Anda di halaman 1dari 15

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak
larut/bercampur dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik.Ada sifat
tambahan lain yang dikenal awam: terasa licin apabila dipegang. Dalam arti
sempit, kata 'minyak' biasanya mengacu ke minyak bumi (petroleum) atau produk
olahannya: minyak tanah (kerosena). Lemak secara khusus menjadi sebutan bagi
minyak hewani pada suhu ruang, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair,
yang terdapat pada jaringan tubuh yang disebut adiposa.Pada jaringan adiposa, sel
lemak mengeluarkan hormon leptin dan resistin yang berperan dalam sistem
kekebalan, hormon sitokina yang berperan dalam komunikasi antar sel (Ketaren,
1986).
Lipid berasal dari kata Yunani yang berarti lemak. Secara bahasa lipid
merupakan lemak, sedangkan kalau dilihat dari stukturnya, lipid merupakan
senyawa trimester yang dibentuk dari senyawa gliserol dan berbagai asam
karboksilat rantai panjang. Jadi lemak disusun dari dua jenis molekul yang lebih
kecil yaitu gliserol dan asam lemak. Gliserol adalah sejenis alkohol yang memiliki
tiga karbon yang masing-masing mengandung sebuah gugus hidroksil. Asam
lemak memiliki kerangka karbon yang panjang, umumnya 16 sampai 18 atom
karbon, panjangnya salah satu ujung asam lemak itu adalah kepala yang terdiri
atas suatu gugus karboksil dan gugus fungsional yang menyebabkan molekul ini
disebut asam lemak, yang berikatan dengan gugus karboksilat itu adalah
hidrokarbon panjang yang disebut ekor (Ketaren, 1986).

1.2 Tujuan Praktikum


Ada beberapa tujuan pada praktikum Teknologi Lemak Minyak dengan
materi Kerusakan Lemak Minyak, yaitu untuk mempelajari pengaruh pemanasan
terhadap kerusakan minyak.
2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kimia Lemak Minyak


2.1.1 Definisi dan Strukur Lemak Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam
pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul
gliserol dan molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda
beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan molekul air. Komponen
tersebut mempengaruhi warna dan flavor produk, serta berperan dalam proses
ketengikan. Fosfolipid dalam minyak yang berasal dari biji-bijian biasanya
mengandung sejumlah fosfatida, yaitu lesithin dan cephalin (Muchtadi, 2009).
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk dalam
golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil-eter
(C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan
minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan
minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. Lemak dan
minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol . Dalam pembentukannya,
trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga
molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda – beda), yang
membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air (Muchtadi, 2009).

Gambar 1. Struktur Lemak Minyak

Bila R1=R2=R3, maka trigliserida yang terbentuk disebut trigliserida


sederhana (simple triglyceride), sedangkan bila R 1, R2,R3 berbeda, maka disebut
trigliserida campuran (mixed triglyceride) (Muchtadi, 2009).
3

2.1.2 Karakteristik Minyak Kelapa Sawit


Karakterisasi minyak kelapa sawit adalah angka Iodin 49,95 mg I2 /minyak;
asam lemak bebas 0,05%; kadar air 0,18%; angka peroksida 16,23 mg/kg; angka
asam 0,19 mg KOH/g; asam lemak jenuh yang dominan adalah metil palmitat dan
metil butirat; asam lemak tidak jenuh yang dominan adalah cis-9-oleic methyl
ester dan metil linoleat. Data spektrum FT-IR minyak sulfat menunjukkan gugus
cis = CH; CH3 dan CH2 dan cis C=C dan C-H yang serupa dengan minyak kelapa
sawit dan masih terdapat cis-9-oleic methyl ester. Minyak sawit termasuk minyak
yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi. Minyak sawit berwujud setengah
padat pada temperatur ruangan dan memiliki beberapa jenis lemak jenuh asam
laurat (0.1%), asam miristat (1%), asam stearat (5%), dan asam palmitat (44%).
Minyak sawit juga memiliki lemak tak jenuh dalam bentuk asam oleat (39%),
asam linoleat (10%), dan asam alfa linoleat (0.3%). Seperti semua minyak nabati,
minyak sawit tidak mengandung kolesterol meski konsumsi lemak jenuh
diketahui menyebabkan peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah dan
lipoprotein densitas tinggi akibat metabolisme asam lemak dalam tubuh. Minyak
sawit juga GMO free, karena tidak ada kelapa sawit termodifikasi genetik (GMO)
yang dibudidayakan untuk menghasilkan minyak sawit (Anwar, 2012).

