Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

EVALUASI GIZI PANGAN


EVALUASI NILAI GIZI PROTEIN

NAMA Muhammad Farid Alfarisi


NIM 185100107111028
KELOMPOK A2
KELAS A
ASISTEN Anjar

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
EVALUASI NILAI GIZI PROTEIN
3
PRE-LAB
1. Jelaskan prinsip evaluasi daya cerna protein secara in vitro?
Prinsip evaluasi daya cerna protein secara in vitro adalah dengan menggunakan
campuran enzim (tripsin, kimotripsin, dan pankreatin) yang kemudian akan
dibandingkan dengan daya cerna kasein, sehingga diketahui daya cerna protein
relatif masing-masing sampel. Asam amino yang dihasilkan akibat reaksi enzimatis
kemudian direaksikan dengan pereaksi Folin, sehingga intensitas warna yang
dihasilkan diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
578nm (Candradewi, 2012).

2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna protein!


Daya cerna protein dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Damodaran (2014).
Konformasi protein akan mengurangi kecernaan protein jika terjadi ikatan silang
antar protein. Ikatan silang ini terjadi dengan terbentuknya lisinoalanin pada susu
UHT, tepung putih telur, dan keripik jagung dengan kadar yang berbeda-beda.
Kecernaan protein juga dipengaruhi oleh anti nutrisi pada bahan pangan seperti
tripsin inhibitor. Anti nutrisi tersebut menghambat enzim pencernaan protein
untuk memecah protein. Protein dapat berikatan kuat dengan makromolekul
lainnya seperti ikatan dengan polisakarida dan serat pangan sehingga menurunkan
kecernaan protein. Proses pengolahan juga mempengaruhi kecernaan protein.
Reaksi Maillard dapat menyebabkan penurunan kecernaan akibat terikatnya
protein dengan gula pereduksi.
3. Bagaimana pengaruh fermentasi terhadap daya cerna protein?
Menurut penelitian dari (Zaini 2016), Semakin lama fermentasi maka semakin
banyak pula kadar protein pada susu kacang kedelai. Hal ini disebabkan karena
semakin lama fermentasi maka, mikroba mempunyai kesempatan yang lebih
lama untuk menuraikan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu
asam amino dengan bantuan enzim protease

4. Setelah proses hidrolisis enzimatis selesai pada penentuan daya cerna protein
secara in vitro, apa langkah selanjutnya? Jelaskan prinsipnya secara singkat!
Metode biuret merupakan salah satu metode analisis kualitatif protein yang
digunakan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya ikatan peptida dalam suatu
sampel. Metode biuret merupakan uji yang paling umum digunakan untuk mendeteksi
ada tidaknya ikatan peptida yang membentuk suatu protein. Adanya ikatan peptida
mengidentifikasikan bahwa sampel tersebut mengandung protein.Prinsip dari uji
biuret ini yaitu ion Cu2+ akan bereaksi dengan ikatan peptida dalam suasana basa.
Ion Cu2+ yang bereaksi dengan ikatan peptida akan membentuk senyawa kompleks
warna ungu yang merupakan indikator hasil uji positif pada uji biuret. Reaksi biuret
hanya akan menunjukkan hasil pisitif pada sampel yang terdiri dari dua ikatan
peptide atau lebih. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptide atau lebih,
tetapi negative untuk asam amino bebas atau ikatan peptida. Intensitas warna ungu
menunjukkan jumlah ikatan peptide yang ada pada protein. Protein melarutkan
hidroksida tembaga untuk membentuk kompleks warna.Reaksi pembentukan warna
ini dapat terjadi pada senyawa yang mengandung dua gugus karbonil yangberikatan
dengan nitrogen atau atom karbon (Arisman, 2013).
TINJAUAN PUSTAKA
- Macam – macam metode penentuan daya cerna protein

