Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Rabu, 26 April 2017

Teknologi Bioindustri Dosen : Dr. Prayoga S., STP. MT


Asisten :
1. Rahmad Dwi Haryadi F34130033
2. Moch Wendhy Yusup A. F34130062

PRODUKSI ASAM ORGANIK (ASAM SITRAT) DENGAN KULTIVASI


CAIR DAN SUBTRAT PADAT

Oleh:
Astirta Priyoga F34140002
Ruth Desi Mery Sitorus F34140012
Indah Dwi Permatasari F34140013

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Asam sitrat mempunyai edaran penggunaan yang sangat luas dari berbagai
kegiatan, mulai dari bahan makanan sampai industri. Asam sitrat merupakan asam
organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-
jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain
digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam
biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat yang
terjadi di dalam mitokondria, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup. Zat ini
juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai
antioksidan. Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun
ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering, pada jeruk
lemon dan limau (misalnya jeruk nipis dan jeruk purut). Rumus kimia asam sitrat
adalah C6H8O7. Struktur asam ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam 2-hidroksi-
1,2,3-propanatrikarboksilat (Ali et al. 2002).
Penggunaan utama asam sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa dan
pengawet makanan dan minuman, terutama minuman ringan. Kode asam sitrat sebagai
zat aditif makanan (E number) adalah E330. Garam sitrat dengan berbagai jenis logam
digunakan untuk menyediakan logam tersebut (sebagai bentuk biologis) dalam banyak
suplemen makanan. Sifat sitrat sebagai larutan penyangga digunakan sebagai
pengendali pH dalam larutan pembersih dalam rumah tangga dan obat-obatan.
Kemampuan asam sitrat untuk mengkelat logam menjadikannya berguna sebagai
bahan sabun dan deterjen. Dengan mengkelat logam pada air sadah, asam sitrat
memungkinkan sabun dan deterjen membentuk busa dan berfungsi dengan baik tanpa
penambahan zat penghilang kesadahan. Demikian pula, asam sitrat digunakan untuk
memulihkan bahan penukar ion yang digunakan pada alat penghilang kesadahan
dengan menghilangkan ion-ion logam yang terakumulasi pada bahan penukar ion
tersebut sebagai kompleks sitrat. Asam sitrat digunakan di dalam industri bioteknologi
dan obat-obatan untuk melapisi (passivate) pipa mesin dalam proses kemurnian tinggi
sebagai ganti asam nitrat, karena asam sitrat dapat menjadi zat berbahaya setelah
digunakan untuk keperluan tersebut, sementara asam sitrat tidak. Asam sitrat dapat
pula ditambahkan pada es krim untuk menjaga terpisahnya gelembung-gelembung
lemak. Dalam resep makanan, asam sitrat dapat digunakan sebagai pengganti sari jeruk
(Ali et al. 2002).
Pada saat ini, asam sitrat diproduksi secara komersial menggunakan strain
mutan A. niger, dan dengan jumlah yang signifikan oleh Saccharomycopsis lipolytica,
Pencillium simplicissimum dan A. foeitidus. Karbohidrat dan limbah lainnya yang
telah dipertimbangkan, eksperimental, untuk menghasilkan asam sitrat oleh A. niger
termasuk inulin, sirup buah tanggal, tetes tebu, kedelai whey, kumara, carob pod dan
keju whey. Selain itu, tetes tebu atau molases merupakan substrat dasar untuk
fermentasi asam sitrat menggunakan teknik terendam fermentasi. Mengingat pesatnya
perkembangan teknologi dan luasnya kebutuhan asam sitrat pada berbagai sektor,
maka praktikum ini penting dilakukan sebagai pengetahuan dasar agroindustri
terhadap proses produksi asam sistrat.
Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari produksi asam sitrat menggunakan


substat padat dan cair.
METODOLOGI

Alat dan Bahan


.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi, otoklaf,
inkubator goyang, erlenmeyer, pHmeter, penangas air, corong, pipet tetes, labu
titrasi, timbangan, dan spektrofotometer. Sedangkan bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah gula pasir, ekstrak tauge 20, (NH4)2SO4, KH2PO4, A.niger,
NaOH 0.1N, indikator PP, aquades, onggok, dedak halus, dan kertas saring.

