Anda di halaman 1dari 20

Nama : Faiza Fatin Fuadillah

NIM : 22030119120006

RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA KOTA BUKITTINGGI


Jl. Sudirman, Sapiran, Kec. Aur Birugo Tigo Baleh, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat
Kode Pos 26181, Telp. (0752) 21185, Fax.(0752) 34009,
E-mail : ibnusina_bkt@yahoo.co.id

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA KOTA BUKITTINGGI
NOMOR 512 TAHUN 2022

TENTANG
PANDUAN TERAPI GIZI RUMAH SAKIT IBNU SINA KOTA BUKITTINGGI

MENIMBANG : a. bahwa dalam upaya mengoptimalkan proses penyembuhan


pasien dan meningkatkan mutu pelayanan gizi di Rumah
Sakit Islam Ibnu Sina Kota Bukittinggi, maka perlu
diselenggarakan terapi gizi yang baik dan benar.
b. bahwa berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan Panduan
Terapi Gizi yang ditetapkan dengan Surat Keputusan
Direktur Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Kota Bukittinggi.

MENGINGAT : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 78
Tahun 2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit;
5. Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik
No. HK.00.06.3.4.1819 tanggal 24 maret 2007 tentang
Pembentukan Tim Terapi Gizi di RS.
MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM IBNU


SINA KOTA BUKITTINGGI NOMOR 512 TAHUN 2022
TENTANG PANDUAN TERAPI GIZI RUMAH SAKIT IBNU
SINA KOTA BUKITTINGGI

KESATU : Panduan tentang Panduan Terapi Gizi Rumah Sakit Ibnu Sina
Kota Bukittinggi sebagaimana terlampir dalam surat keputusan
ini;
KEDUA : Surat Keputusan Direktur ini berlaku selama 3 tahun dan akan
dilakukan evaluasi minimal 1 tahun sekali;
KETIGA : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka
akan dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Bukittinggi,
Tanggal 28 Maret 2022,

DIREKTUR RSI IBNU SINA


KOTA BUKITTINGGI

dr. Faiza Fatin Fuadillah, Sp.GK


NIP. 22030119120006
LAMPIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA KOTA


BUKITTINGGI NOMOR 512 TAHUN 2022
TENTANG PANDUAN TERAPI GIZI RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA KOTA
BUKITTINGGI

BAB I
PENDAHULUAN

Gizi merupakan salah satu komponen yang tidak dapat terpisahkan dalam
menangani pasien. Hal ini dikarenakan dalam proses penyembuhan pasien, sangat
diperlukan asupan gizi yang optimal. Apabila asupan gizi tidak terpenuhi, maka bisa saja
kondisi pasien menjadi lebih memburuk dibandingkan sebelumnya. Maka dari itu, terapi
gizi yang tepat perlu dilakukan dalam penanganan pasien di rumah sakit.
Terapi gizi merupakan terapi yang memanfaatkan pengaturan dan pemberian
makan dengan tujuan untuk mengoptimalkan proses penyembuhan pasien di rumah
sakit. Konsep dasar dari pengaturan makanan ini berlandaskan pada kebutuhan gizi
normal pasien pada umumnya, namun dapat dimodifikasi bila terdapat penyakit tertentu
serta adanya kondisi khusus yang menyebabkan kebutuhan pasien berubah bila
dibandingkan biasanya.
Selain pengaturan makan, dalam terapi gizi juga terdapat konseling gizi dengan
tujuan meningkatkan pengetahuan mengenai gizi agar perilaku pasien dapat berubah dan
mendukung kesembuhannya. Pemberian terapi ini harus dilakukan oleh ahli gizi,
dietisien dan tenaga medis lainnya yang berkompeten, dikarenakan sebelum
diadakannya terapi gizi ini, penting sekali dalam mengkaji riwayat pasien dan
menganalisis diagnosa gizi pasien dengan tepat dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh
tim terapi gizi yang terampil.
Dalam pemberian terapi gizi, perlu diperhatikan pemberiannya agar tidak melebihi
kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi juga
harus selalu disesuaikan dengan perubahan fungsi organ. Untuk menentukan apakah
terapi gizi telah optimal, penting untuk melakukan monitoring dan evaluasi berdasarkan
status gizi, keadaan klinis dan pemeriksaan laboratorium pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dan alur tahapan pemberian terapi gizi di rumah sakit meliputi hal sebagai berikut.