Analisis protein dengan ninhidrin


yaitu mengidentifikasi adanya protein dalam suatu bahan dimana
asam amino bebas (asam amino dimana gugus aminonya tidak terikat) akan
bereaksi dengan ninhidrin dan membentuk senyawa kompleks berwarna
ungu. Prinsip analisis protein dengan metode nihidrin yaitu asam amino akan
bereaksi dengan nihidrin membentuk aldehid dengan suatu atom C lebih
rendah serta melepaskan molekul lNH3 dan CO2. Sedangkan nihidrin yang
telah bereaksi akan membentuk hidridantin. Hasil positif metode nihidrin
akan ditandai dengan terbentuknya kompleks warna biru/keunguan. Hal ini
disebabkan oleh molekul nihidrin dan hidridantin bereaksi dengan
NH3 setelah gugus asam amino teroksidasi. Reaksi dinyatakan positif jika
terjadi perubahan warna larutan sampel menjadi ungu, dan reaksi
dinyatakan negatif jika tidak terjadi perubahan warna. Reaksi ninhidrin
harus didahului olehreaksi hidrolisis protein, ninhidrin ditambahkan pada
dalam larutan dan kemudian larutantersebut dipanaskan. Terjadi 2 tahap
yaitu reaksi pembentukan warna dan reaksipembentukan ninhidrin
tereduksi. Warna yang terbentuk adalah warna ungu sampai biruyang
dikenal dengan kompleks ruhemann (Wallace, 2012)

Uji Biuret
Uji biuret digunakan untuk menunjukkan adanya ikatan peptida
dalam suatu zat yang diuji. Adanya ikatan peptida mengindikasikan adanya
protein, karena asam amino berikatan dengan asam amino yang lain melalui
ikatan peptida membentuk protein. Uji biuret dilakukan pada komponen
yang memiliki 2 atau lebih ikatan peptida. CuSO4 akan bereaksi dengan
NaOH untuk membentuk Cu(OH)2 yang bereaksi dengan ikatan peptida
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu dalam kondisi basa. Reaksi
akan menunjukan hasil positif apabila terdapat ikatan peptida 2 atau lebih.
Reaksi pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang
mengandung 2gugus karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom
karbon (Ishanda, 2014).

- TCA
Asam trikloroasetat berfungsi sebagai agen untuk presipitasi atau
memisahkan endapan protein dengan asam amino bebas (Beynon dan Bond
2010).
- BSA
Albumin serum sapi adalah protein albumin serum yang berasal dari
sapi. BSA sering digunakan sebagai standar konsentrasi protein dalam
percobaan laboratorium. BSA digunakan untuk menstabilkan beberapa
enzim selama pencernaan DNA dan untuk mencegah adhesi enzim ke
tabung reaksi, ujung pipet, dan pembuluh lainnya. BSA juga biasa
digunakan untuk menentukan jumlah protein lain, dengan membandingkan
jumlah protein yang tidak diketahui dengan jumlah BSA yang diketahui
(Majorek et. al., 2012)

- Enzim Pankreatin
Enzim pankreatin dari pancreas mampu menghidrolisa protein, pati
dan lemak. Enzim pankreatin merupakan campuran enzim lipase, protease,
dan amilase. Oleh karena itu, selain mampu menghidrolisis lemak, enzim ini
juga mampu menghidrolisis protein dan pati (Johnson dan Hillier 2011).
Enzim pankreatin memiliki aktivitas optimum pada rentang pH antara 6.0
hingga 7.0 (Uhlig, 2010).

- Buffer Phospat
Buffer fosfat adalah buffer netral dengan kisaran pH 7. Buffer
fosfat dapat dibuat dengan menggunakan monosodium fosfat (NaH2PO4)
dan basa konjugatnya yaitu disodium fosfat (Na2HPO4). Meskipun buffer
fosfat juga merupakan larutan penyangga, namun kerja buffer ini tidak
lebih baik dari cairan rumen dalam mempertahankan pH. Hal ini
dikarenakan adanya proses saliviasi di dalam rumen. Saliva yang dihasilkan
kelenjar ludah berperan sebagi buffer alami bagi rumen sehingga
kemampuan mempertahankan pH rumen lebih bagus (Daintith, 2010).

