Anda di halaman 1dari 10

BIOETANOL UBI KAYU BAHAN BAKAR MASA DEPAN

BAB I
Pendahuluan
Energi merupakan salah satu hal yang sangat penting di dunia. Banyak negara berperang
untuk mendapat atau mempertahankan sumber-sumber energi tersebut. Energi telah menjelma
sebagai roh bagi suatu negara. Jika tidak ada lagi sumber energi di suatu negara, bisa dipastikan
negara tersebut akan mati. Saat ini sumber energi utama umat manusia diperoleh dari bahan
bakar fosil. Masalahnya sekarang, bahan bakar fosil merupakan sumberdaya yang tak
terbaharukan dan suatu saat pasti habis.
Selama ini, lebih dari 90% kebutuhan energi dunia dipasok dari bahan bakar fosil. Jika
eksploitasi terus berjalan dengan angka saat ini, diperkirakan sumber energi ini akan habis dalam
setengah abad mendatang. Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan manusia kelak jika bahan
bakar fosil yang menjadi sumber energi utama umat manusia selama lebih dari dua ratus tahun
habis begitu saja. Untuk itu, banyak negara mulai mengembangkan alternatif sumber energi baru
yang terbaharukan, ramah lingkungan, dan relatif mudah untuk dibuat.
Salah satu alternatif pengganti bahan bakar fosil adalah dengan bioenergi seperti
bioetanol. Bioetanol adalah bahan bakar nabati yang tak pernah habis selama mentari masih
memancarkan sinarnya, air tersedia, oksigen berlimpah, dan kita mau melakukan budidaya
pertanian.
Sumber bioetanol dapat berupa singkong, ubi jalar, tebu, jagung, sorgum biji, sorgum
manis, sagu, aren, nipah, lontar, kelapa dan padi. Sumber bioetanol yang cukup potensial
dikembangkan di Indonesia adalah singkong (Manihot esculenta). Singkong merupakan tanaman
yang sudah dikenal lama oleh petani Indonesia, walaupun bukan tanaman asli Indonesia.
Singkong pertama kali didatangkan oleh pemerintah kolonial belanda pada awal abad ke-19 dari
Amerika Latin. Karena sudah dikenal lama oleh petani Indonesia, pengembangan singkong untuk
diolah menjadi bahan baku bioetanol tidak terlalu sulit. Saat ini singkong banyak diekspor ke AS
dan Eropa dalam bentuk tapioka. Di negara negara tersebut, singkong dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri pembuatan alkohol. Tepung tapioka juga digunakan dalam industri lem,

kimia dan tekstil. Indonesia adalah penghasil singkong keempat di dunia. Dari luas areal 1,24
juta hektar tahun 2005, produksi singkong Indonesia sebesar 19,5 juta ton.
Di dalam negeri, singkong biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak dan bahan
pangan tradisional setelah beras dan jagung. Karena itu, harga singkong sangat fluktuatif dan
tidak memberikan keuntungan yang memadai bagi si petani. Pengembangan bioetanol
diharapkan dapat menjadi solusi sumber energi terbaharukan dan dapat meningkatkan
pendapatan petani singkong. Dengan langkah ini, harga singkong akan menjadi stabil sehingga
memberikan keuntungan yang cukup bagi petani. Masalah krisis energi masa dapan yang
terbaharukan pun akan terselesaikan dan membawa Indonesia menjadi negara yang mandiri
energi.
1.1 Latar Belakang Masalah
Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya
menggunakan proses farmentasi. Ethanol atau ethyl alkohol C 2H5OH berupa cairan bening tak
berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan
polusi udara yg besar bila bocor.Ethanol yg terbakar menghasilkan karbondioksida (CO2) dan
air.Ethanol adalah bahan bakar beroktan tinggi dan dapat menggantikan timbal sebagai peningkat
nilai oktan dalam bensin. Dengan mencampur ethanol dengan bensin, akan mengoksigenasi
campuran bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih sempurna dan mengurangi emisi gas buang
(seperti karbonmonoksida/CO).
Bioethanol dapat dibuat dari ubi kayu.Ubi kayu (Manihot utilissima) sering juga disebut
sebagai ubi kayu atau ketela pohon, merupakan tanaman yang sangat populer di seluruh dunia,
khususnya di negara-negara tropis.Di Indonesia, ubi kayu memiliki arti ekonomi terpenting
dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang lain Selain itu kandungan pati dalam ubi kayu
yang tinggi sekitar 25-30% sangat cocok untuk pembuatan energi alternatif.Dengan demikian,
ubi kayu adalah jenis umbi-umbian daerah tropis yang merupakan sumber energi paling murah
sedunia. Potensi ubi kayu di Indonesia cukup besar maka dipilihlah ubi kayu sebagai bahan baku
utama.Melihat potensi tersebut peneliti melakukan percobaan pembuatan bioethanol dari ubi
kayu secara farmentasi menggunakan ragi tape. Digunakan ragi tape karena ragi tape sangat

