Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Jelantah


Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah
adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya
minyak jagung, minyak sayur, sebagainya. Minyak ini merupakan minyak bekas
pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat digunakan kembali untuk
keperluan kuliner, akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses
penggorengan (Anonim, 2009). Tabel sifat fisik dan kimia minyak jelantah dapat
dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Kimia Minyak Jelantah

Sifat Fisik Minyak Jelantah Sifat Kimia Minyak Jelantah

Warna coklat kekuning- Hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak
kuningan bebas dan gliserol.
Berbau tengik Proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak
antara sejumlah oksigen dengan minyak.
Terdapat endapan Proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan
ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada
minyak.

Titik didih minyak jelantah adalah 375oC, sehingga untuk merubah fasanya
menjadi uap, diperlukan temperatur yang lebih tinggi dari titik didihnya. Titik nyala
minyak jelantah terjadi pada suhu 240-300oC, densitasnya sebesar 0.898 Kg/L,
visikositasnya sebesar 7 s.d 30 Pa.s dan nilai kalor sebesar 9197.29 cal/gr (Fassenden,
1986).
Minyak goreng sangat mudah untuk mengalami oksidasi (Ketaren, 2005).
Maka, minyak goreng berulang kali atau yang disebut minyak jelantah telah mengalami
penguraian molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan
dapat menyebabkan minyak menjadi berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena
penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan
trigliserida menjadi gliserol dan FFA (free fatty acid) atau asam lemak jenuh. Selain
itu, minyak goreng ini juga sangat disukai oleh jamur aflatoksin. Jamur ini dapat
menghasilkan racun aflatoksin yang dapat menyebabkan penyakit pada hati (Aprilio,
2010).
Penggunaan minyak berkali-kali dengan suhu penggorengan yang cukup tinggi
akan mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan meningkatkan
warna coklat serta flavour yang tidak disukai pada bahan makanan yang digoreng.
Kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan akan menurunkan
nilai gizi dan mutu bahan yang digoreng. Namun jika minyak goreng bekas tersebut
dibuang selain tidak ekonomis juga akan mencemari lingkungan (Ketaren, 2005).
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang
digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan
menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak,
serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak.
Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol,
lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir.
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi
polimerisasi, adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya
bahan menyerupai gum (gelembung) yang mengendap di dasar tempat penggoregan
(Ketaren, 2005).
Penggunaan minyak goreng jelantah secara berulang-ulang dapat
membahayakan kesehatan tubuh. Hal tersebut dikarenakan pada saat pemanasan akan
terjadi proses degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses tersebut
dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun (Rukmini,
2007).
Sehubungan dengan banyaknya minyak jelantah dari sisa industri maupun
rumah tangga dalam jumlah tinggi dan menyadari adanya bahaya konsumsi minyak
goreng bekas, perlu dilakukan upaya-upaya untuk memanfaatkan minyak goreng bekas
tersebut agar tidak terbuang dan mencemari lingkungan. Pemanfaatan minyak jelantah
dapat dilakukan dengan memanfaatkan minyak jelantah sebagai untuk pembuatan
Biodiesel.
2.2 Biodiesel
Nama biodiesel telah disetujui oleh Department of Energi (DOE),
Environmental Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing Material
(ASTM), biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat
diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui
esterifikasi dengan alkohol (Gerpen, 2004). Biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi
ulang mesin diesel. Biodiesel juga dapat ditulis dengan B100, yang menunjukkan
bahwa biodiesel tersebut murni 100 % monoalkil ester (Zuhdi, 2002). Karena bahan
bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, biodiesel digolongkan
sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui. Pada dasarnya semua minyak nabati atau
lemak hewan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Banyak
penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan bahan baku alternatif yang dapat
dikembangkan secara luas sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Biodiesel berasal
dari minyak sawit, minyak jarak, minyak kedelai, minyak jelantah (Zuhdi, 2002).
Rumus kimia trigliserida adalah CH2COOR-CHCOOR’-CH2COOR”, dimana
R, R’, dan R” masing-masin adalah sebuah rantai alkil yang panjang. Ketiga asam
lemak RCOOH, R’COOH dan R”COOH bisa jadi semuanya sama, semuanya berbeda
ataupun hanya dua diantaranya sama.
Sifat kimia Biodiesel diantaranya merupakan cairan berwarna kuning cerah
sampai kuning kecoklatan. Biodiesel tidak dapat campur dengan air, mempunyai titik
didih tinggi dan mepunyai tekanan uap yang rendah. Biodiesel terdiri dari senyawa
campuran methyl ester dari rantai panjang asam-asam lemak dari minyak tumbuh-
tumbuhan yang memiliki flash point 150 °C (300 °F), density 0,88 g/cm³, di bawah
densitas air. Biodiesel tidak memiliki senyawa toksik dan tidak mengandung sulfur.

