari CPO ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak CPO
Asam Lemak Konsentrasi
Saturated
Myristic 0,93
Palmitic 45,48
Stearic 3,49
Total 49,91
Unsaturated
Oleat 40,17
Linoleat 9,92
Total 50,09
Sumber: Syahputri and Zuhri, 2018.
Komponen non-trigliserida dalam minyak kelapa sawit terdapat dalam jumlah
kecil, yaitu sekitar 1%, seperti sterol, karotenoid, tokoferol, tokotrienol, fosfatida,
dan alkohol alifatik. Karoten, tokoferol, dan tokotrienol merupakan agen
antioksidan alami yang menjaga minyak dari kerusakan akibat oksidasi.

2.3 Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat meningatkan laju reaksi dan setelah reaksi
selesai, terbentuk kembali dalam kondisi tetap. Katalis ikut terlibat dalam reaksi
memberikan mekanisme baru dengan energi pengaktifan yang lebih rendah
disbanding reaksi tanpa katalis (Velma, 2015).
Katalis banyak digunakan dalam proses industriseperti dalam proses produksi
bahan kimia, proses produksi makanan, pembangkit listrik tenaga nuklir,
9

kendaraan, dan pengendalian pencemaran. Katalis harus mempunyai kriteria sifat-


sifat umum dalam penggunaan seperti sifat aktif, stabil, sensitif terhadap perubahan
panas, mudah diregenerasi dan mempunyai kekuatan mekanik. Logam transisi
(golongan B) dapat berfungsi sebagai katalis. Cara Mudah untuk mendapatkan
katalis yang mempunyai luas permukaan komponen aktif yang luas dan mudah
dalam pemakaiannya yaitu adalah dengan mendispersikan komponen aktif pada
pengemban (Budi dkk, 2017).
Katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi, tetapi
katalis dilepaskan kembali setelah reaksi selesai. Katalis merupakan suatu
komponen penting dalam menjalankan reaksi yang bersifat lambat dan reversibel
seperti reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Menurut teori tumbukan, dengan
adanya katalis yang terlibat dalam tumbukan antar molekul reaktan, suatu reaksi
dapat berlangsung dengan energi yang lebih rendah. Dengan kata lain, katalis akan
menurunkan energi aktivasi dari suatu reaksi. Akibatnya, dengan menambahkan
katalis tumbukan-tumbukan yang terjadi akan memiliki cukup energi untuk
menghasilkan reaksi. Konsep dasar katalis adalah mengendalikan laju dan arah dari
suatu reaksi kimia sehingga dapat menaikkan laju dari reaksi kearah kesetimbangan
tanpa ikut terpakai/bereaksi dalam proses secara kimia. Entalpi reaksi dan faktor-
faktor termodinamika lainnya merupakan fungsi sifat dasar dari reaktan dan produk,
sehingga tidak dapat diubah dengan katalis.
Adanya katalis dapat mempengaruhi faktor-faktor kinetik suatu reaksi seperti
laju reaksi, energi aktivasi, sifat dasar keadaan transisi dan lain-lain. Katalis
berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Dengan
demikian pada akhir reaksi katalis tidak tergabung dengan senyawa produk reaksi.
Untuk menilai baik tidaknya suatu katalis, ada beberapa parameter yang harus
diperhatikan (Setyoko, 2018):
1. Aktivitas, yaitu kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan menjadi
produk yang diinginkan.
2. Selektivitas, yaitu kemampuan katalis mempercepat satu reaksi di antara
beberapa reaksi yang terjadi sehingga produk yang diinginkan dapat diperoleh
dengan produk sampingan seminimal mungkin.
10

3. Kestabilan, yaitu lamanya katalis memiliki aktivitas dan selektivitas seperti


pada keadaan semula.
4. Yield, yaitu jumlah produk tertentu yang terbentuk untuk setiap satuan reaktan
yang terkonsumsi.
5. Kemudahan diregenerasi, yaitu proses mengembalikan aktivitas dan selektivitas
katalis seperti semula.
Pada umumnya reaksi transesterifikasi dan esterifikasi merupakan reaksi
lambat. Katalis yang banyak digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis
basa homogen seperti NaOH atau KOH. Teknologi ini banyak diaplikasikan untuk
produksi biodiesel secara komersial karena relatif mudah, reaksi dapat berlangsung
pada suhu dan tekanan rendah, dapat dicapai konversi yang tinggi dengan waktu
reaksi yang lebih pendek, dan tidak diperlukan material konstruksi khusus.
Kelemahan pada reaksi transesterifikasi berkatalis basa yaitu tidak dapat
diterapkan untuk bahan baku minyak yang memiliki kandungan FFA di atas 2%.
Keberadaan FFA yang tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi samping berupa
reaksi penyabunan yang akan mengkonsumsi katalis sehingga menurunkan yield
biodiesel, dan mempersulit proses pemisahan produk. Selain menggunakan katalis
basa seperti KOH dan NaOH katalis homogen yang biasa digunakan adalah asam
sulfat. Penggunaan katalis asam cair pada produksi biodiesel seperti asam sulfat
memerlukan temperatur tinggi dan waktu yang lama.
Beberapa keuntungan menggunakan katalis asam sebagai pengganti katalis basa
yaitu: jika minyak nabati mengandung FFA lebih dari 2%, katalis basa akan rusak
(tidak stabil), sedangkan katalis asam akan tetap efektif. Penggunaan katalis
homogen baik basa maupun asam menyebabkan proses pemisahan dari produk
lebih sukar. Selain itu, penggunaan katalis ini hanya sekali saja tidak bisa berulang-
ulang sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Penggunaan katalis heterogen dapat mengatasi beberapa permasalahan yang
dimiliki oleh katalis homogen. Akan tetapi, katalis heterogen juga memiliki
kekurangan yaitu konversinya yang rendah tidak seperti katalis homogen yang
dapat menghasilkan konversi yang lebih tinggi. Beberapa contoh katalis heterogen
11

