Oleh :
(09220170030)
(09220170046)
Oleh :
Dr. Ir. Rismawati Rasyid, S.T., M.T., IPM. Ir. Darnengsih, S.T., M,T., IPP.
Mengetahui
Ketua Jurusan Teknik Kimia
iii
1
BAB I PENDAHULUAN
dikonsumsi masyarakat global, minyak kelapa sawit juga dalam proses produksi
maupun pengolahannya mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (Nora dan Mual, 2018). Indonesia sebagai produsen CPO
terbesar kedua di dunia sangat potensial sebagai produsen biodiesel. Beberapa
penelitian telah dilakukan dalam produksi biodiesel menggunakan bahan baku
minyak nabati (Maulidan dkk, 2020).
Pada proses pembuatan biodiesel, proses yang sering digunakan adalah proses
transesterifikasi. Proses transesterifikasi digunakan untuk menurunkan viskositas
minyak sehingga didapatkan nilai viskositas yang mendekati nilai viskositas solar.
Nilai viskositas yang tinggi akan menyebabkan sulitnya pemompaan bahan bakar
dari tangki ke ruang mesin yang mengakibatkan pembakaran yang kurang
sempurna dan adanya endapan pada nozel. Proses transesterifikasi umumnya
menggunakan katalis, baik katalis homogen maupun katalis heterogen. Umumnya,
proses transesterifikasi menggunakan katalis homogen basa kuat, seperti NaOH dan
KOH (Agresya dkk, 2019). Namun, katalis dasar umumnya bersifat korosif
terhadap peralatan dan juga bereaksi dengan asam lemak bebas untuk membentuk
sabun yang tidak diinginkan sebagai produk samping yang membutuhkan
pemisahan yang mahal. Selain itu, produk dari reaksi yang melibatkan katalis
homogen akan sangat sulit memisahkan katalis dari produknya yang menyebabkan
yield yang dihasilkan cenderung lebih rendah dari katalis heterogen,
Gamma alumina (γ-Al2O3) digunakan sebagai support katalis karena memiliki
luas permukaan yang besar (150-300 m2/g) juga memiliki sisi aktif asam dan basa
dengan kekuatan yang berbeda tergantung cara pembuatannya. Selain itu, γ-Al2O3
memiliki induk berfungsi menyediakan luas permukaan untuk komponen aktif yang
bertujuan untuk memperpanjang kontak antara inti aktif dan reaktan tanpa
mengurangi aktivitas fasa aktif (Rasyid dkk, 2018).
Maka dari latar belakang tersebut, kami mengabil judul proses catalytic
cracking pada minyak kelapa sawit dengan katalis berpenyangga γ-Al2O3.
3
transisi sebagai katalis dalam proses cracking, dengan berbagai sumber minyak
nabati seperti minyak biji nyamplung , minyak bintaro, minyak laka, dan minya
kelapa sawit, kesemuanya dalam upaya mengubahnya menjadi bahan bakar nabati
(Tambun dkk, 2017).
Reaksi catalytic cracking atau perengkahan katalitik adalah reaksi
perengkahan menggunakan katalis (katalis heterogen) sebagai material yang
mampu mempercepat laju reaksi untuk mencapai kesetimbang dan menghasilkan
produk akhir reaksi melalui mekanisme pembentukan ion karbonium. Catalytic
cracking adalah metode umum yang sering digunakan untuk memecah rantai
karbon yang cukup panjang menjadi molekul rantai karbon yang lebih pendek
dengan menggunakan katalis (Sihombing dkk, 2017).
Protein 3,3 g
Vitamin C3 3,3 mg
Karbohidrat 15,23 g
Energi 350 mg
Minyak kelapa merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, sehingga dikenal
juga sebagai gliserida. Komponen minyak kelapa adalah asam lemak jenuh sekitar
90% dan asam lemak tak jenuh 10%. Asam lemak jenuh didominasi oleh asam
laurat yang memiliki rantai karbon 12, termasuk asam lemak rantai menengah dan
jumlahnya sekitar 44-52. Karena minyak kelapa didominasi oleh asam laurat yang
berantai pendek, maka proses pengubahan minyak kelapa menjadi biodiesel tidak
membutuhkan waktu yang lama (Amalia, 2019).
Tabel 2.2 Kandungan asam lemak pada minyak kelapa sawit.