2.3 Pembuatan Biodiesel


Pada prinsipnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel
dihasilkan melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak dengan alkohol. Alkohol
akan menggantikan gugus alkohol pada struktur ester minyak dengan dibantu katalis.
NaOH dan KOH adalah katalis yang umumnya digunakan (Erliza, 2007 : 9).
Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni)
melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, proses ini bertujuan untuk mengubah
trigliserida menjadi asam lemak metil ester (FAME).
Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku merupakan salah satu faktor
penentu jenis proses pembuatan biodiesel. Umumnya, minyak murni memiliki kadar
FFA rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan metode
transesterifikasi. Jika kadar FFA minyak tersebut masih tinggi, sebelumnya dilakukan
proses pra-esterifikasi dengan menentukan terlebih dahulu harga FFA minyak (Erliza,
2007 : 9).

2.3.1 Reaksi Transesterifikasi


Transesterifikasi adalah reaksi pembentukkan metil ester asam lemak (Fatty
Acids Methyl Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol dengan mereaksikan
trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek.
Trigliserida merupakan triester dari gliserol, monogliserida dan digliserida dapat
diperoleh dari trigliserida dengan mensubstitusikan dua dan satu asam lemak dengan
gugus hidroksi. Alkohol rantai pendek yang sering digunakan adalah metanol karena
kereaktifannya yang tinggi (Utomo, 2011).
Trigliserida merupakan triester dari glliserol dan asam-asam lemak yaitu asam
karboksilat dengan rantai hidrokarbon (C6 sampai C30). Trigliserida merupakan
penyusun utama minyak nabati. Selain trigliserida dalam lemak juga terdapat
monogliserida dan digliserida. Transesterifikasi biasa disebut dengan alkoholisis
adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi methyl ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Reaksi transesterifikasi
trigliserida menjadi methyl ester adalah:
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi ester metil asam- asam
lemak.

Pada proses reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel memerlukan


bantuan katalis yang berfungsi untuk mempercepat reaksi. Percepatan reaksi tersebut
terjadi karena katalis mempengaruhi mekanisme reaksi yang berlangsung, dimana
penggunaan katalis asam atau basa melibatkan mekanisme yang berbeda. Secara
umum diketahui bahwa reaksi transesterifikasi diawali dengan reaksi antara alkohol
dengan katalis untuk menghasilkan spesies aktif yang selanjutnya bereaksi dengan
asam lemak.

