Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan bakar minyak merupakan sumber energi utama dalam menggerakkan roda
kehidupan dunia, termasuk didalamnya roda perekonomian. Tanpa adanya bahan bakar,
transportasi akan terhenti, industri akan tutup dan roda perekonomian akan berhenti.
Pemakaian bahan bakar minyak cenderung meningkat setiap tahunnya seiring pertumbuhan
penduduk dan industri, sedangkan cadangan minyak semakin menipis. Berdasarkan data
Pertamina, kebutuhan nasional akan bahan bakar minyak tahun 2001/2002 sebanyak
54.248.148 kL (Prasetyo, 2003). Sementara itu, minyak bumi merupakan hasil dari proses
evolusi alam yang berlangsung selama ribuan bahkan jutaan tahun lalu dan merupakan
sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Tidak salah jika banyak ahli memperkirakan
pada 10 tahun mendatang Indonesia yang dikenal sebagai negara pengekspor bahan bakar
minyak berubah menjadi negara pengimpor. Untuk mengatasi hal tersebut, keberadaan bahan
bakar alternatif sangat diharapkan guna menghemat pemakaian energi fosil dan demi
memenuhi kebutuhan energi di masa depan.
Dalam usaha pengembangan sumber daya terbarukan saat ini, penelitian mengenai
teknologi pengolahan sumberdaya terbarukan mulai banyak mendapat perhatian, salah
satunya teknologi gasifikasi. Gasifikasi adalah proses yang mengandung panas uap, dan
tekanan tinggi untuk mengkonversi biomassa atau bahan baku yang mengandung karbon
lainnya menjadi gas sintetis atau syngas. Syngas utamanya terdiri dari hidrogrn (H2) dan
karbon monoksida (CO), dimana gas CO dan H2 bila direaksikan akan menghasilkan
metanol

dan metil format

dengan menggunakan pelarut metanol (Higman, C., dan

M.Burght;2008).
Metanol sebagai bahan bakar mempunyai prospek yang baik, selain dapat diperbaharui
juga memiliki karakteristik pembakaran dengan effisiensi yang besar juga emisi gas buang
yang relatif kecil sehingga lebih ramah lingkungan (Prasetyo, 2003). Disamping itu secara
ekonomi metanol mempunyai masa depan yang sangat menjanjikan. Menurut Badan Tenaga
Nuklir Nasional, diperkirakan peningkatan kebutuhan metanol dunia sampai dengan tahun
2020 sebesar 34,175 milyar gallon atau 3 kali produksi metanol saat ini 12,5 milyar galon. Ini
adalah peluang yang sangat menjanjikan bagi negara-negara produsen metanol. Indonesia

sebagai salah satu produsen metanol dengan kapasitas produksi 330 juta galon per tahun,
dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menambah kapasitas produksi dan volume
penjualan (Media Kita, 2010).
Sintesis metanol dapat dilakukan dengan 2 tahap reaksi yaitu reaksi karbonilasi dan
hidrogenolisis. Reaksi karbonilasi adalah reaksi antara metanol dan karbon monoksida
menghasilkan metilformat.Dan dilanjutkan dengan reaksi hidrogenolisis yaitu metilformat
yang dihasilkan pada reaksi karbonilasi bereaksi dengan hidrogen sehingga membentuk
metanol. Pada reaksi karbonilasi dibutuhkan suatu katalis untuk mempercepat laju reaksinya.
Salah satu katalis yang dapat digunakan dalam reaksi karbonilasi tersebut adalah katalis
kalium metoksida. Katalis ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga pada penelitian
ini diharapkan dapat menghasilkan katalis kalium metoksida dengan proses pembuatan yang
sederhana. Dengan mereaksikan metanol dan kalium hidroksida pada reaksi kesetimbangan
sehingga dapat menekan biaya sintesis metanol pada reaksi karbonilasi.
1.2 Rumusan Masalah
Katalis kalium metoksida merupakan katalis yang dihasilkan dari hasil reaksi (produk)
antara methanol dan kalium hidroksida pada kondisi reaksi tertentu. Reaksi tersebut
menghasilkan dua produk yaitu kalium metoksida dan air. Namun disini permasalahan yang
ada adalah memilih metode yang tepat untuk memisahkan katalis kalium metoksida dan air
(sebagai produk lainnya) tersebut. Sehingga katalis kalium metoksida yang didapat kadarnya
murni dan tidak bercampur dengan air. Karena jika kalium metoksida tersebut bercampur
dengan air maka akan bereaksi kembali membentuk metanol dan kalium hidroksida ( pada
reaksi kesetimbangan ).
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu :
1. Membuat katalis potassium metoksida dari metanol dan kalium hidroksida
2. Melakukan pemisahan kalium metoksida dengan air.dan menganalisis katalis
potassium metoksida.