Asam lemak Jumlah (%)
Asam kaproat 0,4-0,6
Asam kaprilat 6,9-9,4
Asam kaprat 6,2-7,2
Asam laurat 45,9-50,3
Asam palmiat 7,7-9,7
Asam stearat 2,3-3,2
Asam oleat 5,4-7,4
Asam linoleat 1,3-2,1
Minyak yang diekstrak dari kelapa sawit dikenal sebagai CPO terdiri dari lebih
dari 90% berat trigliserida dan 3-7% berat asam lemak bebas (FFA). Netralisasi
FFA dapat dilakukan dengan penambahan kelebihan alkali, tetapi ini mengarah ke
pembentukan sabun dan menimbulkan masalah saat pemisahan pasca reaksi. Bila
kadar FFA lebih rendah dari 2,0% berat, cocok dilakukan proses transesterifikasi
pada bahan baku untuk menghasilkan biodiesel (Syahputri dkk, 2018) menyatakan
komposisi asam lemak dari CPO ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak CPO
Asam Lemak Konsentrasi
Saturated
Myristic 0,93
Palmitic 45,48
Stearic 3,49
Total 49,91
Unsaturated
Oleat 40,17
Linoleat 9,92
Total 50,09
Sumber: Syahputri and Zuhri, 2018.
Komponen non-trigliserida dalam minyak kelapa sawit terdapat dalam jumlah
kecil, yaitu sekitar 1%, seperti sterol, karotenoid, tokoferol, tokotrienol, fosfatida,
dan alkohol alifatik. Karoten, tokoferol, dan tokotrienol merupakan agen
antioksidan alami yang menjaga minyak dari kerusakan akibat oksidasi.
2.3 Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat meningatkan laju reaksi dan setelah reaksi
selesai, terbentuk kembali dalam kondisi tetap. Katalis ikut terlibat dalam reaksi
memberikan mekanisme baru dengan energi pengaktifan yang lebih rendah
disbanding reaksi tanpa katalis (Velma, 2015).
Katalis banyak digunakan dalam proses industriseperti dalam proses produksi
bahan kimia, proses produksi makanan, pembangkit listrik tenaga nuklir,
9
yang telah dikembangkan saat ini diantaranya adalah zeolit, SnCl2 CaO, SnCl2,
ZrO2, Al2O3, dan lain-lain (Pratama, 2016).
Katalis heterogen adalah katalis yang memiliki fasa yang berbeda dengan
reaktan. Dengan kata lain, interaksi antara substrat dan katalis berada dalam fasa
yang berbeda sehingga pemisahannya dengan produk yang dihasilkan lebih mudah,
diperlukan dalam jumlah yang lebih sedikit, korosi pada reaktor minimal, dan pada
umumnya dapat diregenerasi untuk mendapatkan katalis yang hampir sama dengan
katalis yang belum dipakai dalam reaksi katalisis.
Katalis heterogen biasanya zat padat dan reaktannya biasanya dalam fasa gas
atau cair. Katalis heterogen terdiri dari 3 komponen utama, yaitu situs aktif (dopan),
pengemban, dan promotor. Situs aktif berfungsi untuk mempercepat dan
mengarahkan reaksi, peyangga berfungsi untuk memberikan luas permukaan yang
lebih besar bagi situs aktif, dan promotor berfungsi untuk meningkatkan kinerja
katalis.
Situs-situs aktif memegang peranan utama dalam proses katalitik. Situs aktif
suatu katalis heterogen dapat berasal dari logam-logam yang terdeposit pada
penyangga atau dapat pula berasal dari penyangga itu sendiri. Logam-logam
tersebut umumnya adalah logam-logam transisi yang menyediakan orbital d kosong
atau elektron tunggal yang akan disumbangkan pada molekul reaktan sehingga
terbentuk ikatan baru dengan kekuatan ikatan tertentu (Arita, Attaso and Septian,
2013).
Peran katalis sangat besar dalam pembuatan biodiesel, karena reaksi cenderung
berjalan lambat. Katalis berfungsi menurunkan energi aktifasi reaksi sehingga
reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Katalis yang digunakan dalam pembuatan
biodiesel dapat berupa katalis basa maupun katalis asam. Dengan katalis basa reaksi
berlangsung pada suhu kamar sedangkan dengan katalis asam reaksi baru berjalan
baik pada suhu sekitar 100°C (Velma, 2015).