2.2 Kerusakan Lemak Minyak


2.2.1 Macam dan Penyebab Kerusakan
Penyerapan Bau (Tainting) apabila pembungkus dapat menyerap lemak,
maka lemak yang terserap akan teroksidasi oleh udara sehingga akan rusak dan
berbau, sehingga seluruh lemak akan menjadi rusak. Hidrolisis dengan adanya air,
maka lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Dalam teknologi
makanan, hidrolisis oleh enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut
terdapat pada semua jaringan yang mengandung minyak. Oksidasi Lemak
kerusakan lemak adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses
ketengikan. Disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi,
misalnya panas dan cahaya. Oksidasi ini bisa juga terjadi apabila terjadi kontak
antara sejumlah oksigen dengan minyak ataupun lemak. Terjadinya oksidasi ini
mengakibatkan bau tengik pada minyak ataupun lemak (Anwar, 2012).
4

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan


Minyak yang rusak akibat oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan
bahan pangan yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan
sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Oksidasi
minyak terjadi karena kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi
polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan
terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat
penggorengan. Oksidasi adalah akibat utama dari perubahan kimiawi minyak
tetapi ada beberapa penyebab degradasi lain yang berpotensial menyebabkan atau
menghasilkan racun. Perubahan kimiawi pada minyak, tidak semuanya berbahaya.
Kerusakan minyak atau lemak dengan pemanasan pada suhu tinggi (200 - 250°C)
akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit,
misalnya diare, pengendapan lemak dan pembuluh darah, kanker dan menurunkan
nilai cerna lemak. Rusaknya minyak juga bisa terjadi karena lama penyimpanan
(Winarni, 2010).

2.2.3 Penentuan Kualitas Minyak


Standar mutu atau kualitas adalah merupakan hal yang penting untuk
menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan
standar mutu yaitu : kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam
lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi
standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, kejernihan kandungan
logam berat, dan bilangan penyabunan. Mutu minyak kelapa sawit yang baik
mempunyai kadar air kurang dari 0,1% dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 %,
kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 % atau kurang),
bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus
berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat
serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Winarni, 2010).
5

2.3 Perubahan Kimia Lemak Minyak Akibat Pemanasan


2.3.1 Hasil Dekomposisi Tidak Menguap (NVDP)
Bahan pangan yang di goreng mempunyai rasa yang lebih gurih karena
adanya serapan minyak ke bahan. Kualitas minyak sangat berpengaruh terhadap
rasa gorengan, komponen dalam minyak akan masuk ke bahan. Minyak
mempunyai aroma semakin tajam dan warna semakin gelap pada pengulangan
penggorengan yang semakin banyak. Komponen-komponen yang dihasilkan dari
reaksi-reaksi yang terjadi selama penggorengan akan terakumulasi pada
pengulangan penggorengan yang semakin banyak. Selama penggorengan tempe,
komponen tersebut akan terserap bersama minyak, sehingga rasa tempe pada
pengulangan apenggorengan yang semakin banyak akan berbeda dari
pengulangan sebelumnya. Reaksi oksidasi selama proses penggorengan
menghasilkan komponen – komponen yang mempengaruhi aroma minyak.
Minyak selama penggorengan akan terserap ke dalam bahan (Winarno, 1999).

