Anda di halaman 1dari 12

Hari, tanggal : Jum’at, 6 Maret 2020

Dosen : Dr. Drs. Purwoko, MSi

Asisten Praktikum : 1. M. Rizky (F34160004)

2. Riyadi (F34160026)

3. Zelin Z (F34160029)

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS PRODUK AGROINDUSTRI

KARAKTERISASI PRODUK BERBASIS PROTEIN NABATI

Nadia Stepani

F34180036

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


BOGOR

2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-
asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptide. Protein dalam makanan nabati
terlindung oleh dinding sel yang terdiri atas selulosa sehingga daya cerna sumber
protein nabati pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan sumber protein
hewani (Probosari 2019). Sifat dan karakteristik produk protein sangat tergantung
dari jenis dan variasi asam amino penyusunnya yang sangat berkaitan dengan
sumbernya.

Protein dibagi kedalam dua jenis yaitu, protein hewani dan protein nabati.
Protein nabati yaitu protein yang berasal dari bahan nabati atau hasil tanaman.
Misalnya, berasal dari biji-bijian atau serealia, kacang-kacangan. Berbagai sumber
protein nabati tersebut perlu dianalisis untuk diketahui karakteristiknya sehingga
dapat dijadikan produk yang sesuai. Produk yang berasal dari protein nabati
antaralain kecap, tahu, tempe, susu kedelai dan lain sebagainya. Sifat dan
karakteristik produk tersebut sangat dipengaruhi oleh proses pengolahannya.

Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi
lain, yaitu membangun serat memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Fungsi lain dari
protein adalah untuk mengatur keseimbangan air, pembentukan ikatan-ikatan
essensial tubuh, memelihara netralitas tubuh, sebagai pembentuk antibody,
mengatur zat gizi dan sebagai sumber energy (Almatsier 2001). Protein dikatakan
sebagai sumber energy yang ekivalen dengan karbohidrat karena menghasilkan 4
kkal/g protein (Barasi 2007). Protein juga merupakan salahsatu kebutuhan pokok
utama bagi tubuh, sehingga perlu adanya pencukupan protein dalam tubuh untuk
meningkatkan energy di setiap aktivitas manusia.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan melakukan analisis terhadap karakteristik produk
berbasis protein nabati dengan pengujian tekstur, isolasi protein, metode Bradford
Dye-Binding.

METODOLOGI

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan untuk praktikum ini yaitu, penetrometer,
spektrofotometer UV-VIS, tabung Erlenmeyer dan biuret, sedangkan bahan yang
digunakan untuk praktikum ini yaitu tahu, tempe, berbagai jenis kacang-kacangan,
Bovine Serum Albumin (BSA), Comasse Briliant Blue G-250, asam fosfat 85%,
NaOh 2 N, HCl 6 N, dan etanol 95 %.
Metode
1. Uji Tekstur 2. Isolasi Protein

Mulai Mulai

Tahu, tempe, Tahu, tempe,


berbagai jenis berbagai jenis
kacang-kacangan

Diuji kekerasan contoh. Direndam selama 10 jam, lalu cuci.

Dihancurkan dengan blender (1:5


Diuji tekstur dengan alat dengan air)
penetrometer

Atur pH hingga pH 8 dengan


Ditusuk sebanyak 10 kali pada 10 NaOH 2 N sambil diaduk pada
tempat, hitung waktu dengan suhu 50 o C.
stopwatch

Nilai dirata-ratakan dalam mm/10 Endapkan selama 30 menit (atur pH


detik hingga 8)

Data hasil Endapkan selama 30 menit pada


pengamatan. suhu ruang.

Cuci endapan dengan aquades dan


Selesai tambah NaOH 2 N sampai pH 8.
Keringkan endapan.

Nilai kadar protein


hasil metode
Bradford.

Selesai
3. Metode Bradford Dye-Binding 4. Pembuatan Kurva Standar

Mulai Mulai

Tahu, tempe, Larutan BSA atau


berbagai jenis kasein dalam air
kacang-kacangan dengan
konsentrasui 5 mg
Comassie Brilliant Blue G-250
dilarutkan pada 95% etanol dan
diasamkan dengan 85% fosfat Masukan larutan protein standar ke
tabung reaksi.