yang telah dikembangkan saat ini diantaranya adalah zeolit, SnCl2 CaO, SnCl2,
ZrO2, Al2O3, dan lain-lain (Pratama, 2016).
Katalis heterogen adalah katalis yang memiliki fasa yang berbeda dengan
reaktan. Dengan kata lain, interaksi antara substrat dan katalis berada dalam fasa
yang berbeda sehingga pemisahannya dengan produk yang dihasilkan lebih mudah,
diperlukan dalam jumlah yang lebih sedikit, korosi pada reaktor minimal, dan pada
umumnya dapat diregenerasi untuk mendapatkan katalis yang hampir sama dengan
katalis yang belum dipakai dalam reaksi katalisis.
Katalis heterogen biasanya zat padat dan reaktannya biasanya dalam fasa gas
atau cair. Katalis heterogen terdiri dari 3 komponen utama, yaitu situs aktif (dopan),
pengemban, dan promotor. Situs aktif berfungsi untuk mempercepat dan
mengarahkan reaksi, peyangga berfungsi untuk memberikan luas permukaan yang
lebih besar bagi situs aktif, dan promotor berfungsi untuk meningkatkan kinerja
katalis.
Situs-situs aktif memegang peranan utama dalam proses katalitik. Situs aktif
suatu katalis heterogen dapat berasal dari logam-logam yang terdeposit pada
penyangga atau dapat pula berasal dari penyangga itu sendiri. Logam-logam
tersebut umumnya adalah logam-logam transisi yang menyediakan orbital d kosong
atau elektron tunggal yang akan disumbangkan pada molekul reaktan sehingga
terbentuk ikatan baru dengan kekuatan ikatan tertentu (Arita, Attaso and Septian,
2013).
Peran katalis sangat besar dalam pembuatan biodiesel, karena reaksi cenderung
berjalan lambat. Katalis berfungsi menurunkan energi aktifasi reaksi sehingga
reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Katalis yang digunakan dalam pembuatan
biodiesel dapat berupa katalis basa maupun katalis asam. Dengan katalis basa reaksi
berlangsung pada suhu kamar sedangkan dengan katalis asam reaksi baru berjalan
baik pada suhu sekitar 100°C (Velma, 2015).
Katalis yang berada pada fase yang sama (liquid) dengan reaktan disebut
sebagai katalis homogen, sedangkan katalis yang berada pada fase yang berbeda
dengan reaktannya (dapat berupa padatan, cairan yang tidak dapat bercampur
ataupun gas) disebut sebagai katalis heterogen (Amalia, 2019).
12

a. Katalis Homogen
Katalis homogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis asam homogen dan
katalis basa homogen. Katalis yang umum digunakan dalam reaksi
transesterifikasi yaitu KOH dan NaOH. Penggunaan katalis ini menimbulkan
masalah pada proses pemisahan produk reaksi sehingga menghasilkan limbah
pencucian dalam jumlah yang besar. Di samping itu, katalis basa bekerja
dengan baik pada batas asam lemak bebas < 0,5%. Jika bahan baku
mengandung asam lemak bebas tinggi, akan terjadi reaksi antara katalis dengan
asam lemak bebas membentuk sabun. Katalis asam homogen yang digunakan
dalam reaksi transesterifikasi misalnya H2SO4, HCl, dan H3PO4. Akan tetapi
penggunaan katalis ini memerlukan waktu reaksi yang lama, menyebabkan
korosi pada reaktor yang digunakan, rasio molar alkohol dengan minyak harus
besar, serta memerlukan suhu yang tinggi.
b. Katalis Heterogen
Katalis heterogen adalah katalis yang memiliki fasa berbeda antara reaktan
dan produk yang dihasilkan, sehingga dapat dipisahkan dengan mudah dan
memungkinkan untuk didaur ulang sehingga lebih bersifat ramah lingkungan.
Di samping itu, katalis ini juga lebih efektif dan efisien, mudah untuk
digunakan dalam berbagai media, tidak korosif, relatif murah, dan dapat
dengan mudah diaktifkan untuk mendapatkan sifat katalis yang diinginkan
Pada prinsipnya terdapat dua komponen dasar penyusun katalis heterogen,
yakni situs aktif dan penyangga. Situs aktif merupakan komponen utama pada
katalis heterogen yang berupa logam-logam transisi yang memiliki orbital d
kosong yang berfungsi untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi. Beberapa
logam yang telah diaplikasikan sebagai situs aktif diantaranya Fe, Ni, dan Cr.
Situs aktif ini dapat menjadi tidak aktif karena beberapa sebab seperti
kehadiran CO, CO2, senyawa-senyawa sulfur, serta suhu reaksi yang terlalu
tinggi. Semakin banyak situs aktif yang terdapat pada katalis maka reaksi akan
berjalan semakin baik. Penyangga adalah zat padat yang berpori dimana situs
aktif ditempatkan. Berbagai zat padat telah digunakan sebagai penyangga
katalis heterogen, antara lain adalah alumina, silika, dan zeolit. Salah satu
13

penyangga katalis yang telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi adalah
zeolit. Kelebihan zeolit adalah memiliki luas permukaan dan keasaman yang
mudah dimodifikasi karena merupakan kristal alumina silika tetrahidrat berpori
yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung
kanal-kanal dan rongga-rongga yang di dalamnya terisi oleh ion-ion logam.
Zeolit banyak dimanfaatkan sebagai adsorben (logam berat, zat warna, zat
beracun, polusi gas, cair, dan padat), penukar ion, dan katalis (produksi
biodiesel, perengkahan) (Amalia, 2019).

