Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRIGENOMIK

“UJI BRADFORD”

Dosen Pengampu : Dr. Diana Nur Afifah, S.TP., M.Si.

Disusun oleh :
Faiza Fatin Fuadillah (22030119120006)

PROGRAM STUDI S-1 GIZI FAKUL-


TAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
DIPONEGORO SEMARANG
2022
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

METODE BRADFORD

Faiza Fatin Fuadillah, 22030119120006

Kata kunci: Kadar Protein, Protein, Metode Bradford, Spektrofotometer, Coomassie


Brilliant Blue

Abstrak
Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari gabungan asam amino dalam ikatan peptida.
Dalam makanan dan bahan pangan, kadar protein berbeda-beda sehingga perlu dianalisis lebih lanjut.
Metode Bradford merupakan salah satu metode yang dapat menentukan kadar protein dengan prinsip
pengikatan zat warna dengan bantuan coomassie brilliant blue (CBB) dan spektrofotometer untuk
melihat absorbansi sampel menggunakan gelombang 595 nm. Bovine Serum Albumin (BSA)
digunakan sebagai larutan standar dalam menentukan kurva dan persamaan untuk menentukan kadar
protein sampel. Pada praktikum ini, didapatkan persamaan kurva larutan standar Y = 0,0018X +
1,1096. Berdasarkan persamaan ini, didapatkan hasil berupa kadar protein sampel T (MJ terasi rebon)
sebanyak 63 ppm, sampel P (cincalok) sebanyak 3.467 ppm, sampel U (petis udang) sebanyak 29.111
ppm, sampel K (kecalo) sebanyak -233.667 ppm, sampel R (rusip) sebanyak -14.778 ppm dan sampel
D (terasi daun) sebanyak -29.222 ppm. Hasil negatif pada kecalo, rusip dan terasi daun menunjukkan
bahwa kadar protein yang terkandung sangat sedikit, atau tidak ada sama sekali. Kadar protein pada
bahan makanan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti jenis bahan baku, jumlah bahan baku yang
digunakan, proses pengolahan berupa fermentasi pada bahan makanan serta beberapa kesalahan dan
human error pada saat praktikum.

1 PENDAHULUAN

Protein merupakan makromolekul yang dimana sebagai bagian dari kelompok senyawa organik
kompleks, terutama terdiri atas gabungan asam-asam amino dalam ikatan peptida. Protein biasanya
terdiri dari beberapa unsur, diantaranya adalah karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang-
kadang terdapat sulfur pula pada protein tersebut. Menurut Freifelder, setiap asam amino yang
merupakan penyusun protein ini terbentuk dari atom karbon tunggal, satu gugus karboksil, satu
gugus amino, satu atom hidrogen dan rantai samping yang beragam dan terikat pada atom karbon.
Struktur protein pun tak kalah beragamnya, yang dimana menghasilkan beberapa struktur dasar asam
amino, terdiri dari arginin, asam glutamat, lisin, asam aspartat, fenilalanin, valin, sistein, leusin,
metionin, isoleusin, dan masih banyak lagi. Struktur protein yang beragam inilah yang menyebabkan
terjadinya perbedaan karakteristik antara satu protein dengan protein lainnya sehingga seringkali
dilakukan analisis lebih mendalam (1).
Untuk berbagai keperluan, analisis protein perlu dilakukan. Analisis protein pada bahan dan
produk pangan dapat dilakukan menggunakan beberapa prinsip, seperti volumetri (perubahan
volume) menggunakan alat titrasi, pengukuran panjang gelombang dengan alat spektrofotometri,
serta dengan pengikatan zat warna (dye binding) (2). Salah satu analisis protein yang dilakukan pada
praktikum kali ini adalah dengan menggunakan metode Bradford.
Metode Bradford banyak digunakan dalam penentuan kadar protein, dikarenakan cenderung
tidak membutuhkan waktu yang lama bila dibandingkan metode lain. Hal ini disebabkan karena
kompleks warna biru pada larutan yang diberikan reagen Bradford sangat cepat terbentuk dan bersifat
stabil. Selain itu, metode ini juga memiliki nilai sensitivitas yang tinggi, yaitu 4x lebih sensitif
dibandingkan metode Lowry. Kekurangan dari metode ini adalah relatif kurang peka terhadap
senyawa pengganggu yang mungkin ada dalam sampel. Selain itu, kompleks protein dengan larutan
dapat berikatan dengan kuvet dari kwarsa, sehingga sebaiknya menggunakan kuvet plastik atau kaca
(3,4).
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui dan menghitung kadar protein dari beberapa
sampel yang ada, seperti MJ terasi rebon, petis udang, kecalo, rusip dan terasi daun dengan metode
Bradford. Berdasarkan sampelnya yang apabila diperkirakan memiliki kadar protein yang tidak
terlalu tinggi, metode Bradford cocok digunakan pada praktikum kali ini dikarenakan metode ini
hanya dapat mendeteksi sampel yang mengandung protein kurang dari 0,01 mg/ml (3).

