Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

PROSES PRODUKSI
BIODIESEL

DISUSUN OLEH :

Nama / NIM: 1. Erwin Setiawan (16 644 009)


2. Delvie Griffin P (16 644 038)
3. Danu Willian (16 644 050)
4. Ana Noor Hayati (16 644 051)

Kelas : VII B / S1 Terapan


Kelompok : IV ( EMPAT)
Dosen Pembimbing : Muh. Irwan, S.T., M.T

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM PRODUKSI
BIODIESEL

Nama / NIM: 1. Erwin Setiawan (14 644 009)


2. Delvie Griffin P (16 644 038)
3. Danu Willian (16 644 050)
4. Ana Noor Hayati (16 644 051)

Kelas : VII B / S1 Terapan


Kelompok : IV ( EMPAT)
Dosen Pembimbing : Muh. Irwan, S.T., M.T

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal 2019

Mengetahui
Dosen Pembimbing

Muh. Irwan, S.T., M.T


NIP. 19740310200212 1 010
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Mahasiswa dapat memahami dan membuat biodiesel dari minyak jelantah

1.2 Dasar Teori

1.2.1 Biodiesel

Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang
terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida
dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati
yang digunakan sebagai bahan baku. Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan
trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek
seperti methanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel
menggunakan metanol) menghasilkan metil ester asam atau biodiesel dan gliserol
(gliserin) sebagai produk samping. Katalis basa/alkali, biasanya digunakan natrium
hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH). Esterifikasi adalah proses yang
mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol atau
etanol) menghasilkan metil ester asam lemak dan air. Katalis yang digunakan untuk
reaksi esterifikasi adalah asam, biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4).
Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel
secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan
kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah secara
keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari metil ester,
pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian dan
pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan
pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara destilasi/rectification.
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati mengandung FFA
di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (> 5%) langsung ditransesterifikasi dengan
katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya
sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil
ester dan berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi
diuntuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA
dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk
mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester. (Hikmah,2010)

1.2.2 Proses Esterifikasi

Esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol dengan
bantuan katalis asam, misalnya asam klorida (HCL), asam sulfat (H2SO4) ataupun
katalis asam padat untuk menhasilkan ester. Asam sulfat, asam sulfonat organik atau
resin penukar kation asam kuat merupakan katalis yang bisa dipakai dalam industri.
Reaksi alkohol rantai pendek, seperti methanol harus ditambahkan dalam jumlah yang
sangat berlebih dan air sebagai produk samping harus disingkirkan dari fasa reaksi,
yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi
dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak menjadi metil ester
dapat dituntaskan dalam waktu 1 jam (Naik, et al., 2006).

Reaksi esterifikasi mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung di dalam


minyak menjadi metil ester. Reaksi esterifikasi ditunjukkan pada persamaan reaksi
berikut:

RCOOH + CH3OH ↔ RCOOH3 + H2O

Asam Lemak Metanol Metil Ester Air

Esterifikasi bisa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar


berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka asam ≥ 5 mg KOH/g). Tahap esterifikasi
biasa diikuti dengan tahap transesterifikasi.
1.2.3 Proses Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik
yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum
digunakan, karena harganya. Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik
dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Reaksi
transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester adalah :

Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.

Gambar 1.2 Reaksi Transesterifikasi

Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya


katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat
(Mittlebatch,2004, dalam Hikmah, 2010). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi
transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut:

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-
asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:

a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi


b. Memisahkan gliserol

Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)


Reaksi Transesterifikasi secara umum merupakan reaksi alcohol dengan trigliserida
menghasilkan metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa. Alkohol yang
umumnya digunakan adalah metanol dan etanol. Reaksi ini cenderung lebih cepat
membentuk metil ester dari pada reaksi esterifikasi yang menggunakan katalis asam.
Namun, bahan baku yang akan digunakan pada reaksi transesterifikasi harus memiliki
asam lemak bebas yang kecil (<2%) untuk menghindari pembentukan sabun. Reaksi
trasnesterifikasi trigliserida menjadi metil ester adalah:

CO2COOR-CHCOOR’-CH2-COOR”+3CH3OH ↔ RCOOH3 + C3H8O3 (2)

Trigliserida Metanol Metil Ester Gliserol

Transesterifikasijuga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis,


konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat (Atadashi, et
al., 2011).Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa,
karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Produk yang diinginkan dari reaksi
transesterifikasi adalah etil ester asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar
kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:

a. Menambahkan methanol berlebih ke dalam reaksi


b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperature reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi
eksoterm).

1.2.4 Standar Biodiesel

Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dilakukan dalam SNI 7182:2015,

yang sudah merevisi SNI 04-7182-2006 dan SNI 7182:2012-Biodiesel. Persyaratan

kualitas biodiesel disajikan dalam Tabel 1.1 berikut.


