Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES TEKNIK KIMIA

“TRANSESTERIFIKASI”

Diajukan untuk memenuhi Tugas Laporan Praktikum Proses Teknik Kimia

Disusun Oleh:

Kelompok II (A2)

Rahma Daniati NIM. 170140008


Eka Sri Astuti NIM. 170140038
Angga Tri Agusna NIM. 170140054
Lina Sari Silalahi NIM. 170140077
Ayu Sutia Amanda NIM. 170140084
Salawati NIM. 150140072
Deswita Putri NIM. 170140124
Arif Setiawan NIM. 150140131

LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2019
ABSTRAK

Biodisel adalah bahan bakar terbaru yang didefinisikan sebagai ester dari alkohol
suku rendah dan asam-asam lemak, dimana asam-asam lemak berasal dari minyak
nabati dan lemak hewani. Tujuan percobaan ini adalah melaksanakan proses
transesterifikasi untuk membuat Alkil Ester (biodiesel) dari minyak nabati,
mengukur perolehan kasar alkil ester yang dihasilkan, dan mengukur densitas dan
viskositas alkil ester yang diperoleh. Proses pembuatan biodiesel dari minyak
dengan kandungan FFA rendah secara proses keseluruhan terdiri dari reaksi
transesterifikasi, pemisahan gliserol dari etil ester, pemurnian etil ester (netralisasi,
pemisahan etanol, pencucian dan pengeringan), pengambilan gliserol sebagai
produk samping dan pemurnian etanol tak bereaksi secara destilasi.
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya, tanpa adanya katalis
konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat. Di
dapatkan hasil perhitungan kadar FFA didalam minyak pada percobaan ini adalah
1,580%. Densitas biodiesel pada run pertama yaitu 0,862 gr/ml dan pada run kedua
yaitu 0,846 gr/ml. Viskositas biodiesel pada run pertama yaitu 7,99966 kg/ms dan
run kedua didapatkan hasil yaitu 0,00739 kg/m.s. Yield yang didapat pada
percobaan ini yaitu pada run pertama sebesar 95,775% dan pada run kedua sebesar
81,82%. Hasil persen konversi yang didapat pada run pertama sebesar 96,02 % dan
pada run kedua sebesar 82,11 %. Dari percobaan ini dapat diambil kesimpulan
bahwa, semakin tinggi suhu reaksi maka persen konversi akan tinggi.

Kata kunci: Biodiesel, Transesterifikasi, Kadar FFA, Densitas, Viskositas, Yield,


persen konversi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel dari Minyak Nabati


Biodisel adalah bahan bakar terbaru yang didefinisikan sebagai ester dari
alkohol suku rendah dan asam-asam lemak, dimana asam-asam lemak berasal dari
minyak nabati dan lemak hewani. Hampir semua biodiesel diproduksi dengan
metode transesterifikasi dengan katalisator basa karena merupakan proses yang
ekonomis dan hanya memerlukan suhu dan tekanan rendah. Hasil konversi yang
bisa dicapai dari proses ini adalah bisa mencapai 98%. Proses ini merupakan
metode yang cukup krusial untuk memproduksi biodiesel dari minyak/lemak
nabati. Proses transesterifikasi merupakan reaksi dari trigliserin (lemak/minyak)
dengan bioalkohol (methanol atau ethanol) untuk membentuk ester dan gliserol.
Minyak nabati dengan kadar asam lemak bebas (ALB)-nya rendah (< 1%), bila
lebih, maka perlu pretreatment karena berakibat pada rendahnya kinerja efisiensi.
Padahal standar perdagangan dunia kadar ALB yang diijinkan hingga 5%. Jadi
untuk minyak nabati dengan kadar ALB >1%, perlu dilakukan deasidifikasi dengan
reaksi metanolisis atau dengan gliserol kasar.