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dipengaruhi beberapa faktor, antara
lain:
a. Lama Reaksi
Secara umum, untuk reaksi kimia diketahui bahwa semakin lama waktu reaksi
maka interaksi antar molekul semakin intensif dan menghasilkan produk yang
lebih banyak. Prinsip dasar reaksi ini juga berlaku untuk reaksi transesterifikasi.
Metil ester yang dikonversi dengan variasi waktu reaksi selama 1-4 jam. Waktu
reaksi selama 1 jam menghasilkan metil ester sebesar 77,59 %. Waktu reaksi
dinaikkan menjadi 2 jam hasil konversi mengalami peningkatan sebesar 86,40 %
sampai dimana waktu 3 jam menghasilkan produk maksimal sebesar 91,66 %.
Namun setelah reaksi berlangsung selama 4 jam produk metil ester yang
dihasilkan mengalami penurunan menjadi 76,72 %. Menurut Kusuma, dkk. (2011)
reaksi transesterifikasi bersifat reversibel sehingga terjadi pergeseran
kesetimbangan ke arah reaktan, dimana waktu reaksi yang terlalu lama akan
menyebabkan produk yang terbentuk berubah kembali menjadi reaktan.
b. Pengadukan
Merupakan faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu reaksi kimia, pengadukan
sangat penting karena minyak, metanol dan katalis merupakan campuran yang
immiscible (Samart et al., 2010). Dalam bidang penelitian tentang biodiesel, faktor
ini juga telah dipelajari dalam sejumlah penelitian. Hayyan et al. (2011)
mempelajari pengaruh pengadukan pada biodiesel minyak kelapa sawit dengan
variasi pengadukan antara 200 sampai 800 rpm, dan melaporkan pengadukan
terbaik pada 400 rpm dengan persentase konversi 94,78 %.
c. Jenis katalis,
Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi aktivasi
sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi
dapat berlangsung pada suhu 250°C, katalis yang biasa digunakan dalam reaksi
transesterifikasi adalah katalis basa seperti Kalium Hidroksida (KOH) dan Natrium
Hidroksida (NaOH). Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan
menghasilkan konversi minyak nabati menjadi metil ester yang optimum (94% -
99%).
d. Konsentrasi Katalis
Penambahan konsentrasi zeolit sebagai katalis akan meningkatkan biodisel yang
dihasilkan dari reaksi transesterifikasi. Penambahan katalis pada kondisi optimum
akan memaksimalkan hasil reaksi, jika penggunaannya berlebih biodiesel yang
dihasilkan akan menurun Naluri, dkk. (2015). Penelitian Arifin dan Latifah (2015)
melakukan sintesis biodiesel dari minyak goreng bekas dengan variasi jumlah
katalis sebesar 2,5 %; 5 %; 7,5 %; dan 10 % b/b total minyak dan metanol.
Rendemen biodiesel tertinggi yang diperoleh adalah 94,48 % pada penggunaan
rasio mol minyak : metanol sebesar 1:12, konsentrasi sebesar katalis 10 % b/b
total reaktan, dan waktu reaksi selama 3 jam.
e. Perbandingan molar alkohol dengan minyak
Secara stoikiometri, setiap 1 molekul trigliserida membutuhkan 3 mol alkohol
untuk membentuk 3 senyawa alkil ester dan 1 senyawa gliserol. Semakin banyak
jumlah alkohol yang digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan
bertambah banyak.
f. Suhu Reaksi
Zulfadli, dkk. (2015), melakukan pembuatan biodiesel menggunakan zeolit
teraktivasi dengan variasi suhu pada tahap transesterifikasi. Suhu reaksi yang
digunakan adalah 50 oC, 60 oC, dan 70 oC. Biodiesel yang dihasilkan semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu reaksi, akan tetapi pada suhu 70 oC
mengalami penurunan. Hal ini dimungkinkan karena titik didih dari methanol
sekitar 64,5 oC, sehingga pada suhu 70 oC diasumsikan metanol telah menguap
sehingga mengalami penurunan rendemen biodiesel. Hasil biodiesel tertinggi
diperoleh pada kondisi reaksi dengan suhu 60 oC sebesar 95,84 %.