1.4 Ruang Lingkup


Penelitian ini memiliki batasan ruang lingkup, yaitu :
Pada sintesis metanol terdapat dua tahapan yaitu reaksi karbonilasi dan reaksi
hidrogenolisis. Tahap reaksi karbonilasi dibutuhkan katalis kalium metoksida untuk
mempercepat berlangsungnya reaksi tersebut sehingga mempercepat proses sintesis metanol.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian yang diharapkan, diperoleh

katalis kalium metoksida yang dapat

digunakan sebagai katalis untuk membantu mempercepat laju reaksi pada reaksi karbonilasi
( H2 + CH3OH
dengan

CH3COOH ). Sehingga dapat dihasilkan metanol

menekan biaya sintesis metanol pada reaksi karbonilasi. Dan metanol dapat

digunakan sebagai bahan bakar alternatif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Menemukan pengganti bahan bakar fosil merupakan tantangan besar untuk semua
dunia, Seperti yang kita semua tahu bahwa konsumsi bahan bakar fosil yang tinggi
tidak diimbangi dengan pengembangan bahan bakar fosil tersebut itu dikarenakan sifat
dari bahan bakar fosil yang termasuk ke dalam sumber energy yang tidak dapat
diperbaharui, dan berberapa tahun belakangan ini pengembangan bahan bakar
alternative pengganti fosil mulai kembali mendapat perhatian, salah satunya adalah
biomassa.
2.1 Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang diperoleh dari makhluk hidup, baik berupa
produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan,
rumput, ubi, limbah pertanian, dan limbah hutan. Selain digunakan untuk tujuan primer
serat, bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya,
biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Umum yang digunakan
sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan
limbah setelah diambil produk primernya. Potensi biomassa di Indonesia yang bisa
digunakan sebagai sumber energi jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang berasal
dari hewan maupun tumbuhan semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman
pangan dan perkebunan menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat
dipergunakan untuk keperluan lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan limbah
sebagai bahan bakar nabati memberi tiga keuntungan langsung. Pertama, peningkatan
efisiensi energi secara keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah
cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua, penghematan
biaya,

karena

seringkali

membuang

limbah

bisa

lebih

mahal

dari

pada

memanfaatkannya. Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan sampah


karena penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan mahal, khususnya
di daerah perkotaan.

2.2 Gasifikasi
Proses gasifkasi telah dikenal sejak abad lalu untuk mengolah batubara, gambut.
Atau kayu menjadi bahan bakar gas yang kini mulai dimanfaatkan. Pada tahun-tahun
terakhir ini. Proses gasifikasi mendapat perhatian kembali di seluruh dunia, terutama
untuk mengolah biomassa sebagai sumber energi alternatif yang terbaharukan. Secara
sederhana proses gasifikasi dapal dikatakan sebagai reaksi kimia pada temperatur
tinggi antara biomassa dengan udara.Gasifikasi merupakan proses yang berbeda
dengan pembakaran maupun proses pembentukan biogas. Perbedaan gasifikasi
dengan pembakaran terletak pada jumlah oksigen yang digunakan dalam proses, serta
produk yang di hasilkan. Proses pembakaran menggunakan oksigen yang melebihi
kebutuhan stoikiometri. Proses gasifikasi sangat bergantung pada reaksi kimia yang
terjadi pada temperature di atas 700 C. Gas hasil gasifikasi terdiri dari gas-gas yang
mempan bakar yaitu CO, H2, dan CH4 dan gas-gas tidak mempan bakar CO 2, dan N2,
dan gas gas ini dapat digunakan langsung sebagai sumber energy pembakaran maupun
dapat dikonversi sebagai bahan baku pembuatan senyawa lain seperti metanol.