2.1.1 Minyak Nabati


Pengertian ilmiah paling umum dari istilah ‘biodiesel’ mencakup bahan
bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati atau biomassa. Sekalipun
demikian, pengertiannya lebih sempit tetapi telah diterima luas di dalam industri,
yaitu bahwa biodiesel adalah bahan bakar mesin/motor diesel yang terdiri atas ester
alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun
lemak hewan, namun yang paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan
biodiesel adalah minyak nabati. Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa
konsekuensi penting dalam penilaian keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin
diesel :
1. Minyak nabati (trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari
biodiesel (ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami
perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika terpanaskan
tanpa kontak dengan udara (oksigen).
2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari
minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan
bakar di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan
(atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar
pembakaran.
3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-
asam lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada
angka setana ester metil. Angka setana adalah tolok ukur kemudahan
menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel.
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak
nabati dan biodiesel sama-sama berkomponen penyusun utama (≥ 90 %-berat)
asam-asam lemak. Pada kenyataannya, proses transesterifikasi minyak nabati
menjadi ester metil asam-asam lemak, memang bertujuan memodifikasi minyak
nabati menjadi produk (yaitu biodiesel) yang berkekentalan mirip solar, berangka
setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan. Semua minyak
nabati dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar namun dengan proses-proses
pengolahan tertentu (Y.M Choo, 1994).

2.1.2 Komposisi dalam Minyak Nabati


Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-
trigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati,
mencapai sekitar 95%), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat
dengan FFA), mono- dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain
seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Bahan-bahan mentah
pembuatan biodiesel adalah (Mittelbach, 2004):
1. Trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyak-
lemak, dan
2. Asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining)
lemak dan minyak-lemak.
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu
asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung
dalam minyak dan lemak, merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati.
Selain trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida. Struktur molekul
dari ketiga macam gliserid tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

O O O
O R O R O O R
OH OH R O
OH O R O R
O O
Monoglyceride Diglyeride Triglyceride
Gambar 2.1 Struktur Molekul Monoglycewride, Diglyceride, dan Triglyceride

2.2 Proses Pembuatan Biodiesel


2.2.1 Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok
adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik
atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih
dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa
berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling
tinggi 120°C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat
berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk
ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Reaksi
esterifikasi ialah sebagai berikut :

RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O ........................... (1)

Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar


asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam
lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa
diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang
dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.

2.2.2 Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol,
dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol
monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah
yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling
tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini,
biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil
Ester, FAME). Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat
pada Gambar 2.5.
O O
H2C O C R1 H2C O H H3C O C R1
O Katalis O

HC O C R2 + 3 CH3OH ↔ HC O H + H3C O C R2

O O
H2C O C R3 H2C O H H3C O C R3
Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester
(Mittlebach, 2004)
Gambar 2.2 Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi metil ester.
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya
katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat.
Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa,
karena katalis ini dapat mempercepat reaks i. Produk yang diinginkan dari reaksi
transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar
kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
1. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
2. Memisahkan gliserol
3. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi
eksoterm)

2.2.3 Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi


Pada intinya, tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu
menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum.
Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel
melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984):
1. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam
lemak bebas lebih kecil dari 0,5% (<0,5%). Selain itu, semua bahan yang akan
digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga
jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara
agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
2. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan
konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh
juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang
dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan
yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum.
3. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.

4. Pengaruh jenis katalis


Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dan menurunkan energi
aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa
katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 250ºC. Alkali katalis (katalis basa) akan
mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam.
Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium
hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan
kalium metoksida (KOCH3). Katalis NaOH lebih reaktif dan lebih murah dibanding
KOH, katalis NaOCH3 lebih baik namun harganya sangat mahal. Sedangkan katalis
asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat dan asam.
5. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
6. Temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik
didih metanol sekitar 65°C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh
akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Untuk waktu 6 menit, pada
temperatur 60oC konversi telah mencapai 94% sedangkan pada 45oC yaitu 87% dan
pada 32oC yaitu 64%. Temperatur yang rendah akan menghasilkan konversi yang
lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih lama.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan transesterifikasi


1. Suhu
Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh temperatur reaksi pada
ummnya reaksi ini dapat dijalankan pada suhu mendekati titik didih metanol (65oC)
pada tekanan atmosfer. Kecepatan reksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan
temperatur semakin tinggi temperatur berarti semakin banyak yang dapat
digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi.

2. Waktu reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak produk yang dihasilkan
karena ini akan memberikan kesempatan rektan untuk bertumbukan satu sama lain.
Namun setelah kesetimbangan tercapai tambahan waktu reaksi tidak akan
mempengaruhi reaksi. Penelitian yang menggunakan lama reaksi 3 jam.
3. Katalis
Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan menurunkan energi
aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan. Tanpa katalis rekasi
transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu sekitar 250°C. Penambahan katalis
bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Katalis yang
dapat digunakan adalah katalis asam, katalis basa ataupu penukar ion.
4. Pengadukan
Pada reaksi transesterifikasi reaktan-reaktan awalnya membentuk sistim
cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara diantara fase-fase yang
berlangsung lambat. Seiring dengan terbentuknya metil ester, ia bertindak sebagai
pelarut tunggal yang dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistim dengan fase
tunggalpun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi.
Setelah sistim tunggal terbentuk maka pengudukan menjadi tidak lagi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap reaksi. Pengadukan dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan
mengurangi hambatan antar massa. Pengadukan transesterifikasi 1500 rpm.