Dokter jaga/DPJP Ahli Gizi/Dietisien Pemasak (cooker) Pramusaji makanan

Menentukan diet awal Apabila diet awal sesuai diagnosis Menerima dan Distribusi makanan
pasien sesuai preskripsi gizi : menyiapkan pesanan menuju ruang rawat
diet, meliputi : diet inap pasien
Melakukan pemesanan diet pasien

1. Jenis diet sesuai


Apabila diet awal tidak sesuai
penyakit
diagnosis gizi :
2. Kandungan gizi Pemorsian diet pasien

(makronutrien) Menentukan diet sesuai diagnosis dan labelling

3. Konsistensi makanan gizi dan mendiskusikannya dengan makanan

(padat/lunak/cair) DPJP sesuai preskripsi diet,


meliputi :

1. Jenis diet sesuai penyakit


2. Kandungan gizi (makronutrien)
3. Konsistensi makanan
(padat/lunak/cair)

Melakukan konseling gizi pada


pasien
BAB III
TATALAKSANA

Dalam terapi gizi, terdapat 2 kegiatan yang dilakukan, diantaranya adalah sebagai
berikut.
1. Pemberian makanan
Prinsip dari pemberian makanan pada terapi gizi didasarkan pada modifikasi
komponen gizi dari diet normal yang mungkin dapat disesuaikan dengan
kebutuhan pasien. Kebutuhan zat gizi setiap individu dapat dipengaruhi oleh berat
badan, tinggi badan, faktor umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, komplikasi
penyakit, dan faktor stress. Untuk menentukan pemberian makanan pada pasien,
berikut ini adalah bagan alir terapi gizi.
Makanan yang diberikan pada pasien sebaiknya mengandung kandungan
gizi yang baik dan seimbang sesuai dengan kebutuhan pasien, memiliki
konsistensi dan tekstur yang sesuai dengan kondisi gastrointestinal pasien, mudah
dicerna dan tidak merangsang gastrointestinal pasien, bebas unsur aditif, dan
memiliki cita rasa serta penampilan yang menarik untuk menggugah selera makan
pasien. Maka dari itu, modifikasi yang dapat dilakukan untuk memberikan
makanan pada pasien rumah sakit meliputi hal-hal sebagai berikut.2
1. Kandungan gizi
a. Makronutrien, meliputi energi, protein, karbohidrat, lemak dan serat.
b. Mikronutrien, meliputi vitamin dan mineral.
2. Bentuk makanan
a. Makanan biasa
Merupakan makanan yang diolah dan disajikan dengan menggunakan
aneka ragam bahan makanan, tekstur, rasa dan aroma seperti halnya
makanan sehari-hari di rumah. Makanan biasa diberikan pada pasien
yang dapat mencerna makanan secara normal melalui mulut dan pasien
yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan standar khusus.
b. Makanan Lunak
Merupakan makanan semipadat dengan tekstur yang lebih lembut
apabila dibandingkan dengan makanan biasa, namun lebih padat
dibandingkan makanan saring. Makanan lunak dapat dibuat dari
makanan biasa yang dimasak atau dicincang lebih lanjut sehingga
teksturnya lebih mudah dikunyah, ditelan dan dicerna. Makanan ini
dapat diberikan kepada pasie yang mengalami kesulitan dalam
mengonsumsi makanan biasa karena terdapat gangguan pada bagian
mulut atau kesulitan makan secara mandiri.
c. Makanan Saring
Merupakan makanan semipadat dengan tekstur lebih halus
dibandingkan makanan lunak, namun lebih kental dari makanan cair
sehingga lebih mudah ditelan dan dicerna. Makanan saring dapat
diberikan langsung pada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan
cair kental ke makanan lunak. Makanan saring diberikan pada pasien
pasca operasi, infeksi akut, kesulitan mengunyah dan menelan, dan
sebagainya.
d. Makanan Cair
Merupakan makanan yang memiliki konsistensi cair dengan
komposisi zat gizi yang sederhana hingga lengkap, diberikan melalui
