Anda di halaman 1dari 8

PANDUAN TERAPI GIZI TERINTEGRASI (PASIEN RESIKO NUTRISI )

SURAT PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT HELSA


NOMOR :
TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN PELAYANAN GIZI TERINTEGRASI
DI RUMAH SAKIT HELSA
DIREKTUR RUMAH SAKIT HELSA

Menimbang : 1. Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan yang


berkesinambungan dan mengutamakan keselamatan pasien serta
pelayanan yang terintegrasi dan terkoordinasi diperlukan panduan Gizi
Terintegrasi di rumah sakit
2. Bahwa agar pelayanan pasien dapat berjalan dengan baik dan lancar
maka diperlukan panduan pelayanan seragam
3. Bahwa untuk pelaksanaan butir 1 (satu) dan 2 (dua) tersebut di atas
perlu ditetapkan dengan suatu peraturan Direktur.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun
2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit:
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 Tahun
2008 tentang Rekam Medis
MEMUTUSKAN

Menetapkan : PANDUAN GIZI TERINTEGRASI ;


KESATU : Memberlakukan Panduan Gizi Terintegrasi di Rumah Sakit
Helsa sebagaimana terlampir dalam Keputusan Direktur;
KEDUA : Apabila dikemudian hari terdapat kekurangan dan
kekeliruan dalam penetapan
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditandatangani.

Ditetapkan di : Cikampek
Pada Tanggal : 12 Juli 2018

DIREKTUR RUMAH SAKIT HELSA

dr. Irwan Heriyanto., MARS


Lampiran : Peraturan Direktur Rumah Sakit Helsa
Nomor :
Tanggal :

PANDUAN TERAPI GIZI TERINTEGRASI

1. DEFINISI
Pelayanan gizi optimal merupakan satu kesatuan dari keseluruhan terapi yang diberikan
kepada seluruh pasien agar menghasilkan hasil yang optimal . Tingginya perhatian nasional
maupun lokal atas tingginya angka kejadian malnutrisi khususnya yang terjadi pada pasien
perawatan di rumah sakit.Malnutrisi mempunyai efek potensial dan berdampak atas hasil terapi
terhadap pasien. Pihak rumah sakit bertanggungjawab untuk memastikan adanya sistem
manajemen terapi gizi yang optimal untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien serta
menyediakan manajemen terapi gizi sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan nutrisi pasien
yang dirawat di rumah sakit. Pelayanan nutrisi harus dilakukan secara terapi oleh berbagai
multidisiplin ilmu menjadi sebuah tim terapi gizi yang dapat memberikan pelayanan optimal
manajemen terapi gizi.

2. TUJUAN
a. Memastikan seluruh pasien yang dirawat menerima pelayanan gizi yang sesuai dan optimal
yang dapat diterima oleh pasien sesuai dengan kebutuhan nutrisi masing- masing.
b. Menyediakan kebutuhan energi dan nutrisi yang cukup untuk memelihara fungsi normal
fisiologis tubuh
c. Menyediakan kebutuhan energi dan nutrisi untuk membantu pertumbuhan dan proses
penggantian jaringan tubuh
d. Memberikan perlindungan optimal dalam menghadapi resiko lanjut dari penyakit yang
diderita oleh pasien
e. Mempertahankan ideal pasien dan menurunkan efek samping klinis dari kondisi malnutrisi
pada pasien
f. Melakukan evaluasi terhadap preskripsi diet yang diberikan sesuai perubahan klinis, status
gizi dan status laboratorium
g. Memberikan konsultasi dan atau konseling tentang pentingnya diet pada seluruh pasien dan
keluarganya.
3. RUANG LINGKUP

a. Kebijakan ini mencakup dan diterapkan untuk kebutuhan nutrisi seluruh pasien yang
mencakup nutrisi secara enteral dan parenteral

b. Cakupan pelayanan gizi terdiri atas pelayanan gizi pasien rawat jalan, pelayanan gizi
pasien rawat inap dan penyelenggaraan makanan

c. Pelayanan gizi pasien rawat jalan dilakukan oleh dietitian


d. Pelayanan gizi rawat inap dilakukan secara terpadu oleh tim terapi gizi (TTG)
e. seluruh karyawan terkait harus mengikuti setiap tahapan yang ada dalam pemberian
pelayanan nutrisi ke seluruh pasien