2.4 Nikel
Nikel sebagai salah satu dari logam utama yang tertera dalam Permen No. 7
tahun 2012 saat ini diproduksi oleh berbagai perusahaan di Indonesia dalam bentuk
nikel matte, ferro-nikel dan logam nikel. Terdapat 3 perusahaan di Indonesia yang
telah membangun smelter dalam usaha mengolah nikel mentah menjadi barang
setengah jadi yang diperoleh dari pertambangan yang dijalankan oleh tiap
perusahaan. Sebagian besar kegiatan pertambangan dan pengolahan mineral secara
bersamaan mempengaruhi masyarakat karena sebagian besar masyarakat
mengandalkan pertambagan dan smelter untuk mata pencaharian mereka, baik
secara langsung atau tidak langsung (Chaerul dkk, 2020).
Logam transisi sering digunakan sebagai katalis heterogen. Logam transisi
tersebut bersifat asam dan berperan dalam reaksi perpindahan elektron. Logam
transisi yang digunakan sebagian besar adalah logam golongan VIII B.
Kemampuan logam transisi dalam mengkatalisis reaksi sangat berkaitan dengan
keadaan elektronik pada orbital s dan p yang tersekat. Akibatnya akan timbul
keadaan elektronik berenergi rendah dalam jumlah besar dan orbital kosing uang
sangat ideal untuk reaksi katalisis. Situs- situs yang memiliki keadaan elektronik
degenerate dalam jumlah besar adalah situs-situs paling aktif dalam pemutusan dan
pembentukan ikatan. Keadaan elektronik seperti ini mempunyai muatan,
konfigurasi, dan spin yang fluktuatif dan hal ini terjadi pada situs-situs logam
dengan bilangan koordinasi yang besar.
Salah satu logam transisi golongan VIII B yang biasa digunakan adalah nikel.
Nikel mempunyai bilangan oksidasi yang bevariasi, tetapi yang paling umum
14

adalah 2+. Nikel dalam sistem periodik unsur memiliki nomor atom 28 dan
mempunyai elektron terluar pada orbital d dengan konfigurasi elektron [Ar]3d84s2.
Nikel adalah logam putih perak yang keras. Nikel bersifat liat, dapat ditempa
dan sangat kukuh. Logam ini melebur pada 1455oC dan bersifat sedikit magnetik.
Sifat-sifat fisik nikel ditunjukkan pada tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Sifat Fisik Nikel
Karakteristik Nilai
Fasa Padat
Massa jenis (pada sekitar suhu kamar) 8,908 g/cm³
Massa jenis cair pada titik lebur 7,81 g/cm³
Titik lebur 1728 K
Titik didih 3186 K
Kalor penguapan 377,5 kJ/mol
Kalor peleburan 17,48 kJ/mol
Kapasitas kalor (pada 25 oC) 26,07 J/(mol·K)
Sifat magnetic feromagnetik
Sumber: Tsani, 2012
Nikel sangat dikenal fungsinya sebagai katalis dalam proses industri. Nikel
telah banyak digunakan dalam reaksi hidrogenasi, alkilasi, hidroalkilasi, dan
cracking. Selain itu, katalis nikel juga memiliki aktifitas yang tinggi.
Nikel banyak dimanfaatkan dalam berbagai bentuk baik sebagai unsur tunggal
maupun dalam bentuk senyawa, berikut ini adalah bentuk senyawa nikel yang dapat
digunakan sebagai katalis (Tsani, 2012):
a. Nikel oksida (Ni3O4)
Senyawa nikel oksida digunakan sebagai katalis pada proses hidrogenasi
dengan tekanan dan temperatur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
katalis Ni. Selain itu, katalis oksida juga lebih sensitif terhadap racun katalis
seperti S, Cl, dan CO. Namun, nikel oksida ini mempunyai sifat pyrophoric
saat nikel oksida direduksi dengan hydrogen, sehingga biasanya nikel oksida
ini direduksi dengan CO2 dan N2 untuk menghilangkan sifat pyrophoric yang
terbentuk.
15

b. Nikel nitrat (Ni(NO3)2.6H2O)


Nikel nitrat mengandung 20% nikel dan merupakan sumber yang ideal
sebagai katalis nikel dengan aktifitas katalis yang tinggi. Untuk mendapatkan
katalis hidrogenasi yang baik, nitrat dikalsinasi hingga menjadi nikel oksida dan
kemudian dilakukan reduksi dengan hidrogen saat terbentuk metallic nickel.
Selain sebagai katalis, Senyawa ini juga digunakan dalam industri keramik
sebagai pewarna coklat dan bahan baku pada proses elektroplating.
c. Nikel sulfat (NiSO4. 7H2O)
Nikel sulfat mengandung 20% nikel dan saat digunakan untuk membuat
katalis hidrogenasi, nikel sulfat dipresipitasi dengan soda ash, sodium
bicarbonate, atau ammonium carbonate, kemudian precipitate dicuci hingga
bebas dari sulfat. Saat karbonat kering tereduksi secara langsung, nikel sulfat
direaksikan dengan kieselguhr dan nikel karbonat yang terbentuk terpresipitasi
dalam partikel kieselguhr. Endapan nikel karbonat ini yang digunakan sebagai
katalis. Proses ini harus terkontrol untuk dapat menghasilkan kandungan nikel
sebesar 12-15% pada produk akhir. Kegunaan senyawa ini selain sebagai
katalis hidrogenasi juga sebagai bahan baku elektroplating untuk menghasilkan
nikel dan digunakan dalam pembuatan stainless steel.
d. Nikel karbonat (NiCO3)
Senyawa ini mengandung 49% nikel, yang didapatkan dengan
menambahkan sodium bicarbonate dengan larutan nikel nitrat dingin dan
dijenuhkan dengan karbon dioksida. Precipitate terbentuk saat alkali carbonate
ditambahkan pada larutan garam nikel yang mengandung karbonat dengan
berbagai komposisi seperti 2NiCO3. 3Ni(OH)2.4H2O (mengandung 50% nikel).
e. Nikel Format
Nikel format telah banyak digunakan sebagai katalis hidrogenasi komersial
untuk vegetable dan animal oil.