rongga mulut ke saluran gastrointestinal melalui selang/sonde, atau
stoma. Makanan ini diberikan pada pasien yang mengalami gangguan
mengunyah, menelan, dan pencernaan makanan karena adanya
penurunan kesadaran, suhu tinggi, mual, muntah, pasca pendarahan
salura cerna, pra dan pasca bedah.
Terdapat beberapa jenis makanan cair, diantaranya adalah sebagai
berikut.
1) Makanan cair jernih
Merupakan makanan yang disajikan dalam bentuk jernih pada
suhu ruang dengan residu minimal dan tembus pandang bila
diletakkan pada wadah bening.
2) Makanan cair jernih rendah sisa
Merupakan makanan yang terdiri dari bahan makanan rendah
serat dan hanya sedikit meninggalkan residu.
3) Makanan cair lengkap
Merupakan makanan cair yang memiliki nilai gizi lengkap dan
seimbang sebagai pengganti makanan utama yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi. Memiliki kaandungan serat minimal dan tidak
tembus pandang bila diletakkan pada wadah bening.
4) Makanan cair modifikasi
Merupakan makanan dengan konsistensi cair yang
dimodifikasi kandungan energi dan zat gizi lainnya untuk
memenuhi kebutuhan gizi pasien dengan kondisi khusus. Dapat
berbentuk formula rumah sakit dan formula komersial yang
diberikan secara oral atau enteral.
3. Metode pemberian makanan.
a. Melalui oral
Pemberian makanan melalui oral merupakan tindakan yang
dilakukan dengan memberikan makanan melalui mulut dengan tujuan
memenuhi kebutuhan gizi dan membangkitkan selera makan pasien.
Apabila pasien tidak dapat mengonsumsi makanannya sendiri, maka
pemberian makanan dapat dilakukan oleh perawat maupun keluarga
dengan cara menyuapi pasien.
b. Gizi enteral
Gizi enteral merupakan pemberian gizi dengan cara
memberikannya melalui selang/kateter dari rongga mulut langsung ke
saluran gastrointestinal. Indikasi dari pemberian gizi enteral diberikan
pada pasien yang tidak dapat memenuhi asupan makanan secara oral
yang memenuhi kebutuhan metabolisme mereka, pasien disfangia,
pasien yang saluran gastrointestinalnya tidak dapat berfungsi dengan
baik, dan sebagainya. Terdapat beberapa rute dalam pemberian gizi
enteral, diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Nasogastrik
Merupakan rute yang dimana selang NGT dimasukkan
melewati hidung ke lambung.
2) Orogastrik
Merupakan rute yang dimana selang NGT dimasukkan
melewati mulut ke lambung.
3) Nasoduodenal/Nasojejunal
Merupakan rute yang dimana selang NGT dimasukkan
melewati hidung dan esofagus dan masuk ke dalam lambung,
kemudian berpindah ke bagian duodenal/jejunal melalui aktivitas
peristaltik.
4) Gastrostomi
Merupakan rute yang dimana selang NGT dipasang dengan
cara operasi di daerah lambung melalui intrathorasil di daerah
saluran pencernaan.
5) Jejunostomi
Merupakan rute yang dimana selang NGT dipasang dengan
cara operasi ke dalam jejunum.
6) Faringostomi
Merupakan rute yang dimana selang NGT dipasang dengan
cara operasi di daerah atas antara leher dngan sedikit bawah tulang
lidah dan dikuti pemasangan selang makanan di daerah faring.
c. Gizi parenteral
Gizi parenteral merupakan pemberian gizi melalui intravena yang
bertujuan untuk memaksimalkan manfaat klinis dan meminimalisir
risiko terjadinya efek samping akibat status kesehatan yang menurun.
Formula gizi parenteral mengandung berbagai bahan, diantaranya
adalah asam amino, dekstrosa, intravenous fat emulsions, elektrolit,