Tabel 1.1 Syarat Mutu Biodiesel dalam SNI 7182:2015

No Parameter Uji Persyaratan


1 Massa jenis pada 40oC 850-890 kg/m3
2 Viskositas kinematic pada 40oC 2,3-6,0 mm2/s (cSt)
3 Angka setana Min 51
4 Titik nyala (mangkok tertutup) Min 100oC
5 Titik Kabut Maks 18oC
6 Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50oC) 850-890 kg/m3
7 Residu karbon dalam per contoh asli atau Maks 0,05 % massa
Dalam 10% ampas distilasi Maks 0,3 % massa
8 Air dan sedimen Maks 0,05 % vol
9 Temperatur destilasi 90% Maks 360oC
10 Abu tersulfatkan Maks 0,02% massa
11 Belerang Maks 100 mg/kg
12 Fosfor Maks 10 mg/kg
13 Angka asam Maks 0,5 mg KOH/g
14 Gliserol bebas Maks 0,02% massa
15 Gliserol total Maks 0,24% massa
16 Kadar ester metal Min 96,5% massa
17 Angka iodium Maks 115 % massa
18 Kadar monogliserida Maks 0,8% massa
Kestabilan oksidasi Periode induksi rancimat 360 menit
19 Atau Periode induksi metode petro oksi 27 menit
20 Kadar metil ester (rendemen) 96,5 %Wt
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2015
Adapun standar biodiesel menurut dalam skala internasional adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2 Europe Biodiesel Spesification (EN 14214)

No. Property Unit Standard


o 3
1. Density 15 C kg/m 860-900
o
2. Flash point C >101
3. Kinematic viscosity 40oC mm2/s (cSt) 3,5-5,0
4. Sulfur content wt% < 0,01
5. Conradson carbon residu wt% 0,3
6. Cooper strip corrosion, 3h 50oC class class 1
7. Water content mg/g < 500
o
8. Cold filter plugging point C NA
9. Free glycerol % 0,02
10. Total glycerol % 0,25
11. Acid value mgKOH/g ≤ 0,5
12. Cetane number - ≥ 51
13. Caloric value MJ/kg NA

Tabel 1.3American Biodiesel Spesification (ASTM D 6751)

Property Test Method Standard


Sulfur (%w.t), max D5453 0,0015
Cold soak filterability(s), max D7501 200
Monoglycerides (%w.t), max D6584 0.40
Ca, Mg (ppm), max EN14538 5
Flash Point (oC), min D93 93
Methanol (% w.t), max EN14110 0,2
Water and sediment (%v/v), max D2790 0,050
Kinematic viscosity 40oC mm2/s (cSt) D445 1,9 – 6
Cooper strip coorotion D130 No. 3
Cetane number, min D613 47
Carbon recidu (%w.t), max D4530 0,050
Acid number (mgKOH/g), max 0,5
Free glycerin (%w.t), max D664 0,020
Total glycerin (%w.t), max D6584 0,24
Phosphorus (%w.t), max D6584 0,001
Distillation 90% oC, max D1160 360
Oxidation stability (h), min EN15751 3

1.2.5 Katalis
Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut terkonsumsi
oleh keseluruhan reaksi. Pada dasarnya, katalis justru harus ikut bereaksi dengan
reaktan untuk menbentuk suatu zatbantara yang aktif. Zat antara ini kemudian bereaksi
dengan molekul reaktan yang lain menghasilkan produk. Pada akhirnya, produk
kemudian terlepas dari permukaan katalis. Pada umumnya reaksi transesterifikasi dan
esterifikasi merupakan reaksi lambat. Tanpa adanya katalis, proses pembuatan biodiesel
dengan transesterifikasi hanya dapat menghasilkan konversi sebesar 85% setelah 10 jam
reaksi pada suhu 235oC dengan tekanan 62 bar.
a. Katalis Basa

Terdapat dua jenis katalis basa yang dapat digunaka dalam pembuatan
biodiesel, yaitu katalis basa homogen dan katalis basa heterogen. Katalis yang
banyak digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa homogeny
seperti NaOH atau KOH (Prayanto et al., 2016)

Laju reaksi transesterifikasi dengan katalis basa lebih cepat jika


dibandingkan dengan katalis asam. Karena dalam larutan basa, suatu karbonil
dapat diserang langsung oleh neukleofilik tanpa protonasi sebelumnya.
Berdasarkan alasan ini, proses industri seri g menggunakan katalis
basa(Supardi, dkk., 2011).

