Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak lepas dari kebutuhan akan bahan
bakar. Bahan bakar merupakan senyawa kimia yang dapat menghasilkan
energi melalui perubahan kimia. Dalam pengertian umum, energi adalah
kemampuan untuk melakukan kerja. Energi yang dihasilkan oleh sumber
energi secara langsung maupun melalui proses konversi. Energi yang berada di
alam sangatlah banyak dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar untuk menggerakkan peralatan mekanik maupun elektronik.
Energi akan tetap dibutuhkan dari masa ke masa. Pada saat ini di sektor
industri dan transportasi, energi digunakan sebagai bahan bakar utama
penggerak sektor tersebut. Energi yang umumnya sekarang digunakan berasal
dari bahan bakar fosil yaitu minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Ketiga
bahan bakar tersebut saat ini merupakan penyuplai energi terbesar di dunia.
Bahan bakar fosil mampu mendominasi 81% energi primer dunia dan juga
berkontribusi pada 66% pembangkit listrik global. Padahal bahan bakar
tersebut termasuk sumber daya energi yang tidak dapat diperbaharui dan lama
kelamaan keberadaannya akan langka dan akhirnya habis. Bahkan, pada masa
sekarang ini, krisis energi sudah mulai kita rasakan dan semakin hari menjadi
topik yang semakin menyita perhatian, dan hampir seluruh negara di dunia ini
menjadikan topik tentang krisis energi ini sebagai perhatian utama dalam
program kerjanya, tak terkecuali Indonesia.
Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Menurut
data dari Badan Pusat Statistik mengenai perbandingan antara konsumsi dan
produksi minyak bumi nasional, dapat terlihat bahwa situasi krisis energi ini
harus segera dicari solusinya. Cadangan sumber daya energi bahan bakar fosil
keberadaannya sangat terbatas, maka perlu adanya kegiatan diversifikasi
sumber daya energi agar ketersediaan energi di masa depan akan terjamin.

1
Gambar 1. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Minyak Harian Nasional (
sumber : www.google.com).

Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) juga memunculkan


ancaman serius berupa polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke
lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil
memiliki dampak langsung maupun tidak langsung pada kesehatan manusia.
Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, UHC
(unburn hydrocarbon), dan timbal (Pb). Sedangkan polusi tidak langsung
mayoritas berupa ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada
pemanasan global. Tahun 1998 merupakan tahun dimana terjadi peningkat
suhu terbesar. Peningkatan suhu ini menyebabkan pencairan es di kutub
sehingga volume lautan meningkat dan ketinggian permukaan laut meningkat
10 sampai 25 cm. Bahkan diprediksikan tahun 2100, suhu di permukaan bumi
akan meningkat secara tajam hingga mencapai 6 derajat Celcius. Dampak
itulah yang memicu terjadinya bencana alam yang akan menurunkan kualitas
hidup manusia.
Berdasar atas dua hal yang telah disampaikan di atas, maka diperlukan
suatu energi alternatif untuk mengurangi bahkan menghilangkan
ketergantunganmanusia terhadap bahan bakar fosil. Salah satu solusi yang
cukup menjanjikan dalam menjawab tantangan tersebut adalah bahan bakar
hayati (biofuel).
Bahan bakar hayati atau biofuel adalah bahan bakar organik yang
dihasilkan oleh makhluk hidup, berupa bahan padat, cair, atau gas. Biofuel

2
dapat dihasilkan oleh makhluk hidup atau secara tidak langsung dari limbah
industri, limbah domestik, peternakan, pasar tradisional, dan limbah pertanian.
Penggunaan biofuel ini juga ramah lingkungan. Dari data disebutkan bahwa
emisi gas yang dihasilkan, yaitu CO2, lebih sedikit sekitar 12-18% jika
dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam menyediakan lahan
pertanian maupun lahan-lahan kritis yang dapat ditanami tumbuhan sumber
pangan, dan dapat juga ditanami tumbuhan energi (energy crops) yang
merupakan sumber biofuel. Tingginya keanekaragaman tumbuhan dapat
dimanfaatkan sebagai sumber biofuel. Selain itu tersedianya sumber daya
manusia yang cukup besar yang dapat mengolah, memanfaatkan, dan
menghasilkan biofuel. Menurut data dari ESDM tahun 2009 tentang total
kebutuhan energi nasional, potensi biofuel, dalam bentuk biomassa yang
merupakan salah satu jenis dari biofuel, masih sangat memungkinkan untuk
dikembangkan.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui masalah tentang bahan bakar gas terbarukan.

