0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
382 tayangan4 halaman
Metode pengikatan zat warna dan metode titrasi formol digunakan untuk menganalisis kadar protein. Metode Bradford didasarkan pada pengikatan zat warna Coomassie Blue ke protein, dimana zat warna akan berubah warna tergantung bentuk ionnya dan diukur absorbansinya. Metode ini cepat, sensitif dan tahan terhadap interferensi.
Metode pengikatan zat warna dan metode titrasi formol digunakan untuk menganalisis kadar protein. Metode Bradford didasarkan pada pengikatan zat warna Coomassie Blue ke protein, dimana zat warna akan berubah warna tergantung bentuk ionnya dan diukur absorbansinya. Metode ini cepat, sensitif dan tahan terhadap interferensi.
Metode pengikatan zat warna dan metode titrasi formol digunakan untuk menganalisis kadar protein. Metode Bradford didasarkan pada pengikatan zat warna Coomassie Blue ke protein, dimana zat warna akan berubah warna tergantung bentuk ionnya dan diukur absorbansinya. Metode ini cepat, sensitif dan tahan terhadap interferensi.
Pada metode ini penetapan protein terjadi secara tidak langsung. Zat warna yang digunakan adalah Amido Black dan Orange G. Metode ini sesuai untuk analisis contoh bentuk cair seperti susu. Penetapan konsentrasi prtein dalam metode ini ditentukan berdasarkan kurva standar yang menyatakan hubungan antara absorbans zat warna dengan kadar protein (yang ditetapkan dengan metode Kjeldahl). Nilai y (absorbans) pada persamaan linier yang diperoleh disubtitusi dengan nilai absorbans untuk contoh, sehingga diperoleh nilai x (konsentrasi protein contoh). Prinsip : Prinsip penetapan metode ini didasarkan pada kemampuan gugus polar protein yang bermuatan ion berlawanan mengikat zat warna dan membentuk kompleks tidak larut. Kompeks tidak larut dipisahkan dengan cara sentrifuse atau penyaringan intensitas warna zat warna yang tidak terikat dengan protein diukur absorbansnya dengan spektofotometer. Intensitas warna Amino Black diukur pada 615 nm dan Orange G pada 485 nm. Semakin rendah intensitas warna dari supernatan, maka semakin banyak zat warna yang terikat oleh protein, semakin tinggi pula kandungan protein dalam contoh. Cara kerja: 1. Sampel ditambahkan reagen warna ,maka akan terbentuk kompleks protein zat warna. 2. Larutan keudian disentrifugasi hingga kompleks terpisah. 3. Bagian supernatan (zat warna yang tidak terikat diukur menggunakan spektrofotometer, jika menggunakan zat warna Amino Black diukur pada 615 nm dan Orange G pada 485 nm 4. Diukur absorbansinya, dan dibuat kurva standar untuk memperoleh konsentrasi protein sampel 5. Metode titrasi formol Metode ini digunakan untuk analisis protein pada susu. Pengerjaannya cepat dan sederhana, tapi senderug protein lebih rendah terutama pada protein susu. Prinsip penetapan metode ini, formaldehida (metanal) ditambahkan ke dalam susu (yang sudah dinetralkan). Formaldehida ini bereaksi dengan gugus amino (residu asam amino) seperti lisisn. Hal ini terjadi konversi gugus NH 2 menjadi gugus N=CH 2 sehingga kehilangan sifat asam dan meningkatkan keasaman protein. Prinsip : Peningkatan keasaman protein diukur secara titrasi denga sodium hidroksida dengan fenolftalein sebagai indikaor. Titik akhir titrasi dilihat dari pembentukan warna pink. Peningkatan keasaman protein berkolerasi dengan konsentrasi protein. Konsentrasi protein ditentukan dengan rumus.