Kelemahan pada reaksi transesterifikasi berkatalis basa yaitu tidak dapat


diterapkan untuk bahan baku minyak yang memiliki kandungan asam lemak
bebas di atas 2%. Keberadaan asam lemak bebas yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya reaksi samping berupa reaksi penyabunan yang akan
mengkonsumsi katalis sehingga menurunkan yield biodiesel, dan mempersulit
proses pemisahan produk (Atadashi et al., 2011). Berikut adalah reaksi yang
terjadi antara asam lemak bebas dengan katalis basa:

R-COOH + KOH → R-COOK + H2O

As. Lemak Bebas Alkali Sabun Air

Katalis basa heterogen seperti zeolite, SnCl2, CaO, ZrO2, Al2O3 dan lain-
lain. Memiliki kemampuan katalisator yang sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan katalis basa homogeny, dapat menjadi alternative yang baik dalam
proses pembuatan biodiesel. Katalis basa heterogen dapat dengan mudah
dipisahkan dari campuran reaksi sehingga dapat digunakan kembali. Namun,
katalis heterogen menghasilkan konversi yang rendah tidak seperti katalis
homogeny yang dapat menghasilkan konversi yang lebih tinggi.
b. Katalis Asam

Pembuatan biodiesel dapat juga dengan menggunakan katalis asam. Selain


dapat mengkatalisis reaksi transesterifikasi minyak menjadi biodiesel, katalis
asam juga dapat mengkatalisis reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang
terkandung di dalam minyak menjadi biodiesel mengikuti reaksi berikut ini:

R-COOH + CH3OH → R-COOCH3 + H2O (4)

As. Lemak Bebas Metanol Biodiesel Air

Katalis asam umumnya digunakan dalam proses pretreatment terhadap


bahan baku minyak yang memiliki kandungan asam lemah bebas yang tinggi
namun sangat jarang digunakan dalam proses utama pembuatan biodiesel.
Katalis asam homogen seperti asam sulfat, bersifat korosif, sulit dipisahkan dari
produk dan dapat ikut terbuang dalam pencucian sehingga tidak dapat
digunakan kembali sekaligus dapat menyebabkan terjadinya pencemaran
lingkungan. Penggunaan katalis asam cair pada produksi biodiesel seperti asam
sulfat memerlukan temperatur tinggi dan waktu yang lama (Santoso, dkk.,
2013).

Sedangkan untuk katalis asam heterogen seperti Nafion, meskipun tidak


sekorosif katalis asam homogen dan dapat dipisahkan untuk digunakan
kembali, cenderung sangat mahal dan memiliki kemampuan katalisis yang jauh
lebih rendah dibandingkan dengan katalis basa (Santoso dkk., 2013).

1.2.6 Minyak Jelantah


Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat
digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media
penggorengan yang sangat penting dan kebutuhannya semakin lama semakin
meningkat. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak jagung, minyak
kelapa, dan minyak jelantah. Minyak juga dapat bersumber dari hewan, misalnya ikan
sarden, ikan paus dan lain-lain ( Ketaren, 1986 ).
Minyak goreng bekas (minyak jelantah) merupakan limbah yang berasal dari
rumah tangga, terutama dari restoran dan industri pangan. Minyak jelantah mengandung
beberapa senyawa yang berbahaya bagi kesehatan manusia yang dihasilkan selama
proses pemanasan (penggorengan) dalam jangka waktu tertentu antara lain : polimer,
aldehid, asam lemak bebas, dan senyawa aromatik. Selama penggorengan minyak
mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, air dan udara, sehinnga
terjadinya oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi (Miyagi dkk., 2001).

Penggunaan minyak goreng yang benar menurut ilmu kesehatan hanya dapat
digunakan paling banyak empat kali penggorengan atau pemanasan karena setelah
melampaui empat kali pemanasan telah mengandung radikal bebas yang dapat
merugikan kesehatan karena bisa menumbuhkan sel kanker di tubuh manusia (Renaldi,
2009).

Tabel 1.4 Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI - 3741-2002

KriteriaUji Satuan Syarat I Syarat II


Bau dan Rasa Normal Normal
Warna Putih, kuning pucat sampai kuning
Kadar Air %b/b Maks 0.1 Maks 0.3
Bilangan Asam Mg KOH/gram Maks 0.6 Maks 2
Asam Linoleat % Maks 2 Maks 2
Minyak Pelikan Negatif Negatif
Cemaran Logam :
Timah (Sn) mg/kg Maks 0.1 Maks 0.1
Timbal (Pb) mg/kg Maks 40 Maks 40
Raksa (Hg) mg/kg Maks 0.05 Maks 0.05
Tembaga (Cu) mg/kg Maks 0.1 Maks 0.1
Arsen (As) mg/kg Maks 0.1 Maks 0.1
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2002
Tabel 1.5 Komposisi Asam Lemak Minyak Jelantah

Sumber : Skripsi Biodiesel dari Minyak Jelantah USU

Dari Tabel 1.5, diperoleh berat molekul rata-rata asam lemak minyak jelantah
sebesar 271,3168 gr/mol.

Tabel 1.6Komposisi Trigliserida Minyak Jelantah

Sumber : Skripsi Biodiesel dari Minyak Jelantah USU

Dari Tabel 1.6, diperoleh berat molekul rata-rata trigliserida minyak jelantah
sebesar 851,9923 gr/mol.