Katalis yang berada pada fase yang sama (liquid) dengan reaktan disebut
sebagai katalis homogen, sedangkan katalis yang berada pada fase yang berbeda
dengan reaktannya (dapat berupa padatan, cairan yang tidak dapat bercampur
ataupun gas) disebut sebagai katalis heterogen (Amalia, 2019).
12
a. Katalis Homogen
Katalis homogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis asam homogen dan
katalis basa homogen. Katalis yang umum digunakan dalam reaksi
transesterifikasi yaitu KOH dan NaOH. Penggunaan katalis ini menimbulkan
masalah pada proses pemisahan produk reaksi sehingga menghasilkan limbah
pencucian dalam jumlah yang besar. Di samping itu, katalis basa bekerja
dengan baik pada batas asam lemak bebas < 0,5%. Jika bahan baku
mengandung asam lemak bebas tinggi, akan terjadi reaksi antara katalis dengan
asam lemak bebas membentuk sabun. Katalis asam homogen yang digunakan
dalam reaksi transesterifikasi misalnya H2SO4, HCl, dan H3PO4. Akan tetapi
penggunaan katalis ini memerlukan waktu reaksi yang lama, menyebabkan
korosi pada reaktor yang digunakan, rasio molar alkohol dengan minyak harus
besar, serta memerlukan suhu yang tinggi.
b. Katalis Heterogen
Katalis heterogen adalah katalis yang memiliki fasa berbeda antara reaktan
dan produk yang dihasilkan, sehingga dapat dipisahkan dengan mudah dan
memungkinkan untuk didaur ulang sehingga lebih bersifat ramah lingkungan.
Di samping itu, katalis ini juga lebih efektif dan efisien, mudah untuk
digunakan dalam berbagai media, tidak korosif, relatif murah, dan dapat
dengan mudah diaktifkan untuk mendapatkan sifat katalis yang diinginkan
Pada prinsipnya terdapat dua komponen dasar penyusun katalis heterogen,
yakni situs aktif dan penyangga. Situs aktif merupakan komponen utama pada
katalis heterogen yang berupa logam-logam transisi yang memiliki orbital d
kosong yang berfungsi untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi. Beberapa
logam yang telah diaplikasikan sebagai situs aktif diantaranya Fe, Ni, dan Cr.
Situs aktif ini dapat menjadi tidak aktif karena beberapa sebab seperti
kehadiran CO, CO2, senyawa-senyawa sulfur, serta suhu reaksi yang terlalu
tinggi. Semakin banyak situs aktif yang terdapat pada katalis maka reaksi akan
berjalan semakin baik. Penyangga adalah zat padat yang berpori dimana situs
aktif ditempatkan. Berbagai zat padat telah digunakan sebagai penyangga
katalis heterogen, antara lain adalah alumina, silika, dan zeolit. Salah satu
13
penyangga katalis yang telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi adalah
zeolit. Kelebihan zeolit adalah memiliki luas permukaan dan keasaman yang
mudah dimodifikasi karena merupakan kristal alumina silika tetrahidrat berpori
yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung
kanal-kanal dan rongga-rongga yang di dalamnya terisi oleh ion-ion logam.
Zeolit banyak dimanfaatkan sebagai adsorben (logam berat, zat warna, zat
beracun, polusi gas, cair, dan padat), penukar ion, dan katalis (produksi
biodiesel, perengkahan) (Amalia, 2019).
2.4 Nikel
Nikel sebagai salah satu dari logam utama yang tertera dalam Permen No. 7
tahun 2012 saat ini diproduksi oleh berbagai perusahaan di Indonesia dalam bentuk
nikel matte, ferro-nikel dan logam nikel. Terdapat 3 perusahaan di Indonesia yang
telah membangun smelter dalam usaha mengolah nikel mentah menjadi barang
setengah jadi yang diperoleh dari pertambangan yang dijalankan oleh tiap
perusahaan. Sebagian besar kegiatan pertambangan dan pengolahan mineral secara
bersamaan mempengaruhi masyarakat karena sebagian besar masyarakat
mengandalkan pertambagan dan smelter untuk mata pencaharian mereka, baik
secara langsung atau tidak langsung (Chaerul dkk, 2020).