komersil dan mudah didapat. Dengan beberapa alasan diatas maka dipilihlah ubi kayu sebagai
bahan baku utama pembuatan ethanol.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Pembuatan Bioethanol
1.2.2 Mengapa Ubi kayu dipilih sebagai Bahan Baku pembuatan Bioethanol.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Pembuatan Bioethanol di Bidang Kimia.
1.3.2 Mengetahui Alasan Mengapa Ubi kayu dipilih sebagai Bahan Baku pembuatan
Bioethanol.
1.4 Manfaat Bioethanol
Manfaat Bioethanol sendiri dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai bahan bakar
altenatif yang ramah lingkungan karena memiliki bilangan oktan yang cukup tinggi,selain itu
bioethanol juga dijadikan sebagai bahan baku beralkohol.Adapaun manfaat bioethanol secara
lengkap adalah sbb :

Sebagai bahan bakar kendaraan

Sebagai bahan dasar minuman beralkohol

Sebagai bahan bakar Direct-ethanol fuel cells (DEFC)

Sebagai bahan bakar roket

Sebagai bahan kimia dasar senyawa organik

Sebagai antiseptik

Sebagai antidote beberapa racun

Sebagai pelarut untuk parfum, cat dan larutan obat

BAB II
2.1 Tinjauan Pustaka
Energy dari tanaman
Kayu dan bagian lain dari tanaman telah dipakai manusia sebagai bahan bakar untuk
menghangatkan ruangan dan memasak makanan. Kayu masih dipakai sebagai sumber energy utama
dibanyak Negara berkembang. Bahan bakar hayati berasal dari berbagai jenis tumbuhan, termasuk
pepohonan muda yan ditebang atau diolah untuk membuat bahan pembatas ruang, palet kayu, limbah
bangunan, dan serbuk/bekas kayu gergaji. Ketika kayu dibakar, energy kimia yang tersimpan di dalamnya
diubah menjadi energy dalambentuk lain, seperti panas atau listrik. Proses ini adalah netral karbon atau
tidak menambah jumlah karbon dioksida di atmosfer bumi karena ketika bahan bakar hayati dibakar,
jumlah karbon dioksida yang dilepas sama dengan jumlah karbon dioksida yang diserap ketika mereka
masih hidup. Pembakaran bahan bakar hayati juga menghasilkan sejumlah gas limbah, seperti sulfur
dioksida.namun, jumlah ini jauh lebih sedikit daripada jumlah sulfur dioksida yang dihasilkan dari
pembakaran batu bara di stasiun pembangkit.
Kendaraan berbahan bakar etanol
Pada pertengahan tahun 1980-an sebelum Negara lain memikirkan ide ini Brasil telah berhasil
memproduksi sebuah bahan bakar hayati secara missal untuk kendaraan bermotor. Bahan bakar hayati itu
adalah etanol (sejenis alcohol), yang diperoleh dari persediaan tebugula yang berlimpah di Brasil. Etanol
dapat juga dihasilkan dari tanaman yang kaya gula, seperti umbi merah dan jagung. Gula diekstrak dari
tumbuh-tumbuhan dan difermentas, sehingga menghasilkan etanol.
Etanol dipakai secara luas di Brasil. Etanol dicampur bensin menjadi gashol. Gashol mengandung
80 sampai 90% bensin dan 10 sampai 20% etanol. Gashol yang terbakar lebih bersih dan lebih efisien
daripada bensin normal sehingga gashol dapat membantu mengurangi polusi udara disejumlah kota yang
sering terjadi kemacetan lalu lintas. Kendaraan berbahan bakar gashol cenderung memiliki enjin lebih
kecil daripada kendaraan konvensional. Hal ini dapat mengurangi berat kendaraan, sehingga energy yang
dibutuhkan untuk mengangkut mereka lebih kecil.
Bensin yang dicampur etanol dipakai secara luas di Amerika Serikat, terutama di kota-kota yang
mengalami polusi udara, seperti Los Angeles. Campuran bensin mengandung sekitar 6% etanol dari
volume total. Jumlah etanol yang sedikit ini membuat hasil pembakaran bahan bakar lebih bersih.