2.3 Metanol
Metanol merupakan jenis alkohol sederhana, mengandung satu atom karbon.
Metanol merupakan salah satu jenis bahan bakar yang dapat menggantikan bensin
atau bahan bakar disel untuk kendaraan bermotor, mobil, truk, dan bus. Metanol
dipertimbangkan sebagai sumber bahan bakar alternatif untuk keperluan otomotif
karena mempunyai karakteristik sebagai berikut:

Polusi rendah. Emisi dari mobil berbahan bakar metanol dalam hal hidrokarbon
reaktif (pembentuk asap) dan kandungan beracun cukup rendah, hampir tidak
menimbulkan emisi partikrl padat, dan emisi NOx yang rendah.

Beragam pilihan sumber bahan baku. Metanol dapat dibuat dari bermacam-macam
sumber yang mengandung karbon, seperti gas alam, batubara, dan biomassa.

Keamanan terhadap kebakaran. Metanol lebih tidak mudah terbakar daripada


bensin, dan menghasilkan api yang tidak besar saat terjadi penyalaan.

Unjuk kerja tinggi. Metanol merupakan bahan bakar dengan angka oktan tinggi,
yang berperan dalam naiknya tenaga dan kecepatan mesin motor.

Secara ekonomi cukup menarik. Berdasarkan skala ekonomim metanol dapat


diproduksi, didistribusikan, dan dijual ke konsumen dengan harga yang bersaing
dengan bensin.
(Methanol Basics, US Environmental Protection Agency Office of Mobile Source)
Saat ini metanol telah banyak digunakan sebagai bahan baku industri kimia,
kebutuhan laboratorium, dan untuk bahan bakar mesin ataupun kendaraan bermotor.
Metanol memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan baku dalam aplikasi fuel
cell.Kegunaan Methanol dalam Kehidupan Sehari-hari sebagai berikut :

2.3.1

Metanol Sebagai Bahan bakar


Methanol adalah bahan bakar yang ramah lingkungan, pembakaran methanol jika
dibakar akan menghasilkan karbon dioksida dan air.Metanol bisa digunakan sebagai
sebuah aditif petrol untuk meningkatkan pembakaran, atau kegunaannya sebagai
sebuah bahan bakar independen (sekarang sementara diteliti).
Jika dibandingkan dengan bensin, yang biasanya ditambah zat antiketuk untuk
menambah nilai oktan. Salah satu zat antiketuk yang digunakan untuk menambah
nilai oktan bensin adalah TEL (Tetra Ethyl Lead). Lead = Timbal / Pumblum (Pb)
tidak bereaksi dengan oksigen sehingga emisi pembakaran kendaraan yang
menggunakan bensin ber-TEL adalah timbal (Pb), dan efek dari timbal adalah
kerusakan permanen pada otak bagi orang yang menghirupnya. Sehingga sekarang
TEL dilarang penggunaannya dan diganti dengan bensin super TT (Tanpa Timbal).
Pada bensin super TT MTBE (Methyl Tertiary Buthyl Ether).
Methanol dapat digunakan sebagai senyawanya sendiri atau direaksikan dengan
minyak seperti triolein (minyak zaitun) menjadi ester (metil oleat) dengan katalis
NaOH dan hasil samping gliserol. Sebagai senyawanya sendiri, metanol pada suhu 15
o

C dapat dicampurkan dengan BBM yang disebut dengan bioalkohol. Bioalkohol

mampu menghasilkan panas yang lebih besar daripada BBM.


Kandungan metanol dalam BBM tidaklah dapat melewati 15 % untuk campuran
homogen tanpa menggunakan zat-zat tambahan (Fitrayadi, 2008).. Hal ini karena
produk alkana bersifat nonpolar sedangkan metanol bersifat polar sehingga kelarutan
metanol adalah rendah dalam senyawa alkana (Tim Dosen Kimia Dasar, 2009)..
Tetapi pencampuran metanol pada BBM dengan kadar 15 % juga menimbulkan

masalah terutama di daerah dingin. Hal ini karena pada suhu 0 oC, metanol tidak larut
sepenuhnya dan tampak memisah dengan BBM (Fitrayadi, 2008). Semakin rendah
suhu, maka kelarutan senyawa akan semakin rendah. Tetapi, metanol 15 % pun jika
dibiarkan beberapa menit, ia akan memisah. Hal ini biasanya terjadi selama proses
pembakaran .
Metanol merupakan bagian sederhana dari alkohol yang mudah menarik uap air
yang terdapat di atmosfer. Oleh karena itu, jika kandungannya pada BBM besar, maka
akan menyebabkan korosi besi pada komponen mesin sehingga dapat merusak
komponen mesin. Selain itu, karena pembakarannya yang terlalu cepat, maka
memperbesar terjadinya knocking pada mesin kendaraan.
Kandungan