2.5 Asam Klorida (HCl)


Asam klorida digolongkan dalam jenis asam kuat. Larutan HCl dalam air
merupakan cairan kimia yang berbau menyengat dan bersifat korosif. Di dalam
16

tubuh, HCl menghancurkan bahan makanan yang masuk ke dalam usus. Dalam
bidang industri, HCl dibatasi dalam produksinya. Hal ini dikarenakan tekanan uap
HCl yang tinggi sehingga menyebabkan kesulitan saat penyimpanan. Asam klorida
(HCl) memiliki kecenderungan untuk melarutkan unsurunsur seperti unsur kalsium
(Ca) dalam tulang (Hendra, 2018).
Pengunaan asam klorida sebagai pelarut memiliki keuntungan tersendiri dari
pada asam-asam lain, seperti mudah dalam pemisahan residu silika dengan cara
penyaringan cepat dan penghilangan titanium dioksida yang biasa terdapat dalam
lempung atau lumpur [6].Asam klorida, HCl juga merupakan asam kuat yang akan
terionisasi secara sempurna dalam larutan. Kemudahan terionisasinya asam kuat
HCl ini akan mengoptimalkan proses ekstraksi Al2O3. Harga HCl yang relatif lebih
murah dibandingkan asam kuat lainnya (Riska dkk, 2018).
Asam klorida merupakan reagent pengasam yang sangat baik. Ada beberapa
alasan yang mendukung pernyataan tersebut, seperti:
a. Asam klorida merupakan jenis asam kuat yang memiliki tingkat bahaya yang
paling rendah jika dibandingakan dengan jenis asam kuat lainnya.
b. Meskipun asam, akan tetapi di dalam senyawa tersebut terkandung ion klorida
yang tidak beracun serta tidak reaktif.
c. Dalam konsentrasi menengah, asam klorida cukup stabil untuk disimpan, dan
akan terus mempertahankan konsentrasinya tersebut.
d. Asam klorida merupakan salah satu dari enam asam kuat dalam kimia yang
paling sukar mengalami reaksi redoks.
e. Asam klorida tersedia dalam bentuk pereaksi murni.
Asam klorida merupakan salah satu asam kuat yang tidak bewarna dan
memiliki bau seperti klorin pada konsentrasi yang lebih tinggi serta bersifat korosif.
Asam klorida merupakan salah satu senyawa kimia yang secara alami dapat
dihasilkan oleh tubuh kita, asam ini dihasilkan secara alami oleh lambung manusia
yang mana zat asam ini nantinya digunakan untuk membunuh kuman dan juga
untuk mengasamkan makanan.
Dahulunya asam klorida dikenal dengan nama asam muriatik atau "Spirit Of
Salt", penamaan ini berasal dari bahan yang digunakan untuk membuat asam
17

klorida itu sendiri yaitu vitriol hijau atau senyawa FeSO4 dan juga batuan garam
yang banyak mengandung senyawa NaCl. Asam klorida dapat larut dalam bentuk
perbandingan apapun di dalam air, sehingga asam ini bersifat "miscible" terhadap
air (Heri, 2018).
Adapun pengaplikasian asam klorida dalam berbagai proses industri di
antaranya adalah:
a. Untuk mengawetkan baja
Salah satu wujud aplikasi asam klorida adalah dalam industri pengawetan
baja, di mana senyawa ini berguna untuk menghilangkan karat (kerak oksida)
dari besi atau baja sebelum mengalami proses selanjutnya seperti galvanisasi,
rolling, ekstrusi, maupu teknik-teknik lainnya.
Saat ini, industri pengawetan baja telah melakukan bermacam-macam
inovasi untuk mengembangkan proses regenerasi dari asam klorida, seperti
roaster semprot maupun regenerasi HCI fluida yang memungkinkan
terpulihkannya HCI dari limbah bekas pengawetannya.
b. Produksi senyawa organik Asam
Asam klorida juga dipergunakan dalam berbagai produksi senyawa organik,
seperti vinil klorida dan dikloroetana untuk PVC, bisphenol A untuk
polikarbonat, asam karbonat, karbon aktif, serta berbagai produk farmasi, besi
(III) klorida dan PAC (Polialuminium Klorida) untuk pengolahan limbah,
produksi kertas, serta produksi air minum, kalsium klorida untuk aplikasi jalan,
nikel (II) klorida untuk elektro plating, Seng Klorida untuk industri galvanis
dan produksi baterai.
c. Sebagai pengendali pH dan netralisasi
Dalam sebuah industri, seperti industri makanan, air minum, farmasi, dan
lain sebagainya, bahan baku yang digunakan haruslah memiliki tingkat
kemurnian yang tinggi. Dan asam klorida merupakan salah satu bahan yang
digunakan untuk mengatur pH (keasaman) larutan, misalnya untuk mengontrol
pH proses aliran air, asam klorida yang digunakan adalah asam klorida dengan
kualitas yang tinggi,
18