2 BAHAN DAN METODE

2.1 Bahan

Sampel yang digunakan pada praktikum ini diantaranya adalah MJ terasi rebon, cincalok, petis
udang, kecalo, rusip, terasi daun yang umumnya berbahan baku udang atau ikan. Sementara itu,
bahan lain yang digunakan diantaranya adalah Coomassie Brilliant Blue (CBB), etanol 95%, asam
orthophosphat 85%, aquades, Bovine Serum Albumin (BSA), dan Aseton 10%.
Coomassie Brilliant Blue (CBB) adalah triaminotriarilmetana yang berperan sebagai zat
pewarna dan dapat berikatan pada ikatan peptida. Apabila CBB berikatan dengan protein pada
kondisi pH netral, maka warna yang dihasilkan adalah coklat, sementara apabila berada pada kondisi
pH asam, maka warna yang dihasilkan adalah biru (5). Etanol merupakan jenis alkohol yang
merupakan pelarut polar dan sering digunakan dalam berbagai penelitian. Asam ortophosphat
merupakan asam anorganik yang tergolong ke dalam asam lemah dan sering digunakan sebagai
reagen kimia (6). CBB, etanol 95% dan asam orthophospat 85% digunakan dalam membuat reagen
bradford.
Bovine Serum Albumin (BSA) adalah protein yang umum digunakan sebagai protein standar
dalam analisa kuantitatif untuk penentuan kadar protein suatu sampel. BSA banyak dipilih
dikarenakan tingkat kemurniannya tinggi dan harganya relatif murah (7). Aseton merupakan senyawa
dari golongan keton yang memiliki peran seperti halnya etanol, yaitu sebagai pelarut polar dalam
reaksi organik (6). BSA dan aseton 10% digunakan dalam pembuatan larutan standar dalam metode
ini.

2.2 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini diantaranya adalah spektrofotometer, kuvet,
timbangan analitik, vortex, mikropipet 20-200 µl beserta tip biru dan kuning, batang pengaduk,
tabung reaksi, beaker glass 100 ml, pipet volume 5 ml, 10 ml, labu takar 100 ml dan kertas saring.
Fungsi dari alat-alat ini beraneka ragam. Spektrofotometer digunakan sebagai alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi untuk mengukur transmitan atau absorbansi
suatu sampel. Kuvet digunakan untuk mengukur konsentrasi reagen yang dibaca pada
spektrofotometer. Timbangan analitik digunakan untuk menimbang sampel atau bahan yang akan
digunakan. Vortex digunakan untuk membantu pencampuran larutan. Mikropipet dan tipnya serta
pipet volume digunakan untuk mengambil larutan dalam jumlah tertentu. Batang pengaduk
digunakan untuk mengaduk larutan. Kertas saring digunakan untuk menyaring endapan yang berada
pada larutan. Tabung reaksi digunakan untuk menaruh larutan yang akan direaksikan, sementara itu
beaker glass dan labu takar digunakan untuk mengukur larutan secara spesifik (8).

2.3 Prosedur analisa

Prosedur analisa kadar protein menggunakan metode Bradford ini dimulai dengan membuat
reagen bradford. Untuk membuat reagen bradford, CBB ditimbang sebanyak 100 mg menggunakan
timbangan analitik, kemudian 1 ml etanol 95% ditambahkan. Selanjutnya, kedua senyawa ini
dihomogenkan dengan vortex dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Lalu, 4 ml etanol 95%, 10 ml
asam orthofosfat ditambahkan, selanjutnya aquades ditambahkan hingga larutan dalam erlenmeyer
mencapai 100 ml. Larutan pun dihomogenkan dengan mengaduknya menggunakan batang pengaduk.
Campuran senyawa ini nantinya akan menghasilkan endapan, dikarenakan etanol merupakan pelarut.
Maka dari itu, larutan tersebut pun akan disaring dengan kertas saring. Setelah itu, larutan disimpan
pada botol gelap agar tidak terpapar cahaya dengan kondisi suhu 40 Celcius.
Langkah selanjutnya dalam analisa kadar protein ini adalah membuat larutan sampel dengan
konsentrasi 10.000 ppm. Hal ini dilakukan dengan menimbang masing-masing sampel sebanyak 100
mg, kemudian 10 ml aseton 10% ditambahkan dalam masing-masing tabung reaksi. Agar tercampur
merata, masing-masing tabung berisi sampel dan aseton tersebut dihomogenkan dengan vortex.
Setelah membuat larutan sampel, larutan standar pun dibuat juga dengan konsentrasi yang sama,
yaitu 1000 ppm. Hal ini dilakukan dengan menimbang BSA sebanyak 100 mg, kemudian 1 ml aseton
10% ditambahkan ke dalam tabung reaksi.