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa itu bahan bakar terbarukan?
2. Bagaimana karakteristik bahan bakar terbarukan?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan bahan bakar terbarukan?
4. Apa itu HHV dan LHV ?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi Terbarukan


Sumber daya energi terbarukan adalah sumber-sumber energi yang output-
nya akan konstan dalam rentang waktu jutaan tahun. Sumber-sumber energi yang
termasuk dalam kategori terbarukan adalah sinar matahari, aliran air sungai, angin,
gelomban laut, arus pasan surut, panas bumi dan biomassa.

Sejak ditemukan energi yang lebih modern yaitu bahan bakar fosil dan
tenaga nuklir peranan energi terbarukan diseluruh belahan dunia, terutama di
banyak negara maju mengalami penurunan. Namun sejak terjadinya krisis minyak
pada era 1970-an yang dilanjutkan dengan meningkatnya kesadaran terhadap
kelestarian lingkunan global, potensi energi terbarukan sebagai sumber energi
alternatif kembali mendapat perhatian.

2.2 Klasifikasi Bahan Bakar


Bahan bakar merupakan suatu materi di mana apabila dipanaskan pada
suhu tertentu disertai oksidasi dengan oksigen (O2) akan terjadi proses
pembakaran. Produk hasil proses pembakaran ada tiga, yaitu; radiasi panas, emisi
gas buang dan abu. Berdasarkan formasi dan proses pembentukannya bahan bakar
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, antara lain;
1. Berdasarkan materi pembentuknya, bahan bakar dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu:
a. Bahan bakar berbasis bahan organik, yang terdiri dari:
Bahan bakar fosil, misalnya: batubara, minyak bumi dan gas bumi.
Bahan bakar terbarukan (biofuel), misalnya; biomassa, biogas,
biodiesel, bioetanol yang berbasis pada minyak nabati dan hewani.
Bahan bakar organik tersusun dari unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H),
nitrogen (N), oksigen (O), sulfur (S), dan lain-lain dalam jumlah kecil.
Dari beberapa unsur kimia pembentuk bahan bakar tersebut, unsur C, H,
dan S merupakan kandungan utama yang berperan sebagai bahan bakar.

4
b. Bahan bakar nuklir, misalnya;uranium dan plutonium. Energi yang
dihasilkan dari reaksi rantai penguraian atom-atom melalui peristiwa
peluruhan radioaktif.

2. Berdasarkan wujudnya, bahan bakar dibagi menjadi tiga, yaitu; Bahan


bakar padat, bahan bakar cair, dan Bahan bakar gas.

3. Berdasarkan proses pembentukannya, bahan bakar dibagi menjadi dua,


yaitu; Bahan bakar alamiah dan bahan bakar non-alamiah.

2.3 Gas Alam


Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa, adalah bahan
bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana CH 4. Ia dapat
ditemukan di lading minyak, lading gas bui dan juga tambang batu bara. Ketika
gas yang kaya dengan metana di produksi melalui pembusukan oleh bakteri
anaerobic dari bahan-bahan organic selain dari fosil, maka ia disebut biogas.
Sumber biogas dapat ditemukan di rawa-rawa, tempat pembuangan akhir sampah,
serta penampunga kotoran manusia dan hewan.

2.4 Senyawa Penyusun Gas Alam


Seperti penjelasan di atas mengenai pembentukan gas alam, maka dapat
diartikan bahwa gas alam digolongkan sebagai energi/bahanbakar fosil karena
berasa ldari makhluk hidup dan terbentuk secara alami. Gas alam merupakan
campuran yang mudah terbakar, serta tersusun dari senyawa kimia hidrokarbon
dimana pada kondisi temperatur dan tekanan atmosfir akan berbentuk fase gas.

Komposisi atau senyawa utama pada gas bumi yakni metana (CH4) yang
mencapai 80% per volumnya. Metana merupakan molekul hidrokarbon dengan
rantai terpendek dan paling ringan. Selain metana, terdapat juga kandungan
hidrokarbon yang lebih berat dalam jumlah kecil, seperti propana (C3H8), butana
(C4H10), etana (C2H6), serta sulfur. Gas alam biasanya ditemukan pada lokasi
tempat pengeboran minyak bumi, tambang batu bara serta ladang gas itu sendiri.