Untuk mengontrol atau menetralisir aliran limbah industri bisa digunakan


asam klorida teknis. Asam klorida ini juga dapat digunakan untuk
mengendalikan pH di kolam renang.
d. Untuk regenerasi penukar ion
Penggunaan lain dari asam klorida, terutama yang memiliki kualitas yang
tinggi adalah diterapkan dalam proses regenerasi resin penukar ion. Selain itu,
asam klorida tersebut juga dapat digunakan untuk menghasilkan akua
demineralisata yang bisa didapatkan melalui proses pertukaran kation guna
memisahkan ion seperti Na+ serta Ca2+ dari larutan akuatiknya. Penerapan ini
biasanya dipergunakan dalam industri air minum, industri kimia, serta industri
makanan (Heri, 2018).

2.6 Penyangga Katalis (Al2O3)


Suatu katalis dapat ditingkatkan kinerjanya dengan menambahkan suatu
penyangga katalis. Katalis logam berpenyangga adalah katalis yang logam aktifnya
didispersikan pada suatu penyangga (carrier) dan penyangga tersebut tidak aktif
secara katalitik serta sedikit atau sama sekali tidak mengalami interaksi kimia
dengan logam. Katalis yang aktif untuk reaksi hidrogenasi adalah katalis yang
mampu mengadsorpsi hidrogen dengan kekuatan sedang. Katalis yang memiliki
kemampuan untuk mengadsorpsi hidrogen adalah katalis logam, terutama
kelompok logam-logam grup transisi.
Dalam aplikasinya, logam didispersikan pada suatu penyangga (support) dalam
bentuk agregat-agregat yang begitu kecil sehingga kebanyakan atom-atom terdapat
pada permukaan. Fungsi utama dari penyangga adalah untuk memberikan suatu
kerangka struktur untuk komponen aktif dan meningkatkan luas permukaan per
satuan berat logam. Di samping itu juga meningkatkan kestablian yang disebabkan
kristal- kristal kecil dari logam yang cukup terpisah untuk mencegah sintering serta
ketahanan yang cukup besar terhadap peracunan katalis.
Pemilihan penyangga tergantung pada maksud penggunaan katalis. Aktivitas
logam yang maksimum berhubungan dengan penyerapan kimia dari reaktan-
reaktan yang cepat tapi tidak terlalu kuat. Dalam sintesis katalis, langkah pertama
19

yang dilakukan adalah pemilihan penyangga untuk mendapatkan katalis yang


optimal. Penyangga yang optimal akan menjamin (Raidah, 2012):
1. Penyebaran (dispersi) yang tinggi dari komponen aktif
2. Dicapainya jenis distribusi komponen aktif sepanjang jari-jari pelet penyangga
3. Tidak adanya interaksi yang tidak diinginkan dari komponen aktif dengan
penyangga yang dapat mempengaruhi keaktifan katalis
4. Dalam keadaan operasi mempunyai kemampuan mekanik yang tinggi dan
stabilitas terhadap suhu yang tinggi pula.
Peyangga (support) atau carrier mempunyai kegunaan yang beragam dan yang
terpenting adalah memberikan adalah memberikan luas permukaan yang tinggi
pada katalis sehingga komponen aktif dapat tersebar dengan baik. Fungsi lain dari
penyangga adalah untuk meningkatkan kestabilan dari permukaan sehingga
dispersi komponen aktif dapat diperhatikan dan menurunkan tingkat sintering.
Penyangga merupakan material yang tahan terhadap kenaikan suhu, dan
mempunyai titik leleh yang tinggi. Dalam industri katalis, dasar pemilihan
penyangga adalah yang mempunyai luas permukaan yang tinggi. Sebagai
penyangga katalis, γ-Al2O3 paling banyak dipakai karena luas permukaan tinggi
dan stabil pada berbagai rentang suhu reaksi katalisis. γ-Al2O3 berbentuk padatan
amorphous yang mempunyai struktur spinel yang cacat, dimana (Raidah, 2012).
Penyangga katalis yang digunakan disini adalah γ-Al2O3. Gamma alumina (γ-
Al2O3) digunakan sebagai penyangga katalis karena memiliki luas permukaaan
yang besar (150-300 m2/g) juga memiliki sisi aktif yang bersifat asam dan basa
yang bersifat amfoter dengan kekuatan yang berbeda tergantung dari cara
pembuatanya. Selain itu, γ-Al2O3 memiliki fungsi utama yaitu menyediakan area
permukaan untuk komponen aktif yang bertujuan untuk memperluas kontak antara
inti aktif dan reaktan tanpa mengurangi aktivitas instrinsik fasa aktif (Savitri dkk,
2016).
Katalis γ-Al2O3 stabil dalam proses kalsinasi dan pada suhu tinggi, mudah
dibentuk dalam proses pembuatannya dan tidak mahal. Gamma alumina γ-Al2O3
terbentuk melalui pemanasan Al(OH)3 pada suhu 500-800oC. Pemanasan tersebut
menyebabkan Al(OH)3 terdekomposisi menjadi suatu oksida dengan system
20

mikropori dan luas permukaan yang besar. Penyangga katalis alumina γ-Al2O3
dapat digunakan pada reaksi hydrocracking minyak nyamplung untuk
menghasilkan bahan bakar seperti gasoline, kerosene (Rasyid, Prihartantyo, et al.,
2015).
Alumina (Al2O3), merupakan oksida aluminium yang mempunyai sifat sebagai
insulator panas dan insulator listrik yang baik dan memiliki struktur pori-pori yang
besar serta tahan terhadap temperatur yang tinggi. Sifat ini membuat Al2O3 sering
dipakai sebagai katalis atau padatan pendukung katalis (Sari, 2012).