Kemudian, dilakukan pengenceran larutan standar dan pengujian larutan standar. Pengenceran
larutan standar terbagi menjadi 4 konsentrasi, yaitu konsentrasi 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, dan
800 ppm. Untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi 200 ppm, dilakukan pengambilan 1 ml
larutan BSA dan penambahan 4 ml aseton ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya, untuk membuat
larutan standar dengan konsentrasi 400 ppm, dilakukan pengambilan 2 ml larutan BSA dan
penambahan 3 ml aseton ke dalam tabung reaksi. Untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi
600 ppm, dilakukan pengambilan 3 ml BSA dan penambahan 2 ml aseton ke dalam tabung reaksi.
Lalu, untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi 800 ppm, dilakukan pengambilan 4 ml BSA
dan penambahan 1 ml aseton ke dalam tabung reaksi. Agar tidak tertukar, sebaiknya masing-masing
tabung reaksi diberikan label. Setelah membuat larutan standar dengan masing-masing konsentrasi, 5
ml larutan bradford pada masing-masing konsentrasi tersebut. Selanjutnya, larutan standar pun
diinkubasi selama 5 menit. Setelah diinkubasi, larutan ini dimasukkan larutan ke dalam kuvet dan
dimasukkan ke spektrofotometer dengan panjang gelombang 595 nm untuk dilihat absorbansi pada
masing-masing konsentrasi sebagai bahan untuk membuat kurva standar dan persamaannya.
Setelah dilakukan pengujian larutan standar, dilakukan pengujian lasutan sampel. Hal ini
dilakukan dengan memasukkan 100 mikroliter masing-masing larutan sampel ke dalam tabung
reaksi, kemudian 5 ml larutan bradford ditambahkan pada masing-masing sampel. Sampel pun
diinkubasi selama 5 menit, kemudian dimasukkan larutan ke dalam kuvet. Selanjutnya, larutan
tersebut dimasukkan ke spektrofotometer dengan panjang gelombang 595 nm dan dilihat
absorbansinya sebagai bahan untuk menghitung kadar protein pada masing-masing sampel.

3 HASIL DAN DISKUSI

Pada praktikum kali ini, dilakukan analisis kadar protein sampel menggunakan metode
Bradford. Metode Bradford merupakan metode analisis protein secara kuantitatif untuk pengukuran
konsentrasi protein. Metode ini menggabungkan prinsip pengikatan zat warna dengan penyerapan zat
warna atau absorbansi pada panjang gelombang visible dengan spektrofotometer. Prinsip dari metode
Bradford ini adalah pengukuran protein dalam suatu sampel, khususnya yang memiliki rantai
samping aromatik dan bersifat basa, yang nantinya akan berikatan dengan zat warna (dye binding)
berupa Coomassie Brilliant Blue. Selanjutnya, terjadi reaksi berupa trifenilmetana pada CBB yang
mengikat struktur non polar protein dan grup anion sulfonat, yang dimana akan berinteraksi pula
dengan rantai samping protein bermuatan positif. Untuk melihat absorbansi menggunakan alat
spektrofotometer dengan panjang gelombang 595 nm, diperlukan kondisi pH yang asam sehingga
reagen CBB akan berada dalam bentuk anion yang akan mengikat protein dan menghasilkan warna
biru. Peningkatan absorbansi ini proposional dengan zat warna yang diikat protein dalam sampel (2–
4), Hal ini dipaparkan pula dalam persamaan hukum Lambert-Beer, dimana menyatakan bahwa
banyaknya sinar yang diserap oleh suatu molekul berbanding lurus dengan panjang lintasan sinar dan
konsentrasi atau kadar zat yang disinari (9).
Untuk menentukan kadar protein dari masing-masing sampel, diperlukan kurva dari larutan
standar. Pada praktikum kali ini, digunakan BSA sebagai bahan baku dari larutan standar. Bovine
Serum Albumin (BSA) merupakan polipeptida yang mudah tersedia dan sering digunakan sebagai
model peptida pada studi sifat-sifat kimia fisik. . BSA mengandung 20 asam amino esensial yang
tersusun atas 585 residu asam amino, termasuk 35 sistein (17 jembatan disulfida). BSA juga
seringkali digunakan sebagai protein standar dikarenakan kemurniannya yang tinggi dan stabilitas
yang relatif kuat untuk protein sehingga cocok dijadikan larutan standar (7,10). Pada praktikum ini,
larutan standar dibagi menjadi beberapa konsentrasi, dengan hasil absorbansi yang diukur dengan
gelombang spektrofotometer 595 nm sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil absorbansi larutan standar