Cara kerja metode titrasi formol 1. Mengambil 10 mL larutan sampel ke dalam erlenmeyer 100 mL, kemudian menambahkan 20 mL aquadest dan 0,4 mL K-oksalat jenuh serta 1 mL indikator PP, dan mendiamkannya selama 2 menit. 2. Mentitrasi sampe dengan larutan NaOH 0,1 N sampai larutan berwarna pink. 3. Kemudian menambahakan 2 mL larutan formaldehid 40 %, lalu melanjutkan menitrasi sampai larutan berwarna pink. 4. Mencatat volume NaOH yang terpakai. 5. Melakukan pekerjaan yang sama dengan menggunakan larutan blanko. 6. Menghitung %N dalam sampel dengan menggunakan rumus:
Rumus kjedhal
2.8 Metode Bradford Salah satu prosedur analisa kandungan protein dalam larutan adalah menggunakan metode Bradford yang pertama kali dideskripsikan oleh Bradford (Bradford et al., 1976). Metode ini lebih simple, lebih cepat dan lebih sensitif dibanding metode Lowry, selain itu Bradford juga lebih tahan terhadap interferensi senyawaan nonprotein. Prinsip : Metode Bradford didasarkan pada pengikatan zat warna Coomassie Blue G-250 ke protein, dimana zat warna ini memiliki empat formasi ion berbeda dengan nilai pKa 1.15, 1.82 dan 12.4. Bentuk kationik zat warna ini berwarna merah dan hijau dengan panjang gelombang serapan (absorbansi) maksimum pada 470 dan 650 nm. Sedangkan bentuk anioniknya berwarna biru dengan absorbansi maksimum 590 nm. Pengukuran proteinnya sendiri dilakukan dengan menentukan jumlah zat warna dalam bentuk anionik (biru), dan biasanya hal ini dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan pada 595 nm. Zat warna Coomassie Blue G-250 bereaksi cepat dengan residu arginil dan lysil dari protein, sehingga hal ini menyebabkan adanya variasi hasil pengukuran untuk jenis protein yang berbeda-beda. Protein dengan residu arginil dan lysil yang lebih banyak tentu akan menghasilkan warna biru yang lebih intens dibanding protein yang residu arginil dan lysilnya lebih sedikit meskipun jumlah proteinnya sama. Namun secara umum metode Bradford masih merupakan metode yang paling sesuai dan paling umum digunakan. Ada dua jenis assay protein dengan metode Bradford, yaitu Standard Assay cocok untuk pengukuran kadar protein antara 10 sampai 100 g dan Microassay yang dapat mendeteksi antara 1 sampai 10 g protein. Konsekuensinya microassay lebih rentan terhadap interferensi senyawaan nonprotein. Cara Kerja : 1. Standard Assay Pipet 100 l sample yang mengandung kira-kira 10 100 g protein. Jika perkiraan konsentrasi proteinnya tidak diketahui, maka bisa dibuat beberapa seri pengenceran (1, 1:10, 1:100, 1:1000, dst). Siapkan secara duplo. Untuk kurva kalibrasi, buatlah seri larutan standard 100, 200, 400, 600, 800 dan 1000 g/ml. Lalu pipet masing-masing 100 l ke dalam tabung. Siapkan blanko dengan aquadest 100 l. Tambahkan 5 ml pereaksi Bradford ke dalam masing-masing tabung sample dan standard, campur dengan membolak-balik tabung atau divortex secara perlahan. Hindari terbentuknya busa karena akan mengurangi reproducibility-nya. Inkubasi selama 2 sampai 60 menit. Ukur absorbansi sample dan standard pada panjang gelombang 595 nm. Catatan: Standard 100 g akan memberikan absorbansi sekitar 0.4. Kurva standard-nya tidak linear, dan presisi absorbansinya bervariasi bergantung pada lamanya inkubasi. Jadi kurva kalibrasi harus dibuat untuk setiap assay. 2. Microassay Pipet 100 l sample yang mengandung kira-kira 1 10 g protein ke dalam tabung Eppendorf 1.5 ml. Jika perkiraan konsentrasi proteinnya tidak diketahui, maka bisa dibuat beberapa seri pengenceran (1, 1:10, 1:100, 1:1000, dst). Siapkan secara duplo. Untuk kurva kalibrasi, buatlah seri larutan standard 10, 20, 40, 60, 80 dan 100 g/ml. Lalu pipet masing-masing 100 l ke dalam tabung. Siapkan blanko dengan aquadest 100 l. Tambahkan 1 ml pereaksi Bradford ke dalam masing-masing tabung, campur dengan membolak-balik tabung atau divortex secara perlahan. Hindari terbentuknya busa karena akan mengurangi reproducibility-nya. Inkubasi selama 2 sampai 60 menit. Ukur absorbansi sample dan standard pada panjang gelombang 595 nm. Nilai absorbansi untuk sampel yang mengandung 10 g -globulin adalah 0.45.