2.7 Metode Impregnasi


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, impregnasi berarti penjenuhan atau
pemenuhan dengan gas atau cairan. Impregnasi adalah preparasi katalis dengan
mengadsorpsikan garam prekursor yang mengandung komponen aktif logam di
dalam larutan kepada padatan pengemban. Impregnasi dibedakan menjadi dua,
yaitu impregnasi basah dan impregnasi kering.
Perbedaan impregnasi kering dan basah didasarkan pada perbandingan volume
larutan prekursor dengan volume pori pengemban. Impregnasi kering yaitu volume
larutan berkisar 1-1,2 kali dari volume pori pengemban, karena diharapkan jumlah
antara larutan prekursor dengan pori yang tersedia pada pengemban adalah sama.
Sedangkan impregnasi basah yaitu volume larutan prekursor lebih dari 1,5 kali dari
volume pori pengemban (Fifti, 2017).
Tujuan dari impregnasi adalah untuk memenuhi pori pengemban dengan larutan
garam logam dengan konsentrasi tertentu. Metode impregnasi memiliki beberapa
keuntungan, yaitu peralatan yang digunakan relatif sedikit karena tidak ada langkah
pencucian dan penyaringan.
Selain itu, metode impregnasi juga sangat cocok untuk katalis dengan persen
berat komponen aktif katalis yang kecil, yaitu komponen aktif yang termasuk logam
mulia semacam platina namun diinginkan terdistribusi sempurna sehingga
diperoleh luas permukaan komponen aktif yang besar (Tri, 2016).
Tahapan impregnasi yang lebih lengkap dijelaskan pada uraian berikut:
21

a. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mengkristalkan garam logam pada
permukaan pori pengemban. Jika tidak dilakukan dengan benar, akan
dihasilkan distribusi konsentrasi yang tidak merata. Pengeringan dilakukan
di dalam oven pada suhu 105 – 120 oC.
b. Kalsinasi
Kalsinasi merupakan proses pemanasan suatu benda hingga
temperaturnya tinggi, tetapi masih di bawah titik lebur untuk
menghilangkan kandungan yang dapat menguap.
Proses aktivasi zeolit melalui kalsinasi menyebabkan pelepasan air
sehingga luas permukaan pori-pori zeolit bertambah yang meningkatkan
kemampuan untuk adsorbsi. Kalsinasi zeolit dimaksudkan untuk
meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit dengan cara menghilangkan unsur-
unsur pengotor dan menguapkan air yang tertangkap dalam pori kristal
zeloit.
c. Reduksi
Tujuan dari reduksi yaitu untuk menghilangkan oksida yang masih
terkandung di dalam logam. Reduksi dilakukan dengan memasukkan katalis
dalam reaktor reduksi, dialiri gas hidrogen dengan kecepatan 1 ml/detik
secara kontinyu dan dipanaskan pada temperatur 400oC selama 2 jam (Tri,
2016).

2.8 Penelitian Terdahulu


Pembuatan biodisel dengan menggunakan katalis berpenyangga gamma
alumina (γ-Al2O3) telah dilakukan sebelumnya. Beberapa peneliti yang telah
melakukan penelitian ini, dapat dilihat dalam tabel 2.7 berikut.
Tabel 2.5 Peneliti Terdahulu Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kelapa Sawit
Dengan Proses Catalytic Cracking Menggunakan Katalis
HCl/Ni/ℽAl2O3
22

Nama Peneliti,
No. Bahan Baku Katalis Sumber
tahun
1. Kholidah Nurul, Sampah Padatan asam dan Jurnal Sains
dkk., 2019 Plestik Jenis basa berbasis γ- Indonesia,
Polistiren Al2O3 UNSRI
2. Moestika, 2004 Minyak Padatan asam dan Skripsi, UI
Kelapa Sawit basa berbasis γ-
Al2O3
3. Velma Nindita, Sampah Ni-Cr/Zeolit Jurnal Sains
2015 Plastik Jenis Indonesia,
LDPE dan Universitas
PVC PGRI
Semarang
4. Rismawati Rasyid, Minyak NaOH/ γ- Al2O3 ICon-ITSD
dkk., 2018 Kelapa FTI UMI
Tradisional
5. Sihombing Layla Minyak Biji CuO/ZAA Jurnal Sains
Junifa, dkk., 2017 Alpukat Indonesia,
Universitas
Negeri Medan
6. Tambun Rondang, Minyak ZSM-5 Jurnal Sains
dkk., 2019 Kelapa Sawit Indonesia,
Universitas
Sumatera
Utara
6. Muhamad Panji Minyak HCl/Ni/ γ- Al2O3 Penelitian ini
Satriawan, dkk., Kelapa Sawit
2020
23

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Proses Teknik Kimia Jurusan
Teknik Kimia Universitas Muslim Indonesia Makassar pada bulan Oktober 2020
sampai Januari 2021.