metanol

paling

irit

dimana

bahan

bakar

menghasilkan

karbonmonoksida paling sedikit dengan kandungan air seminimal mungkin adalah


pada konsentrasi 5 %. Semakin rendah kadar metanol dalam BBM, maka gas buangan
karbonmonoksida semakin besar tetapi kandungan airnya semakin kecil. Sebaliknya,
semakin tinggi kadar metanol dalam BBM, maka gas buangan karbonmonoksida
semakin kecil tetapi kandungan airnya semakin besar .
Pembakaran semakin sempurna dengan bertambah pendeknya rantai karbon.
Dengan mencampurkan metanol ke dalam bahan bakar minyak, maka akan
meningkatkan bilangan oktan dari bahan bakar minyak tersebut. Bahan aditif yang
dapat ditambahkan dengan metanol agar kelarutannya dalam BBM semakin tinggi
antara lain yang terbaik adalah sabun atau detergen (Zenta, 2009).Hal ini karena
sabun dan detergen dapat mengikat metanol yang polar pada bagian abu alkalinya
sekaligus mengikat senyawa hidrokarbon pada bahan bakar minyak yang nonpolar
pada bagian asam lemak atau gliserolnya. Hal ini memungkinkan dibuatnya metanol
20 % atau bahkan lebih. Namun, perlu diingat bahwa semakin banyak kandungan
metanol dalam BBM juga mendorong semakin besar terjadinya korosi dan knocking.
Kelarutan suatu senyawa berkurang dengan menurunnya suhu. Akibatnya, pada
daerah dingin, kita tidak dapat membuat metanol 15 % dalam BBM. Selain itu,
metanol 15 % dapat dengan sendirinya memisah dengan BBM selama proses
pembakaran. Hal ini mungkin karena selama proses pembakaran, metanol
mengadakan kontak dengan udara yang mengandung uap air. Metanol akan menyerap
uap air sehingga metanol semakin dijenuhkan oleh kandungan air. Akibatnya, dalam
beberapa menit, metanol akan memisah dari BBM.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, baik metanol maupun dalam bentuk metil


esternya sebaiknya digunakan dalam konsentrasi 5 % sampai kurang dari 15 % saja
untuk menjaga keawetan mesin kendaraan dan untuk menjaga kemungkinan metanol
dan BBM tidak akan memisah pada penurunan suhu.
2.4 Katalis
Katalis adalah suatu zat yang meningkatkan kecepatan reaksi untuk mencapai
kesetimbangan pada reaksi kimia tetapi tidak habis bereaksi. Peranan katalis adalah
menurunkan energi bebas pengaktifan. Katalis membentuk interaksi dengan pereaksi
untuk mencapai suatu kompleks teraktifkan. Berbagai katalis yang dipakai dalam
reaksi, dapat berfungsi namun tidak semua memberikan mekanisme yang sama,
misalnya tingkat energi bebasnya. (Cotton, 1989). Dalam suatu reaksi katalitik dapat
terbentuk suatu intermediet dalam kondisi tertentu, dimana intermediet tersebut tidak
setabil dan kemudian berubah menjadi senyawa lain yang akhirnya membentuk suatu
produk yang sering kali terjadi diluar dugaan. (Leach, B.E. 1983)
Terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan untuk menilai baik atau
tidaknya suatu katalis, diantaranya adalah : Aktifitas yaitu kemampuan katalis untuk
mengkonversi reaktan menjadi produk yang diinginkan. Selektifitas yaitu kemampuan
katalis mempercepat reaksi yang diinginkan diantara beberapa reaksi yang mungkin
terjadi. Yield yaitu jumlah produk yang terbentuk untuk setiap satuan reaktan yang
terkonsumsi. Kesetabilan yaitu lamanya katalis memiliki akitifitas dan selektifitas
seperti keadaan semula. Kemudahan diregenerasi yaitu proses mengembalikan
aktifitas dan selektifitas seperti semula. Katalis dibagi menjadi 2 bagian yaitu katalis
homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang ada dalam fase
berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisnya. Sedangkan katalis heterogen
adalah katalis yang ada dalam fase sama dengan pereaksi dalam reaksi yang
dikatalisisnya. (Syukri, 1999)