Salah satu bentuk pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat ialah
dengan mengubahnya secara proses kimia menjadi biodiesel. Pembuatan biodiesel dari
minyak jelantah ini dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi untuk mengubah
minyak (trigliserida) menjadi asam lemak metil ester. Kandungan asam lemak bebas
(FFA) pada bahan baku (minyak jelantah) merupakan salah satu faktor penentu metode
pembuatan biodiesel. Penggunaan minyak goreng yang sering digunakan secara
berulang – ulang menjadikan minyak dari berwarna kuning menjadi berwarna gelap.
Proses oksidasi juga menyebabkan warna minyak minyak menjadi gelap, tetapi
mekanisme terjadinya komponen yang menyebabkan warna gelap ini masih belum
sepenuhnya diketahui. Perubahan warna dapat disebabkan oleh perubahan zat warna
alami atau tokoferol yang terkandung dalam minyak, produk degradasi minyak, reaksi
maillard karena minyak yang panas akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam
bahan pangan, adanya logam seperti Fe, Cu, Mn atau adanya oksidasi (Ketaren, 2008).
Untuk itu, sebelum dilakukan proses transesterifikasi terlebih dahulu dilakukan proses
pemurnian terhadap minyak jelantah.
BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat yang digunakan :
1. Corong pisah 9. Statif dan klem
2. Magnetic Stirer 10. Pipet ukur 10 ml
3. Hot plate 11. Pipet volume 50 ml
4. Indikator universal 12. Bulp
5. Gelas kimia 250 ml, 100 ml 13. Viscometer ostwald
6. Termometer 14. Kaca arloji
7. Buret 25 ml 15. Spatula
8. Erlenmeyer 250 ml 16. Piknometer 10 ml

2.1.2 Bahan yang digunakan:


1. Minyak jelantah 6. H2SO4
2. Metanol 7. NaOH 0,1 N
3. Aquades 8. Indikator PP
4. KOH 1%
5. Etanol

2.2 Prosedur Kerja


2.2.1 Tahap Reaksi Esterifikasi
1. Mereaksikan sampel minyak jelantah sebanyak 25 gram dengan metanol yang
telah tercampur 1% H2SO4 dari berat sampel pada perbandingan reaktan
molar yaitu 1:6 dalam gelas kimia 100 ml.
2. Melakukan reaksi esterifikasi dengan menggunakan hot plate dan menjaga
suhu sampel minyak jelantah berada pada kisaran 40-50 oC selama 2 jam.

2.2.2 Tahap Reaksi Transesterifikasi


1. Mereaksikan sampel minyak hasil dari proses esterifikasi dengan metanol
yang telah tercampur 1% KOH dari berat sampel pada perbandingan reaktan
molar yaitu 1:6.
2. Melakukan reaksi transesterifikasi dengan menggunakan hot plate dan
menjaga suhu sampel berada pada kisaran 40-50 oC selama 2 jam.
2.2.3 Tahap Pemisahan Dan Pencucian Biodiesel
1. Memisahkan biodiesel dari gliserol dengan menggunakan corong pisah.
2. Kemudian mencuci biodiesel dengan aquades bertemperatur 80 oC hingga pH
aquades pencuci netral.
3. Kemudian dipanaskan pada suhu 105 oC selama 30 menit.

2.2.4 Tahapan Analisa


a. Analisa Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)
1. Menimbang dengan seksama 2 gr – 5 gr sampel ke dalam erlenmeyer 250
ml
2. Menambahkan 50 ml etanol 95% yang netral dengan NaOH 0,1 N ke
dalam sampel.
3. Menambahkan 3 tetes – 5 tetes indikator PP dan titer dengan larutan
standar NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah
selama 15 menit).
4. Melakukan penetapan secara duplo.
5. Menghitung kadar asam lemak bebas dengan menggunakan persamaan:

VNaOH × NNaOH × BMminyak jelantah


% FFA = × 100%
m sampel × 1000

b. Analisa Penentuan Densitas Biodiesel (40oC)


1. Membersihkan piknometer dengan mengeringkannya dalam oven selama
15 menit pada suhu 100 oC.
2. Memasukkan piknometer kedalam desikator selama 10 menit.
3. Menimbang piknometer dalam keadaan kosong.
4. Mengisi piknometer dengan biodiesel yang terlebih dahulu dipanaskan
pada suhu 400C.
5. Menimbang kembali piknometer yang berisi biodiesel.
6. Menghitung densitas biodiesel dengan persamaan :
ρ biodiesel = massa piknometer berisi biodiesel – massa piknometer kosong
Volume piknometer
c. Analisa Viskositas Biodiesel
1. Memanaskan biodiesel sampai suhu mencapai 400C.
2. Mengisi di viskometer ostwald dengan menggunakan pipet sampai tanda
batas.
3. Menghitung waktunya dengan menggunakan stopwatch.

d. Perhitungan Yield Biodiesel


1. Mencari massa atau volume minyak jelantah.
2. Mencari massa atau volume biodiesel.
3. Menghitung yield dengan persamaan :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙
Yield = x 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan

Tabel 3.1 Data Hasil Perbandingan Volume Biodiesel dan Gliserol

Perbandingan Volume Crude Biodiesel Volume Biodiesel (ml) Volume


Mol (ml) Gliserol (ml)
1:6 30 27 3

Tabel 3.2 Data Analisa Densitas

No. Jenis Minyak m pikno kosong (gram) m pikno + isi (gram) V pikno
(ml)
1. Minyak jelantah 13,89 25,18 10
2. Biodiesel 15,36 24,16 10

Tabel 3.3 Data Analisa Asam Lemak Bebas

No. Jenis Minyak V NaOH (ml) N NaOH m sampel (gram) BM


Minyak
Jelantah
1. Minyak jelantah 4,7 0,1 5 851,9923
2. Biodiesel 2,4 0,1 5 851,9923

Tabel 3.4 Data Analisa Viskositas Kinematik

No. Jenis Minyak Waktu Alir (s)


1. Minyak jelantah 59,28
2. Biodiesel 52,38

3.2 Hasil Perhitungan

Tabel 3.5 Hasil Analisa Minyak Jelantah

No. Parameter analisa Hasil


1. Asam lemak bebas (mg/g) 5,2640
2. Berat jenis (g/ml) 1,129
3. Viskositas kinematic (Cst) 1,7764
Tabel 3.6 Hasil Analisa Biodiesel

No. Parameter analis Hasil


1. Asam lemak bebas (mg/g) 2,6880
2. Berat jenis (g/ml) 0.88
3. Viskositas kinematic (Cst) 1,5691
4. Yield (%) 94,36

Tabel 3.7 Perbandingan Hasil Yield Biodiesel

No. Biodiesel Yield (%)


1. Minyak Jelantah 94,36
2. Minyak Goreng 88,88
3. PSO 61,20

3.3 Pembahasan

Pada praktikum ini pembuatan biodiesel dilakukan menggunakan minyak jelantah.


Proses pembuatan biodiesel menggunakan bahan baku minyak jelantah diawali dengan
proses esterifikasi dan dilanjutkan dengan proses transesterifikasi. Esterifikasi
merupakan tahapan mereaksikan minyak jelantah dengan methanol menghasilkan metil
ester dengan produk samping air. Pada proses ini, minyak jelantah direaksikan dengan
methanol dengan perbandingan stokiometri 6:1 dengan bantuan katalis H2SO4 untuk
mempercepat reaksi esterifikasi.

Pada reaksi tersebut reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang
sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk
ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Pada percobaan ini
juga digunakan katalis H2SO4, fungsi katalis disini untuk menyingkirkan air hasil
produk samping reaksi minyak jelantah dengan methanol. Karena reaksi antara asam
sulfat dengan air (proses esterifikasi menghasilkan metal ester dan air) adalah reaksi
eksoterm yang kuat. Air yang ditambahkan asam sulfat pekat akan mampu mendidih,
sehingga suhu reaksi akan tinggi. Makin tinggi suhu reaksi, makin banyak molekul yang
memiliki tenaga lebih besar atau sama dengan tenaga aktivasi, hingga makin cepat
reaksinya.
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi
yang lebih rendah sehingga nilai konstanta kecepatan reaksi (k) akan semakin besar,
sehingga kecepatan reaksinya juga semakin besar. Selain itu, karena asam sulfat pekat
mampu mengikat air (higroskopis), maka untuk reaksi esterifikasi setimbang yang
menghasilkan air, asam sulfat pekat dapat menggeser arah reaksi ke kanan (ke arah
produk), sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Reaksi tersebut
berlangsung pada temperatur yang dijaga pada kisaran 40oC–50oC selama 2 jam.
Penetapan temperatur tersebut digunakan untuk menghindari menguapnya metanol,
mengingat titik didih metanol berada pada temperatur 64,7oC, kemudian dilanjutkan
pada tahap reaksi transesterifikasi.

Transesterifikasi merupakan tahapan mereaksikan minyak dengan metanol


berlebih dengan perbandingan mol 1 : 6 menggunakan katalis KOH untuk menghasilkan
metil ester dengan produk samping gliserol. Pada reaksi tersebut metanol sebagai
reaktan sengaja dibuat berlebih dengan tujuan untuk menggeser reaksi ke arah kanan
sehingga diperoleh biodiesel dengan hasil yang lebih banyak. Pada percobaan ini juga
digunakan katalis KOH, fungsi katalis disini berguna untuk menurunkan tenaga aktivasi
reaksi sehingga reaksi tersebut dapat berlangsung lebih cepat. Reaksi tersebut
berlangsung pada temperatur yang dijaga pada kisaran 40oC–50oC. Penetapan
temperatur tersebut digunakan untuk menghindari menguapnya metanol, mengingat titik
didih metanol berada pada temperatur 64,7oC, kemudian dilanjutkan pada tahap
pemisahan dan pencucian biodiesel.