3.2 Alat dan Bahan


A. Alat
Rangkaian alat transesterifikasi seperti pada Gambar 3.1,

1
2
3
4 5

8
7 10
9
11
12

Gambar 3.1 Rangkaian alat transesterifikasi


Keterangan :
1. Pressure gauge 7. Hotplate magnetic stirrer
2. Thermocopel 8. Stirrer
3. Inlet gas 9. Dongkrak
4. Katup penutup 10. Pengatur suhu
5. Sekrup penutup 11. Tombol heater
6. Reaktor 12. Tombol power
24

Peralatan pendukung lainnya, yaitu : corong pemisah, erlenmeyer, batang


pengaduk, dan aluminium foil. Dan peralatan analisa, yaitu : viscometer oswald dan
piknometer, serta peralatan uji mutu produk sesuai dengan standar bahan bakar
diesel yaitu Chromatography Mass Spectrometry (GC-MC).
B. Bahan
1. Minyak Kelapa Sawit komersial
Minyak kelapa sawit komersial yang digunakan sebagai bahan baku adalah
minyak kelapa yang di jual dipasaran.
2. Katalis HCl
Bahan kimia yang dibutuhkan sebagai katalis adalah HCl p.a
3. Katalis Alumina (γ-Al2O3)
Bahan pendukung kedua adalah Alumina γ-Al2O3 (p.a) “MERCK” yang
berperan sebagai penyangga katalis.
4. Katalis Ni(NO3)2H2O (p.a, Merck)

3.3 Variabel Penelitian


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Variabel tetap : Rasio katalis terhadap minyak yaitu 20% dari volume bahan
dengan volume minyak 100 ml, suhu pengeringan yaitu 110oC, suhu
kalsinasi katalis yaitu 500oC dan 550oC, waktu pengeringan yaitu 12 jam,
dan waktu kalsinasi yaitu 3 jam.
2. Variabel bebas : Jenis katalis yang digunakan yaitu HCl/γ-Al2O3 dan Katalis
HCl/Ni/γ-Al2O3 dan suhu reaksi yang digunakan yaitu (200, 250, dan
300)oC.

3.4 Prosedur Penelitian


A. Preparasi katalis
1. Katalis HCl/γ-Al2O3
Katalis 10% HCl diimpregnasi kedalam katalis γ-Al2O3 sampai terbentuk
pasta, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC selama 12 jam,
selanjutnya di kalsinasi pada suhu 500oC selama 3 jam. Tahap berikutnya
karakterisasi katalis.
25

2. Katalis HCl/Ni/γ-Al2O3
Suspensi Ni(NO3)2H2O (p.a, Merck) disemprotkan perlahan-lahan ke γ-
Al2O3 sampai merata kemudian didiamkan pada udara terbuka selama 12
jam dan selanjutnya dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110oC selama 12
jam. Setelah itu, katalis tersebut ditambahkan 10% HCl dengan tahap seperti
diatas lalu dikalsinasi pada suhu 550oC dengan waktu 3 jam. Tahap
berikutnya karakterisasi katalis dengan BET dan XRD.
B. Reaksi Catalytic Cracking
Masukkan minyak kelapa sawit sebanyak 100 ml kedalam reaktor, dan
katalis sebanyak 20 % dari volume bahan, kemudian nyalakan reaktor pada suhu
yang diinginkan selama waktu yang telah ditetapkan sebagi variabel penelitian.
C. Analisa Katalis
Analisa katalis dilakukan dengan menggunakan instrumen XRD dan BET.
D. Analisa Produk
Analisa karakteristik biodiesel dilakukan dengan cara-cara berikut.
1. Analisa Densitas
Menimbang piknonometer kosong, kemudian mengukur rapat massa
masing-masing sampel menggunakan piknometer dengan penimbangan.
2. Analisa Viskositas
Analisa viskositas dilakukan menggunakan viskometer
3. Analisa Kandungan Produk
Uji kandungan produk dilakukan menggunakan analisa GC-MS.
26