2.4.1 Katalis homogen

Katalis homogen merupakan katalis yang berada dalam fase yang sama dengan
molekul-molekul reaktan. Katalis homogen merupakan kelarutan dari molekulmolekul didalam reaktan yang biasanya berada dalam keadaan cair (Parker, S.P. 1982)
Keuntungan dari katalis homogen bila dibandingkan dengan katalis heterogen, katalis
homogen mudah dikarakterisasi, misalnya secara spektroskopi. Mekanisme reaksi
dapat dibuat untuk memprediksi reaksi. Selain itu, katalis mudah terdispersi secara
efektif sehingga semua molekul katalis dapat berinteraksi dengan reaktan. Kerugian
dari katalis homogen, sulit memisahkan katalis dari produk dan biaya yang mahal.
Selain itu dapat terjadi korosi dan hilangnya katalis pada perolehan kembali katalis
(Gates, 1979).
2.4.2 Katalis heterogen
Katalis heterogen merupakan katalis yang berada dalam fase yang berbeda dengan
pereaksi (molekul-molekul) yang bereaksi, biasanya katalis ini berupa padatan agar
bisa dipisahkan, sedangkan reaktannya dalam bentuk cairan atau gas (Parker, S.P.
1982). Misalnya, hidrogenasi olefin merupakan contoh dimana kedua katalis
heterogen dapat dipergunakan secara efektif.
RCH = CH2 + H2

RCH2CH3

Reaksi diatas berjalan lambat tanpa adanya katalis kecuali dengan suhu yang sangat
tinggi. Bila gas dibiarkan berhubungan dengan logam mulia tertentu, misalnya platina
yang didukung oleh bahan yang berpermukaan seperti silika atau alumina, katalis
dapat berlangsung. Dapat dipercaya bahwa kedua reaktan akan diserap oleh
permukaan logam. (Cotton, 1989).
Katalis heterogen bereaksi pada permukaan bahan. Reaksi fase gas dan fase cair
dikatalisis heterogen biasanya lebih mungkin terjadi dipermukaan katalis daripada di
fase gas atau fase cair. Untuk alasan ini maka kadangkala katalis heterogen disebut
katalis kontak (Holtzclaw, 1988)
Proses katalisis heterogen sedikitnya dapat melalui empat tahap :
1. adsorpsi reaktan pada permukaan katalis,
2. aktifasi penyerapan reaktan,
3. reaksi reaktan yang terserap, dan
4. difusi produk dari permukaan katalis ke fase gas atau cair
2.4.3

Sintesis Kalium Metoksida

Katalis Kalium Metoksida terbentuk dari reaksi asam basa :


CH3OH

Metanol

KOH
Kalium

CH3OK
Kalium

Hidroksida

H2O
Air

Metoksida

Komposisi data untuk sistem reaksi kesetimbangan ini belum dipelajari secara rinci.
Pada reaksi ini tersusun dari logam alkali hidroksida dan alkohol yang dijelaskan
pertama kali oleh Engel, dengan pendekatan etanol, disampaikan bahwa larutan etanol
dari

kalium

hidroksida

pada

temperatur

ruangan

menghasilkan

kristal

C2H5OK.C2H5OH setelah melalui pendinginan. Kompleks ini didekomposisi dengan


cepat kedalam kalium etoksida dan alkohol pada 60C. Telah diidentifikasi oleh
metode indikator perubahan warna yang menunjukan KOH (0.1 mol.dm-3 ) + larutan
etanol, 96% dari total basis terdiri dari ion etoksida. Analisis kelarutan dari KOH
dalam air + campuran etanol pada 30C menunjukan bahwa pembentukan dari kalium
etoksida mengambil tempat di etanol ketika fraksi massa air kurang dari 2%. Para
peneliti kemudian menetapkan bahwa nilai-nilai dari foto elektron emisi ambang
energy dari larutan KOH dalam C1-C4 alkohol akan memberikan respon yang sama
terhadap larutan yang disiapkan dengan logam kalium. ( Andrew Y.Platonov, 2010)
Sintesis Kalium Metoksida dilakukan dengan pendekatan sistesis etanol metoksida
yaitu dengan melakukan pencampuran antara metanol dengan kalium hidroksida
kemudian dilakukan pengadukan selama 1 jam. Proses pencampuran tersebut akan
menghasilkan kalium metoksida dan air, kadar air dari hasil proses ini harus di
hilangkan karena ketika kalium metoksida kontak dengan air, akan kembali menjadi
metanol dan KOH. Sehingga harus dilakukan pemisahan antara kalium metoksida
dengan air, agar diperolah kalium metoksida yang efektif.