- Reagen Biuret
Reagen Biuret , yang dibuat dengan cara menimbang serbuk garam
CuSO4.5H2O dan KNaC4H4O6.4H2O masing-masing sejumlah 150 mg
dengan menggunakan neraca analitik. Kemudian dilarutkan dengan air
demineral sebanyak 50 ml di dalam gelas kimia dan ditambahkan dengan 30
ml NaOH 10% serta diencerkan di dalam labu ukur 100 ml dengan
penambahan air demineral hingga tanda batas. Reaksi biuret bergantung
pada pembentukan suatu kompleks antara ion Cu2+ dan 4 atom N-peptida
pada protein dalam suasana basa (Purnama Robby Candra, Agustina
Retnaningsih 2019)
DIAGRAM ALIR
1. Persiapan sampel

a. Kedelai Mentah c. Kedelai Rendam

Sampel Kedelai

Ditimbang 3 gr Ditimbang 3 gr

Dihaluskan Direndam selama 12 jam dalam 100 ml air

Air rendaman
Hasil
Ditiriskan

Dihaluskan

Hasil

b. Kedelai Rebus d.Kedelai Sangrai

Sampel Kedelai

Ditimbang 3 gr Ditimbang 3
gr

Direbus selama 20 menit dalam 100 ml air Disangrai selama 5 menit, suhu
100˚C
Air rebusan Dihaluska
Ditiriskan n
Hasil
Dihaluskan

Hasil
e. Kecambah Kedelai f. Tempe Kedelai
Kedelai
Tempe Kedelai
Ditimbang 3 gr
Ditimbang 3 gr
Direndam selama 12 jam dalam 50 ml air

Air rendaman Dihaluskan


Ditiriskan

Hasil
Dikecambahkan 2 hari

Dihaluskann
n
Kedelai
Rendam
2. Penentuan Daya Cerna Protein Menggunakan Enzim

20 mg sampel

2 ml enzim pankreatin 9 ml buffer phosphat 0,1 M ph 8

Dimasukkan Erlenmeyer 100 ml

Diinkubasi 1 jam dalam shakerwaterbath suhu 37°C

Disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 20 menit

Diambil 5 ml filtrate lalu masukkan dalam tube


5 ml TCA 20%
Divortex

Diinkubasi 15 menit pada suhu kamar

Disentrifugasi 3000 rpm selama 20 menit

Endapan

Filtrat Sampel

3. Penetapan Daya Cerna Protein Metode Biuret


1 ml filtrat

Dimasukkan dalam tabung reaksi


4 ml aquades

5 ml pereaksi biuret
Divortex

Diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 10 menit

Diukur absorbansi pada panjang gelombang 520 nm

Hasil
4. Pembuatan Kurva Standar

BSA

Dibuat larutan dengan konsentrasi 5 mg/ml


sebanyak 10 ml

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1 ml

Ditambahkan aquades hingga volume total 5 ml

Ditambahkan 5 ml pereaksi biuret

Divortex

Didiamkan pada suhu 37oC selama 10 menit

Diukur absorbansi dengan panjang gelombang 520nm

Hasil
Analisa prosedur

1. Apa fungsi perlakuan yang berbeda pada tiap-tiap sampel?

Fungsi perlakuan berbeda pada tiap sampel adalah untuk mendapat sampel

berbeda.Tujuannya untuk pereaksi serta sampel bekerja maksimal. Sehingga

didapatkan hasil yang banyak dan beragam.

2. Apa fungsi penambahan enzim pankreatin pada persiapan sampel?

Enzim pankreatin adalah enzim dari gabungan beberapa enzim. Enzim pankreatin

yaitu campuran dari amilase, lipase dan protease. Pada praktikum ini dilakukan

penambahan enzim pankreatin pada persiapan sampel bertujuan untuk

pemecahan makrommolekul menjadi lebih kecil yaitu mikromolekul.

3. Apa fungsi penambahan buffer fosfat pada persiapan sampel?

Pada persiapan sampel dilakukan penambahan buffer fosfat. Penambahan

berfungsi untuk mendapatkan kondisi optimum untuk pankreatin. Selain itu

untuk menjada pH supaya stabil.

4. Apa fungsi inkubasi 1 jam dalam shaker waterbath pada suhu 37°C dan inkubasi
15 menit pada suhu kamar?

Fungsi inkubasi pada suhu 37°C dan inkubasi 15 menit pada suhu kamar supaya

timbulnya warna ungu. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dengan

spektrofotometer.