Metode

1. Inokulasi dan Fermentasi Kultivasi Cair


Media
propagasi

Disterilisasi pada suhu 1210C, 15 menit,


lalu didinginkan, 5 menit

Diinolukasi dengan suspensi spora A.


niger sebanyak 2 % (v/v)

Diinkubasi pada inkubator goyang pada


suhu kamar selama 24 jam

Inokulum yang telah diinkubasi


diinolukasi pada inkubator goyang
sebanyak 2%

Diambil sampel setiap


hari selama 5 hari

Hasil fermentasi
2. Pengukuran pH

Cairan hasil kultivasi cair


diletakkan pada gelas ukur

pH meter direndam dalam cairan


tersebut sampai katodanya terendam

Dibaca nilai pHnya

pH hasil pembacaan pH
meter

1. Biomassa
Kultivasi cair

Dipisahkan antara cairan fermentasi dan


biomassa dengan kertas saring yang telah
diketahui beratnya

Biomassa dikeringkan di oven sampai


kering

Ditimbang

Bobot
biomassa
2. Gula Sisa (Metode DNS)

1 ml sampel

Dimasukkan dalam
tabung reaksi bersih
3 ml DNS

Dipanaskan dalam air


mendidih 5 menit

Didinginkan pada suhu


kamar

Diukur dengan spektrofotometer pada


panjang gelombang 550 nm

absorbansi

3. Total Asam

10 ml cairan dari
kultivasi cair

Dititrasi sampai NaOH 0,1 N


terbentuk warna merah terstandarisasi
muda + indikator PP
3
Hasil ml titrasi dihitung

Hasil kandungan asam


mg/ml
4. Inokulasi dan Fermentasi Kultivasi Padat

25 gram ongggok dan


5 gram dedak halus

Dicampur

Ditambah aquades
sampai terendam

Ditutup dengan sumbat


kapar dan alufo

Disterilkan dalam otoklaf


121OC, 15 menit

Didinginkan, lalu diinokulasi


dengan A. niger (5 % v/b)

Diinkubasi pada suhu kamar

Sampel diambil setiap


hari selama 5 hari

Hasil fermentasi
5. Uji Asam Sitrat

10 gram sampel

Dimasukkan erlenmeyer
300 ml
Aquades
200 ml
Dipanaskan hingga mendidih

Disaring dengan kertas saring

Diambil filtrat 10 ml
Indikator pp
3 tetes
Dititrasi dengan KOH
sampai berwarna merah
muda

Dilakukan perhitungan
kandungan asam sitrat

Hasil titrasi
PEMBAHASAN

Hasil

[Terlampir]

Pembahasan

Asam sitrat merupakan asam organik yang larut dalam air dengan citarasa yang
menyenangkan dan banyak digunakan dalam industri pangan, kosmetik, farmasi dan
lain-lain. Industri makanan dan farmasi menggunakan asam sitrat dikarenakan alasan
keamanan secara umum, dapat memberikan rasa asam yang memuaskan, kelarutannya
yang tinggi didalam air dan sebagai buffering dan chelating agent. Untuk industri
kosmetik dan wewangian digunakan sebagai buffering agent. Serta secara luas
digunakan sebagai buffering dan chelating agent di berbagai macam industri (Wehner
1893).
Rumus kimia asam sitrat adalah C6H8O7 atau CH2(COOH)-COH(COOH)-
CH2(COOH), struktur asam ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam 2-hidroksi-
1,2,3-propanatrikarboksilat. Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus
karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion
yang dihasilkan adalah ion sitrat (Ali et al. 2001). Berikut adalah struktur kimia asam
sitrat:

Gambar 1. Struktur kimia asam sitrat

Demirel et al. (2004) menyebutkan, Beberapa sifat kimia asam sitrat adalah pada
pemanasan 175oC, asam sitrat berubah menjadi aconitic acid. Aconitic acid jika
ditambah dengan hydrogen berubah menjadi tricarballylic acid. Sifat kedua, pada
pemanasan 175oC jika dieliminasi dengan oksigen dan menghilangkan karbon
dioksida berubah menjadi acetonedicarboxylic acid. Acetonedicarboxylic acid jika
diuapkan karbon dioksidanya berubah menjadi acetone. Sifat ketiga, pada pemanasan
175oC, jika karbon dioksida pada asam sitrat dihilangkan maka berubah menjadi
itaconic acid. Sifat keempat, larutan asam sitrat bila dicampur dengan asam sulfat
atau oksidasi dengan larutan potassium permanganate menghasilkan asam
acetonedicarboxylic. Sifat kelima, pada suhu 35oC, jika asam sitrat dioksidasi dengan
potassium permanganate akan menghasilkan asam oksalat. Sifat keenam, asam sitrat
terdekomposisi menjadi asam oksalat dan asam asetat jika dibakar dengan potassium
hydroxide atau dioksidasi dengan asam nitrit. Sifat ketujuh, asam sitrat dalam bentuk
larutan sedikit korosif terhadap karbon steel dan tidak korosif terhadap stainless steel.
Sifat kedelapan, asam sitrat sebagai asam polybasic dapat membentuk berbagai
macam garam termasuk garam alkali metal dan alkali tanah, selain itu dapat pula
membentuk berbagai macam ester, amida dan acyl klorida. Beberapa sifat fisik asam
sitrat yaitu berbentuk kristal berrwarna putih, tidak berbau, dan memiliki rasa asam.
Pada titik didihnya, asam sitrat terurai (terdekomposisi). Sifat fisik lainnya terdapat
pada tabel berikut:
Tabel 1. Sifat fisik Asam Sitrat
Berat molekul sekitar 192 gr/mol
Spesific gravity 1,54 (20°C)
Titik lebur 153°C
Titik didih 175°C
Kelarutan dalam air 207,7 gr/100 ml (25°C)