Logam transisi sering digunakan sebagai katalis heterogen. Logam transisi
tersebut bersifat asam dan berperan dalam reaksi perpindahan elektron. Logam
transisi yang digunakan sebagian besar adalah logam golongan VIII B.
Kemampuan logam transisi dalam mengkatalisis reaksi sangat berkaitan dengan
keadaan elektronik pada orbital s dan p yang tersekat. Akibatnya akan timbul
keadaan elektronik berenergi rendah dalam jumlah besar dan orbital kosing uang
sangat ideal untuk reaksi katalisis. Situs- situs yang memiliki keadaan elektronik
degenerate dalam jumlah besar adalah situs-situs paling aktif dalam pemutusan dan
pembentukan ikatan. Keadaan elektronik seperti ini mempunyai muatan,
konfigurasi, dan spin yang fluktuatif dan hal ini terjadi pada situs-situs logam
dengan bilangan koordinasi yang besar.
Salah satu logam transisi golongan VIII B yang biasa digunakan adalah nikel.
Nikel mempunyai bilangan oksidasi yang bevariasi, tetapi yang paling umum
14
adalah 2+. Nikel dalam sistem periodik unsur memiliki nomor atom 28 dan
mempunyai elektron terluar pada orbital d dengan konfigurasi elektron [Ar]3d84s2.
Nikel adalah logam putih perak yang keras. Nikel bersifat liat, dapat ditempa
dan sangat kukuh. Logam ini melebur pada 1455oC dan bersifat sedikit magnetik.
Sifat-sifat fisik nikel ditunjukkan pada tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Sifat Fisik Nikel
Karakteristik Nilai
Fasa Padat
Massa jenis (pada sekitar suhu kamar) 8,908 g/cm³
Massa jenis cair pada titik lebur 7,81 g/cm³
Titik lebur 1728 K
Titik didih 3186 K
Kalor penguapan 377,5 kJ/mol
Kalor peleburan 17,48 kJ/mol
Kapasitas kalor (pada 25 oC) 26,07 J/(mol·K)
Sifat magnetic feromagnetik
Sumber: Tsani, 2012
Nikel sangat dikenal fungsinya sebagai katalis dalam proses industri. Nikel
telah banyak digunakan dalam reaksi hidrogenasi, alkilasi, hidroalkilasi, dan
cracking. Selain itu, katalis nikel juga memiliki aktifitas yang tinggi.
Nikel banyak dimanfaatkan dalam berbagai bentuk baik sebagai unsur tunggal
maupun dalam bentuk senyawa, berikut ini adalah bentuk senyawa nikel yang dapat
digunakan sebagai katalis (Tsani, 2012):
a. Nikel oksida (Ni3O4)
Senyawa nikel oksida digunakan sebagai katalis pada proses hidrogenasi
dengan tekanan dan temperatur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
katalis Ni. Selain itu, katalis oksida juga lebih sensitif terhadap racun katalis
seperti S, Cl, dan CO. Namun, nikel oksida ini mempunyai sifat pyrophoric
saat nikel oksida direduksi dengan hydrogen, sehingga biasanya nikel oksida
ini direduksi dengan CO2 dan N2 untuk menghilangkan sifat pyrophoric yang
terbentuk.
15
tubuh, HCl menghancurkan bahan makanan yang masuk ke dalam usus. Dalam
bidang industri, HCl dibatasi dalam produksinya. Hal ini dikarenakan tekanan uap
HCl yang tinggi sehingga menyebabkan kesulitan saat penyimpanan. Asam klorida
(HCl) memiliki kecenderungan untuk melarutkan unsurunsur seperti unsur kalsium
(Ca) dalam tulang (Hendra, 2018).
Pengunaan asam klorida sebagai pelarut memiliki keuntungan tersendiri dari
pada asam-asam lain, seperti mudah dalam pemisahan residu silika dengan cara
penyaringan cepat dan penghilangan titanium dioksida yang biasa terdapat dalam
lempung atau lumpur [6].Asam klorida, HCl juga merupakan asam kuat yang akan
terionisasi secara sempurna dalam larutan. Kemudahan terionisasinya asam kuat
HCl ini akan mengoptimalkan proses ekstraksi Al2O3. Harga HCl yang relatif lebih
murah dibandingkan asam kuat lainnya (Riska dkk, 2018).