Sampel ditambah larutan BSA


sandar dan reagen Bradford Ditambah air sampai volume total
penetrometer masing-masing 4 ml

M
Baca absorbansi pada 595 nm.
Ditambah 6 ml pereaksi biuret ke
masing-masing tabung reaksi
Konsentrasu protein dalam sampel
diperkirakan dengan kurva standar.
BSA. Disimpan pada suhu 37o C selama
10 menit atau pada suhu kamar
selama 30 menit
Data hasil
pengamatan.
Ukur Absorbansi pada panjang
gelombang 595 nm.

Selesai
Data hasil
pengamatan.

Selesai
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan
[Terlampir]

Pembahasan
Analisis karakterisasi produk berbasis protein nabati dilakukan pada
beberapa sampel produk dan sumber protein nabati itu sendiri yaitu kacang merah,
kacang hijau, kacang kedelai, tahu, tempe, tofu. Setiap jenis sampel tersebut
memiliki karakteristik masing-masing. Kacang merah mengandung antioksidan
yang cukup tinggi dibandingkan dengan kacang kedelai. Nilai gizi dari kacang
merah cukup baik dan merupakan sumber protein yang cukup potensial, dimana
kandungan proteinnya sekitar 23,1 % (Nurhartadi et al. 2014). Sampel kacang
kedelai mengandung protein 35% bahkan varietas unggul kadar proteinya
dapat mencapai 40-43%. Kandungan protein kedelai lebih tinggi dari jenis
kacang-kacangan lainnya (Sinaga et al. 2013). Salah satu bentuk produk olahan
kedelai adalah tahu, yang merupakan salah satu produk kedelai yang bersifat non-
fermentasi. Tahu merupakan produk olahan kedelai. Tahu diperoleh dari proses
koagulasi susu kedelai menggunakan koagulan. Umumnya koagulan yang
digunakan dalam proses pembuatan tahu adalah garam (CaCl2, CaSO4, MgCl2)
dan asam (Asam asetat, Glukano δ-lactone (GDL)) (Aryanti et al. 2016). Tahu
merupakan makanan sehat karena memiliki mutu tinggi dan setara dengan protein
hewani yan dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Tahu memiliki daya cerna tinggi karena
serat kasar dan sebagian serat kasar yang berkisar antara 85%-98% nilai paling
tinggi diantara produk lainnya. Tahu memiliki tekstur yang beragam sesuai dengan
koagulannya. Secara umum, semakin lunak tahu maka semakin rendah kandungan
protein, kalsium, besi dan lemak (Kastyanto 1999). Produk lain yang dianalisis
yaitu tempe. Tempe merupakan pangan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari
fermentasi kedelai oleh kapang Rhizopus sp. Kapang yang tumbuh akan
membentuk hifa, yaitu benang putih yang menyelimuti permukaan biji kedelai dan
membentuk jalinan misellium yang mengikat biji kedelai satu sama lain,
membentuk struktur yang kompak dan tekstur yang padat. Perbedaan tekstur pada
tempe dipengaruhi oleh pengembangan biji yang berbeda-beda pada setiap kedelai
akibat penetrasi air ke dalam matriks biji dan pertumbuhan kapang yang tidak sama.
Selain itu, tekstur tempe yang lunak diperoleh dari perombakan matriks interseluler
dalam jaringan biji kedelai oleh kapang R.oligosporus (Ferreira et al. 2011).

Berikutnya yaitu tofu, atau Silken tofu yang merupakan salah satu jenis tahu
yang ada di Indonesia. Silken tofu memiliki karakteristik yang lembut dan kompak,
namun masih cukup kuat untuk mempertahankan bentuknya ketika diiris (Ang et
al. 1999). Silken tofu yang banyak di pasaran dibuat dengan menggunakan kacang
kedelai (Glycine max). Berikutnya adalah kacang hijau, kacang hijau merupakan
salah satu komoditi serealia yang memiliki komponen terbesarnya adalah
karbohidrat dan protein. Protein pada kacang hijau banyak mengandung asam
amino leusin, arginin, isoleusin, valin, dan lisin. Kacang hijau adalah sumber
energi, protein, vitamin, mineral dan serat makanan yang baik (Wijaningsih 2008).
Lemak kacang hijau (1,2 g/100g) jauh lebih rendah dari kacang kedelai (15,6
g/100g), karena itu kacang hijau sangat baik bagi orang yang ingin menghindari
konsumsi lemak tinggi. Rendahnya lemak dalam kacang hijau menyebabkan bahan
makanan atau minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik. Lemak
kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak jenuh dan 27% asam lemak jenuh
(Diniyati 2012).