2.3.2 Hasil Dekomposisi Dapat Menguap (VDP)


Pemanasan minyak selama penggorengan dapat menghasilkan persenyawaan
yang dapat menguap. Komposisi yang terdapat dalam persenyawaan dapat
menguap terdiri dari alkohol, ester, lakton, aldehida keton dan senyawa aromatik.
Jumlah persenyawaan yang jumlahnya dominan adalah aldehida, termasuk di-enal
yang mempengaruhi bau khas hasil gorengan (Ketaren, 1986).

2.4 Analisis Asam Lemak Bebas (FFA)


2.4.1 Definisi dan Mekanisme Terbentuknya Asam Lemak Bebas (FFA)
Asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) adalah asam lemak yang
berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida. FFA dihasilkan oleh
proses hidrolisis dan oksidasi. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya dan air
yang terkandung dalam bahan pangan yang digoreng menyebabkan terjadinya
reaksi hidrolisis antara air dan minyak goreng. Semakin tinggi frekuensi
pemakaian minyak goreng maka kadar asam lemak bebas semakin meningkat.
Pengujian FFA (Free Fatty Acid) berfungsi untuk mengetahui kandungan asam
lemak bebas yang terkandung di dalam minyak goreng. Kadar FFA di dalam
6

minyak menunjukkan tingkat kerusakan minyak goreng akibat pemecahan


tryacilglicerol dan oksidasi asam lemak (Kalapathy, 2000).
Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas diakibatkan
oleh proses hidrolisis yang terjadi selama prosess penggorengan, ini biasanya
disebabkan oleh pemanasan yang tinggi yaitu pada suhu 160-200°C. Uap air yang
dihasilkan pada saat proses penggorengan, menyebabkan terjadinya hidrolisis
terhadap trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas, digliserida, monogliserida,
dan gliserol yang diindikasikan dari angka asam. Asam lemak bebas di dalam
minyak goreng merupakan asam lemak berantai panjang yang tidak teresterifikasi.
Asam lemak bebas mengandung asam lemak jenuh yang berantai panjang.
Semakin banyak konsumsi asam lemak bebas, akan meningkatkan kadar Low
Density Lipoprotein (LDL) dalam darah yang merupakan kolesterol jahat.
Banyaknya asam lemak bebas dalam minyak menunjukkan penurunan kualitas
minyak (Sartika, 2009).

2.4.2 Pengaruh FFA Terhadap Kesehatan, Flavor dan Cita Rasa


Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang
dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau dari pada bahan itu. Hidrolisa dapat
disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan enzim.
Kadar air terbentuk dalam minyak merupakan salah satu parameter untuk
menentukan tingkat kemurnian minyak dan berhubungan dengan kekuatan daya
simpannya, sifat goreng, bau dan rasa. Kadar air sangat menentukan kualitas dari
minyak yang dihasilkan. Kadar air berperan dalam proses oksidasi maupun
hidrolisis minyak yang akhirnya dapat menyebabkan ketengikan. Semakin tinggi
kadar air, minyak semakin cepat tengik. Asam lemak bebas terbentuk karena
proses oksidasi dan hidrolisis enzim selama pengolahan dan penyimpanan.
Kemudian asam lemak bebas ini membentuk lagi asam lemak trans dan radikal
bebas. Jika kita mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar asam lemak
bebas yang cukup tinggi maka akan berakibat kepada menaikkan kadar LDL dan
menurunkan kadar HDL darah, mengurangi kemampuan tubuh mengendalikan
gula darah karena dapat mengurangi respons terhadap hormon insulin. Konsumsi
asam lemak trans 5gr/hr saja dapat menaikkan resiko penyakit jantung hingga
7

25% hanya dalam beberapa tahun saja. Dan akibat radikal bebas juga bisa
menyebabkan penyakit lever, jantung koroner, kolesterol, dan lain-lain. Asam
lemak bebas merupakan hasil perombakan yang terjadi pada asam lemak yang
disebabkan adanya reaksi kompleks pada minyak. Semakin tinggi kandungan
asam lemak bebas pada minyak menandakan semakin menurunnya mutu dari
minyak goreng tersebut. Reaksi hidrolisa yang terjadi pada minyak akan
mengakibatkan kerusakan minyak karena terdapat sejumlah air dalam minyak
tersebut dan menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas dan beberapa gliserol
(Muchtadi, 2009).