5
2.5 Pemanfaatan Gas Alam
Pemanfaatan gas bumi pada zaman sekarang bisa dikatakan cukup banyak,
khususnya dalam bentuk bahan bakar. Keunggulan yang dimiliki gas alam jika
diolah menjadi bahan bakar yakni lebih efisien dan hasi lpembakarannya lebih
bersih. Pada keadaan murni, bentuk fisiknya tidak berbau, tidak berbentuk dan
tidak berwarna. Gas alam ketika digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, rumah
tangga atau industri akan menghasilkan pembakaran yang sempurna karena tidak
menimbulkan jelaga (clean burning), sehingga emisi karbon yang dihasilkan
sangat kecil dan tentunya tidak akan berdampak buruk terhadap lingkungan.

Terdapat berbagai macam sektor yang memanfaatkan gas bumi, seperti


bahan bakar pembangkit listrik, bahan bakar industri dan tentunya bahan bakar
untuk kendaraan bermotor. Selain sebagai bahan bakar, gas alam juga digunakan
sebagai bahan baku pada beberapa pabrik kimia, misalnya sebagai bahan baku
atau campuran pembuatan methanol, industri petrokimia, bahan baku pembuatan
pupuk amonia, serta sebagai komuditas expor untuk pendapatan negara,
contohnya LNG.

Walaupun pemanfaatan gas alam cukup bervariasi, namun masih kalah


populer dari minyak bumi. Padahal, jumlah cadangan gas alam sendiri jauh lebih
besar dari minyak mentah. Menurut dari hal tersebut, kedepannya diharapkan agar
penggunaan gas alam terutama dalam bentuk bahan bakar lebih ditingkatkan lagi,
selain karena jumlah cadangan masih cukup besar, juga karena hasil
pembakarannya lebih ramah lingkungan.

Apalagi saat ini jumlah cadangan minyak bumi terus mengalami


penurunan secara signifikan, sehingga perlu dilakukan pengalihan ke gas alamu
ntuk menghindari kelangkaan bahan bakar hasil olahan minyak bumi di masa
depan.

2.6 Sifat-Sifat Gas Alam dan PengujianKomposisinya


Dalam industri perminyakan, gas alam yang diperoleh dari ladang gas akan
dibersihkan dari zat-zat pengotornya, zat pengotor tersebut dalam dunia teknik

6
perminyakan disebut impurities. Kadar impuritis dapat diketahui dengan
melakukan pengujian komposisi pada gas, selain itu, dengan diketahuinya
komposisi maka sifat-sifat dari gas alam juga akan diketahui. Setelah dilakukan
tahap pengurangan/penghilangan impuritis, maka gas tersebut sudah dapat diolah
untuk menghasilkan produk-produk LNG (Liquefied Natural Gas), BBG (Bahan
Bakar Gas) maupun LPG (Liquefied Petroleum Gas).

a. Karakterisasi Gas Alam

Penggunaan gas alam sebagai umpan atau bahan baku harus sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan, untuk mengetahui kulitas dari bahan baku
apakah sudah sesuai dengan standar maka dilakukan pengujian di
laboratorium. Tujuan dari standar tadi yakni agar tahap pengolahan dapat
berlangsung dengan aman (tidak merusak peralatan yang digunakan) dan
memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan.

(Sumber : http://www.prosesindustri.com/2014/12/gas-alam-dan-
penggunaanya.html)

b. Sifat-Sifat Gas Alam


Setelah melalui tahap pemurnian (treating), maka gas alam harus
memenuhi sifat-sifat sesuai dengan kegunaannya. Adapun sifat-sifat yang
dimaksud antara lain:

7
1. Memiliki hidrokarbon dengan kemurnian tinggi, tujuannya untuk
menjamin kualitas maupun kuantitas gas alam.

2. Tidak menimbulkan korosi/karat terhadap peralatan pengolahan.

3. Mempunyai nilai kalori tinggi bila gas tersebut akan digunakan sebagai
bahan bakar.

4. Produk yang dihasilkan, terutama dalam bentuk gas cair tidak


menimbulkan endapan (berupa hidrokarbon berat) pada sistem
penampungan/penyimpanan.