2.4 Syarat Mutu Biodiesel


Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-
7182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional
(BSN) tanggal 22 Februari 2006 (Soerawidjaja, 2006). Tabel 2.4 menyajikan
persyaratan kualitas biodiesel yang diinginkan

.
Tabel 2.1 Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006
Parameter dan satuannya Batas nilai Metode uji Metode
setara

Massa jenis pada 40 ℃. Kg/m3 850-890 ASTM D 1298 ISO 3675

Viskositas kinematik pada 40℃ 2,3-6,0 ASTM D 445 ISO 3104


.mm2/s (cSt)

Angka setana Min. 51 ASTM D 613 ISO 5165

Titik nyala (mangkok tertutup) ℃ Min. 100 ASTM D 93 ISO 2710

Titik kabut, ℃ Maks. 18 ASTM D 2500 -

Korosi bilah tembaga (3 jam, 50℃) Maks. no. 3 ASTM D 130 ISO 2160

Residu karbon, persen berat, ASTM D 4530 ISO 10370

1) Dalam contoh asli Maks. 0,05


2) Dalam 10% ampas distilasi
(maks.0,03)

Air dan sedimen, %volume Maks. 0,05 ASTM D 2709 -

Temperatur distilasi 90% ℃ Maks. 360 ASTM D 1160 -

Abus tersulfatkan, %berat Maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987

Belerang, ppm-b (mg/kg) Maks. 100 ASTM D 5453 prEN ISO


20884

Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-3

Angka asam, mg-KOH/g Maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-3

Gliserol bebas, %berat Maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-3

Gliserol total, %berat Maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-3

Kadar ester alkil, %berat Min. 96,5 Dihitung *) FBI-A03-3


Angka iodium g-I2/100 gram Maks. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-3

Uji halphen negatif AOCS Cd 1-25 FBI-A06-3

Parameter yang menunjukkan keberhasilan pembuatan biodiesel dapat


dilihat dari kandungan gliserol total dan gliserol bebas (maksimal 0,24%-b dan
0,02%-b) serta angka asam (maksimal 0,8) dari biodiesel hasil produksi.
Terpenuhinya semua persyaratan oleh suatu biodiesel menunjukkan bahwa
biodiesel tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah yang baik, melainkan
juga dengan tata cara pemprosesan serta pengolahan yang baik pula.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat – alat
Adapun alat-alat yang digunakan sebagai berikut:
1. Kondensor 1 buah
2. Labu leher tiga 1 buah
3. Panci 1 buah
4. Hot plate 1 buah
5. Statif 1 buah
6. Termometer 1 buah
7. Pengaduk magnetik (stirrer) 1 buah
8. Gelas kimia 25 ml 2 buah
9. Corong pemisah 250 ml 1 buah
10. Viskometer 1 buah
11. Piknometer 1 buah
12. Pipet Volume dan bola hisap 1 buah
13. Buret 500 ml 1 buah
14. Pipet tetes 1 buah
15. Erlenmeyer 250 ml 3 buah
16. Oven 1 buah
17. Corong 3 buah
18. Alumunium Foil Secukupnya
3.2.2 Bahan – bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan sebagai berikut:
1. Minyak kelapa sawit (Sania) 120 gram
2. Katalis KOH 0,1 N (Kalium Hidroksida) 1,20 % 1,44 gram
3. Etanol 95% 50 ml
4. Aquadest Secukupnya
5. Indikator Fenolpthalein (PP) 3 tetes
3.2. Prosedur Kerja
3.2.1 Transesterifikasi
Adapun prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut:
1. Minyak sania seberat 120 gram dimasukan ke dalam labu leher 3 dan
dipanaskan hingga mencapai suhu 55OC.
2. Sementara minyak dipanaskan, KOH sebanyak 1,44 gram dilarutkan ke
dalam etanol sebanyak 44 ml, larutan ini kemudian dimasukkan ke dalam
labu yang telah berisi minyak. Campuran dihomogenkan dengan pengaduk
magnetik.
3. Setelah beberapa jam, penangas air dimatikan dengan campuran reaksi
dikeluarkan dari labu leher tiga.
4. Campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pemisah dan dibiarkan
selama semalam sehingga terbentuk dua lapisan.
5. Lapisan bawah yang merupakan lapisan gliserol, air, katalis sisa, dan etanol
dipisahkan dari lapisan atas.
6. Kedalam corong pemisah yang berisi lapisan atas ditambahkan air panas dan
dikocok untuk mengekstrak pengotor yang masih terdapat dalam lapisan ini,
kemudian lapisan bawah dibuang. Pencucian ini dialakukan beberapa kali
hingga air cucian berwarna bening.
7. Lapisan atas yang merupakan etil ester dikeringkan dalam oven selama 2
jam.
8. Etil ester yang telah kering ditimbang dan dianalisis densitas dan
viskositasnya.
9. Diulangi prosedur kerja dengan mengganti perbandingan mol
etanol:minyak.