2.4 Standar Mutu Biodiesel


Secara umum, parameter standar mutu biodiesel terdiri atas densitas, titik nyala,
angka setana, viskositas kinematik, abu sulfat, energi yang dihasilkan, bilangan iod,
dan residu karbon. Beberapa Negara telah mempunyai standar mutu biodiesel yang
berlaku di negaranya masing-masing. Adapun persyaratan mutu biodiesel Indonesia
tercantum dalam RSNI EB 020551.
a. Cetane Number
Menunjukkan kemampuan bahan bakar motor diesel menyala dengan sendirinya
(auto ignition) dalam ruang bakar motor diesel. Fungsinya untuk mengetahui
kecenderungan bahan bakar motor diesel membentuk ketukan ( knocking ).
b. Viskositas Kinematik
Merupakan ukuran hambatan cairan untuk mengalir secara gravitasi, untuk aliran
gravitasi dibawah tekanan hidrostatis, tekanan cairan sebanding dengan kerapatan
cairan. Satuan viskositas dalam cgs adalah cm2 per detik (Stokes). Satuan SI untuk
viskositas m2 per detik (104 St). Lebih sering digunakan centistokes (cSt) (1cSt =
10_2 St = 1 mm2/s).
c. Densitas
Adalah massa biodiesel per satuan volume pada suhu tertentu. Jika densitasnya
rendah kemampuan bahan bakar minyak tinggi.
d. Titik Nyala
adalah temperatur terendah yang harus dicapai dalam pemanasan biodiesel untuk
menimbulkan uap yang dapat terbakar dalam jumlah yang cukup, untuk nyala atau
terbakar sesaat ketika disinggungkan dengan suatu nyala uap. Apabila Flash point
bahan bakar tinggi, akan memudahkan dalam penanganan dan penyimpanan bahan
bakar tersebut karena bahan bakar tidak perlu disimpan pada temperatur rendah,
sebaliknya jika Flash point terlalu rendah, akan berbahaya karena menimbulakn
resiko tinggi bagi penyalaan, sehingga harus disimpan pada suhu rendah.
e. Bilangan Iod
Bilangan iod didefenisikan sebagai jumlah garam iodin yang diserap oleh 100 g
minyak. Nilai yang diperoleh menunjukkan derajat ketidak jenuhan minyak.
Kandungan senyawa asam lemak takjenuh meningkatkan ferpormansi biodiesel
pada temperatur rendah karena senyawa ini memiliki titik leleh (Melting Point)
yang lebih rendah, sehingga berkorelasi terhadap clout point dan puor point yang
rendah. Namun disisi lain banyaknya senyawa lemak tak jenuh di dalam biodiesel
memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer. Biodiesel
dengan kandungan bilangan iod yang tinggi akan mengakibatkan tendensi
polimerisasi dan pembentukan deposit pada injector noozle dan cincin piston pada
saat mulai pembakaran. Nilai maksimum harga angka Iod yang diperbolehkan
untuk biodiesel yaitu 115 (g I2/100 g) berdasarkan Standar Biodiesel indonesia.
f. Bilangan asam
Angka asam yang tinggi merupakan indikator biodiesel masih mengandung asam
lemak bebas. Berarti, biodiesel bersifat korosif dan dapat menimbulkan jelaga atau
kerak di injektor mesin diesel. Analisa ini dilakukan untuk mendapatkan nilai
bilangan asam sampel minyak nabati. Bilangan asam didefenisikan sebagai jumlah
milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari
44 satu gram minyak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam
lemak bebas yang terdapat dalam sampel minyak. Kandungan asam yang besar
pada minyak bahan bakar akan berakibat buruk pada kinerja mesin pembakar.
Asam akan menyebabkan korosi pada mesin sehingga menghambat proses
pembakaran. Penentuan bilangan asam dilakukan dengan metode titrasi asam basa.
Sejumlah minyak dilarutkan dalam alkohol dan diberi indikator phenolphthalein.
Kemudian dititrasi dengan larutan KOH sampai terjadi perubahan warna merah
jambu yang tetap. Senyawa KOH akan bereaksi dengan asam lemak yang berada
pada sampel minyak nabati. Titrasi dilakukan untuk mengetahui keadaan dimana
semua KOH telah bereaksi dengan asam lemak pada minyak dan kelebihan KOH
ditandai dengan perubahan warna pada sampel akibat ditambahi dengan indikator
phenolphthalein.
g. Kadar Air
Kadar air dalam minyak merupakan salah satu tolak ukur mutu minyak. Makin
kecil kadar air dalam minyak maka mutunya makin baik, hal ini dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan
kenaikan kadar asam lemak bebas, kandungan air dalam bahan bakar dapat juga
menyebabkan turunnya panas pembakaran, berbusa dan bersifat korosif jika
bereaksi dengan sulfur karena akan membentuk asam.