5. Tidak menimbulkan jelaga (asap) ketika terjadi pembakaran, tujuannya


agar tidak mencemari udara.

6. Untuk point yang terakhi rmerupakan salah satu yang paling penting, yakni
harus memiliki tekanan uap yang cukup agar tidak membahayakan
keselamatan ketika pengangkutan, penyimpanan dan penyaluran.

Di bawah ini adalah tabel parameter uji gas alam:

(Sumber : http://www.prosesindustri.com/2014/12/gas-alam-dan-
penggunaanya.html)

c. Signifikansi Pengujian Komposisi dan Komponen Gas Alam

8
Yang dimaksud dari signifikansi pengujian gas alam adalah arti dan
kegunaan dari suatu pengujian gas alam. Jenis gas alam disesuaikan dengan
jumlah senyawa dan gabungan senyawa yang terlarut di dalam gas tersebut.
Jenis dan kadar senyawa yang terlarut erat hubungannya dengan kualitas dan
kuantitas gas sebagai umpan untuk pembuatan LNG, BBG dan LPG.

Umumnya, pengujian komposisi gas alam dilakukan sedusi dengan metode


American Standard Testing and Material 1945 (ASTM 1945) atau Gas
Processor Association (GPA 2261). Metode pengujian ini menggunakan
peralatan kromatografi gas, alat ini mampu mendeteksi komposisi gas alam
dan komponen di dalamnya. Adapun komponen gas yang dimaksud seperti
pada tabel di bawah, disusun berdasarkan naiknya titik didih:

(Sumber : http://www.prosesindustri.com/2014/12/gas-alam-dan-
penggunaanya.html)

Dengan peralatan kromatografi gas, komponen-komponen gas alam


dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didih masing-masing komponen
dan aksinya terhadap fase diam sebagai isi kolom kromatografi gas.

d. Konsentrasi KomponenDalam Gas Alam

Umumnya range (kisaran) konsentrasi masing-masing komponen yang


terdapat dalam gas alam menurut ASTM 1945 dan GPA 2261 adalah sebagai
berikut:

9
(Sumber : http://www.prosesindustri.com/2014/12/gas-alam-dan-
penggunaanya.html)

Setelah dilakukan pengujian komposisi gas alam, dan dengan diketahuinya


komposisi didalamnya maka sudah dapat digunakan sebagai dasar untuk
menghitung sifat-sifat gas tersebut, seperti nilai kalori, tekanan uap, SG
(Specific Gravity). Besarnya kandungan komponen komponen hidrokarbon
dalam gas alam akan menentukan mutu gas tersebut, entah itu dari segi
kualitasnya maupun kuantitasnya. Semakin tinggi konsentrasi hidrokarbo
nmaka mutu dari gas alam tersebut akan semakin tinggi. Sementara untuk
komponen non hidrokarbon bila kadarnya cukup tinggi maka mutu gas alam
akan semakin rendah. Disamping itu, kandungan komponen non-hidrokarbon
digunakan untuk menentukan jenis dan dosis bahan kimia pada proses
purifikasi atau treating, sehingga produk yang dihasilkan (LNG, LPG maupun
BBG) dapat memenuhi spesifikasi.

2.7 Proses Pengolahan Gas Alam


Gas alam mentah mengandung sejumlah karbon dioksida, hidrogen
sulfida, dan uap air yang bervariasi. Adanya hidrogen sulfida dalam gas alam
untuk konsumsi rumah tangga tidak bisa ditoleransi karena sifat racunnya. Zat ini
juga menyebabkan karat pada peralatan logam. Karbon dioksida tidak diinginkan,
karena zat ini akan mengurangi nilai panas gas dan akan memadat pada tekanan
tinggi dan temperatur rendah yang dipakai pada pengangkutan gas alam. Untuk
mendapatkan gas manis atau gas alam kering, maka gas-gas asam harus diambil
dan uap air dikurangi. Sebagai tambahan, gas alam dengan sejumlah berarti
hidrokarbon berat harus diolah untuk mendapatkan cairan-cairan gas alamnya.