Asam klorida merupakan reagent pengasam yang sangat baik. Ada beberapa
alasan yang mendukung pernyataan tersebut, seperti:
a. Asam klorida merupakan jenis asam kuat yang memiliki tingkat bahaya yang
paling rendah jika dibandingakan dengan jenis asam kuat lainnya.
b. Meskipun asam, akan tetapi di dalam senyawa tersebut terkandung ion klorida
yang tidak beracun serta tidak reaktif.
c. Dalam konsentrasi menengah, asam klorida cukup stabil untuk disimpan, dan
akan terus mempertahankan konsentrasinya tersebut.
d. Asam klorida merupakan salah satu dari enam asam kuat dalam kimia yang
paling sukar mengalami reaksi redoks.
e. Asam klorida tersedia dalam bentuk pereaksi murni.
Asam klorida merupakan salah satu asam kuat yang tidak bewarna dan
memiliki bau seperti klorin pada konsentrasi yang lebih tinggi serta bersifat korosif.
Asam klorida merupakan salah satu senyawa kimia yang secara alami dapat
dihasilkan oleh tubuh kita, asam ini dihasilkan secara alami oleh lambung manusia
yang mana zat asam ini nantinya digunakan untuk membunuh kuman dan juga
untuk mengasamkan makanan.
Dahulunya asam klorida dikenal dengan nama asam muriatik atau "Spirit Of
Salt", penamaan ini berasal dari bahan yang digunakan untuk membuat asam
17
klorida itu sendiri yaitu vitriol hijau atau senyawa FeSO4 dan juga batuan garam
yang banyak mengandung senyawa NaCl. Asam klorida dapat larut dalam bentuk
perbandingan apapun di dalam air, sehingga asam ini bersifat "miscible" terhadap
air (Heri, 2018).
Adapun pengaplikasian asam klorida dalam berbagai proses industri di
antaranya adalah:
a. Untuk mengawetkan baja
Salah satu wujud aplikasi asam klorida adalah dalam industri pengawetan
baja, di mana senyawa ini berguna untuk menghilangkan karat (kerak oksida)
dari besi atau baja sebelum mengalami proses selanjutnya seperti galvanisasi,
rolling, ekstrusi, maupu teknik-teknik lainnya.
Saat ini, industri pengawetan baja telah melakukan bermacam-macam
inovasi untuk mengembangkan proses regenerasi dari asam klorida, seperti
roaster semprot maupun regenerasi HCI fluida yang memungkinkan
terpulihkannya HCI dari limbah bekas pengawetannya.
b. Produksi senyawa organik Asam
Asam klorida juga dipergunakan dalam berbagai produksi senyawa organik,
seperti vinil klorida dan dikloroetana untuk PVC, bisphenol A untuk
polikarbonat, asam karbonat, karbon aktif, serta berbagai produk farmasi, besi
(III) klorida dan PAC (Polialuminium Klorida) untuk pengolahan limbah,
produksi kertas, serta produksi air minum, kalsium klorida untuk aplikasi jalan,
nikel (II) klorida untuk elektro plating, Seng Klorida untuk industri galvanis
dan produksi baterai.
c. Sebagai pengendali pH dan netralisasi
Dalam sebuah industri, seperti industri makanan, air minum, farmasi, dan
lain sebagainya, bahan baku yang digunakan haruslah memiliki tingkat
kemurnian yang tinggi. Dan asam klorida merupakan salah satu bahan yang
digunakan untuk mengatur pH (keasaman) larutan, misalnya untuk mengontrol
pH proses aliran air, asam klorida yang digunakan adalah asam klorida dengan
kualitas yang tinggi,
18
mikropori dan luas permukaan yang besar. Penyangga katalis alumina γ-Al2O3
dapat digunakan pada reaksi hydrocracking minyak nyamplung untuk
menghasilkan bahan bakar seperti gasoline, kerosene (Rasyid, Prihartantyo, et al.,
2015).