3.2.2 Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas


Adapun pengujian kadar asam lemak bebas yang dilakukan sebagai berikut:
1. Minyak kelapa sawit (Sania) sebanyak 5 gram dimasukan ke dalam
erlenmeyer
2. Ditambahkan etanol 97% sebanyak 50 ml
3. Campuran dikocok kuat dan didtitrasi dengan NaOH 0,1 N dengan
ditambahkan indikator phenolftalein sebanyak 3 tetes. Titik akhir tercapai
jika warna larutan berwarna merah rosa, dan warna ini bertahan selama 10
detik.
Kadar FFA = T x V x M/ Berat Sampel

3.2.3 Pengujian Densitas


Adapun pengujian densitas yang dilakukan sebagai berikut:
1. Piknometer kosong dikalibrasi dengan air untuk mengetahui volumenya,
volume piknometer = berat air/ densitas air
2. Piknometer diisi dengan sampel percobaan dan ditimbang massanya
densitas sampel = berat sampel/volume piknometer.

3.2.4 Pengujian Viskositas


Adapun pengujian viskositas yang dilakukan sebagai berikut:
1. Viskometer dikalibrasi dengan air untuk menentukan konstanta viskometer.
2. Sampel sebanyak 5 ml dimasukan kedalam viskometer
3. Sampel dihisap dengan bola penghisap hingga melewati batas atas
viskometer
4. Sampel dibiarkan mengalir ke bawah
5. Waktu alir sampel dari batas atas hingga batas bawah dicatat
6. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali
7. Viskositas sampel dihitung dengan persamaan :
µ = k . sg . t
Keterangan :
μ = viskositas
k = konstanta viskometer
sg = densitas sampel/densitas air
t = waktu alir
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dalam percobaan ini adalah :
Variabel Run I Run II
Suhu (°C) 55 55
Waktu ( menit) 60 60
Massa minyak (gr) 120 120
Massa katalis KOH (gr) 1,44 1,44
Volume etanol (ml) 44 48,37
Densitas air (gr/ml) 0,914 0,914
Viskositas air (kg/m.s) 0,008 0,008
Kadar FFA biodiesel (%) 3,160 3,239
Densitas biodiesel (gr/ml) 0,862 0,846
Massa piknometer + biodiesel (gr) 17,37 17,29
Massa biodiesel (gr) 114,93 98,19
Waktu alir biodiesel(s) 6,37 6,66
Viskositas biodiesel (kg/m.s) 7.99966 0.00739
Yield (%) 95,775 81,82
Konversi (%) 96,02 82,11