10
Proses Pengolahan Gas Alam Cair
Pencairan gas alam menjadi LNG/LPG bertujuan untuk memudahkan
dalam penyimpanan dan transportasi. Gas alam yang diolah di kilang LNG/LPG.
Proses awal yaitu Process Train adalah unit pengolahan gas alam hingga
menjadi LNG serta produk-produk lainnya (pencairan fraksi berat dari gas alam).
Dalam pengolahan gas alam di process train dilakukan proses pemurnian,
pemisahan H2O dan Hg, serta pendinginan dan penurunan tekanan secara
bertahap hingga hasil akhir proses berupa LNG. Terdiri beberapa tahapan yaitu:
Plant 1 - Gas Purification
Proses di Plant 1 adalah pemurnian gas dengan pemisahan
kandungan CO2 (Karbon Dioksida) dari gas alam. Kandungan CO2 tersebut
harus dipisahkan agar tidak mengganggu proses selanjutnya. Pemisahan
CO2 dilakukan dengan proses absorbsi larutan Mono Ethanol Amine
(MEA), yang sekarang diganti dengan Methyl De Ethanol Amine (MDEA)
produksi Ucarsol. Proses ini dapat mengurangi CO 2 sampai di bawah 50
ppm dari aliran gas alam. Batas maksimum kandungan CO 2 pada proses
selanjutnya adalah 50 ppm.
Plant 2 - Gas Dehydration And Mercury Removal
Selain CO2, gas alam juga mengandung uap air (H2O) dan Mercury
(Hg) yang akan menghambat proses pencairan pada suhu rendah. Pada
Plant 2, kandungan H2O dan Hg dipisahkan dari gas alam. Kandungan H2O
pada gas alam tersebut akan menjadi padat dan akan menghambat pada
proses pendinginan gas alam selanjutnya karena dapat menyumbat pipa
dan alat lainnya saat mengalami pembekuan, serta untuk mengurangi
masalah karat dan mencegah terbentuknya hidrat. Hidrat adalah senyawa
padat berwarna putih yang terbentuk dari reaksi kimia-fisik antara
hidrokarbon dan air pada tekanan tinggi dan temperatur rendah yang
digunakan untuk mengangkut gas alam melalui jalur pipa. Hidrat
mengurangi efisiensi jalur pipa. Untuk mencegah pembentukan hidrat, gas
alam bisa diolah dengan glikol, yang melarutkan air secara efisien. Etilena
glikol (EG), dietilena glikol (DEG), dan trietilena glikol (TEG) merupakan
contoh pelarut untuk pengambilan air. Trietilena glikol (TEG) lebih baik

11
jika dipakai pada proses fasa-uap karena tekanan uapnya yang rendah,
yang mengakibatkan sedikit saja kehilangan glikol. Absorber TEG
normalnya berisi 6 hingga 12 nampan (tray) bubble-cap untuk melakukan
proses absorpsi air.
Cara lain untuk menghilangkan hidrat gas alam adalah dengan
menyuntikkan metanol ke dalam jalur gas untuk menurunkan temperatur
pembentukan hidrat hingga di bawah temperatur atmosfer. Air juga bisa
dikurangi atau diambil dari gas alam dengan memakai adsorben padat
seperti saringan molekular atau gel silika.
Pemisahan kandungan H2O (Gas Dehydration) dilakukan dengan
cara absorbsi menggunakan molecullar sieve hingga kandungan H 2O
maksimum 0,5 ppm. Kandungan mercury (Hg) pada gas alam tersebut jika
terkena peralatan yang terbuat dari aluminium akan terbentuk amalgam.
Sedangkan tube pada Main Heat Exchanger 5E-1 yang merupakan alat
pendingin dan pencairan utama untuk memproduksi LNG adalah terbuat
dari aluminium. Pemisahan kandungan Hg (Mercury Removal) dilakukan
dengan cara absorbsi menggunakan adsorben. Bed Mercury Removal yang
berisi Sulfur Impregnated Activated Charcoal dimana merkuri akan
bereaksi membentuk senyawa HgS, hingga kandungan Hg maksimum 0,1
ppm.
Plant 3 - Fractination
Sebelum gas alam didinginkan dan dicairkan pada Main Heat
Exchanger 5E-1 pada suhu yang sangat rendah hingga menjadi LNG,
proses pemisahan (fractination) gas alam dari fraksi-fraksi berat (C2,
C3, ..., dst) perlu dilakukan. Proses fraksinasi tersebut dilakukan di Plant 3.
Pemisahan gas alam dari fraksi beratnya dilakukan pada Scrub Column
3C-1. Setelah dipisahkan dari fraksi beratnya, gas alam didinginkan
terlebih dahulu hingga temperatur sekitar -50C dan selanjutnya diproses
di Plant 5 untuk didinginkan lebih lanjut dan dicairkan. Sedangkan fraksi
beratnya dipisahkan lagi sesuai dengan titik didihnya dengan beberapa alat
(Deethanizer, Deprophanizer dan Debuthanizer) untuk mendapatkan
prophane, buthane dan condensate.