vitamin, mineral, dan sebagainya. Berikut ini adalah indikasi pemberian
gizi parenteral pada pasien rumah sakit.
1) Pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan gizinya walaupun
telah diberikan formula enteral.
2) Pasien yang tidak dapat mencerna dan mengabsorbsi zat gizi
dengan baik melalui oral atau tube.
3) Pasien post operasi yang tidak dapat menerima gizi enteral
4) Kondisi pasien bergantung pada terapi medis dan diberikan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
Pemberian makanan dalam terapi gizi juga dapat diberikan dalam standar
makanan khusus yang disesuaikan dengan penyakit yang diderita pasien. Berikut
ini adalah preskripsi diet dari beberapa standar makanan khusus.
a. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP).
Diet TETP merupakan diet yang memiliki kandungan energi dan
protein lebih tinggi dibandingkan kebutuhan normal. Diet ini diberikan untuk
mengatasi masalah dan risiko malnutrisi akibat kekurangan energi dan
protein karena kebutuhan gizi yang meningkat. Maka dari itu, diet TETP
diberikan pada pasien yang kurang energi protein (KEP), gagal tumbuh dan
mengalami penurunan berat badan yang drastis, menjalani radioterapi dan
kemoterapi, pasien luka bakar berat, pasin yang sedang dalam tahap
pemulihan dari penyakit, pasien kanker, HIV/AIDS, hipertiroid, serta sedang
berada dalam masa kehamilan dan post partum. Berikut ini adalah syarat dan
prinsip diet TETP.
1) Energi tinggi = 40-45 kkal/kgBB
2) Protein tinggi = 2-2,5 g/kgBB
3) Lemak cukup = 10-25% dari kebutuhan energi
4) Karbohidrat cukup = sisa dari total energi
5) Vitamin dan mineral disesuaikan dengan kebutuhan pasien
6) Makanan yang diberikan mudah dicerna
7) Untuk kondisi tertentu dapat diberikan secara bertahap sesuai kondisi
pasien.
b. Diet Rendah Sisa.
Diet rendah sisa merupakan diet yang terdiri dari bahan makanan
rendah serat dan hanya sedikit meninggalkan sisa/residu yang tak dapat
diserap. Selain itu, makanan yang dapat merangsang saluran cerna juga
dibatasi pada diet ini. Diet rendah sisa diberikan pada pasien diare berat,
peradangan saluran cerna akut, diverkulitis akut, obtipasi spastik, pasien
dengan penyumbatan sebagian saluran cerna , hemoroid berat, pra dan pasca
bedah saluran cerna. Berikut ini adalah syarat dan prinsip diet rendah sisa.
1) Energi cukup sesuai kebutuhan gizi pasien
2) Protein cukup = 10-15% dari kebutuhan energi
3) Lemak sedang = 10-25% dari kebutuhan energi
4) Karbohidrat cukup = sisa dari total energi
5) Vitamin dan mineral disesuaikan dengan kebutuhan pasien
6) Asupan serat maksimal 8 gram/hari dan menghindari makanan
berserat tinggi dan sedang
7) Menghindari susu, produk susu, dan daging berserat kasar
8) Menghindari makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis dan
berbumbu tajam
9) Makanan diberikan porsi kecil namun sering
10) Apabila diberikan dalam jangka waktu yang lama atau keadaan
khusus, dapat disertakan suplemen, makanan enteral atau parenteral
c. Diet Rendah Natrium (DASH).
Diet DASH (Diet Approaches to Stop Hypertension) merupakan diet
yang menyarankan konsumsi makanan rendah lemak jenuh, kolesterol, serta
meningkatkan asupan buah dan sayur, produk susu rendah lemak, whole
grain, dan kacang-kacangan. Diet ini dapat digunakan sebagai langkah
preventif dalam penyakit hipertensi, namun dapat diberikan pula untuk diet
penyakit jantung dan pembuluh darah dengan tujuan penurunan kadar