Setelah reaksi selesai, dimasukkan dalam corong pemisah dan dibiarkan selama
24 jam untuk memisahkan biodiesel atau metil ester dengan gliserol dimana terdapat 2
lapisan, yaitu lapisan bawah (crude gliserin) dan lapisan atas (biodiesel). Kemudian
dilanjutkan proses pencucian dengan aquades bertemperatur 80oC. Pencucian biodiesel
dengan menggunakan aquades bertemperatur 80oC bertujuan menguapkan air yang
terkandung dalam biodiesel , menghilangkan kelebihan metanol, katalis yang digunakan
pada proses transesterifikasi serta menghilangkan trigliserida yang tidak bereaksi pada
biodiesel yang dapat menyebabkan terjadinya emulsi pada biodiesel. Selain itu
pencucian ini juga untuk memperoleh atau menurunkan pH 2 hingga pH 6-8. Kemudian
dilanjutkan proses pemanasan pada suhu 105oC. proses pemanasan bertujuan untuk
mengilangkan/mengurangi kadar air dan methanol yang terkandung dalam biodiesel
sehingga diperoleh biodiesel dengan tingkat kemurnian yang tinggi.

Produk biodiesel dihasilkan sebesar 8,8 g dari sampel minyak jelantah sebesar 25
g dengan yield sebesar 94,36 %. Produk tersebut harus dianalisa untuk mendapatkan
nilai yang sesuai dengan standar SNI7182:2015. Beberapa parameter yang di analisa
yaitu asam lemak bebas, berat jenis pada 40oC dan viskositas kinematik pada 40oC.
Selain produk biodiesel, analisa juga dilakukan pada bahan baku awal (minyak jelantah)
yang diperlukan sebagai data pembanding terhadap hasil analisa produk. Data analisa
bahan baku khususnya asam lemak bebas perlu diketahui untuk menentukan langkah
awal dalam mereaksikan bahan baku, karena pada dasarnya apabila diperoleh nilai asam
lemak bebas melebihi 5% maka tahapan yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu
reaksi esterifikasi kemudian reaksi transesterifikasi. Dari hasil analisa bahan baku
diperoleh nilai asam lemak bebas sebesar 2,5504% sehingga tahapan reaksi yang
dilakukan hanyalah reaksi transesterifikasi. Namun, pada praktikum ini juga dilakukan
reaksi esterifikasi untuk mencegah asam lemak bebas bereaksi dengan katalis
membentuk sabun pada reaksi tranesterifikasi.
Berdasarkan pada tabel 3.6 hasil analisa biodiesel untuk parameter angka asam
diperoleh sebesar 0,5657 mg KOH/g. Angka asam berkaitan dengan jumlah mg KOH
yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram
minyak atau lemak. Apabila dibandingkan dengan standar SNI 7182:2015, angka asam
yang diperoleh dari hasil percobaan telah memenuhi standar yaitu maks 0,8 mg KOH/g.
Jika nilai angka asam dari biodiesel yang dihasilkan melebihi ketentuan dimungkinkan
karena kadar asam lemak bebas pada minyak jelantah awal masih tinggi. Proses
esterifikasi yang dilakukan belum cukup efektif untuk mengurangi kadar asam lemak
bebas dalam biodiesel yang dihasilkan.
Untuk analisa berat jenis pada 40oC berdasarkan tabel 3.6 diperoleh sebesar 0,880
g/ml atau sekitar 880 kg/m3.Berat jenis biodiesel menurut SNI 7182:2015 yaitu 850-890
kg/m3 sehingga apabila dibandingkan dengan berat jenis biodiesel yang diperoleh maka
perolehan berat jenis biodiesel pada percobaan ini telah memenuhi standar. Analisa
berat jenis pada biodiesel berguna sebagai indikator banyaknya zat-zat pengotor, seperti
sabun dan gliserol hasil reaksi penyabunan, asam-asam lemak yang tidak terkonversi
menjadi metal ester (biodiesel), air, sodium hidroksida sisa, ataupun sisa metanol yang
terdapat dalam biodiesel. Yang mempengaruhi densitas adalah faktor gliserol yang
terdapat dalam biodisel . semakin besar kadar densitas menunjukkan bahwa proses
pencucian dan pemurnian kurang sempurna dilakukan. Jika massa jenis biodiesel
melebihi ketentuan sebaiknya tidak digunakan karena akan meningkatkan keausan
mesin dan menyebabkan kerusakan mesin.
Untuk analisa viskositas kinematik pada biodiesel diperoleh hasil sebesar 1,5691
mm2/s. Berdasarkan SNI 7182:2015 viskositas kinematik standar untuk biodiesel
sebesar 2,3-6,0 mm2/s, sehingga dapat disimpulkan viskositas kinematik biodiesel hasil
percobaan belum memenuhi standar. Biodisel ini didominasi oleh metal oleat sehingga
berkontribusi terhadap rendahnya viskositas yang dihasilkan, selain itu karena tingkat
efektivitas proses reaksi yang tinggi. Jika biodiesel terlalu encer, maka menyulitkan
penyebaran biodiesel sehingga sulit terbakar dan akan menyebabkan kebocoran dalam
pipa injeksi. Jika biodiesel terlalu kental, maka dapat menyulitkan aliran, pemompaan,
dan penyalaan.
100