12
Plant 4 - Refrigeration
Selain penurunan tekanan, proses pencairan gas alam dilakukan
dengan menggunakan sistem pendingin bertingkat. Bahan pendingin yang
digunakan: Propane dan Multi Component Refrigerant (MCR). MCR
adalah campuran Nitrogen, Methane, Ethane, Prophane dan Buthane yang
digunakan untuk pendinginan akhir dalam proses pembuatan LNG. Plant
4 menyediakan pendingin Prophane dan MCR. Baik prophane maupun
MCR sebagai pendingin diperoleh dari hasil sampingan pengolahan LNG.
Siklus Pendingin Prophane
Cairan prophane akan berubah fase menjadi gas prophane setelah
temperaturnya naik karena dipakai mendinginkan gas alam maupun MCR.
Sesuai dengan kebutuhan pendinginan bertingkat pada proses pengolahan
LNG, kondisi cairan prophane yang dipakai pendinginan ada 3 tingkat
untuk MCR dan 3 tingkat untuk gas alam. Gas prophane setelah dipakai
untuk pendinginan dikompresikan oleh Prophane Recycle Compresor 4K-1
untuk menaikkan tekanannya, kemudian didinginkan oleh air laut, dan
selanjutnya dicairkan dengan cara penurunan tekanan. Demikian siklus
pendingin propane diperoleh.
Siklus Pendingin MCR
Cairan MCR berubah fase menjadi gas MCR dengan kenaikan
temperatur karena dipakai pendinginan gas alam pada Main Heat
Exchanger 5E-1. Gas MCR tersebut dikompresikan secara seri oleh MCR
First Stage Compresor 4K-2 dan MCR Second Stage Compressor 4K-3
untuk menaikkan tekanannya. Pendinginan dengan air laut dilakukan pada
interstage 4K-2 dan 4K-3 serta pada discharge 4K-3.
Plant 5 - Liquefaction
Pada Plant 5 dilakukan pendinginan dan pencairan gas alam setelah
gas alam mengalami pemurnian dari CO2, pengeringan dari kandungan
H2O, pemisahan Hg serta pemisahan dari fraksi beratnya dan pendinginan
bertahap oleh prophane. Gas alam menjadi cair setelah keluar dari Main
Heat Exchanger 5E-1 dan peralatan lainnya selanjutnya ditransfer ke
storage tank.

13
2.8 Nilai Kalor Bahan Bakar
Nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi dua golongan
berdasarkan fasa salah satu produk pembakaran yaitu air (H2O), yaitu:
1. HHV (Higher Heating Value)
Suatu besaran yang menyangkut bahan bakar yang mengandung hidrogen
di mana air yang terbentuk dalam produk pembakaran berbentuk fase cair.
2. LHV (Lower Heating Value)
Suatu besaran yang menyangkut bahan bakar yang mengandung hidrogen:
di mana air yang terbentuk dalam produk pembakaran berbentuk fase uap.

Hubungan antara HHV dan LHV adalah sebagai berikut:


mair. hfgair
LHV =HHV (2.1)
mbb

Dengan:
LHV : Lower Heating Value (kJ/kg bahan bakar)
HHV : Higher Heating Value (kJ/kg bahan bakar)
mair : Massa air yang mengembun setelah proses pembakaran (kg)
mbb : Massa bahan bakar (kg)
hfg.air : Panas laten penguapan air (=2440 kJ/kg) (Bormab,G. L., 1998:29)