III. METODELOGI
8

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Teknologi Lemak Minyak dengan Materi Kerusakan Lemak
Minyak dilaksanakan pada hari Kamis, 24 Juni 2021, pukul 10.00 - 12.30 WIB, di
Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Palangka Raya.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada Praktikum Teknologi Lemak Minyak
dengan Materi Kerusakan Lemak Minyak ini adalah kompor gas, wajan, spatula,
timbangan analitik, erlenmeyer, buret dan statip, pipet, api bunsen, penjepit dan
tabung reaksi. Adapun bahan yang digunakan yaitu minyak goreng kelapa sawit,
tempe, alkohol 95%, fenoftalen (Indikator PP) dan larutan NAOH 0,1 N.

2.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja dari Praktikum Teknologi Lemak Minyak dengan Materi
Kerusakan Lemak Minyak adalah sebagai berikut:
1. Menyiapakan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Mengiris tempe menjadi beberapa bagian, lalu menghidupkan kompor dan
memberi sedikit minyak kemudian digoreng.
3. Setelah tempe telah matang kemudian mencatat waktu yang diperlukan lalu
mengambil bekas pengorengan sebagai sampel. Melakukan penggorengn
tempe sebanyak tiga kali.
4. Setelah itu, mengamati warna, aroma dan kekentalan dari minyak baru serta
bekas penggorengan dan mencatat hasilnya.
5. Kemudian menimbang minyak baru dan minyak bekas penggorengan
masing-masing sebanyak 28,2 g dalam erlenmeyer.
6. Memanaskan 50 ml alkohol 95% dengan api bunsen.
7. Kemudian pada minyak baru ditambahkan 50 ml alkohol 95% netral yang
panas dan 10 tetes indikator fenolftalen (PP)
8. Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi
sampai warna merah jambu dan mencatat hasilnya.
9

9. Melakukan pengulangan yang sama terhadap minyak bekas penggorengan


hingga 3 kali dan mencatat hasilnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


10

3.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Penentuan Asam Lemak Bebas
Bahan Mula-Mula Bahan Yang Ditambahkan Pengamatan Hasil NaOH 0,1 N
Nama Warna Jumlah Nama Warna Jumlah
- Indikator
Kuning
PP Bening 10 tetes Terjadi perubahan
Minyak keemasan Ditirasi dan
28,2 g - Alkohol Bening 50 ml warna menjadi
baru (tidak digojok
95% Bening 4,5 ml warna merah muda
beraroma)
- NaOH
- Indikator
Kuning PP Bening 10 tetes Terjadi perubahan
Minyak Ditirasi dan
pekat 28,2 g - Alkohol Bening 50 ml warna menjadi
I digojok
(beraroma) 95% Bening 6,6 ml warna merah muda
- NaOH
- Indikator
Lebih PP Bening 10 tetes Terjadi perubahan
Minyak Ditirasi dan
Coklat 28,2 g - Alkohol Bening 50 ml warna menjadi
II digojok
(beraroma) 95% Bening 2,5 ml warna merah muda
- NaOH

- Indikator
Terjadi perubahan
Kuning PP Bening 10 tetes
Minyak Ditirasi dan warna menjadi
kecoklatan 28,2 g - Alkohol Bening 50 ml
III digojok warna merah muda
(beraroma) 95% Bening 4,0 ml
pudar
- NaOH

Tabel 2. Pengamatan Sifat Kimia dan Organoleptik Minyak Goreng


Hasil Jenis minyak goreng
pengamata Ulangan
Baru Goreng I Goreng II Goreng III
n
1 4,5 ml 6,6 ml 2,5 ml 4,0 ml
ml NaOH 2 1,6 ml
3 0,5 ml
Merah Muda Merah Muda
1 Merah Muda Merah Muda
Pudar Pudar
Warna
2 Keunguan
3 Ungu
Tidak
1 Tidak beraroma Beraroma Tengik Beraroma
beraroma
Aroma 2 Tidak beraroma
3 Tidak beraroma
Kekentalan 1 Cair Agak Kental Kental Lebih kental
2 Cair
11