2.4.4

Pemisahan Metanol Air dengan sintesis zeolite

Salah satu metoda yang digunakan untuk melakukan pemisahan air dengan
kalium metoksida adalah dengan sistesis zeolit yang telah diaktivasi. Dari Ukpor,
negara Anambra, Sintesis zeolit telah diproduksi dari kandungan tanah liat setempat,
dengan perlakuan pulverasi kaolin yang di kalsinasi pada 700 C dengan natrium
hidroksida. Aktivasi lebih lanjut dilakukan pada 400C - 550C, zeolite digunakan
untuk mengeringkan air-etanol dan air-metanol. Perbandingannya dibuat dari
kapasitas pengeringan zeolit dan tanah liat sebelum dikaolinisasi, berdasarkan
perbandingan dari kurva kadar air terhadap waktu untuk sistem dua pelarut
menggunakan zeolite dan tanah liat yang telah diaktivasi. Kurva kandungan air
terhadap waktu dihasilkan untuk 2 system, menggunakan dua sample zeolite yang
disiapkan dan perlakuan tanah liat.

BAB III

METODOLOGI

3.1 Kerangka Alur Percobaan


Percobaan pada penelitian ini diawali dengan kajian pustaka atau teoritis, mencari
informasi dan mempelajari metode yang digunakan untuk sintesis katalis kalium metoksida
( CH3OK ) dan metode pemisahan katalis kalium metoksida dengan air. Kajian literatur
dijadikan landasan untuk melakukan percobaan sintesis katalis kalium metoksida. Pada
percobaan sintesis katalis kalium metoksida ini dapat dibuat dengan prosedur yang diadopsi
dari referensi jurnal ilmiah (Andrew Y.Platonov, 2010).
Tahap Pertama menyiapkan larutan metanol (4-11 gram, 99 %) dan KOH (0,1-3,5
gram, 99,8 %) yang dicampurkan dalam 20 mL. Setelah dilakukan pencampuran selanjutnya
dilakukan pengadukan pada campuran tersebut selama 1 jam dengan kecepatan putaran yang
ditentukan untuk menghasilkan kondisi yang homogen. Proses ini dilakukan pada temperatur
ruangan (26 C).
Tahapan kedua, setelah itu dilakukan proses pemisahan antara kalium metoksida dan
air yang terbentuk sebagai produk dari hasil reaksi antara metanol dan kalium hidroksida.
Proses pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan metode adsorben zeolit. Sintesis
zeolit dilakukan dengan tahapan penghancuran tanah liat dengan proses kalsinasi pada

700 C dalam sebuah tungku perapian (pembakaran) selama 2 jam untuk menghasilkan
metakaolin. Tanah liat yang telah dikalsinasi di campur dengan larutan natrium
hidroksida dan pada temperature lingkungan selama 16 jam. Setelah Pencampuran
kemudian didistilasi hingga terjadi refluks selama 8 jam . Produk yang diperoleh lalu
dicuci dalam air yang di deionisasi dan dikeringkan dalam sebuah oven. Kemudian
karakteristik yang digunakan dalam pengujian adalah IR spektroskopi. Produk zeolite
yang dihasilkan dalam bentuk pellet sebelum masuk ke desikator untuk digunakan
dalam kolom penyaringan. Pellet zeolite diaktifasi pada suhu 500C sebelum digunakan
dalam kolom penyaringan, dicampurkan dengan komposisi yang diketahui melewati
kolom dan dikumpulkan hasil keluarannya dalam interval waktu untuk 2 pelarut.

Tahapan ketiga merupakan tahapan analisis pengujian kandungan katalis kalium


metoksida dengan metode gas kromatografi-krom (GC). Lalu dilakukan analisa lanjutan
dengan analisis BET, SEM dan XRD.