Alumina (Al2O3), merupakan oksida aluminium yang mempunyai sifat sebagai
insulator panas dan insulator listrik yang baik dan memiliki struktur pori-pori yang
besar serta tahan terhadap temperatur yang tinggi. Sifat ini membuat Al2O3 sering
dipakai sebagai katalis atau padatan pendukung katalis (Sari, 2012).
a. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mengkristalkan garam logam pada
permukaan pori pengemban. Jika tidak dilakukan dengan benar, akan
dihasilkan distribusi konsentrasi yang tidak merata. Pengeringan dilakukan
di dalam oven pada suhu 105 – 120 oC.
b. Kalsinasi
Kalsinasi merupakan proses pemanasan suatu benda hingga
temperaturnya tinggi, tetapi masih di bawah titik lebur untuk
menghilangkan kandungan yang dapat menguap.
Proses aktivasi zeolit melalui kalsinasi menyebabkan pelepasan air
sehingga luas permukaan pori-pori zeolit bertambah yang meningkatkan
kemampuan untuk adsorbsi. Kalsinasi zeolit dimaksudkan untuk
meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit dengan cara menghilangkan unsur-
unsur pengotor dan menguapkan air yang tertangkap dalam pori kristal
zeloit.
c. Reduksi
Tujuan dari reduksi yaitu untuk menghilangkan oksida yang masih
terkandung di dalam logam. Reduksi dilakukan dengan memasukkan katalis
dalam reaktor reduksi, dialiri gas hidrogen dengan kecepatan 1 ml/detik
secara kontinyu dan dipanaskan pada temperatur 400oC selama 2 jam (Tri,
2016).
Nama Peneliti,
No. Bahan Baku Katalis Sumber
tahun
1. Kholidah Nurul, Sampah Padatan asam dan Jurnal Sains
dkk., 2019 Plestik Jenis basa berbasis γ- Indonesia,
Polistiren Al2O3 UNSRI
2. Moestika, 2004 Minyak Padatan asam dan Skripsi, UI
Kelapa Sawit basa berbasis γ-
Al2O3
3. Velma Nindita, Sampah Ni-Cr/Zeolit Jurnal Sains
2015 Plastik Jenis Indonesia,
LDPE dan Universitas
PVC PGRI
Semarang
4. Rismawati Rasyid, Minyak NaOH/ γ- Al2O3 ICon-ITSD
dkk., 2018 Kelapa FTI UMI
Tradisional
5. Sihombing Layla Minyak Biji CuO/ZAA Jurnal Sains
Junifa, dkk., 2017 Alpukat Indonesia,
Universitas
Negeri Medan
6. Tambun Rondang, Minyak ZSM-5 Jurnal Sains
dkk., 2019 Kelapa Sawit Indonesia,
Universitas
Sumatera
Utara
6. Muhamad Panji Minyak HCl/Ni/ γ- Al2O3 Penelitian ini
Satriawan, dkk., Kelapa Sawit
2020
23
1
2
3
4 5
8
7 10
9
11
12
2. Katalis HCl/Ni/γ-Al2O3
Suspensi Ni(NO3)2H2O (p.a, Merck) disemprotkan perlahan-lahan ke γ-
Al2O3 sampai merata kemudian didiamkan pada udara terbuka selama 12
jam dan selanjutnya dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110oC selama 12
jam. Setelah itu, katalis tersebut ditambahkan 10% HCl dengan tahap seperti
diatas lalu dikalsinasi pada suhu 550oC dengan waktu 3 jam. Tahap
berikutnya karakterisasi katalis dengan BET dan XRD.
B. Reaksi Catalytic Cracking
Masukkan minyak kelapa sawit sebanyak 100 ml kedalam reaktor, dan
katalis sebanyak 20 % dari volume bahan, kemudian nyalakan reaktor pada suhu
yang diinginkan selama waktu yang telah ditetapkan sebagi variabel penelitian.
C. Analisa Katalis
Analisa katalis dilakukan dengan menggunakan instrumen XRD dan BET.
D. Analisa Produk
Analisa karakteristik biodiesel dilakukan dengan cara-cara berikut.
1. Analisa Densitas
Menimbang piknonometer kosong, kemudian mengukur rapat massa
masing-masing sampel menggunakan piknometer dengan penimbangan.
2. Analisa Viskositas
Analisa viskositas dilakukan menggunakan viskometer
3. Analisa Kandungan Produk
Uji kandungan produk dilakukan menggunakan analisa GC-MS.
26
Menganalisis katalis
2. Katalis HCl/Ni/γ-Al2O3
Menganalisis katalis
27
Analisa Produk
DAFTAR PUSTAKA