Siklus asam sitrat merupakan jalur akhir dengan oksidasi dari molekul-molekul
bahan bakar. Selain itu siklus ini bertindak sebagai sumber bahan untuk proses
biosintesa. Siklus dimulai dengan kondensasi antara oksaloasetat (C4) dengan asetil-
KoA (C2) menghasilkan asam sitrat (C6), selanjutnya terjadi isomerisasi membentuk
isositrat (C6). Dua kali proses dekarboksilasi oksidatif (pembentukan CO2)
menghasilkan berturut-turut alfa-ketoglutarat (C5) kemudian suksinil-KoA (C4).
Pemecahan ikatan thioester dari suksinil-KoA menghasikan asam suksinat dan disertai
pembentukan GTP. Selanjutnya asam suksinat (C4) akan dioksidasi menjadi asam
fumarat (C4), yang kemudian akan mengalami hidrasi membentuk malat (C4). Asam
malat akan dioksidasi menjadi asam oksaloasetat kembali. Jadi pada satu kali putaran
siklus asam sitrat, 2 atom C dari asetil-KoA masuk kedalam siklus dan 2 atom C
dikeluarkan dari siklus sebagai CO2. Perlu diperhatikan bahwa kedua atom C yang
berasal dari asetil-KoA akan menjadi bagian dari oksaloasetat yang baru, sedangkan
ke 2 atom C yang dikeluarkan sebagai CO2 berasal dari molekul oksaloasetat. Empat
reaksi oksidasi-reduksi dalam siklus ini menghasilkan 3 molekul NADH dan 1
molekul FADH2 yang oleh oksidasi selanjutnya dalam sistim rantai respirasi dapat
menghasilkan 11 molekul ATP. Satu molekul ATP lainnya dihasilkan dari GTP dalam
reaksi yang dikatalisi enzim fosfokinase, sehingga total satu kali siklus ini dapat
menghasilkan 12 molekul ATP. Siklus asam sitrat ini hanya berlangsung dalam
keadaan aerobik, sebab keperluannya akan NAD+ dan FAD hanya bisa terpenuhi
apabila sistim antai respirasi berjalan (Ali et al. 2001).
Berdasarkan media yang digunakan, fermentasi secara umum dibagi menjadi
dua model utama yaitu fermentasi media cair (Submerged Fermentation) dan
fermentasi media padat (Solid state fermentation). Dalam fermentasi tradisional, baik
fermentasi medium cair maupun medium padat telah lama dikenal. Fermentasi cair
meliputi fermentasi minuman anggur, fermentasi asam cuka, yogurt, dan
kefir.Fermentasi media padat seperti fermentasi tempe, oncom, kecap, tape dan silase.
(Fajar 2012).
Fermentasi media padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam
substrat tidak larut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir
bebas. Solid State Fermentation mempunyai kandungan nutrisi per volume jauh
lebih pekat sehingga hasil per volum dapat lebih besar. Keuntungan fermentasi media
padat diantaranya adalah medium yang digunakan relatif sederhana, ruang yang
diperlukan untuk peralatan fermentasi relatif kecil karena air yang digunakan sedikit,
inokulum dapat disiapkan secara sederhana, kondisi medium tempat pertumbuhan
mikroba mendekati kondisi habitat alaminya, aerasi dihasilkan dengan mudah karena
ada ruang diatara tiap partikel substratnya, produk yang dihasilkan dapat dipanen
dengan mudah (Fajar 2012).
Submerged Fermentation adalah fermentasi yang melibatkan air sebagai fase
kontinyu dari sistem pertumbuhan sel bersangkutan atau substrat, baik sumber karbon
maupun mineral terlarut atau tersuspensi sebagai partikel-partikel dalam fase cair.
Fermentasi cair dengan teknik tradisional tidak dilakukan pengadukan, berbeda
dengan teknik fermentasi cair modern melibatkan fermentor yang dilengkapi dengan :
pengaduk agar medium tetap homogen, aerasi, pengatur suhu (pendinginan dan
pemanasan) dan pengaturan pH. Proses fermentasi cair modern dapat dikontrol lebih
baik dan hasil lebih seragam dan dapat diprediksi. Juga tidak dilakukan sterilisasi,
namun pemanasan, perebusan dan pengukusan mematikan banyak mikroba