5. Apa fungsi penambahan TCA 20% pada persiapan sampel?

Pada persiapan sampel dilakukan penambahan TCA 20%. Penambahan berfungsi


untuk menghentikan hidrolis dengan mendenaturasi enzim. TCA asam. Jd enzim

inaktif dan kehilangan sifat katalitik

6. Mengapa digunakan BSA (Bovine Serum Albumin) sebagai larutan standar dalam
metode biuret?

BSA adalah larutan standar karena dapat diterima secara universal. BSA

mempunyai kepanjangan Bovine Serum Albumin. BSA termasuk larutan standar

untuk pembuatan kurva standar protein dan acuan penentuan kadar protein.
DATA HASIL PRAKTIKUM

1. Tuliskan data pengukuran kadar BSA standar!

Kadar standar BSA


Absorbansi
(mg/ml)
0 0
0,1 0,012
0,2 0,019
0,4 0,048
0,6 0.069
0,8 0,078
1 0,086

2. Buatlah kurva standar BSA dan persamaan regresi liner standar BSA (perhitungan

untuk penentuan kadar protein sampel)!

Kurva Standar BSA y = 0.0906x + 0.0045


R² = 0.9615
0.1
0.09
0.086
0.08 0.078
0.07 0.069
Absprbansi

0.06
0.05 0.048
0.04
0.03
0.02 0.019
0.01 0.012
0 0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi (ppm)

Persamaan regresi; y= 0,0906x + 0,0045


3. Tuliskan data hasil pengukuran berat protein sampel (filtrat) hasil hidrolisis enzim!

Nilai Berat Kadar Protein (mg/ml)


Sampel
Absorbansi
Kedelai Mentah 0,082 1,002 0,009

Kedelai Rendam 0,821 1,0503 0,086

Kedelai Rebus 1,014 1,0092 0,110

Kedelai Sangrai 0,109 1.0203 0,011

Kecambah 0,153 1,0321 0,016


Kedelai
Tempe Kedelai 0,276 1,0066 0,030
Susu Cair 1,733 1,02 0,187
Yogurt 0,357 1,00 0,039
4. Hitung daya cerna protein sampel !

Jenis Sampel Kadar Protein Kadar Protein Daya Cerna


hasil hidrolisis Sampel (kjiedahl) Protein (%)
enzimatis (mg/gram)
(mg/gram)
Kedelai Mentah 0,00009 0,264 0,034
Kedelai Rendam 0,00082 0,129 0,636
Kedelai Rebus 0,00109 0,250 0,436
Kedelai Sangrai 0,00011 0,298 0,037
Kecambah 0,00015 0,108 0,139
Kedelai
Tempe Kedelai 0,00029 0,197 0,147
Susu Cair 0,00183 0,022 8,318
Yogurt 0,00039 0,013 3,000

Perhitungan:
Kadar protein filtrat (mg/gram)
% Daya cerna protein = x 100%
Kadar protein sampel (mg/gram)