Pengulanga Larutan Larutan Standar
n Blanko 200 ppm 400 ppm 600 ppm 800 ppm 1000 ppm
1 0.950 1.513 1.839 2.321 2.702 2.722
2 0.967 1.592 1.877 2.319 2.606 2.751
Rata-rata 0.959 1.553 1.858 2.320 2.654 2.737

Berdasarkan hasil rata-rata absorbansi pada tabel 1, didapatkan kurva larutan standar sebagai
berikut.

3 2.737
2.654
f(x) = 0.00180785714285714 x + 1.10957142857143
R² = 0.962959592400143
2.5 2.32

2 1.858
Nilai Rerata Absorbansi

1.553
1.5

0.959
1

0.5

0
0 200 400 600 800 1000 1200

Konsentrasi

Gambar 1. Kurva larutan standar

Berdasarkan kurva standar diatas, didapatkan persamaan untuk kadar protein sebagai berikut.
Y = 0,0018X + 1,1096
Y −1,1096
X=
0,0018
Keterangan :
X = Konsentrasi/kadar protein
Y = Nilai rerata absorbansi

Kemudian, berdasarkan hasil praktikum dan persamaan diatas, berikut ini adalah hasil
absorbansi dan kadar protein dari larutan sampel berupa MJ terasi rebon (T), cincalok (P), petis
udang (U), kecalo (K), rusip (R), dan terasi daun (D).

Tabel 2. Hasil absorbansi larutan sampel


Pengulanga Larutan Sampel
n T P U K R D
1 1.187 1.144 1.162 0.716 1.121 1.060
2 1.258 1.200 1.162 0.661 1.045 1.053
Rata-rata 1.223 1.172 1.162 0.689 1.083 1.057

Tabel 3. Kadar protein pada sampel


Larutan Sampel Konsentrasi/Kadar Protein (ppm)
T 63
P 3.467
U 29.111
K -233.667
R -14.778
D -29.222

Bila ditinjau dari tabel diatas, terdapat perbedaan konsentrasi/kadar protein dari masing-
masing sampel, dimana sampel T (MJ Terasi Rebon) merupakan sampel dengan kadar protein
terbesar, diikuti dengan sampel U (petis udang) dan sampel P (cincalok). Pada sampel K (kecalo), R
(rusip), dan D (terasi daun), didapatkan hasil yang negatif pada konsentrasi protein. Hal ini
menandakan bahwa kadar protein pada ketiga sampel tersebut sangat sedikit, bahkan tidak ada sama
sekali.
Kadar protein pada makanan dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah bahan baku
yang digunakan dan banyaknya yang bahan baku digunakan pada makanan tersebut. Berdasarkan
penelitian Farhan et al. (2014), rata-rata kadar protein terasi dengan bahan baku rebon atau udang
lebih tinggi dibandingkan bahan baku lainnya, seperti teri dan petek (11). Hal ini juga terlihat pada
penelitian ini, dimana sampel MJ terasi rebon, petis udang dan cincalok yang berbahan dasar udang
atau rebon merupakan sampel yang proteinnya lebih tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya.
Proses fermentasi yang biasanya terjadi pada terasi, petis, cincalok, kecalo, dan rusip yang
digunakan ini juga memengaruhi kadar protein. Proses fermentasi yang terjadi merupakan proses
penguraian secara biologis atau semibiologis terhadap senyawa-senyawa kompleks, terutama protein
menjadi senyawa-senyawa menjadi lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Selama proses
fermentasi, protein akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida. Semakin lama
fermentasi berlangsung, maka penguraian asam amino semakin banyak dan kadar protein semakin
berubah (12).
Selain bahan dasar yang digunakan pada makanan, terjadinya beberapa kesalahan dan human
error juga dapat memengaruhi hasil penelitian ini. Beberapa hal yang sering terjadi diantaranya
adalah zat pewarna CBB yang digunakan pada penelitian sebelumnya bisa saja masih menodai kuvet,
larutan protein terlalu pekat sehingga membentuk endapan pada reagen pewarna dan terjadinya
kerusakan protein akibat sampel protein telah bereaksi dngan zat pewarna sebelumnya sehingga tidak
dapat digunakan untuk pengujian. Untuk menghindari hal ini, maka diperlukan ketelitian yang tinggi
ketika melakukan penelitian. Penggunaan APD juga penting untuk menghindari adanya kontaminasi
pada senyawa-senyawa yang digunakan. Kemudian, apabila zat pewarna CBB yang menempel pada
kuvet, maka sebelumnya dapat dibersihkan terlebih dahulu dengan mencucinya menggunakan larutan
natrium dodesil sulfat encer. Selanjutnya, larutan protein sampel yang pekat dan membentuk endapan
ini dapat diencerkan terlebih dahulu agar didapatkan hasil konsentrasi protein yang lebih akurat (13).