competitor.Keuntungan menggunakan fermentasi media cairadalah hampir disemua
bagian tangki terjadi fermentasi dan kontak antar reaktan dan bakteri semakin besar.
Sedangkan kelemahannyayaitu biaya operasi relatif mahal (Fajar 2012).
Produksi asam sitrat pada proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah jenis media, pH media, konsentrasi substrat, waktu
fermentasi, suhu, kandungan gula, aerasi, luas permukaan, dan mikroorganisme
yang digunakan. Faktor yang paling menentukan adalah media tumbuh
(substrat) dan mikroorganisme yang digunakan (Friedrich et al. 1994).
Pemilihan strain dalam industri fermentasi harus memenuhi syarat-syarat
tertentu yaitu murni, unggul, stabil dan bukan patogen. Konsentrasi substrat harus
diatur dengan tepat (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah). Substrat akan
dirombak oleh mikroorganisme dengan bantuan enzim membentuk asam sitrat.
Substrat yang terlalu pekat mengakibatkan naiknya tekanan osmosis. Apabila
tekanan osmosis lingkungan lebih tinggi dari sitoplasma, akan mengakibatkan
sitoplasma kehilangan air yang selanjutnya isi sel akan mengecil dan struktur sel
akan hancur. Substrat yang terlalu encer akan mengakibatkan laju pertumbuhan
menjadi lambat. (Agustian 2005).
Temperatur sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi asam
sitrat. Agar dihasilkan konsentrasi asam sitrat yang tinggi maka fermentasi harus
berlangsung pada temperatur optimal berkisar 25 – 30 oC. Di atas temperatur
optimum, kecepatan tumbuh sel akan menurun secara cepat yang berlawanan
dengan kenaikan temperatur. Temperatur yang terlalu tinggi akan mempengaruhi
membran sel mikroorganisme, di mana membran sel akan menjadi cair sehingga
sel kehilangan strukturnya. Sedangkan pada temperatur rendah akan menyebabkan
membran sel menjadi padat. Hal ini berkaitan dengan struktur membran yang
terdiri dari lapisan lemak dan protein yang akan mengeras pada temperatur rendah
sehingga proses pemasukan makanan melalui lapisan membran sel tidak terjadi,
selanjutnya dapat menyebabkan kematian dari sel mikroorganisme tersebut
(Surest 2013).
Pengaturan pH penting bagi keberhasilan proses fermentasi. Untuk
fermentasi asam sitrat pH optimum adalah 3, sedangkan pH optimum untuk
pertumbuhan Aspergillus niger adalah 2,5 – 3,5. Penurunan pH menyebabkan
produksi asam sitrat berkurang. Hal ini disebabkan pada pH rendah ion ferosinida
lebih toksik bagi pertumbuhan miselium. Pada pH yang tinggi terjadi akumulasi
asam oksalat (Rehman 2003).
Kandungan gula juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pembentukan asam sitrat. Berdasarkan penelitian, 15-25% larutan gula dapat
diubah secara fermentasi. Berdarsarkan penelitian, produksi asam sitrat
maksimum biasanya dicapai pada konsentrasi gula 14-22% (b/v). Sumber karbon
yang digunakan juga berpengaruh pada aktivitas mikroba (Narayana et al. 2006).
Sedangkan pada metode fermentasi permukaan, faktor luas permukaan
juga harus diperhatikan. Karena proses fermentasi hanya berlangsung pada
permukaan bidang media, maka untuk mendapatkan hasil yang maksimal, luas
permukaan diusahakan seluas mungkin dengan memperkecil ketebalan cairan
(pada media cair) atau memperkecil ukuran partikel pada media padat (Schlegel
dan Hans 1986).
Menurut Papagianni (1995), bahwa pH mempengaruhi morfologi dan
produktivitas asam sitrat dari A. niger dari hasil data kuantitatif. Morfologi dengan
agregat yang kecil dan filamen yang pendek berkaitan dengan meningkatnya produksi
asam sitrat pada pH sekitar 2.0 ± 0.2. Pada pH 1.6 morfologi akan berkembang
abnormal (bulbous hyphae) dan produksi asam sitrat akan menurun secara drastis.