a) Kedelai Mentah
0,00009
% Daya cerna protein = x 100%
0,264
= 0,034 %

b) Kedelai Rendam
0,00082
% Daya cerna protein = x 100%
0,129
= 0,636 %

c) Kedelai Rebus
0,00109
% Daya cerna protein = x 100%
0,250
= 0,436 %

d) Kedelai Sangrai
0,00011
% Daya cerna protein = x 100%
0,298
= 0,037 %

e) Kecambah Kedelai
0,00015
% Daya cerna protein = x 100%
0,108
= 0,139 %

f) Tempe Kedelai
0,00029
% Daya cerna protein = x 100%
0,197
= 0,147 %

g) Susu Cair
0,00183
% Daya cerna protein = x 100%
0,022
= 8,318 %

h) Yogurt
0,00039
% Daya cerna protein = x 100%
0,013
= 3,000 %

5. Tuliskan rumus daya cerna protein !


Kadar protein filtrat (mg/gram)
% Daya cerna protein = x 100%
Kadar protein sampel (mg/gram)
Analisa Hasil
Berdasarkan data hasil praktikum didapatkan Persamaan regresi; y= 0,0906x +
0,0045. Pada sampel kedelai mentah didapatkan kadar protein hidrolisis enzim 0,00009
mg/gram, kadar protein sampel 0,264 mg/gram dan daya cerna protein 0,034%.
Menurut (Food Data Central, 2020) kadar protein dari kedelai adalah 38%. Hal ini
berbeda dengan hasil praktikum dan perbedaan kemungkinan disebabkan oleh adanya
perbedaan jenis kedelai.
Pada sampel kedelai rendam didapatkan kadar protein hidrolisis enzim 0,00086
mg/gram, kadar protein sampel 0,129 mg/gram dan daya cerna protein 0,636%.
Perendaman diketahui dapat melarutkan senyawa didalamnya termasuk anti nutrisi dan
perendaman terlalu lama mengakibatkan nutrisi lainnya akan larut dalam air (Angleimier
dan Montogmery, 2010)
Pada sampel kedelai rebus didapatkan kadar protein hidrolisis enzimatis 0,110
mg/gram, kadar protein sampel 0,250 mg/gram dan daya cerna protein 0,436%.
Perebusan dapat menurunkan kadar protein dalam bahan pangan, ini karena pengolahan
dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga terjadi
koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya (Sundari et al,
2015).
Pada sampel kedelai sangrai didapatkan kadar protein hidrolisis enzimatis 0,00011
mg/gram, kadar protein sampel 0,298 mg/gram dan daya cerna protein 0,037%. Proses
penyangraian dapat menyebabkan reaksi rasemisasi asam amino, asam amino bentuk L
akan berubah menjadi bentuk D yang sulit untuk dicerna oleh tubuh. Rasemisasi residu
asam amino dapat mengakibatkan penurunan daya cerna protein karena kurang mampu
dicerna oleh tubuh. Kerugian akan semakin besar apabila yang terasemisasi adalah asam
amino esensial (Dewanti, 2013)
Pada sampel kecambah kedelai didapatkan kadar protein hidrolisis enzim 0,00016
mg/gram, kadar protein sampel 0,108 mg/gram dan daya cerna protein 0,139%.
Perkecambahan meningkatkan daya cerna karena berkecambah merupakan proses
katabolis yang menyediakan zat gizi penting untuk pertumbuhan tanaman melalui reaksi
hidrolisis dari zat gizi cadangan yang terdapat di dalam biji. Pada saat berkecambah
terjadi hidrolisis karbohidrat, protein dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana,
sehingga mudah dicerna. Selama proses itu pula terjadi peningkatan jumlah protein dan
vitamin, sedangkan kadar lemaknya mengalami penurunan (Winarno, 2012).
Pada sampel tempe kedelai didapatkan kadar protein hidrolisis enzimatis 0,00030
mg/gram, kadar protein sampel 0,197 mg/gram dan daya cerna protein 0,147%. Menurut
(Food Data Central, 2020), kadar dari tempe adalah 20% yang mana hal ini sangat
berbeda jauh dengan data hasil praktikum. Terjadinya perbedaan kemungkinan
disebabkan oleh adanya perbedaan jenis kedelai.
Pada sampel susu cair didapatkan kadar protein hidrolisis enzimatis 0,00187
mg/gram, kadar protein sampel 0,022 mg/gram dan daya cerna protein 8,318%. Menurut
(Food Data Central, 2020) kadar protein dari susu adalah 3,75%. Perbedaan
kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan perlakuan dan proses pengolahan susu.
Pada sampel yoghurt didapatkan kadar protein hidrolisis enzimatis 0,00039
mg/gram, kadar protein sampel 0,013 mg/gram dan daya cerna protein 3 %. Menurut
(Food Data Central, 2020) kadar protein dari susu adalah 7,49%. Perbedaan
kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan proses pengolahan yoghurt.
Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana
adalah penting dalam fermentasi. Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar
total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi perubahan terjadi atas kadar
protein terlarut dan kadar asam amino bebas (Kusnanto et al., 2013).
Pertanyaan
1. Apakah terjadi perubahan daya cerna protein akibat perendaman? Mengapa?
Perendaman diketahui dapat melarutkan senyawa didalamnya termasuk anti
nutrisi dan perendaman terlalu lama mengakibatkan nutrisi lainnya akan larut
dalam air. selama perendaman akan terjadi penurunan yang disebabkan karena
terlepasnya ikatan protein sehingga protein terlarut dalam air (albumin), larut
air garam (globulin), larut alkohol (prolamin), dan larut dalam larutan asam atau
basa (gluten). Selain itu perendaman juga mengakibatkan perubahan biologi yaitu
pecahnya berbagai komponen menjadi senyawa yang lebih sederhana (Angleimier
dan Montogmery, 2010). Hal tersebut sudah sesuai dengan data hasil praktikum
dibuktikan dengan daya cerna protein dari kedelai rendam lebih tinggi dari
kedelai mentah.