90

80

70

60
Yield (%)

Minyak Jelantah
50
MinyakGoreng
40
PSO
30

20

10

0
Biodiesel

Gambar 3.1 Grafik Yield Hasil Biodiesel Dari Bahan Minyak Jelantah,
Minyak Goreng, Dan PSO ( Palm Sludge Oil )

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan hasil berupa yield yang diperoleh dari 3
jenis bahan baku dalam pembuatan biodiesel, di mana untuk bahan baku minyak
jelantah di peroleh yield sebesar 94,36%, minyak goreng memiliki yield 88,88%, dan
PSO (Palm Sludge Oil) memiliki yield sebesar 61,20%. Perbedaan besar yield
dipegaruhi beberapa hal yaitu: karaktersistik bahan yang digunakan berbeda seingga
mempegaruhi komponen yang terkandung didalam biodiesel tersebut.
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan:
1. Perolehan yield biodiesel sebesar 94,36%.
2. Hasil analisa asam lemak bebas pada biodiesel menghasilkan perolehan angka
asam sebesar 0,5657 mg KOH/g. Hasil analisa tersebut telah memenuhi standar
mutu biodiesel berdasarkan SNI 7182:2015 dengan angka asam maksimal
sebesar 0,8 mg KOH/g.
3. Hasil analisa berat jenis pada biodiesel menghasilkan nilai sebesar 880 kg/m3.
Hasil analisa tersebut telah memenuhi standar mutu biodiesel berdasarkan SNI
7182:2015 dengan berat jenis maksimal sebesar 850-890 kg/m3.
4. Hasil analisa viskositas kinematik pada biodiesel menghasilkan nilai sebesar
1,5691 mm2/s. Hasil analisa tersebut belum memenuhi standar mutu biodiesel
berdasarkan SNI 7182:2015 dengan viskositas kinematik sebesar 2,3 – 6 mm2/s.
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, J., Dkk. 2015. “Makalah Teknologi Minyak Nabati”. Politeknik Negeri
Samarinda: Samarinda.

Atadashi, I. M., Aroua, M. K., & Aziz, A. A. (2011). Biodiesel separation and
purification: A review. Renewable Energy, 36(2), 437–443.

Hsiao, M. C., Kuo, J. Y., Hsieh, P. H., & Hou, S. S. (2018). Improving biodiesel
conversions from blends of high- and low-acid-value waste cooking oils using
sodium methoxide as a catalyst based on a high speed homogenizer. Jurnal
Energies, 11(9), 4.

Karmee, S.K., Chadha, A. 2005. Preparation of biodiesel from crude oil of Pongamia
pinnata, Bioresource Technology 96: 1425-1429.

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta
Mardina, P., Dkk. 2012.Penurunan Angka Asam Pada Minyak Jelantah. Jurnal
Kimia 6 (2).Banjarbaru. Universitas Lambung Mangkurat

Maneerung, T., Kawi, S., Dai, Y., & Wang, C. H. (2016). Sustainable Biodiesel
Production via Trasesterification of Waste Cooking Oil bu Using CaO Catalyst
Prepared From Chicken Manure. Energy Conv and Man., 123, 487–497.

Miyagi, A., et al. 2001. Fasibility Recycling Used Frying Oil Using Membrane Process.
Journal Lipid Science Technology. 103, 208-215.

Naik, S., Meher, L., & Vidya, D. (2006). Technical aspects of biodiesel production by
transesterification – a review. Renewable and Sustainable Energy Reviews,
10(February), 248–268.

Prayanto, D. S., Salahudin, M., Qadariyah, L., Kimia, J. T., & Industri, F. T. (2016).
Production Biodiesel From Waste Coconut Oil With Catalsyt Naoh Use
(Microwave). Insitut Teknologi Sepuluh November, 5(1), 1–6.
Renaldi, A. A. 2009. Kajian Stabilitas Oksidasi Campuran Biodiesel Minyak Jelantah-
Solar dan Kinerja Mesin Diesel.Skripsi.Universitas Indonesia.

Santoso, H., Kristianto, I., & Setyadi, A. (2013). Pembuatan Biodiesel Menggunakan
Katalis Basa Heterogen Berbahan Dasar Kulit Telur. Disusun Oleh: Herry Santoso,
ST, MTM, PhD Ivan Kristianto Aris Setyadi Lembaga Penelitian Dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan, 1–29.