Isolasi protein merupakan suatu cara yang digunakan untuk memisahkan


protein dari makromolekul lain yang tidak diinginkan. Teknik isolasi protein harus
mempertimbangkan sifat-sifat fisik dan kimiawi dari protein tersebut agar tidak
terjadi perubahan konformasi dan aktifitasnya. Isolat protein dibuat dengan cara
mengendapkan protein pada titik isoelektriknya. Dengan cara ini, protein dapat
diisolasi dan dipisahkan dari bagian bahan lainnya yang tidak diinginkan (Triyono
2010). Isolasi protein pada prinsipnya didasarkan atas dua proses utama yaitu
ekstraksi dan koagulasi (penggumpalan). Untuk keperluan ini pada umumnya
digunakan basa dan asam yang berturut-turut digunakan untuk proses ekstraksi dan
penggumpalan/pengendapan. Seperti yang dijelaskan Winarna (1993) dalam Utami
(2016), bahwa pembuatan isolate protein dilakukan dengan cara proses leacing
dengan memakai NaOH ( pH = 7-9 ) pada proses pelarutan . Dilakukan pemanasan
pada suhu yang tidak tinggi , supaya tidak terjadi denaturasi. Kemudian residu dan
filtrat dipisahkan dengan penyaringan . Kemudian filtrat ditambah HCl sampai pH
isoelektrik ( pH = 4,5 ) untuk mengendapkan protein. Filtrat dan endapan
dipisahkan , selanjutnya endapat dikeringkan membentuk isolate protein.

Metode Bradford adalah suatu uji untuk mengukur konsentrasi protein total
secara kolorimetri dalam larutan. Uji ini menggunakan pewarna Coomassie Brillant
Blue (CBB). CBB berikatan dengan protein dalam larutan yang bersifat asam
sehingga memberikan warna biru, karena pewarna tersebut diprotonasi oleh gugus
amino dari lisin dan triptophan selanjutnya mengikat pada daerah hidrofobik
protein sehingga mengubah warnanya menjadi biru. Dengan adanya perubahan
warna tersebut, larutan dapat diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer
visibel pada panjang gelombang 465-595 nm. Metode Bradford menggunakan
Bovine Serum Albumine (BSA) sebagai larutan standar (Rahmawati 2013).

Ada beberapa factor yang mempengaruhi isolasi protein, yaitu suhu, pH,
radiasi, pelarut organik, ion logam, enzim-enzim, perlakuan mekanis dan
penambahan garam. Pemanasan dengan suhu yang kurang stabil atau suhu terlalu
tinggi dapat menyebabkan koagulasi dan deanturasi protein. Hal ini menimbulkan
terbentuknya penggumpalan protein dan endapan. Denaturasi dapat mengubah sifat
protein menjadi sukar larut dalam air. Pemanasan lebih lanjut dan penambahan
asam ini akan menyebabkan denaturasi rusaknya struktur protein sehingga protein
akan mengendap. Selain karena pemanasan atau suhu, penggumpalan juga dapat
dipengaruhi oleh penambahan asam dan penambahan enzim (Winarno 1992).
Protein yang menggumpal atau mengendap merupakan salah satu ciri fisik dari
terdenaturasinya suatu protein. Terjadinya denaturasi pada protein ini dapat
disebabkan oleh banyak faktor, seperti pengaruh pemanasan, asam atau basa,
garam, dan pengadukan. Masingmasing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-
beda terhadap denaturasi protein.