2. Mengapa terjadi perubahan daya cerna protein akibat perebusan?


Perebusan dapat menurunkan kadar protein dalam bahan pangan, ini karena
pengolahan dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi
protein sehingga terjadi koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya
kemampuan larutnya. Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-
reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi
tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan
kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-
linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara
sensori aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan, pH, adanya
oksidator, antioksidan, radikal, dan senyawa aktif lainnya khususnya senyawa
karbonil. Reaksi yang terjadi pada saat pemanasan protein tersebut dapat
merusak kondisi protein, sehingga kadar protein dapat menurun (Sundari et al.,
2015). Hal tersebut tidak sesuai dengan data hasil praktikum dibuktikan dengan
daya cerna kedelai mentah lebih rendah dari daya cerna kedelai rebus.

3. Apakah terjadi perubahan daya cerna protein akibat perkecambahan? Jelaskan!


Perkecambahan meningkatkan daya cerna karena berkecambah merupakan
proses katabolis yang menyediakan zat gizi penting untuk pertumbuhan tanaman
melalui reaksi hidrolisis dari zat gizi cadangan yang terdapat di dalam biji.
Melalui germinasi, nilai daya cerna kacang-kacangan akan meningkat, sehingga
waktu pemasakan atau pengolahan pun menjadi lebih singkat. Pada saat
berkecambah terjadi hidrolisis karbohidrat, protein dan lemak menjadi senyawa
yang lebih sederhana, sehingga mudah dicerna. Selama proses itu pula terjadi
peningkatan jumlah protein dan vitamin, sedangkan kadar lemaknya mengalami
penurunan. Dalam proses perkacambahan terjadi beberapa perubahan biologis
yakni pecahnya berbagai komponen dari biji menjadi berbagai bentuk senyawa
yang lebih sederhana, yang telah siap cerna bagi embrio atau kecambah yang
tumbuh lebih lanjut (Winarno, 2012). Hal tersebut sudah sesuai dengan data
hasil praktikum dibuktikan dengan daya cerna kecambah kedelai lebih tinggi dari
daya cerna kedelai mentah.
4. Mengapa penyangraian menyebabkan perubahan daya cerna protein?
Proses penyangraian dapat menyebabkan reaksi rasemisasi asam amino, asam
amino bentuk L akan berubah menjadi bentuk D yang sulit untuk dicerna oleh
tubuh. Rasemisasi residu asam amino dapat mengakibatkan penurunan daya
cerna protein karena kurang mampu dicerna oleh tubuh. Kerugian akan semakin
besar apabila yang terasemisasi adalah asam amino esensial (Dewanti, 2013).

5. Jelaskan pengaruh fermentasi terhadap daya cerna protein?


Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana adalah penting dalam fermentasi. Kandungan protein yang dinyatakan
sebagai kadar total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi
perubahan terjadi atas kadar protein terlarut dan kadar asam amino bebas
(Kusnanto et al., 2013).

6. Diantara proses pengolahan yang dilakukan, pengolahan mana yang menyebabkan


peningkatan daya cerna protein yang paling banyak dan paling sedikit? Mengapa
demikian?
Diantara proses pengolahan yang dilakukan, pengolahan yang menyebabkan
peningkatan daya cerna protein yang paling banyak adalah susu cair. Hal ini
dikarenakan adanya proses pemanasan sehingga terjadi denaturasi sehingga
molekul protein menjadi lebih kecil yang menyebabkan daya cernanya menjadi
lebih tinggi. Sedangkan protein yang daya cernanya paling sedikit adalah kedelai
mentah yang tidak mengalami proses apapun sehingga proses pencernaan
menjadi lebih sulit (Preedy,2014).
7. Mengapa terjadi perbedaan daya cerna protein antara susu cair dan susu yogurt?
Mana yang paling tinggi dan paling rendah? Jelaskan!
Ada perbedaan yang terjadi diantara daya cerna protein susu cair dan daya
cerna protein yoghurt. Pada susu cair didapatkan daya cerna protein sebesar
8,5% dan pada yoghurt sebesar 3%. Dari data hasil praktikum disimpulkan
bahwa daya cerna protein susu cair lebih tinggi daripada daya cerna protein
yoghurt dan data hasil praktikum benar. Adanya perbedaan tekstur yang
menyusun protein dari setiap bentuk olahan sehingga terjadi perbedaan
daya cerna protein. Data hasil praktikum sesuai dengan literatur bahwa
sebenarnya daya cerna yoghurt seharusnya lebih tinggi daripada susu cair
dikarenakan kandungan mikroba hasil fermentasi didalam yoghurt.
Fermentasi mengubah yoghurt menjadi emulsi yang semisolid. Proses
fermentasi bisa meningkatkan daya cerna protein karena terdapat senyawa
hasil hidrolisis laktosa selama fermentasi yang menyebabkan terjadinya
denaturasi protein dan protein menjadi lebih sederhana strukturnya.
Sedangkan daya cerna protein lebih tinggi pada susu karena digunakan
teknologi pemanasan sehingga mendenaturasi protein supaya lebih mudah
dicerna (Boland,2014).