kolesterol. Berikut ini adalah syarat dan prinsip diet rendah sisa.
1) Makronutrien cukup menyesuaikan kebutuhan pasien
2) Membatasi konsumsi lemak jenuh dan kolesterol
3) Asupan natrium dibatasi <2300 mg/hari
4) Asupan kalium 4700 mg/hari
5) Asupan kalsium >800 mg/hari
6) Cukup vitamin dan mineral lainnya
7) Pada pasien hipertensi dengan penyakit penyerta lainnya, syarat dan
prinsip diet harus dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi
penyakit.
d. Diet Diabetes Melitus.
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia (gula darah tinggi) yang terjadi karena adanya kelainan sekresi
dan/atau kerja insulin. Maka dari itu, penting bagi penderita diabetes untuk
mengatur makanannya. Berikut ini adalah syarat dan prinsip diet diabetes
melitus.
1) Energi = 25-30 kkal/kgBB. Perlu disesuaikan apabila pasien
mengalami obesitas dan penyakit lainnya
2) Protein menyesuaikan kebutuhan pasien, dimana :
a) Pasien normal = 10-20% dari kebutuhan energi
b) Pasien nefropati diabetik = kebutuhan protein diturunkan menjadi
0,8 g/kgBB per hari
c) Pasien DM yang telah menjalani hemodialisis = kebutuhan protein
menjadi 1-1,2 g/kgBB per hari
d) Utamakan sumber protein rendah lemak jenuh dan kolesterol
3) Lemak yang dianjurkan sebesar 20-25% dari total kebutuhan energi
dengan komposisi dan syarat pemberian :
a) Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori
b) Lemak PUFA >10% kebutuhan kalori
c) Lemak MUFA 12-15% kebutuhan kalori
d) Kolesterol <200 mg/hari
e) Makanan banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans perlu
dibatasi
4) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total kebutuhan
energi. Utamakan karbohidrat rendah indeks glikemik dan berserat
tinggi, hindari karbohidrat sederhana. Pemanis alternatif dapat
digunakan sebagai pengganti gula, namun pemakaiannya tidak
melebihi batas aman konsumsi harian.
5) Natrium <2300 mg/hari. Perlu disesuaikan apabila pasien mengalami
hipertensi
6) Serat = 20-25 gram/hari
7) Vitamin dan mineral lainnya cukup
8) Makanan diberikan dengan prinsip 3J : jenis, jumlah dan jadwal yang
tepat
e. Diet pada Tindakan Bedah.
a. Pra-Bedah
Diet pra-bedah merupakan pengaturan makan yang diberikan pada
pasien yang akan menjalani pembedahan. Pemberian diet pra-bedah
bergantung pada keadaan umum pasien, jenis pembedahan, sifat operasi,
dan penyakit yang dialami. Maka dari itu, tujuan diet pra-bedah adalah
mengusahakan agar status gizi pasien dalam keadaan optimal pada saat
pembedahan. Berikut ini syarat dan prinsip diet pra-bedah.
1) Energi
a) Pasien status gizi kurang diberikan 35-40 kkal/kgBB
b) Pasien status gizi baik diberikan 25-35 kkal/kgBB
c) Pasien status gizi lebih diberikan 20-25 kkal/kgBB
d) Pasien dengan penyakit tertentu diberikan energi sesuai
penyakit yang diderita
2) Protein
a) Pasien status gizi kurang diberikan 1,5-2 g/kgBB
b) Pasien status gizi lebih atau baik diberikan 0,8-1,5 g/kgBB
c) Pasien dengan penyakit tertentu diberikan protein sesuai
penyakit yang diderita
3) Lemak cukup = 20-25% dari kebutuhan energi total
4) Karbohidrat cukup, sisa kebutuhan energi total dikurangi
kebutuhan lemak dan protein
5) Vitamin dan mineral cukup
6) Cairan cukup
a) Bila kondisi pasien normal, diberikan cairan sebanyak 1500-
3000 ml/24 jam atau 30-35 ml/kgBB
b) Bila kondisi pasien hipovolemia atau hipervolemia harus
diperhatikan input dan output cairan
b. Pasca-Bedah