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang nilai kalor bahan


bakar padat yang kebanyakan dengan bahan batubara. Estimasi nilai kalor
berdasarkan komposisi dasar bahan bakar telah disampaikan oleh beberapa
peneliti (Channiwala, 2002), seperti:
1. Dulong memberikan korelasi nilai kalor
HHV = 0,3383 C + 1,443 (H (O/8))- 0,0942 S MJ/kg ...pers.(2.2)
Korelasi tersebut berdasarkan pada reaksi pembakaran. Hal tersebut diperoleh dari
sifat batubara.
2. Strache dan Lant (1924) memberikan korelasinya
HHV = 0,3406 C + 1,4324 H -0,1532 O + 0,1047 S.. pers.(2.3)
3. Steuer menyempurnakan korelasi diatas pada tahun 1926 menjadi

14
HHV = 0,3391 (C - ((3/8) O)) + 0,2386 ((3/8) O) + 1,444 (H - ((1/16) O) +
0,1047 S ...pers.(2.4)
4. Vondrecek pada tahun 1927 memberikan korelasinya
HHV = (0,373 0,00026 C) C + 1,444 (H - (1/10) O) + 0,1047 S .....pers.
(2.5)
5. DHuart (1930) mendapatkan korelasi
HHV = 0,3391 C + 1,4337 H + 0,0931 S 0,127 O....Pers.(2.6)
6. Schuster pada tahun 1931 memberikan korelasi
HHV = (1,0632 1,486x10-3 O)(C / 3 + H (O-S)/ 8) MJ/kg....pers.(2.7)
Aplikasi untuk berbagai korelasi untuk cakupan bahan bakar yang lebih luas
dilakukan oleh Van Krevelon.
7. Grummel dan Davis memberikan rumus korelasinya pada tahun1933 sebagai
berikut:
HHV = (0,0152 H + 0,9875) ((C/3) + H - ((O - S)/8)) ...pers. (2.8)
8. Beberapa analisa untuk biomassa dilakukan oleh Grabosky yang menyatakan
bahwa korelasi IGT dinyatakan lebih valid untuk biomassa dan arang, dimana:
HHV = 0,31 C + 1,323 H + 0,0685 0,0153 A 0,1194 (O+N) MJ/kg
pers.(2.9)
9. Channiwala memberikan korelasinya
HHV = 0.349C+1.1783 H-0.1034 O-0.021 A + 0.1005 S -0.0151 N
pers.(2.10)
a. Beckman (1990), memberikan korelasinya
HHV = 0,352 C + 0,944 H + (0,105(S O)
10. Estimasi nilai kalor biomassa telah dilakukan juga oleh Changdong (2005),
dimana data bioamassa diperoleh dari literatur terbuka. Dari sini diperoleh
korelasi baru yaitu:
HHV = -1,3675 + 0,3137 C + 0,07009 H + 0,0318 O MJ/kg ...pers.(2.11)

15
Dibawah ini adalah tabel nilai kalor dan massa jenis beberapa bahan bakar :

HHV LHV Massa Jenis


Bahan Bakar
(Mj/kg) (Mj/kg) (kg/m3)*
Karbon monoksida (CO) 10,9 10,9 1,165
Metana ( CH4 ) 55,5 50,1 0,667
Gas Alam 42,5 38,1 0,708
Propane ( C3H8 ) 48,9 45,8 1,833
Bensin (umumnya adalah oktana 46,7 42,5
C8H18)
Solar (umumnya adalah dodekana 45,9 43,0
C12H26)
Hidrogen (H2) 141,9 120,1 0,084
Producer gas 5,81 5,30 1,089
* pada 1 atm, 37oC

16
Daftar Pustaka
Anonim. 2014. Gas alam dan penggunaannya.
http://www.prosesindustri.com/2014/12/gas-alam-dan
penggunaanya.html. 28 April 2017.

Anonim. 2015. Gas biogenik dan pemanfaatannya.


http://www.prosesindustri.com/2015/04/gas-biogenik-dan-
pemanfaatannya.html. 28 April 2017.

Anonim. 2016. Sifat-sifat gas alam dan pengujiannya.


http://www.prosesindustri.com/2016/06/sifat-sifat-gas-alam-dan-
pengujian.html. 28 April 2017.

Widiatmo, wahyu dan Sumaryo. 2014. Penelitian Nilai Kalor Bahan Bakar
Biomassa pada Limbah Kotoran Hewan ( Jurnal APTEK Vol. 6 No.1 ).
Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah. Riau.

17

Anda mungkin juga menyukai