Pengertian Bioetanol

Bioethanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan bahan
baku nabati.Ethanol atau etil alkohol C2H5OH, merupakan cairan yang tidak berwarna, larut
dalam air, eter, aseton, benzene, dan semua pelarut organik, serta memiliki bau khas alkohol.
Salah satu pembuatan ethanol yang paling terkenal adalah fermentasi.Bioethanol dapat diperoleh
salah satunya dengan cara memfermentasi ubi kayu.
2.2 Cara Pembuatan Bioethanol
Singkong diolah menjadi bioetanol, pengganti premium. Menurut Dr Ir Tatang H
Soerawidjaja, dari Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), singkong salah satu sumber
pati. Pati senyawa karbohidrat kompleks.Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa,
karbohidrat yang lebih sederhana.Untuk mengurai pati, perlu bantuan cendawan Aspergillus sp.
Cendawan itu menghasilkan enzim alfamilase dan gliikoamilase yang berperan mengurai pati
menjadi glukosa alias gula sederhana.Setelah menjadi gula, bam difermentasi menjadi etanol.
Lalu bagaimana cara mengolah singkong menjadi etanol? Berikut Langkah-langkah pembuatan
bioetanol berbahan singkong yang dilerapkan Tatang H Soerawidjaja.Pengolahan berikut ini
berkapasitas 10 liter per hari.
1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapal dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah
berukuran kecil-kecil.
2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong
yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat
menyimpan sebagai cadangan bahan baku
3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless si eel berkapasitas 120 liter, lalu
tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100C selama
0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.
4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah
proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus

yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati
singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur.
Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebclum digunakan, Aspergilhis
dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia
bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati
5. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk
kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi.
Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 1718%. Itu
adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan
bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air
hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir
agar mencapai kadar gula maksimum.
6. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja
mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak
membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 2832C dan pH 4,5
5,5.
7. Setelah 23 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa
endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang
mengandung 612% etanol
8. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron
untuk menyaring endapan protein.
9. Meski telah disaring, etanol masih bercampurair. Untuk memisahkannya, lakukan
destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78C atau setara
titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik
didih 100C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi
dan kembali menjadi etanol cair.
10. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larul,
diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi
absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100C. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap

keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati.
Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dieampur
denganbensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120 130 lifer bir yang
dihasilkan dari 25 kg gaplek.