5.2 Pembahasan
Dalam proses transesterifikasi, minyak dimasukkan kedalam labu leher tiga
dan dipanaskan pada suhu yang telah ditetapkan yaitu pada run pertama dengan
suhu 55ºC dan pada run kedua 55ºC. Pemanasan ini bertujuan untuk meningkatkan
kecepatan reaksi. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan
temperatur, yang berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan reaksi untuk
mencapai energi aktivasi sehingga akan menyebabkan semakin banyak tumbukan
yang terjadi antara molekul-molekul reaktan (Hui,1996). Disaat memanaskan
minyak, untuk run pertama dilarutkan 1,44 gr KOH dengan 44 ml etanol dan untuk
run kedua dilarutkan 1,44 gr KOH dengan 48,37 ml etanol.
Setelah suhu minyak telah mencapai suhu yang diinginkan, kemudian
dimasukkan campuran 1,44 gr KOH dan 44 ml etanol kedalam labu leher tiga yang
telah berisi minyak tersebut dan kemudian dipanaskan selama 60 menit. Pada
pencampuran KOH dan etanol, kristal KOH harus larut secara sempurna karena jika
tidak larut sempurna dapat mempengaruhi reaksi pada percobaan ini. Setelah
dipanaskan selama 60 menit larutan dimasukkan kedalam corong pemisah untuk
dipisahkan dari gliserol pada bagian bawahnya. Didalam corong pemisah
didiamkan selama semalam. Setelah didiamkan selama semalam terdapat dua
lapisan yaitu lapisan atas berwarna kuning bening yang merupakan etil ester dan
pada bagian bawah berwarna kuning kecoklatan yang merupakan gliserol yang
telah mengeras seperti gel. Hal ini disebabkan karena etil ester memiliki densitas
yang lebih kecil dari pada gliserol. Larutan yang telah tersebut dipisahkan, larutan
metil ester dilakukan pencucian dengan menggunakan air panas yang bertujuan
untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang ada pada larutan etil ester seperti
katalis dan sisa etanol yang tidak bereaksi.
Pada proses pencucian ini, air bekas cucian pertama berwarna keruh yang
menandakan bahwa terdapat gliserol (Meirly,2007), katalis dan sisaeetanol yang
larut didalam air tersebut. Pencucian dilakukan sampai bekas cucian menjadi
bening yang berarti sudah tidak terdapat zat pengotor pada larutan tersebut.
Kemudian larutan etil ester yang telah dicuci dimasukkan kedalam oven
dengan suhu 60ºC agar kandungan air didalam etil ester berkurang. Pengeringan
didalam oven dilakukaan selama 30 menit. Setelah dilakukan pengeringan
dilakukan pengujian densitas dan viskositas pada etil ester (biodiesel) yaitu densitas
untuk run pertama 0,862 gr/ml dan untuk run kedua 0,846 gr/ml. Setelah dihitung
densitasnya kemudian dilakukan uji viskositas yang hasilnya untuk run pertama
7.99966 kg/m.s dan run kedua didapatkan hasil viskositas yaitu 0,00739 kg/m.s.
Pada run pertama memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan run
dua. Sehingga, hubungan suhu dengan viskositas berbanding terbalik. Hal ini
dikarenakan pada suhu 65°C etanol menguap menyebabkan reaktan yang
terkonversi masih sedikit. Dengan demikian, proporsi trigliserida yang berbobot
molekul besar dalam produk lebih banyak dibanding etil ester dengan bobot
molekul lebih kecil (Ade, 2010).
Pengujian kadar FFA pada sampel minyak sania pada run pertama adalah
2,765% dan pada run kedua adalah 1,580%. Uji ini dilakukan untuk menentukan
jumlah kadar FFA pada sampel minyak sania. Apabila kadar FFA terlalu tinggi
makan akan terjadi proses safonifikasi (Keraten,1986) yaitu proses penyabunan
yang akan menyebabkan praktikum ini akan gagal.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Taransesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida dengan alkohol
menjadi alkil ester dan gliserol.
2. Kadar FFA didalam minyak (sania) pada run pertama adalah 2,765% dan
pada run kedua adalah 1,580%.
3. Densitas biodiesel pada run pertama yaitu 0,862 gr/ml dan pada run kedua
yaitu 0,846 gr/ml.
4. Viskositas biodiesel pada run pertama yaitu 7.99966 kg/m.s dan run kedua
didapatka yaitu 0,00739 kg/m.s.
5. Yield yang didapat pada percobaan ini yaitu pada run I sebesar 95,775% dan
pada run II sebesar 81,82%.
6. Hasil persen konversi yang didapat pada run I sebesar 96,02% dan pada run
II sebesar 82,11%.
7. Semakin tinggi suhu reaksi maka persen konversi akan tinggi.

5.2 Saran
Pada praktikum ini katalis yang digunakan adalah KOH 0,1 N dengan waktu
reaksi selama 60 menit. Disarankan untuk praktikum transesterifikasi agar
menggunakan katalis lain yaitu katalis heterogen seperti CaO.
DAFTAR PUSTAKA

Dogra s. 1998. Kimia Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia.