Sarastina Puji, 2014.“Produksi Biodisel Melalui Proses Transesterifikasi Minyak


Jelantah Dengan Metode Destilasi Reaktif Berdasarkan Ratio Umpan”.
Univesitas Diponegoro

Setiawati E., Edwar F. 2012. Teknologi Pengolahan Biodiesel Dari Minyak


GorengBekas Dengan Teknik Mikrofiltrasi Dan Transesterifikasi Sebagai
Alternatif Bahan Bakar Mesin Diesel. Jurnal Riset Industri. Banjarbaru.
Universitas Lambung Mangkurat

Standar Nasional Indonesia. 2015. SNI 7182:2015Biodiesel. 22 Oktober


2019.http://sisni. bsn.go.id/index.php?/sni_ main/ sni/detail_sni/9920

Thanh, L.T., Okitsu, K., Boi, L.V., Maeda, Y. 2012. Catalytic Technologies for
Biodiesel Fuel Production and Utilization of Glycerol. Catalyst Vol. 2 : 191-
222.

Tim Laboratorium Proses Produksi, 2019, “Penuntun Praktikum Proses Produksi


Semester VII”, Politeknik Negeri Samarinda: Samarinda.

Xiangmei Meng., Et al. 2008.“Biodiesel production from waste cooking oil via alkali
catalystand its engine test”. Tianjin University Beijing China.

Zhang, J., & Meng, Q. (2014). Preparation of KOH/CaO/C Supported Biodiesel


Catalyst and Application Process. World Journal of Engineering and Technology,
2(3), 184–191.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN

1. Penentuan Asam Lemak Bebas


a. Minyak Jelantah

Dik : N NaOH = 0,1 N


V NaOH = 4.7 ml
Massa sampel = 5 gram
BMasam lemak = 271,3168 g/g.mol
Penyelesaian :
VNaOH × NNaOH × BMasam lemak
 % FFA = × 100%
m sampel × 1000

g
4,7 ml × 0,1 N × 271,3168
g.mol
= × 100%
5 g × 1000

= 2,5504%

(V NaOH×N NaOH×BM NaOH)


 Bilangan Asam= m minyak
(4,7 ml× 0,1 N ×56 g/gmol)
= 25,18 g

= 1,0453 mgNaOH/g sampel


b. Biodiesel

Dik : N NaOH = 0,1 N


V NaOH = 2,4 ml
Massa sampel = 5 gram
BMasam lemak = 271,3168g/g.mol
Penyelesaian :
VNaOH × NNaOH × BMasam lemak
 % FFA = × 100%
m sampel × 1000
2,4 × 0,1 × 271,3168
= × 100%
5 × 1000

= 1,3023 %
(V NaOH×N NaOH×BM NaOH)
 Bilangan Asam= m biodiesel
(2,4 ml × 0,1 N ×56 g/gmol)
= 23,76 g
= 0,5657 mg NaOH/g sampel

2. Penentuan Densitas
a. Minyak Jelantah

Dik : m pikno kosong = 13,89 gram


m pikno + isi = 25,18 gram
V pikno = 10 ml
Penyelesaian:
(m pikno+isi)−(m pikno kosong)
𝜌= V pikno
25,18 gram − 13,89 gram
𝜌= 10 ml

𝜌= 1,129 g/ml
𝜌= 1129 kg/m3

b. Biodiesel
Dik : m pikno kosong = 15,36 gram
m pikno + isi = 24,16 gram
V pikno = 10 ml
Penyelesaian:
(𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜+𝑖𝑠𝑖)−(𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
𝜌= 𝑉 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜
24,16 − 15,36
𝜌= 10

𝜌= 0,88 g/ml
𝜌= 880 kg/m3

3. Penentuan Viskositas Kinematik


a. Minyak Jelantah

Dik : t = 59,28 detik


k = 0,03
0,12
 ν=k × t
0,12
= 0,03 × 59,28

= 0,0675
 Viskositas kinematik = k × ( t − ν)
= 0,03 x (59,28 - 0,0675)
= 1,7764 cSt
b. Biodiesel

Dik : t = 52,38 detik


k = 0,03
0,12
 ν =k × t
0,12
= 0,03 × 52,38

= 0,0764
 Viskositas kinematik = k × ( t − ν)
= 0,03 x (52,38 - 0,0764)
= 1,5691cSt

4. Perhitungan Yield perolehan biodiesel


𝑚
𝜌=
𝑉

𝑚= 𝜌 xV

𝑚= 0,88 g/ml x 27 ml
𝑚= 23,76 g

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙


Yield = × 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢

23,76 𝑔
Yield = 25,18 𝑔 × 100%

Yield = 94,36%
5. Dokumentasi Kegiatan

Gambar 1. Proses Pencucian 1 Gambar 2. Proses Pemisahan 1

Gambar 3. Pendinginan biodisel Gambar 4. Prosese pencucian 2


Gambar 5. Pemanasan aquades Gambar 6. Penimbangan minyak jelantah

Gambar 6. Proses pencucian 3 Gambar 7. Proses pemisahan 3


Gambar 8. Proses analisa viskositas Gambar 9. Pemanasan biodisel

Anda mungkin juga menyukai