Diet pasca-bedah merupakan pengaturan makan yang diberikan pada
pasien setelah menjalani pembedahan. Pemberian diet pasca-bedah juga
bergantung pada keadaan umum pasien, jenis pembedahan, sifat operasi,
dan penyakit yang dialami. Maka dari itu, tujuan diet pasca-bedah adalah
mengusahakan agar status gizi pasien segera kembali normal untuk
mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh
pasien. Berikut ini syarat dan prinsip diet pasca-bedah.
1) Energi diberikan sebanyak 30-40 kkal/kgBB. Bagi pasien dengan
penyakit tertentu atau keadaan kritis disesuaikan
2) Protein diberikan sebanyak 1-1,8 g/kgBB. Bagi pasien dengan
penyakit tertentu atau keadaan kritis disesuaikan
3) Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total
4) Karbohidrat cukup, sisa kebutuhan energi total dikurangi
kebutuhan lemak dan protein
5) Vitamin dan mineral cukup, disesuaikan dengan pasien
6) Cairan cukup
a) Bila kondisi pasien normal, diberikan cairan sebanyak 1500-
2500 ml/24 jam atau 30-35 ml/kgBB
b) Bila kondisi pasien hipovolemia atau hipervolemia harus
diperhatikan input dan output cairan
c. Pasca-Bedah lewat Pipa/Sonde
1) Lewat pipa lambung
Diet pasca-bedah lewat pipa lambung merupakan pemberian
makanan pada pasien dalam keadaan khusus, seperti penurunan
kesadaran, pasien luka bakar, gangguan psikis, gangguan mengunyah
atau menelan sehingga perlu diberikan enteral melalui NGT. Cara
pemberian makanan diberikan sebagai makanan cair/formula enteral
dengan jumlah kalori 1 kkal/ml sebanyak 250 ml tiap 3 jam. Makanan
diharapkan dapat merangsang peristaltik lambung.
2) Lewat pipa jejunum
Diet pasca-bedah lewat pipa jejuum merupakan pemberian
makanan pada pasien yang tak dapat menerima makanan melalui oral
atau pipa lambung sehingga makanan diberikan langsung ke jejunum
dengan menggunakan jejunum feeding fistula. Cara pemberian
makanan diberikan sebagai makanan cair/formula enteral yang tidak
memerlukan pencernaan lambung dan tidak merangsang jejunum
secara mekanis dan osmotis. Cairan diberikan tetes demi tetes dan
secara perlahan agar tidak terjadi diare atau kejang.
f. Diet Penyakit Ginjal.
1) Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik merupakan kondisi dimana terjadi penurunan
fungsi ginjal yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap
pada 3 bulan terakhir sehingga dibutuhkan diet khusus. Berikut ini adalah
syarat dan prinsip diet PGK.
a) Energi = 30-35 kkal/kgBB
b) Protein = 0,6-0,8 g/kgBB, utamakan protein bernilai biologis
tinggi.
c) Lemak = 25-30% dari kebutuhan energi. Pembatasan lemak jenuh
sebesar <10%. Bila terdapat dislipidemia, anjuran kolesterol
dalam makanan <300 mg/hari
d) Karbohidrat cukup, sisa kebutuhan energi total dikurangi
kebutuhan lemak dan protein
e) Natrium <2000 mg/hari
f) Kalsium 1200 mg/hari
g) Fosfor 80-1000 mg/hari
h) Vitamin dan mineral cukup sesuai kondisi pasien
i) Cairan dibatasi apabila terdapat edema, yaitu sejumlah urine
selama 24 jam ditambah 500-750 ml
2) Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis
Hemodialisis merupakan salah satu terapi penyakit ginjal kronik,
dimana dilakukan proses pembersihan darah secara rutin sesuai anjuran
dokter. Seseorang dirujuk untuk melakukan hemodialisis apabila
penyakit ginjal dikategorikan pada stadium 5 serta telah terdapat
komplikasi pada pasien. Berikut ini adalah syarat dan prinsip diet PGK
dengan hemodialisis.
a) Energi = 30-35 kkal/kgBB