8. Mengapa terjadi perbedaan daya cerna protein hewani dan nabati ?


Protein hewani pada umumnya mempunyai susunan asam amino yang palingsesuai
untuk kebutunan manusia. Akan tetapi harganya relatif mahal. Untuk menjamin
mutu protein dalam makanan sehari-hari, dianjurkan sepertiga bagian protein
yang dibutuhkan berasai dari protein hewani. Sedangkan
proteindalammakanannabatiterlindungolehdinding sel yang terdiri atas selulosa,
yang tidak dapat dicerna oleh cairan oencernaan, sehingga daya cerna sumber
proteinnabatipada umumnya lebihrendah dibandingkan dengan sumber protein
hewani (Diana, 2010)
Kesimpulan (Prinsip, tujuan, DHP singkat)

Metode dengan in vitro lebih mudah dan simpel dengan cara penggunaan
enzim pencernaan dan membuat kondisi yang mirip dengan kondisi asli didalam
pencernaan manusia. Prinsipnya yaitu dengan membuat kondisi yang mirip dengan
kondisi asli didalam pencernaan manusia Protein lalu akan dihidrolisis oleh enzim
protease sehingga ikatan peptidanya lepas dan melepaskan ion hidrogen yang
dapat menurunkan nilai pH. Sedangkan tujuannya untuk mengenalkan metode
penentuan daya cerna protein secara in vitro, mempraktekkan prosedur
penentuan daya cerna protein secara in vitro,mengetahui pengaruh pengolahan
terhadap daya cerna protein dan mengetahui hubungan daya cerna protein
dengan kadar zat antinutrisi. Berdasarkan data hasil praktikum didapatkan
Persamaan regresi; y= 0,0906x + 0,0045. Pada sampel kedelai mentah
didapatkan kadar protein hidrolisis enzim 0,00009 mg/gram, kadar protein
sampel 0,264 mg/gram dan daya cerna protein 0,034%. Pada sampel kedelai
rendam didapatkan kadar protein hidrolisis enzim 0,00086 mg/gram, kadar
protein sampel 0,129 mg/gram dan daya cerna protein 0,636%. Pada sampel
kedelai rebus didapatkan kadar protein hidrolisis enzimatis 0,110 mg/gram,
kadar protein sampel 0,250 mg/gram dan daya cerna protein 0,436%. Pada
sampel kedelai sangrai didapatkan kadar protein hidrolisis enzimatis 0,00011
mg/gram, kadar protein sampel 0,298 mg/gram dan daya cerna protein 0,037%.
Pada sampel kecambah kedelai didapatkan kadar protein hidrolisis enzim
0,00016 mg/gram, kadar protein sampel 0,108 mg/gram dan daya cerna protein
0,139%. Pada sampel tempe kedelai didapatkan kadar protein hidrolisis
enzimatis 0,00030 mg/gram, kadar protein sampel 0,197 mg/gram dan daya
cerna protein 0,147%. Pada sampel susu cair didapatkan kadar protein hidrolisis
enzimatis 0,00187 mg/gram, kadar protein sampel 0,022 mg/gram dan daya
cerna protein 8,318%. Pada sampel yoghurt didapatkan kadar protein hidrolisis
enzimatis 0,00039 mg/gram, kadar protein sampel 0,013 mg/gram dan daya
cerna protein 3 %.
Daftar Pustaka

Arisman, Dias. 2013. Buku Ajar Pedoman Mahasiswa Ilmu Gizi . Semarang:
Grafindo

Beynon, R., Bond, Antonio. 2010. Digestion of head-damaged egg albumen by the
rat. J. Nutr. 100:873.