Pada pH 3.0 agregat mempunyai bentuk perimeter yang lebih panjang dan terbentuk
asam oksalat. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh data yaitu pH awal sebesar 4.2.
Nilai pH akhir pada hari pertama meningkat secara signifikan dari pH awal kemudian
semakin terus menurun sampai pada hari kelima memiliki pH yang sama dengan pH
awal. Nilai pH akhir hari pertama sampai hari kelima berturut-turut adalah
5.6,5.3,4.6,4.7, dan 4.2. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa rata-rata nilai
pH mengalami penurunan dari hari pertama sampai hari kelima. Namun, terlihat
terjadinya peningkatan nilai pH pada hari ketiga ke hari keempat dan mengalami
penurunan kembali pada hari kelima. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa pada hari pertama terjadi peningkatan produksi asam sitrat dan semakin lama
waktu fermentasi, maka produksi asam sitrat semakin berkurang. Menurut Rehman et
al. (2003), penurunan pH menyebabkan produksi asam sitrat berkurang. Hal ini
disebabkan pada pH rendah, ion ferosinida lebih toksik bagi pertumbuhan miselium
sedangkan pada pH yang tinggi terjadi akumulasi asam oksalat. Untuk keberhasilan
proses fermentasi asam sitrat, penting dilakukannya pengaturan pH. pH optimum
untuk fermentasi asam sitrat adalah 3, sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan
Aspergillus niger adalah 2.5-3.5.
Berdasarkan uji total asam pada substrat padat didapatkan hasil yaitu pada hari
pertama sampai hari kelima berturut-turut adalah 3.456, 10.752, 14.208, 12.288, dan
14.208 (mg/ml). Menurut Mattey (1992), semakin lama pengujian yang dilakukan,
maka akan semakin banyak juga total asam yang terbentuk. Namun, hasil yang
diperoleh terjadi kesalahan yaitu pada hari keempat terjadi penurunan total asam. Hal
ini dikarenakan sifat dari biomassa yang mungkin telah tercemar oleh kontaminan atau
mati karena salah perlakuan yang menyebabkan tidak terbentuknya asam.
Berdasarkan uji total asam pada substrat cair, diperoleh hasil pada hari pertama
sampai hari kelima berturut-turut adalah 5.76, 5.95, 6.144, 6.72, dan 7.84 (mg/ml).
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa semakin
lama waktu fermentasi, maka semakin meningkat total asam yang dihasilkan. Hal ini
sudah sesuai dengan literatur Mattey (1992) yang menyatakan bahwa semakin lama
waktu fermentasi maka semakin banyak pula total asam yang dihasilkan bila nutrisi
dan keadaan lingkungan sesuai dengan syarat berkembangnya biomassa.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum, diperoleh nilai absorbansi
dari hari pertama sampai hari kelima berturut-turut adalah -0.023, 0.005, 1.482, 1.142,
dan 1.905. Selain itu, kadar gula sisa yang diperoleh dari hari pertama sampai hari
kelima berturut-turut adalah 0.0308, 0.0377, 0.4017, 0.3179, dan 0.5060. Berdasarkan
hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa nilai absorbansi dan kadar gula sisa
yang dihasilkan semakin lama semakin meningkat, namun pada hari yang keempat
terjadi penurunan nilai absorbansi dan kadar gula sisa. Menurut Mattey (1992),
semakin lama waktu fermentasi, maka nilai absorbansi dan jumlah kadar gula sisa pada
substrat akan berkurang karena kandungan gula pada substrat dipakai oleh A. niger
sebagai sumber makanan agar tetap bertahan untuk tumbuh. Namun pada data yang
diperoleh terjadi kesalahan dikarenakan jumlah kadar gula yang naik turun. Hal ini
disebabkan karena kesalahan praktikan dalam menghitung kadar gula sisa dan alat
yang tidak memadai. Selain itu, dapat juga disebabkan karena terjadinya kontaminasi
sehingga data yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur.
PENUTUP