3.5 Diagram Alir


A. Preparasi Katalis
1. Katalis HCl/γ-Al2O3

Mengimpregnasi katalis HCl 10% kedalam katalis γ-Al2O3 sampai


terbentuk pasta

Mengeringkan pasta dalam oven dengan suhu 110oC selama 12 jam

Mengkalsinasi pasta dengan suhu 500oC selama 3 jam

Menganalisis katalis

2. Katalis HCl/Ni/γ-Al2O3

Menyeprotkan suspensi Ni(NO3)2H2O secara perlahan ke γ-Al2O3


sampai merata

Mendiamkan di udara terbuka selama 12 jam

Memasukkan kedalam oven pada suhu 110oC selama 12 jam

Menambahkan dan mengimpregnasi katalis HCl 10% kedalam katalis


γ-Al2O3 sampai terbentuk pasta

Mengkalsinasi pasta dengan suhu 550oC selama 3 jam

Menganalisis katalis
27

B. Reaksi Catalytic Cracking

Memasukkan minyak kelapa sawit kedalam reaktor sebanyak 100 ml

Memasukkan katalis sebanyak 20% dari volume bahan

Menyalakan reaktor sesuai suhu yang diinginkan selama waktu yang


diinginkan sesuai variabel penelitian

Analisa Produk
DAFTAR PUSTAKA

A Yudhistia Risak, dan T Triandi Rachmat. (2018). Ekstraksi alumina dalam


lumpur lapindo menggunakan pelarut asam klorida. Universitas Brawijaya.
Malang.
Aldina, A. dkk. (2017) ‘Pengelolaan Panen Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq
.) di Kebun Adolina , Sumatera Utara Harvest Management of Oil Palm (
Elaeis guineensis Jacq . ) at Adolina Estate , Sumatera Utara’, 5(2), pp. 157–
166.
Amalia Rifka. (2019). Studi Pengaruh Impregnasi Campuran Logam Ni Dan Co
Pada Zeloit Alam Lampung Sebagai Katalis Pada Transesterifikasi Minyak
Kelapa Menjadi Biodiesel. Universitas Lampung. Bandar lampung.
Anisah, P. M. (2018). Pengaruh waktu transesterifikasi terhadap konversi minyak
jelantah menjadi biodiesel, 5(1), pp. 916–922.
Chaerul Mochammad, dan Andana Fajhri Revrian. (2020). Study Valuasi Smelter
Pengolahan Nikel Melalui Pendekatan Analisa Biaya Manfaat (Studi Kasus:
Perusahaan Tambang Nikel Di Sulawesi Selatan). Institut Teknologi
Bandung.
Dewi Kurnia Tri, dan Novriyansyah Teguh Mahdi. (2016). Pengaruh Rasio Reaktan
Pada Impregnasi Dan Suhu Reduksi Terhadap Karakter Katalis Kobalt/Zeloit
Alam Aktif. Universitas Sriwijaya.
Fatimah Fitri Nur, dan Utami Budi. (2017). Sintesis dan Analisis Spektra IR,
Difraktogram XRD, SEM pada Material Katalis Berbahan Ni/zeolit Alam
Teraktivasi Dengan Metode Impregnasi. Universitas Sebelas Maret.
Kholidah Nurul, Faizal Muhammad. (2019). Polystyrene Plastic Waste Conversion
into Liquid Fuel with Catalytic Cracking Process Using Al2O3 as Catalyst.
Universitas Sriwijaya. Palembang.
Lilbaiq Zuyyina Fifti. (2017). Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Sirsak Yang
Diembankan Pada Zeolit NaX Menggunakan Metode Impregnasi Kering
Sebagai Antikanker Payudara T-47D. Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.
Maulidan, F., dkk. (2020) ‘Pemanfaatan CPO Off-Grade dalam Pembuatan
Biodiesel Menggunakan Katalis CaO pada Reaksi Transesterifikasi’,
Chempro Journal, 01(2), pp. 26–31.
Moestika. (2004). Perengkahan Biogasoline dari Minyak Kelapa Sawit Melalui
Reaksi Perengkahan dengan Menggunakan Katalis Alumina. Universitas
Indonesia.
Nora, S. dan Mual, C. (2018) Buku Ajar Budidaya Tanaman Kelapa Sawit, Pusat
Pendidikan Pertanian. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
Nindita Velma. (2015). Studi berbagai metode pembuatan BBM dari sampah
plastik jenis LDPE dan PVC dengan metode Thermal dan Catalytic Cracking
(Ni-Cr / Zeolit). Universitas PGRI Semarang.
Pratama, B. R. (2016). Pemodelan Reaksi Esterifikasi dalam Sintesis Biodiesel
Berbasis Campuran Minyak Non-Pangan secara Konyinyu dengan Reactive
Distilation Menggunakan Katalis Timah (II) Klorida.
Putri Shafana Agresya, Fitria Ainul. (2019). Perbandingan Efektifitas
Transesterifikasi Biodiesel dari Minyak Croton Megalocarpus dengan Katalis
dan Non- Katalis. Institut Teknologi Sepuluh November.
Raidah, A. (2012). Pengaruh Garam Prekursor Terhadap Aktivitas Katalis CuO/γ -
Al2O3 yang digunakan dalam Reaksi Hidrogenasi Minyak Jarak.
Rasyid, R. (2015) Hydrocracking of Calophyllum inophyllum Oil with Non- Sulfide
CoMo Catalysts, Bulletin of Chemical Reaction Engineering and Catalysis.
Rasyid, R. (2018) ‘The Production of Biodiesel from A Traditional Coconut Oil
Using NaOH/γ-Al2O3 Heterogeneous Catalyst’, IOP Conference Series:
Earth and Environmental Science, 175(1), pp. 2–8. doi: 10.1088/1755-
1315/175/1/012025.
Rokat, Latif Heri. (2018). Pengaruh Perbandingan Volume Asam klorida ( HCl )
33 % pada sweet water untuk Meningkatkan Kualitas Gliserin dari CPKO.
Universitas Sumatera Utara. Medan
Sari, A. D. (2012). Pemanfaatan Katalis Padatan Asam dan Basa Berbasis Al2O3
Pada Reaksi Esterifikasi/Transesterifikasi dari Minyak Kelapa.
Savitri, Nugraha. (2016) ‘Pembuatan Katalis Asam (Ni/γ-Al2O3) dan Katalis Basa
(Mg/γ-Al2O3) untuk Aplikasi Pembuatan Biodiesel dari Bahan Baku Minyak
Jelantah’, Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Ilmu Kimia, 2(1), pp. 1–10.
Setyoko, H. A. (2018). Sintesis Biodiesel Melalui Proses Transesterifikasi Minyak
Sawit Menggunakan Katalis Heterogen KOH/Zeolit.
Sihombing Layla Junifa, dan Pulungan Nasir Ahmad. (2017). Konversi minyak biji
alpukat menjadi fraksi bahan bakar cair melalui proses catalytic cracking
menggunakan katalis CuO/ZAA. Universitas Negeri Medan. Medan.
Syahputri, R. R. dan Zuhri, Z. (2018). Pembuatan Biodiesel Berbasis CPO ( Crude
Palm Oil ) Menggunakan Katalis Heterogen K-Silika pada Reaksi
Transesterifikasi : Pengaruh Jumlah Katalis dan Tipe Katalis.
Tambun Rondang, dan Gusti Oktris Novali. (2017). Biofuel Production from Palm
Olein by Catalytic Cracking Process using ZSM-5 Catalyst. Universitas
Sumatera Utara, Padang Bulan, Medan.
Tsani, F. (2012). Preparasi dan Karakteristik Katalis NiMo/y-Al2O3 untuk Sintesis
Bahan Bakar Bio dari Minyak Jarak Melalui Pirolisis Berkatalis.
Wendari, T. P. (2016) Pembuatan Katalis Dengan Metode Impregnasi. Padang.

Anda mungkin juga menyukai