3 Lebih Kental

3.2 Perhitungan
 Minyak Baru
ml NaOH x N × BM Asam Palmitat
 %FFA= x 100 %
Berat Contoh ×1000

4,5 x 0,1 x 256


%FFA= x 100 %=0,40 %
28,2× 1000
ml NaOH x N × BM Asam Palmitat
 %FFA= x 100 %
Berat Contoh ×1000

1,6 x 0,1 x 256


%FFA= x 100 %=0 ,14 %
28,2× 1000
ml NaOH x N × BM Asam Palmitat
 %F FA = x 100 %
Berat Contoh× 1000

0,5 x 0,1 x 256


%FFA= x 100 %=0 , 04 %
28,2× 1000
 Minyak goreng I
ml NaOH x N × BM Asam Palmitat
 %FFA= x 100 %
Berat Contoh ×1000

6,6 x 0,1 x 256


%FFA= x 100 %=0 ,59 %
28,2× 1000
 Minyak goreng II
ml NaOH x N × BM Asam Palmitat
 %FFA= x 100 %
Berat Contoh ×1000

2,5 x 0,1 x 256


%FFA= x 100 %=0,22%
28,2× 1000
 Minyak goreng III
ml NaOH x N × BM Asam Palmitat
 %FFA= x 100 %
Berat Contoh ×1000

4.0 x 0,1 x 256


%FFA= x 100 %=0,36 %
28,2× 1000
12

3.3 Pembahasan
Dalam praktikum Teknologi Lemak Minyak dengan materi Kerusakan
Lemak Minyak ini hal yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana kita dapat
mempelajari pengaruh pemanasan terhadap kerusakan minyak. Pada percobaan
ini penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi
minyak. Setiap peningkatan suhu 10°C laju kecepatan oksidasi meningkat dua kali
lipat. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan
berkurang pada suhu rendah. Kecepatan akumulasi peroksida selama proses aerasi
minyak pada suhu 100 – 115°C dua kali lebih besar dibanding pada suhu 10°C.
Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak
dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya
tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi
tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar
dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi
merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi
selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak.
Bahan pangan yang di goreng mempunyai rasa yang lebih gurih karena
adanya serapan minyak ke bahan. Kualitas minyak sangat berpengaruh terhadap
rasa gorengan, komponen dalam minyak akan masuk ke bahan. Minyak
mempunyai aroma semakin tajam dan warna semakin gelap pada pengulangan
penggorengan yang semakin banyak. Komponen-komponen yang dihasilkan dari
reaksi-reaksi yang terjadi selama penggorengan akan terakumulasi pada
pengulangan penggorengan yang semakin banyak. Selama penggorengan tempe,
komponen tersebut akan terserap bersama minyak, sehingga rasa tempe pada
pengulangan penggorengan yang semakin banyak akan berbeda dari pengulangan
sebelumnya.
13