Simpulan

Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah
tumbuhan. Zat ini juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan
dan sebagai antioksidan. Kapang Aspergillus niger merupakan mikroorganisme yang
dapat tumbuh dan banyak digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat.
Berdasarkan media yang digunakan, fermentasi asam sitrat dibagi menjadi dua model
utama yaitu fermentasi media cair dan fermentasi media padat. Produksi asam sitrat
pada proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jenis
media, pH media, konsentrasi substrat, waktu fermentasi, suhu, kandungan gula,
aerasi, luas permukaan, dan mikroorganisme yang digunakan. Berdasarkan data
hasil praktikum, pada hari pertama fermentasi terjadi peningkatan produksi asam sitrat
dan semakin lama waktu fermentasi, maka produksi asam sitrat semakin berkurang,
hal ini disebabka nrata-rata nilai pH mengalami penurunan dari hari pertama sampai
hari kelima, penurunan pH menyebabkan produksi asam sitrat berkurang. Semakin
lama pengujian yang dilakukan, maka akan semakin banyak juga total asam yang
terbentuk. Namun, hasil yang diperoleh terjadi kesalahan yaitu pada hari keempat
terjadi penurunan total asam. Hal ini dikarenakan sifat dari biomassa yang mungkin
telah tercemar oleh kontaminan atau mati karena salah perlakuan yang menyebabkan
tidak terbentuknya asam. Semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak pula
total asam yang dihasilkan bila nutrisi dan keadaan lingkungan sesuai dengan syarat
berkembangnya biomassa. Semakin lama waktu fermentasi, maka nilai absorbansi dan
jumlah kadar gula sisa pada substrat akan berkurang karena kandungan gula pada
substrat dipakai oleh A. niger sebagai sumber makanan agar tetap bertahan untuk
tumbuh.

Saran

Hasil pengamatan terhadap kultivasi yang amati setiap hari diharapkan dapat
dilakukan secara teratur dan tepat waktu. Selain itu, diharapkan praktikan dapat
menyimpan hasil pengamatan dengan rapi, sehingga tidak mudah terjadi hilang data.
Penggunaan alat dan bahan juga lebih diperhatikan kembali agar praktikum berjalan
lebih lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Agustian J. 2005. Microbiology. Lampung (ID): Universitas Lampung.


Ali, Ikram, Qadeer, Iqbal. 2002. Production of citric acid by Aspergillus niger using
cane molasses in a strirred fermentor. Journal of Biotechnology. 5(3):24-31.
Demirel, Yaykasli, Yasar. 2004. The Production of Citric Acid by Using Immobilized
Aspergillus niger A-9 and Investigation of Its Various Effects. Dalam Food
Chemistry: 393 – 396.
Fajar. 2012. Media Fermentasi. http://karuniacahayafajar.blogspot.com/
2012/11/media-fermentasi.html ( diakses 17 Mei 2017).
Friedrich J., A. Cimerman, dan W. Steiner. 1994. Concomitant Biosynthesis of
Aspergillus niger Pectolytic Enzymes and Citric Acid on Sucrosa. J. Enzym and
Microbial Technology 16 : 703-710
Mattey M. 1992. The production of organic acids. Crit Rev Biotechnology. 12:87-132.
Narayana, Kishore, Reddy. 2006. Biokinetic Studies on Citric Acid Production Using
Aspergillus niger in Batch Fermentation. Indian Chemical Engineer. Vol 4 (4):
217-224.
Papagianni M. 1995. Morphology and Citric Acid Production of Aspergillus niger in
Submerged Culture. PhD Thesis, University of Strathclyde.
Papagianni M. 1995. Morphology and Citric Acid Production of Aspergillus niger in
Submerged Culture. University of Strathclyde:PhD Thesis.
Rehman A, Ali S, Haq I. 2003. Phospate Limitation for Enhanced Citric Acid
Fermentation using Aspergillus niger Mutant Uv-M4 on Semi-Pilot Scale.
Pakistan J. Biol. Sci. 6 (14): 1247-1249.
Rehman A, Ali S, Haq I. 2003. Phospate limitation for enhanced citric acid
fermentation using Aspergillus niger mutant Uv-M4 on semi-pilot scale. Pakistan
J. Biol. Sci. 6 (14):1247-1249.
Schlegel dan Hans G. 1986. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Surest AH, Ovelando R, Nabilla MA. 2013. Fermentasi Buah Markisa (Passiflora)
menjadi Asam Sitrat. Jurnal Teknik Kimia. 3 (19): 15-21.
Wehner. 1893. Petunjuk Praktikum Bioteknologi Mikroba. Bogor (ID): FMIPA IPB.

Anda mungkin juga menyukai