Isolasi protein dapat dilakukan dengan cara pembuatan protein konsentrat,


yaitu dengan menambahan pelarut alcohol dan memakai pelarut asam encer atau
HCl. Selain itu juga dapat dilakukan dengan pembuatan isolate protein, dengan
memakai pelarut NaOH dan HCl. HCl ditambahkan untuk mengatur pH hingga pH
isoleketrik (pH-4,5) berguna dalam pengendapan protein. HCl berguna untuk
menurunkan pH, sedangkan NaOH berguna untuk menaikan pH hingga protein
bersifat Basa. Kedua larutan ini berfungsi untuk mengendalikan pH isolate protein
selama ekstraksi yang merupakan tahap awal dari isolasi protein. Kondisi isolate
protein dipertahankan pada titik isoelektriknya. Pada titik isolelektriknya muatan
total masing-masing asam amino dalam protein sama dengan nol, yang artinya
terjadi keseimbangan antara gugus yang bermuatan positif dan negatif (Utami
2007). Fenomena yang terjadi pada penggumpalan protein disebabkan oleh
interaksi elektrostatik yang maksimum antara asam amino karena muatan yang
tidak sejenis akan cenderung Tarik-menarik.

Analisis karakterisasi produk berbasis protein nabati dilakukan pada


beberapa sampel produk dan sumber protein nabati itu sendiri yaitu kacang merah,
kacang hijau, kacang kedelai, tahu, tempe, tofu. Analisis tekstur dilakukan pada tiga
produk yang berbasis protein nabati yaitu tahu, tempe dan tofu. Hasil analisis
menunjukkan bahwa tahu memiliki tekstur yang kenyal,licin dan lembek,
sedangkan tempe memiliki tekstur empuk dan padat, dan tofu memiliki tekstur yang
licin dan lembek. Tofu memiliki tekstur yang lebih lembut daripada tahu. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Wuryanti et al. (2006), bahwa tekstur tofu lebih lunak
dan lebih licin dibandingkan dengan tahu. Uji tekstur merupakan parameter penting
untuk berbagai jenis produk yang akan menentukan mutu produk makanan
(Yuwono dan Midayanto 2014). Tekstur tempe dapat dipengaruhi oleh kadar air,
sehingga pembentukan tekstur tempe lebih lunak dan kenyal (Wijaya et al. 2015).
Menurut Ferriera et al. (2011) juga mengatakan bahwa tempe memiliki struktur
yang kompak dan tekstur yang padat. Uji tektur pada ketiga jenis produk (tempe,
tahu dan tofu) juga dilakukan menggunakan penetrometer, dengan hasilnya secara
berturut-turut yaitu 217 (tahu) ,21.75 (tempe), dan 227.333 (tofu) dalam kg/cm2.
Penetrometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kekerasan
atau tekstur suatu bahan dengan prinsip mengukur kedalaman jarum penusuk. Oleh
karena itu, penetrometer dilengkapi jarum penusuk dan penyangga beban maka
kedalaman tusukan semakin keras, demikian sebaliknya semakin dalam jarum
masuk kedalam semakin lunak bahannya (Bird 2001). Berdasarkan hasil
pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa tofu memiliki tekstur yang lebih
lunak dibandingkan dengan tempe dan tahu.