4 KESIMPULAN
Penentuan kadar protein pada praktikum kali ini menggunakan metode Bradford, dimana
menggunakan prinsip pengikatan zat warna coomassie brilliant blue (CBB) pada protein dan
spektrofotometer. Dengan bantuan kurva absorbansi dan persamaan dari larutan standar, maka
didapatkan hasil kadar protein sampel. Pada praktikum kali ini, didapatkan hasil bahwa sampel MJ
Terasi Rebon (63 ppm) merupakan sampel dengan kadar protein terbesar, diikuti dengan sampel petis
udang (29.111 ppm) dan sampel cincalok (3.467 ppm). Terjadinya perbedaan kadar protein
disebabkan karena perbedaan bahan baku dan proses fermentasi pada saat pembuatan makanan.
Namun, terdapat sampel kecalo, rusip dan terasi daun memiliki hasil negatif pada kadar proteinnya.
Hal ini menandakan bahwa protein yang terkandung pada ketiga sampel itu hanya sedikit, bahkan
tidak ada.
DAFTAR PUSTAKA

1. Umam Al Awwaly K. Protein Pangan Hasil Ternak dan Aplikasinya. Malang: UB Press. (2017).

2. Atma Y. Prinsip Analisis Komponen Pangan Makro & Mikro Nutrien. Yogyakarta: Deepublish
Publisher. (2018).

3. Astawan M, Prayudani A, Rachmawati NA. Isolat Protein : Teknik Produksi, Sifat-sifat


Fungsional dan Aplikasinya di Industri Pangan. Bogor: IPB Press. (2020).

4. Santoso U, Setyaningsih W, Ningrum A, Ardhi A, Sudarmanto. Analisis Pangan. Yogyakarta:


UGM Press. (2020).

5. Lorsch J. Laboratory Methods in Enzymology : Protein Part C. United States of America:


Elsevier Inc. (2014).

6. Fitri Z. Kimia Unsur Golongan Utama. Aceh: Syiah Kuala Press. (2019).

7. Harini N, Marianty R, Amroini Wahyudi V. Analisa Pangan. Sidoarjo: Zifatama Jawara. (2019).

8. Noer Z, Irvina Ritonga S. Alat-Alat Laboratorium. Medan: Guepedia. (2021).

9. Khaldun I. Kimia Analisa Instrumen. Aceh: Syiah Kuala Press. (2018).

10. Amanullah Prasojo B, Siahaan P. Pengaruh Berat Molekul Kitosan terhadap Efisiensi
Enkapsulasi BSA (Bovine Serum Albumin) Menggunakan Agen Crosslink Asam Sitrat. J Kim
Sains dan Apl. (2015) 18(2):62–6.

11. Alfarobi Karim F, Swastawati F, Dwi Anggo A. Pengaruh Perbedaan Bahan Baku Terhadap
Kandungan Asam Glutamat Pada Terasi. J Pengolah dan Bioteknol Has Perikan. (2014) 3(4) :
51–8.

12. Ukhty N, Rozi A, Sartiwi A. Mutu Kimiawi Terasi Dengan Formulasi Udang Rebon (Acetes sp.)
dan Ikan Rucah Yang Berbeda. J Perikan Trop (2017) 4(2) : 166–76.

13. Goldring JPD. Measuring protein concentration with absorbance, lowry, bradford coomassie
blue, or the smith bicinchoninic acid assay before electrophoresis. Methods Mol Biol. (2018)
1855 : 31–9.

Anda mungkin juga menyukai