Freedman, B. Pryde.E.H, Mounts. T.L. 1984. Variables Affecting the Yields of Fatty
Esters from Transesterfied Vegetable Oils.
Gibs, K. 1990. Advanced Physic. New York.com Bridge: University press.
Meirly Natianessy. 2007. Pemanfaatan Minyak jelantah Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Biodiesel. Yogyakarta: Jurusan Kimia FMIPA UGM.
Mittlebach, M. Remschmidt, Claudia. 2004. Biodiesel The Comprehensive
Handbook. Vienna: Boersedruck Ges.m.Bh.
S Keraten. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press.
Soerawidjaja, Tatang H. Prakoso, Tirto, Reksowardojo, Iman K. 2005. Prospek,
Status, dan Tantangan Penegakan Industri Biodiesel di Indonesia.
Penuntun praktikum. 2016. Proses Teknik Kimia I. Unimal: Lhokseumawe.
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

B.1 Perhitungan Komposisi Bahan


Diketahui :
Perbandingan ethanol : minyak = 5 : 1 dan 5,5 : 1
Massa minyak (sania) = 120 gr
BM minyak = 790 gr/mol
BM etanol = 46 gr/mol
Densitas etanol = 0,7893 gr/cm3

Ditanya :

1. Mol minyak
2. Mol etanol
3. Massa etanol
4. Volume etanol
5. Massa katalis (KOH 0,1 N)
Penyelesaian :
massa minyak
1. Mol minyak =
BM minyak
120 gr
=
790 gr/mol
= 0,151 mol

2. Mol etanol (Run I) = mol minyak × mol alkohol


= 0,151 mol × 5 mol
= 0,755 mol

Mol etanol (Run II) = mol minyak × mol alkohol


= 0,151 mol × 5,5mol
= 0,830 mol
3. Massa etanol (Run I) = mol etanol × BM etanol
= 0,755 mol × 46 gr/mol
= 34,73 gram

Massa etanol (Run II) = mol etanol × BM etanol


= 0,830 mol × 46 gr/mol
= 38,18 gram

Massa etanol
4. Volume etanol (Run I) =
densitas etanol
34,73 gram
=
0,7893 gr/cm3
= 44 ml

Massa etanol
Volume etanol (Run I) =
densitas etanol
38,18 gram
=
0,7893 gr/cm3
= 48,73 ml

5. Massa katalis (KOH) = 1,20 % × massa minyak


= 0,012 × 120 gr
= 1,44 gram

B.2 Perhitungan Kadar FFA Minyak (Sania)


Diketahui :
Konsentrasi NaOH = 0,1 N
Volume titrasi
Run I = 1,75 ml
Run II = 1 ml
BM minyak = 790 gr/mol
Massa minyak = 5 gr
N × V × M
% Kadar FFA (Run I) =
Berat sampel
0,1 N × 1,75 ml × 790 gr/mol
=
5 gr
= 2,765 %

N × V × M
% Kadar FFA (Run II) =
Berat sampel
0,1 N × 1 ml × 790 gr/mol
=
5 gr
= 1,580 %

B.3 Perhitungan Kadar FFA Biodiesel


Diketahui :
Konsentrasi KOH = 0,1 N
Volume titrasi
Run I = 2 ml
Run II = 2,05 ml
BM minyak = 790 gr/mol
Massa minyak = 5 gr
N × V × M
% Kadar FFA (Run I) =
Berat sampel
0,1 N × 2 ml × 790 gr/mol
=
5 gr
= 3,160 %

N × V × M
% Kadar FFA (Run II) =
Berat sampel
0,1 N × 2,05 ml × 790 gr/mol
=
5 gr
= 3,239 %