Uji yang dilakukan berikutnya yaitu uji kadar protein yang terkandung
dalam kacang merah, kacang kedelai, dan kacang hijau. Hasil yang didapatkan
berturut-turut yaitu 2.99 mg (kacang merah), 9.60 mg (kacang kedelai), dan 3.17
mg (kacang hijau). Kadar protein dalam suatu bahan dapat menjadi parameter
dalam menentukan tingkat kemurnian protein. Berdasarkan penelitian Astawan
(2009), bahwa kadar protein per 100 gram kacang merah yaitu 22,3. Kadar protein
tempe berdasarkan Standar Nasional Indonesi (SNI) 3144-2015, yaitu (Nx5,71)
minimum 15 %. Sedangkan kadungan kadar protein pada kacang hijau berdasarkan
penelitian Retnaningsih et al. (2008), yaitu sebesar 22, 2 % per 100 gram bahan.
Penggunaan pH ekstraksi yang tepat akan menghasilkan kadar protein dan
sifat fungsional yang optimum. Semakin jauh perbedaan pH ekstraksi dari
titik isoelektrik maka kelarutan protein akan semakin meningkat (Triyono,
2010).
Analisis berikutnya dilakukan dengan menghitung rendemen protein pada
kacang hijau, kacang merah dan kacang kedelai. Hasilnya menunjukkan bahwa
rendemen protein pada ketiga sampel berturut-turut adalah 14.4 %, 21%, dan
11.8%. Rendemen protein merupakan perbandingan antara massa konsentrat yang
dihasilkan dengan bahan mentah yang digunakan. Menurut Pramono et al. (2018),
bahwa semakin besar persentase rendemen konsentrat protein yang dihasilkan
menunjukkan bahwa konsentrat yang dapat dihasilkan dari jumlah bahan baku
yang sama akan semakin banyak. Kurva standar dan kurva kadar protein nabati
dalam praktikum ditentukan dengan hubungan antara absorbansi dan jumlah protein
(mg). Hasil yang didapatkan bahwa pada kurva standar menunjukkan nilai R 2 =
0.3366, sedangkan pada kurva kadar protein nabati menunjukkan nilai R2 = 1.
Kandungan protein dalam suatu sampel dapat dianalisis menggunakan alat
Spectronic 20D+ dan Spektrofotometer UV-Vis T60U. Kedua alat ini memiliki
perbedaan harga R sebesar 0.0044 dengan menggunakan larutan BSA. Harga R
pada Spectronic 20D+ yaitu 0.9927 sedangkan pada Spektrofotometer UV-Vis
T60U harga R bernilai sebesar 0.9971 (Harjanto 2017).

PENUTUP

Simpulan
Analisis karakteristik produk dari protein nabati penting untuk dilakukan
guna mendapatkan informasi tentang produk tersebut dan didapatkan cara uji serta
penanganan terbaik terhadap produk. Tahu memiliki tekstur yang beragam sesuai
dengan koagulannya. Secara umum, semakin lunak tahu maka semakin rendah
kandungan protein, kalsium, besi dan lemak. Tofu memiliki tekstur yang lebih
lembut daripada tahu. Tekstur tempe dapat dipengaruhi oleh kadar air, sehingga
pembentukan tekstur tempe lebih lunak dan kenyal. Tekstur tempe yang lunak
diperoleh dari perombakan matriks interseluler dalam jaringan biji kedelai oleh
kapang R.oligosporus. Isolasi protein pada prinsipnya didasarkan atas dua proses
utama yaitu ekstraksi dan koagulasi (penggumpalan). Untuk keperluan ini pada
umumnya digunakan basa dan asam yang berturut-turut digunakan untuk proses
ekstraksi dan penggumpalan/pengendapan. Pada titik isolelektrik ekstraksi bahan,
muatan total masing-masing asam amino dalam protein sama dengan nol, yang
artinya terjadi keseimbangan antara gugus yang bermuatan positif dan negative.
Semakin jauh perbedaan pH ekstraksi dari titik isoelektrik maka
kelarutan protein akan semakin meningkat. Metode Bradford menggunakan
Bovine Serum Albumine (BSA) sebagai larutan standar. Semakin besar persentase
rendemen konsentrat protein yang dihasilkan menunjukkan bahwa konsentrat yang
dapat dihasilkan dari jumlah bahan baku yang sama akan semakin banyak.

Saran
Pembuatan kurva standar sebaiknya dijelaskan secara lebih jelas dan
diberikan waktu khusus. Sehingga semua praktikan dapat paham dalam cara
pembuatannya dan menganalisis data dengan lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2015. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI
3144:2015. Tempe Kedelai. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Indonesia.

Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Ang R, et al. 1999. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta (ID) : Mediasoft
Indonesia.

Aryanti N, Kurniawati D, Maharani A, Wardhani DH. 2016. Karakteristik dan


analisis sensorik produk tahu dengan koagulan alami. Jurnal Ilmiah
Teknosains. 2(2):73-81.

Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.

Barasi, M. 2007. Nutrition at a Glance. Penerjemah: Hermin. 2009. At a Glance:


Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Erlangga.

Bird T. 2001. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta (ID): Gramedia.

