I. PENDAHULUAN
25% hanya dalam beberapa tahun saja. Dan akibat radikal bebas juga bisa
menyebabkan penyakit lever, jantung koroner, kolesterol, dan lain-lain. Asam
lemak bebas merupakan hasil perombakan yang terjadi pada asam lemak yang
disebabkan adanya reaksi kompleks pada minyak. Semakin tinggi kandungan
asam lemak bebas pada minyak menandakan semakin menurunnya mutu dari
minyak goreng tersebut. Reaksi hidrolisa yang terjadi pada minyak akan
mengakibatkan kerusakan minyak karena terdapat sejumlah air dalam minyak
tersebut dan menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas dan beberapa gliserol
(Muchtadi, 2009).
III. METODELOGI
8
- Indikator
Terjadi perubahan
Kuning PP Bening 10 tetes
Minyak Ditirasi dan warna menjadi
kecoklatan 28,2 g - Alkohol Bening 50 ml
III digojok warna merah muda
(beraroma) 95% Bening 4,0 ml
pudar
- NaOH
3 Lebih Kental
3.2 Perhitungan
Minyak Baru
ml NaOH x N × BM Asam Palmitat
%FFA= x 100 %
Berat Contoh ×1000
3.3 Pembahasan
Dalam praktikum Teknologi Lemak Minyak dengan materi Kerusakan
Lemak Minyak ini hal yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana kita dapat
mempelajari pengaruh pemanasan terhadap kerusakan minyak. Pada percobaan
ini penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi
minyak. Setiap peningkatan suhu 10°C laju kecepatan oksidasi meningkat dua kali
lipat. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan
berkurang pada suhu rendah. Kecepatan akumulasi peroksida selama proses aerasi
minyak pada suhu 100 – 115°C dua kali lebih besar dibanding pada suhu 10°C.
Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak
dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya
tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi
tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar
dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi
merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi
selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak.
Bahan pangan yang di goreng mempunyai rasa yang lebih gurih karena
adanya serapan minyak ke bahan. Kualitas minyak sangat berpengaruh terhadap
rasa gorengan, komponen dalam minyak akan masuk ke bahan. Minyak
mempunyai aroma semakin tajam dan warna semakin gelap pada pengulangan
penggorengan yang semakin banyak. Komponen-komponen yang dihasilkan dari
reaksi-reaksi yang terjadi selama penggorengan akan terakumulasi pada
pengulangan penggorengan yang semakin banyak. Selama penggorengan tempe,
komponen tersebut akan terserap bersama minyak, sehingga rasa tempe pada
pengulangan penggorengan yang semakin banyak akan berbeda dari pengulangan
sebelumnya.
13
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang
tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq
peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak
enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan
berbau tengik.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam
pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul
gliserol dan molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda
beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan molekul air. Minyak dan
lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil
komponen selain trigliserida, yaitu 1) lipid kompleks (lesithin, cephalin, fosfatida,
dan glikolipid), 2) sterol, berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam
lemak, 3 asam lemak bebas, 4) lilin, 5) pigmen yang larut dalam lemak, dan 6)
hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan flavor produk, serta
berperan dalam proses ketengikan. Fosfolipid dalam minyak yang berasal dari
biji-bijian biasanya mengandung sejumlah fosfatida, yaitu lesithin dan cephalin. .
Minyak yang rusak akibat oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan
bahan pangan yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan
sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Oksidasi
minyak terjadi karena kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.
Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan menyebabkan turunnya
kualitas minyak goreng. Semakin banyak pengulangan penggorengan maka
bilangan peroksida semakin meningkat. Secara organoleptik tempe goreng dan
minyak goreng curah menunjukkan parameter organoleptik warna, rasa, aroma
mempunyai nilai yang semakin tidak baik.
4.2 Saran
Semoga dengan adanya praktikum ini dapat membuat kita lebih memahami
lagi pengaruh pemanasan terhadap kerusakan minyak. Saran saya sebaiknya
kedepannya fasilitas laboratorium di tingkatkan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, R. W. 2012. Studi Pengaruh Suhu Dan Jenis Bahan Pangan Terhadap
Stabilitas Minyak Kelapa Selama Proses Penggorengan. Under
Graduate, Universitas Hasanuddin.
Kalapathy, U. and Proctor, A., 2000. A New Method for Free Fatty Acid
Reduction in Frying Oil Using Silicate Films Produced from Rice Hull
Ash, JAOCS.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI – Press :
Jakarta.
Muchtadi, D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi, Bandung, CV. Alfabeta.
Winarni, W. Sunarto, and S. Mantini. 2010. Penetralan dan Adsorpsi Minyak
Goreng Bekas Menjadi Minyak Goreng Layak Konsumsi. 8 (1)
(Diakses pada tanggal 25 Juni 2021).
Sartika, R.A.D., 2009. Pengaruh Suhu Dan Lama Proses Menggoreng (Deep
Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Makara SAINS
Vol. 13 No. 1. Depok. Hal 23-28 (Diakses pada tanggal 25 Juni 2021).