BAB III
3.1 Mengapa Singkong di Pilih Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioethanol
Salah satu energi alternatif yang menjanjikan adalah bioetanol. Bioethanol adalah ethanol
yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi. Ethanol
atau ethyl alkohol C2H5OH berupa cairan bening tak berwarna, terurai secara biologis
(biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yg besar bila
bocor.Ethanol yg terbakar menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air.Ethanol adalah bahan
bakar beroktan tinggi dan dapat menggantikan timbal sebagai peningkat nilai oktan dalam
bensin. Dengan mencampur ethanol dengan bensin, akan mengoksigenasi campuran bahan bakar
sehingga dapat terbakar lebih sempurna dan mengurangi emisi gas buang (seperti
karbonmonoksida/CO).
Bioethanol dapat dibuat dari singkong.Singkong (Manihot utilissima) sering juga disebut
sebagai ubi kayu atau ketela pohon, merupakan tanaman yang sangat populer di seluruh dunia,
khususnya di negara-negara tropis.Di Indonesia, singkong memiliki arti ekonomi terpenting
dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang lain Selain itu kandungan pati dalam singkong
yang tinggi sekitar 25-30% sangat cocok untuk pembuatan energi alternatif.Dengan demikian,
singkong adalah jenis umbi-umbian daerah tropis yang merupakan sumber energi paling murah
sedunia. Potensi singkong di Indonesia cukup besar maka dipilihlah singkong sebagai bahan
baku utama.
Melihat potensi tersebut peneliti melakukan percobaan pembuatan bioethanol dari
singkong secara farmentasi menggunakan ragi tape. Digunakan ragi tape karena ragi tape sangat
komersil dan mudah didapat.

Singkong karet merupakan salah satu jenis singkong pohon yang mengandung senyawa
beracun, yaitu asam sianida (HCN), sehingga tidak diperdagangkan dan kurang dimanfaatkan
oleh masyarakat (Anonim, 2006). Singkong karet (singkong gajah) kurang dimanfaatkan secara
maksimal oleh masyarakat karena beracun, oleh karena itu sangat tepat sekali bila singkong jenis
ini digunakan sebagai bahan baku bioetanol. Penelitian Sriyanti (2003), menunjukkan bahwa dari
tiga varietas singkong yakni varietas randu, mentega dan menthik ternyata kadar gula dan
alkohol tertinggi terdapat pada varietas mentega yakni sebesar 11,8% mg untuk kadar gula, dan
2,94% mg untuk kadar alkohol. Menurut Sugiarti (2007) dalam Setyaningsih (2008), bahwa
kandungan alkohol ubi kayu varietas randu yakni sebesar 51%. Menurut Ludfi (2006) dalam
Setyaningsih (2008), setelah dilakukan pengujian terhadap kadar alcohol pada hasil fermentasi
ampas umbi singkong karet, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar alkohol terendah
adalah 11,70% pada waktu fermentasi 9 hari dan dosis ragi 2 gr. Sedangkan kadar alkohol
tertinggi

adalah

41,67%

pada

waktu

fermentasi

15

hari

dan

dosis

ragi

gr.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melakukan uji coba pengembangan energi alternatif
bioetanol dari bahan dasar singkong. Untuk menghasilkan bioetanol sekitar satu liter dibutuhkan
sedikitnya 6,5 kilogram singkong. Bioetanol yang dihasilkan nantinya bisa untuk oktan 40% atau
seperti minyak tanah, 70% seperti premium bahkan 90% seperti Pertamax.
Produksi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.
Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat dan tetes menjadi bioethanol

3.2 KESIMPULAN

SUMBER 1. http://tonimpa.wordpress.com/2013/04/20/makalah-pembuatan-bioethanol-dari-singkong/
2. P, Rama dkk. 2007. BIOETANOL UBI KAYU : BAHAN BAKAR MASA DEPAN. Jakarta:
PT.AgroMedia

Pustaka

3. Stringer, Jhon.2009.ENERGI. Solo :Tiga Serangkai

Anda mungkin juga menyukai