Diharapkan dengan analisis ini kita dapat mengetahui sifat dari katalis yang dihasilkan.
Dan dapat menyimpulkan variable dan metode pembuatan yang baik dalam sintesis
katalis kalium metoksida.
3.2 Cara Kerja

Pembuatan Katalis kalium metoksida (CH3OK) dilakukan dengan menggunakan


prosedur yang diadopsi dari referensi jurnal ilmiah (Andrew Y.Platonov, 2010),
menggunakan metanol (CH3OH) dan kalium hidroksida (KOH). Untuk membuat katalis
kalium metoksida menggunakan prosedur tersebut dengan , menyiapkan (4-11 gram)
metanol 99 % dan 0,1 - 3,5 gram kalium hidroksida 99,8 % . Larutan dibuat dengan
melarutkan padatan kalium hidroksida dan metanol dengan aquadest di dalam 20 mL
pada gelas kimia.Larutan yang telah dicampurkan dilakukan pengadukan selama 1 jam
dan dilakukan pada temperatur ruangan (26 oC). Larutan yang dihasilkan akan bersifat
basa.
Larutan bersifat basa tersebut kemudian akan dilakukan proses pemisahan antara
kalium metoksida dengan air . Proses pemisahan larutan tersebut dilakukan dengan
menggunakan metode adsorben zeolit. Sintesis zeolit dilakukan dengan penghancuran tanah

liat yang di kalsinasi pada temperatur 700 C dalam

tungku perapian (pembakaran)

selama 2 jam untuk menghasilkan metakaolin. Tanah liat yang telah dikalsinasi di
campur dengan larutan natrium hidroksida dan pada temperatur lingkungan selama 16
jam. Setelah Pencampuran kemudian didistilasi hingga terjadi refluks selama 8 jam.
Produk yang diperoleh lalu dicuci dalam air yang di deionisasi dan dikeringkan dalam
sebuah oven.

Kemudian

karakteristik yang digunakan dalam pengujian adalah IR

spektroskopi. Produk zeolite yang dihasilkan dalam bentuk pellet sebelum masuk ke
desikator untuk digunakan dalam kolom penyaringan. Pellet zeolite diaktifasi pada suhu
500C sebelum digunakan dalam kolom penyaringa, dicampurkan dengan komposisi
yang diketahui melewati kolom dan dikumpulkan hasil keluarannya dalam interval waktu
untuk 2 pelarut.
Setelah adanya proses pemisahan katalis kalium metoksida dengan air,akan
dilakukan uji analisis pada katalis kalium metoksida yang dihasilkan. Pengujian
kandungan katalis kalium metoksida dengan metode gas kromatografi-krom (GC). Lalu
dilakukan analisa lanjutan dengan analisis BET, SEM dan XRD.

Cara kerja pembuatan katalis kalium metoksida disajikan oleh gambar 3.1 sebagai
berikut :
Membuat Larutan

CH3OH

KOH
Mencampurkan ke dua larutan ke dalam H2O,

Pengadukan

Pengadukan dilakukan selama 1 jam, dengan


kecepatan pengaduk yang ditentukan pada
temperature ruangan

Pemisahan

Pemisahan dilakukan dengan metode sintesis


adsorbsi zeolite yang telah diaktifasi,
memisahkan air dengan kalium metoksida

produk

Analisis
Analisa GC, EBT, SEM, XRD

Tanah Liat

Gambar 3.1 Diagram alir proses sinstesis CH3OH

Penghancuran tanah liat dengan kalsinasi pada 700 C dalam sebuah tungku perapian (pembakaran) selama 2 jam untuk menghas

Kalsinasi

Metakaolin

Pencampuran
Distilasi
Pencucian

Cara kerja
pembuatan sintesis zeolit disajikan oleh gambar 3.2 sebagai berikut :
Pengeringan

Kalsinasi
produk

NaOH

Pencampuran dilakukan pada temperatur ruangan


Pencampuran kemudian di distilasi sampai terjadi
refluks dalam sebuah steam bath selama 8 jam dengan
pengadukan sebentar
Produk yang diperoleh lalu dicuci dalam air yang di
deionisasi
Dikeringkan dalam sebuah oven dan uji karakteristik
menggunakan IR spektroskopi

Penyaringan
pellet zeolite diaktifasi pada suhu 500 C sebelum
digunakan

Gambar 3.2 Diagram alir proses sinstesis zeolite

Anda mungkin juga menyukai