2.5 Keunggulan dan Kelemahan Biodiesel


a. Keunggulan Biodiesel:
 Biodiesel tidak beracun.
 Biodiesel adalah bahan bakar biodegradable
 Biodiesel lebih aman dipakai disbanding diesel konvensional
 biodiesel dapat dengan mudah dicampur dengan diesel konvensional, dan
dapat digunakan di sebagian besar jenis kendaraan saat ini, bahkan dalam bentuk
biodiesel murni B100.
 Biodiesel dapat membantu mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar
fosil, dan meningkatkan keamanan dan kemandirian energi.
 Biodiesel dapat diproduksi secara massal di banyak negara, contohnya USA
yang memiliki kapasitas untuk memproduksi lebih dari 50 juta galon biodiesel
per tahun.
 Produksi dan penggunaan biodiesel melepaskan lebih sedikit emisi dibandingkan
dengan diesel konvensional, sekitar 78 % lebih sedikit dibandingkan dengan
diesel konvensional.
 Biodiesel memiliki sifat pelumas yang sangat baik, secara signifikan lebih
baik daripada bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat
memperpanjang masa pakai mesin.
 Biodiesel memiliki delay pengapian lebih pendek dibandingkan dengan diesel
konvensional.
 Biodiesel tidak memiliki kandungan sulfur, sehingga tidak memberikan
kontribusi terhadap pembentukan hujan asam.

Keuntungan Biodesel terhadap Mesin


Penggunaan biodiesel mempunyai beberapa keuntungan, menurut studi yang
dilakukan National Biodiesel Board beberapa keuntungan penggunaan biodiesel antara
lain:
 Biodiesel mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan minyak diesel,
sehingga dapat langsung dipakai pada motor diesel tanpa melakukan modifikasi
yang signifikan dengan resiko kerusakan yang sangat kecil.
 Biodiesel memberikan efek pelumasan yang lebih baik daripada minyak diesel
konvensional. Bahkan satu persen penambahan biodiesel dapat meningkatkan
pelumasan hampir 30 %.
 Hasil percobaan membuktikan bahwa jarak tempuh 15.000.000 mil, biodiesel
memberikan konsumsi bahan bakar, HP, dan torsi yang hampir sama dengan
minyak diesel konvensional.
 Biodiesel dapat diperbarui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak
menyebabkan pemanasan global. Analisa siklus kehidupan memperlihatkan
bahwa emisi CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78 % dibandingkan
dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum.
 Untuk menambah pelumasan mesin, menambah ketahanan mesin, mengurangi
frekuensi pergaantian mesin. Keuntungan lain dari biodesel adalah sifat
emisi yang rendah dan mengandung oksigen sekitar 10-11 %.
b. Kelemahan Biodiesel
 Biodiesel saat ini sebagian besar diproduksi dari jagung yang dapat
menyebabkan kekurangan pangan dan meningkatnya harga pangan. Hal ini
bisa memicu meningkatnya kelaparan di dunia.
 Biodiesel 20 kali lebih rentan terhadap kontaminasi air dibandingkan dengan
diesel konvensional, hal ini bisa menyebabkan korosi, filter rusak, pitting di
piston, dll.
 Biodiesel murni memiliki masalah signifikan terhadap suhu rendah.
 Biodiesel secara signifikan lebih mahal dibandingkan dengan diesel
konvensional.
 Biodiesel memiliki kandungan energi yang jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan diesel konvensional, sekitar 11 % lebih sedikit dibandingkan dengan
bahan bakar diesel konvensional.
 Biodiesel dapat melepaskan oksida nitrogen yang dapat mengarah pada
pembentukan kabut asap.

Biodiesel, meskipun memancarkan emisi karbon yang secara signifikan lebih aman
dibandingkan dengan diesel konvensional, masih berkontribusi terhadap pemanasan
global dan perubahan iklim.

Anda mungkin juga menyukai