Candradewi, Nurul. 2012. Evaluasi Nilai Biologis Protein In Vitro: Pengukuran


Daya Cerna Protein. Bogor: IPB.

Daintith, J. 2010, Kamus Lengkap Kimia. Erlangga, Jakarta

Damodaran, S. 2014. Amino acids, peptides, and proteins. Dalam: O. R. Fennema


(Editor). Food Chemistry. Third Edition. New York: Marcel Dekker, Inc.

Ishanda, Lanang. 2014. Prinsip Kimia Organik Edisi III . Jakarta: Erlangga

Johnson, S., Hillier, Edward. 2011. Collagenolytic enzymes assayed by


spectrophotometry with suspensions of reconstituted collagen fibrils.
Biochem. Biophys. Acta 445(3): 753-62.

Majorek KA, Porebski PJ, Dayal A, Zimmerman MD, Jablonska K, Stewart AJ,
Chruszcz M, Minor W (2012). "Karakterisasi struktural dan imunologis
dari serum albumin sapi, kuda, dan kelinci". Imunologi Molekuler . 52 (3–4):
174– 82

Purnama Robby Candra, Agustina Retnaningsih, Indah Aprianti. 2019.


“Perbandingan Kadar Protein Susu Cair Uht Full Cream Pada Penyimpanan
Suhu Kamar Dan Suhu Lemari Pendingin Dengan Variasi Lama Penyimpanan
Dengan Metode Kjeldhal.” Jurnal Analis Farmasi.

Wallace, Thomas H. 2012. Methods of Testing Protein Functionality . London:


Elsiever

Zaini, Ziana Octa Faridah. 2016. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Nilai PH,
Total Asam, Jumlah Mikroba, Protein Dan Kadar Alkohol Kefir Susu Kacang
Kedelai (Glycine Max (L) Merill). Skripsi. Malang : Universitas Islam Negri
Maulana Malik Ibrahim.
Daftar Pustaka tambahan

Angleimier,A.E dan Montogmery, M.W. (2010). Amino acids peptides and protein.

New York: Marcil DSeccker Inc.

Boland, Mike, Harjinder Singh dan Abby Thompson.2014.Milk Proteins: From

Expression to Food.Massachusetts : Academic Press

Diana, F. M. (2010). Fungsi dan Metabolisme Protein dalam Tubuh Manusia. Jurnal

Kesehatan Masyarakat, 4(1), 49.

Food Data Central. 2020. Milk .https://fdc.nal.usda.gov/fdc-app.html#/food-


details/1116276/nutrients. Diakses 17 November 2020 Pukul 19.00
Food Data Central. 2020. Soy Nuts. https://fdc.nal.usda.gov/fdc-app.html#/food
details/1100447/nutrients. Diakses 17 November 2020 Pukul 19.00
Food Data Central. 2020. Tempeh. https://fdc.nal.usda.gov/fdc-app.html#/food
details/174272/nutrients. Diakses 17 November 2020 Pukul 19.00
Kusnanto, F., Sutanto, A., & Mulyani, H. (2013). Pengaruh waktu fermentasi terhadap
kadar protein dan daya terima tempe dari biji karet (Hevea brasiliensis).
Bioedukasi Junral Pendidikan Biology, 4, 1.
Preedy, Victor.2014.Processing and Impact on Active Components in Food.
Massachusetts : Academic PressDiana, F. M. (2010). Fungsi dan Metabolisme
Protein dalam Tubuh Manusia. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4(1), 49.
Kusnanto, F., Sutanto, A., & Mulyani, H. (2013). Pengaruh waktu fermentasi terhadap
kadar protein dan daya terima tempe dari biji karet (Hevea brasiliensis).
Bioedukasi Junral Pendidikan Biology, 4, 1.
Sundari, D., Almasyhuri, & Lamid, A. (2015). Pengaruh Proses Pemasakan Terhadap
Protein. Media Litbangkes, 25(4), 235–242.
Bukti SS Literatur

(Damodaran, 2014)

(Zaini, 2016)
(Purnama Robby Candra, Agustina Retnaningsih 2019)
Lampiran Daftar Pustaka Tambahan

Anda mungkin juga menyukai