B.4 Perhitungan Densitas Sampel Biodiesel


Massa piknometer kosong = 13,06 gr
Massa piknometer + air = 17,63 gr
Volume picnometer = 5 ml
Massa piknometer + biodiesel (50 ml) = 17,37 gr
Massa piknometer + biodiesel (50 ml) = 17,29 gr
piknometer + air - piknometer kosong
Densitas air =
volume piknometer
(17,63 - 13,06) gr
=
5 ml
= 0,914 gr/ml
1. Run I pada T = 55 ºC
Massa piknometer + biodiesel= 17,37 gr
Massa biodiesel = (massa piknometer + biodiesel)
- piknometer kosong
= 17,37 gr – 13,06 gr
= 4,31 gr
massa biodiesel
ρ biodiesel =
volume piknometer
4,31 gr
=
5 ml
= 0,862 gr/ml
2. Run II pada T = 55 ºC
Massa piknometer + biodiesel= 17,29 gr
Massa biodiesel = (massa piknometer + biodiesel)
- piknometer kosong
= 17,29 gr – 13,06 gr
= 4,23 gr
massa biodiesel
ρ biodiesel =
volume piknometer
4,23gr
=
5 ml
= 0,846 gr/ml
B.5 Perhitungan Viskositas Sampel Biodiesel
Diketahui :
ρ air = 0,914 gr/ml
ρ biodiesel (Run I) = 0,862 gr/ml
ρ biodiesel (Run II) = 0,846 gr/ml
μ air = 0,008 kg/ms
Ditanya :
μ biodiesel (Run I)
μ biodiesel (Run II)
Penyelesaian :
Biodiesel (Run I)
ρ biodisel Run I
s.g =
ρ air
0,862 gr/ml
=
0,914 gr/ml
= 0,943 gr/ml
= 943 kg/m3
(6,45 + 6,21 + 6,45) s
ttota =
3
19,11
=
3
= 6,37 s

μ air
k =
sg × t alir air

0,008 kg/ms
=
943 × 6,37 s
0,008
=
6,0011.625
= 0,0013307 m2/s2
μ biodiesel = k × sg × t alir biodiesel
= 0,0013307 × 0,8575× 6,37 s
= 7,99966 kg/m.s

Biodiesel (Run II)


ρ biodisel Run II
s.g =
ρ air
0,846 gr/ml
=
0,914 gr/ml
= 0,925 gr/ml
= 925 kg/cm3

(6,60 + 6,64 + 6,75) s


ttotal =
3
20,00
=
3
= 6,66 s

μ air
k =
sg × t alir air
0,008 kg/ms
=
925 × 6,66 s
0,008
=
6,160.5
= 0,0000012 m2/s2

μ biodiesel = k × sg × t alir biodiesel

= 0,0000012 × 925 × 6,66 s


= 0,00739 kg/m.s
B.6 Perhitungan Yield
Run I
massa biodiesel
% Yield = × 100%
massa minyak
114,93 gr
= × 100%
120 gr
= 95,775 %
Run II
massa biodiesel
% Yield = × 100%
massa minyak
98,19 gr
= × 100%
120 gr
= 81,82 %
B.7 Perhitungan Konversi
Mol zat mula-mula = 0,151 mol
gr
Mol biodiesel (50 ml) =
Mr
114,93 gr
=
790
= 0,145 mol
gr
Mol biodiesel (50 ml) =
Mr
98,19 gr
=
790
= 0,124 mol

Run I
mol biodiesel
% Konversi = × 100%
mol zat mula-mula
0,145 mol
= × 100%
0,151 mol
= 96,02 %
Run II
mol biodiesel
% Konversi = × 100%
mol zat mula-mula
0,124 mol
= × 100%
0,151 mol
= 82,11 %
LAMPIRAN IV
GAMBAR ALAT
NO Nama dan gambar alat Fungsi
1
Pipet volume berfungsi untuk
mengukur volume suatu bahan cair

Pipet volume
2
Bola penghisap digunakan untuk
memompa cairan agar masuk dalam
pipet volum

Bola hisap
3
Kondensor digunakan sebagai
pendingin uap panas, biasanya
digunakan dalam proses destilasi

Kondensor
4
Buret digunakan
untuk meneteskan sejumlah reagen
cair dalam eksperimen yang
memerlukan presisi, seperti pada
eksperimen titrasi

Buret
5
Erlenmeyer berfungsi untuk tempat
cairan/bahan,bisa juga digunakan
untuk medium titrasi

Erlenmeyer
6
Piknometer berfungsi sebagai alat
untuk menghitung densitas suatu zat

Piknometer
7
Viskometer digunakan untuk
mengukur viskositas fluida

Viskometer
8
Labu ukur digunakan untuk
mengencerkan zat tertentu hingga
batas leher labu ukur

Labu ukur
9
Hot plate berfungsi sebagai alat
untuk memanaskan suatu zat
biasanya cairan

Hot plate
10
Aluminium foil berfungsi untuk
menutup lubang erlenmeyer agar
cairan yang didalam tidak
menguap/terkontaminasi sama udara
luar

Aluminium foil
11
Labu leher tiga biasanya digunakan
dalam proses destilasi, dan untuk
jalan uap cairan yang akan
dilewatkan pada garis pendingin

Labu leher tiga

Anda mungkin juga menyukai