Diniyati, B. 2012. Kadar Betakaroten, Protein, Tingkat Kekerasan dan Mutu


Organoleptik Mie Instan dengan Substitusi Tepung Ubi Jalar Merah
(Ipomoea batatas) dan Kacang Hijau (Vigna radiata) [skripsi]. Semarang
(ID): Universitas Diponegoro.
Ferreira M. 2011. Changes in the Isoflavone Profile and in the Chemical
Composition of Tempeh During Processing and Refrigeration. Pesquisa
Agropecuaria Brasiliera. 46(2): 1555-1561.

Harjano D. 2017. Perbedaan kadar albumin darah berdasar lama waktu inkubasi
[tesis]. Semarang (ID): Universitas Muhammadiyah Semarang.

Kastyanto FW. 1999. Membuat Tahu. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Nurhartadi E, Anam C, Ishartani D, Parnanto NH, Laily RA. 2014. Meat analog
dari protein curd kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dengan tepung biji
kacang kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) sebagai bahan pengisi:
sifat fisikokimi. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 7(1): 12-19.
Probosari E. 2019. Pengaruh protein diet terhadap indeks glikemik. Jurnal Nutrisi
dan Kesehatan. 7 (1): 33-39.
Rahmawati N. 2013. Kandungan protein terlarut daging ikan patin (Pangasius
djambal) akibat variasi pakan tambahan [skripsi]. Jember (ID): Universitas
Jember.
Retnanigsih CH, Sidabudar RDW, Naiggolan JR, Ridwansyah. 2008. Potensi fraksi
aktif antioksidan, anti kolesterol kacang koro (Mucuma pruriens) dalam
pencegahan aterosklerosis dan kajian penambahan tepung talas dan tepung
kacang hijau terhadap mutu cookies. Jurnal Rekayasa Pangan dan
Pertanian. 1(4): 67-75.
Sinaga LL, Rejekina MSS, Sinaga MS. 2013. Karakteristik edible film dari ekstrak
kacang kedelai dengan penambahan tepung tapioca dan giserol sebagai
bahan pengemas makanan. Jurnal Teknik Kimia. 2(4):12-16.
Triyono A. 2010. Mempelajari pengaruh penambahan beberapa asam pada pross
isolasi protein terhadap tepung protein isolate kacang hijau (Phaseolus
radiates L..). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Utami LI. 2007. Isolasi protein dari ampas kecap dengan cara ekstraksi soda. Jurnal
Teknik Kimia. 1(1): 1-7.
Wijaningsih, W. 2008. Aktivitas antibakteri In Vitro dan sifat kimia kefir susu
kacang hijau (Vignaradiata) oleh pengaruh jumlah starter dan lama
fermentasi [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Winarno FG .1992. Gizi Teknologi dan Konsumen. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno FG .1993. Gizi Teknologi dan Konsumen. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka
Utama.
Wuryanti, Aminin ALN, Mulyani NS, Sarjono PR. 2006. Profil kandungan protein
dan tekstur tahu akibat penambahan fitat pada proses pembuatan tahu.
Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. 9(1) : 6-9.
Yuwono SS, Midayanto DN. 2014. Penentuan atribut mutu tekstur tahu untuk
direkomendasikan sebagai syarat tambahan dalam Standar Nasional
Indonesia. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4) : 259-267.
LAMPIRAN
Tabel 1 Hasil pengamatan produk berbasis protein nabati

Kadar Rendemen
No Textur
Bahan Protein protein (%)
Organoleptik Penetrometer (mg)
Kacang 14,4
1 - - 2,99
Merah
Kacang 21
2 - - 9,60
Kedelai
Kacang 11,8
3 - - 3,17
Hijau
Kenyal, licin,
4 Tahu 217 -
lembek
5 Tempe Empuk, padat 21,75 -
6 Tofu Licin, lembek 227,333 -

Kurva Standar
y = 0,1072x + 0,1358
0,3 R² = 0,3366
Absorbansi

0,2

0,1

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4
Mg Protein

Kurva Kadar Protein Nabati


1,2
1
0,8
Absorbansi

0,6
0,4
y = 0,1072x + 0,1358
0,2 R² = 1
0
-2 -0,2 0 2 4 6 8 10
-0,4
Mg Protein

Anda mungkin juga menyukai