b) Protein tinggi, sekitar 1,2 g/kgBB. Utamakan protein bernilai
biologis tinggi
c) Lemak = 15-30% kebutuhan energi
d) Karbohidrat cukup, sisa kebutuhan energi total dikurangi
kebutuhan lemak dan protein
e) Natrium dan kalium diberikan sesuai dengan jumlah urine yang
keluar da;am 24 jam
f) Kalsium = 1000-2000 mg/hari
g) Fosfor dibatasi, yaitu <17 mg/kgBB
h) Cairan dibatasi apabila terdapat edema, yaitu sejumlah urine
selama 24 jam ditambah 500-750 ml
i) Jika nafsu makan kurang sehingga asupan per oral tidak memenuhi
anjuran, maka suplemen enteral dapat diberikan
3) Penyakit Ginjal Kronik dengan Peritoneal Dialisis
Peritoneal dialisis merupakan dialisis yang menggunakan membran
peritoneum yang bersifat semipermeabel. Prosedur ini hampir sama
dengan hemodialisis sehingga butuh asupan gizi yang khusus. Berikut ini
adalah syarat dan prinsip diet untuk PGK dengan peritoneal dialisis.
a) Energi = 30-35 kkal/kgBB (usia >60 tahun), ≤35 kkal/kgBB
apabila usia <60 tahun
b) Protein tinggi, yaitu 1,2-1,3 g/kgBB. Utamakan protein bernilai
biologis tinggi
c) Lemak = 15-30% dari kebutuhan energi
d) Karbohidrat = 55-60% dari kebutuhan energi
e) Natrium = 2-3 g/hari
f) Kalium = 2-4 g/hari
g) Kalsium = ≥2000 mg/hari
h) Fosfor = 800-1000 mg/hari
i) Cairan = ≥1 liter/hari, tergantung output urine
j) Zat besi = 10-15 mg/hari
g. Diet Penyakit Hati.
Penyakit hati ini terdiri dari hepatitis, sirosis hepatis, enselofati
hepatikum, dan non-alcoholic fatty liver disease (NAFDL). Pada penyakit-
penyakit tersebut, terjadi regenerasi jaringan hati, kerusakan hati tingkat
lanjut, katabolisme protein dan biasanya juga terjadi penurunan berat badan
drastis sehingga dibutuhkan diet khusus. Berikut ini adalah syarat dan
preskripsi diet penyakit hati.
1) Energi = 25-40 kkal/kgBB
2) Protein = 1-1,5 g/kgBB tergantung tingkat keparahan penyakit. Bila
disertai komplikasi ensefalopati akut, maka protein yang diberikan adalah
0,6-0,8 g/kgBB
3) Lemak = 20-25% kebutuhan energi. Utamakan lemak trigliserida rantai
sedang (MCT) dan pengurangan konsumsi lemak jenuh dan lemak jenuh
trans
4) Karbohidrat= 45-65% kebutuhan energi. Pada pasien sirosis hepatis tidak
dianjurkan melakukan pembatasan karbohidrat. Pada pasien NAFDL,
konsumsi gula sederhana sebaiknya dibatasi
5) Vitamin dan mineral sesuai kebutuhan pasien
6) Pasien dengan edema dan asites diberikan pembatasan natrium yang
berkisar <2 g/hari.
7) Dianjurkan untuk mengonsumsi makanan tinggi serat, probiotik dan
suplemen makanan
8) Cairan diberikan lebih dari biasanya, kecuali jika ada kontraindikasi.
Cairan dapat dibatas 1000 ml/hari pada kondisi hipervolemik
9) Makanan dapat diberikan porsi kecil namun sering diberikan

2. Konseling Gizi
Konseling gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai komunikasi dua arah
yang dilaksanakan oleh ahli gizi/dietisien untuk menanamkan dan meningkatkan
pengertian, sikap, dan perilaku pasien dalam mengenali dan mengatasi masalah
gizi sehingga pasien dapat memutuskan apa yang akan dilakukannya. Tatalaksana
konseling gizi harus mengikuti langkah-langkah sesuai proses asuhan gizi
terstandar.
BAB IV
DOKUMENTASI

1. SPO Permintaan Diet Pasien


2. SPO Penyusunan Diet Pasien
3. SPO Pemberian Makanan Melalui Oral
4. SPO Pemberian Makanan Melalui NGT
5. SPO Pemberian Makanan Melalui OGT
6. SPO Konseling Gizi
7. Formulir Permintaan Diet Pasien
8. Formulir Permintaan Konseling Gizi

Anda mungkin juga menyukai