Selama proses penggorengan telah terjadi perubahan-perubahan komponen


dalam minyak. Komponen-komponen tersebut terbentuk karena reaksi oksidasi
maupun hidrolisis berpengaruh terhadap sifat organoleptik minyak maupun
tempe. Kualitas minyak sangat mempengaruhi kualitas makanan gorengan.
Akumulasi komponen-komponen selama pengulangan penggorengan seperti
aldehid akan memberikan flavor yang kurang baik terhadap tempe goreng. Suhu
minyak yang semakin tinggi dengan semakin banyak pengulangan penggorengan
menyebabkan bahan yang digoreng menjadi lebih cepat berwarna coklat.
Pemanasan minyak selama penggorengan dapat menghasilkan
persenyawaan yang dapat menguap. Komposisi yang terdapat dalam
persenyawaan dapat menguap terdiri dari alkohol, ester, lakton, aldehida keton
dan senyawa aromatik. Jumlah persenyawaan yang jumlahnya dominan adalah
aldehida, termasuk di-enal yang mempengaruhi bau khas hasil gorengan.
Perubahan warna minyak goreng selama penggorengan disebabkan karena
reaksi-reaksi yang terjadi selama penggorengan. Oksidasi akan membentuk
karbonil volatil, asam-asam hidroksi, asam-asam keto dan asam-asam epoksi yang
memunculkan aroma yang tidak diharapkan dan warna minyak menjadi gelap.
Semakin banyak pengulangan penggorengan warna minyak semakin gelap. Hal
ini disebabkan karena akumulasi dari komponenkomponen yang terbentuk dari
hasil oksidasi semakin banyak. Oksidasi hidroperoksida yang lebih lanjut juga
menghasilkan produk-produk degradasi dengan tiga tipe utama yaitu pemecahan
menjadi alkohol, aldehid, asam, dan hidrokarbon, dimana hal ini juga
berkontribusi dalam perubahan warna minyak goreng yang lebih gelap dan
perubahan flavor, dehidrasi membentuk keton, atau bentuk radikal bebas yang
berbentuk dimer, trimer, alkohol, dan hidrokarbon.
Aroma minyak yang kurang baik diakibatkan karena akumulasi komponen-
komponen hasil oksidasi maupun hidrolisis. Hasil analisis terhadap bilangan
peroksida cenderung meningkat, dengan semakin banyak pengulangan
penggoregan. Hal tersebut merupakan indikator minyak telah mengalami oksidasi
dan hidrolisis selama penggorengan. Bilangan peroksida pada batas tertentu akan
memberikan aroma yang tidak dikehendaki.
14

Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang
tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq
peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak
enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan
berbau tengik.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam
pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul
gliserol dan molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda
beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan molekul air. Minyak dan
lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil
komponen selain trigliserida, yaitu 1) lipid kompleks (lesithin, cephalin, fosfatida,
dan glikolipid), 2) sterol, berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam
lemak, 3 asam lemak bebas, 4) lilin, 5) pigmen yang larut dalam lemak, dan 6)
hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan flavor produk, serta
berperan dalam proses ketengikan. Fosfolipid dalam minyak yang berasal dari
biji-bijian biasanya mengandung sejumlah fosfatida, yaitu lesithin dan cephalin. .
Minyak yang rusak akibat oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan
bahan pangan yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan
sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Oksidasi
minyak terjadi karena kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.
Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan menyebabkan turunnya
kualitas minyak goreng. Semakin banyak pengulangan penggorengan maka
bilangan peroksida semakin meningkat. Secara organoleptik tempe goreng dan
minyak goreng curah menunjukkan parameter organoleptik warna, rasa, aroma
mempunyai nilai yang semakin tidak baik.

4.2 Saran
Semoga dengan adanya praktikum ini dapat membuat kita lebih memahami
lagi pengaruh pemanasan terhadap kerusakan minyak. Saran saya sebaiknya
kedepannya fasilitas laboratorium di tingkatkan.
15

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, R. W. 2012. Studi Pengaruh Suhu Dan Jenis Bahan Pangan Terhadap
Stabilitas Minyak Kelapa Selama Proses Penggorengan. Under
Graduate, Universitas Hasanuddin.
Kalapathy, U. and Proctor, A., 2000. A New Method for Free Fatty Acid
Reduction in Frying Oil Using Silicate Films Produced from Rice Hull
Ash, JAOCS.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI – Press :
Jakarta.
Muchtadi, D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi, Bandung, CV. Alfabeta.
Winarni, W. Sunarto, and S. Mantini. 2010. Penetralan dan Adsorpsi Minyak
Goreng Bekas Menjadi Minyak Goreng Layak Konsumsi. 8 (1)
(Diakses pada tanggal 25 Juni 2021).
Sartika, R.A.D., 2009. Pengaruh Suhu Dan Lama Proses Menggoreng (Deep
Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Makara SAINS
Vol. 13 No. 1. Depok. Hal 23-28 (Diakses pada tanggal 25 Juni 2021).

Anda mungkin juga menyukai