4. TATA LAKSANA
a. Screening
1) Screening awal nutrisi merupakan langkah awal yang dilakukan oleh perawat
terhadap seluruh pasien untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko malnutrisi
agar dapat memperoleh manajemen gizi yang optimal. Screening ini harus cepat,
mudah, dan bersifat umum dan dapat dilakukan oleh seluruh perawat dalam waktu
1x24 jam.
2) Setelah dilakukan screening awal oleh perawat pasien yang tergolong beresiko
nutrisi di lakukan screenig lanjutan oleh dietitian dalam waktu 1x24 jam setelah
pasien masuk rawat inap. Adapun alat screening yang digunakan untuk pasien
dewasa berbasis pola MST dan untuk anak menggunakan panduan grafik CDC
yaitu berat badan / umur dan tinggi badan / umur .
3) Pasien yang telah dilakukan screening lanjutan dibagi menjadi 2 kategori :
 Beresiko jika total nilai >=2
 tidak beresiko jika total nilai < 2
b. Diagnosis
Diaagnosa gizi merupakan identifikasi masalah gizi yang spesifikasi yang dapat
diatasi atau diperbaiki melalui intervensi oleh seorang ahli gizi, dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Dimulai dengan melakukan identifikasi dan penomoran dari data yang tidak
normal, kemudian dilakukan pengelompokan berdasarkan kelainan tertentu secara
sintesis data untuk menuju diagnosa gizi tertentu yang sering disebut dengan
domain.
b. Problem dalam diagnosa gizi dapat dikelompokkan dalam 3 domain, yaitu
domain klinis, domain perilaku dan domain intake. Masing-masing domain dapat
dibagi menjadi beberapa kelas dan satu kelas biasa terdiri dari beberapa subkelas.
c. Diagnosa gizi terdiri dari 3 komponen, yaitu :
a) Masalah/problem (P) yaitu semua masalah gizi nyata yang didapat para pasien :
 Perubahan dari normal menjadi tidak normal
 Penurunan dari suatu kebutuhan normal
 Resiko munculnya gangguan gizi tertentu
b) Sebab/etiologi (E) yaitu semua hal yang dapat menyebabkan munculnya
masalah pasien. Komponen ini biasanya merupakan komponen gizi yang
dibuat oleh ahli gizi atau biasa merupakan komponen medis yang dibuat oleh
dokter.
c) Gejala/tanda (S) yaitu semua temuan berupa gejala dan tanda atau bukti yang
didapat pada pasien yang terkait dengan munculnya masalah gizi. Komponen
ini bisa merupakan komponen gizi yang dibuat oleh ahli gizi atau bisa
merupakan komponen medis yang dibuat oleh dokter.
Diagnosa gizi para pasien ditampilkan dalam bentuk “Problem, Etiologi dan
Sign/Symtom (P,E,S)”, dibuat oleh ahli gizi berdasarkan atas kriteria diagnosis
gangguan gizi tertentu, sifatnya lebih cepat mengalami perubahan, sesuai
dengan respon pasien.
c. Intervensi
Intervensi gizi merupakan cara untuk mengatasi atau memperbaiki masalah
gizi dengan merencanakan atau memperbaiki masalah gizi dengan
merencanakan dan mengimplementasikan tindakan yang sesuai dengan
kebutuhan gizi pasien, dengan tahap sebagai berikut :
a. Penetapan tujuan intervensi dapat diukur, dicapai, dan ditentukan waktunya.
b. Preskripsi diet, Secara singkat menggambarkan rekomendasi mengenai
kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan,
komposisi zat gizi, frekuensi makan..
c. Jenis diet
Pada umumnya pasien masuk ke ruang rawat sudah dibuat permintaan
makanan berdasarkan diet awal dari dokter jaga. Ahli Gizi bersama tim atau
secara mandiri akan menetapkan jenis diet berdasarkan diagnosa gizi. Bila
jenis diet yang ditentukan sesuai dengan rancangan diet. Bila tidak sesuai
akan dilakukan usulan perubahan jenis diet dengan mendiskusikan terlebih
dahulu bersama.
d. Modifikasi diet
Merupakan pengubahan dari makanan biasa (normal). Pengubahan dapat
berupa perubahan dalam konsistensi : meningkatkan/menurunkan nilai
energy, menambah/mengurangi jenis bahan makanan atau zat gizi yang
dikonsumsi, membatasi jenis atau kandungan makanan tertentu,
menyesuaikan komposisi zat gizi (protein, lemak, KH, cairan dan zat gizi
lain), makanan di RS umumnya berbentuk makanan biasa, lunak, saring, dan
cair.
e. Jadwal pemberian diet
Jadwal pemberian makan pada pasien terbagi menjadi 5 kali dalam sehari
yaitu makan pagi pukul 07.00 WIB, snack pagi 09.00 WIB, makan siang
pukul 11.00 WIB, snack sore pukul 14.30 WIB dan makan sore pukul 16.30
WIB.
f. Jalur makanan
Jalur makanan yang diberikan dapat melalui oral dan enteral atau parenteral.
d. Implementasi
Setelah membuat rencana yang lengkap, maka selanjutnya dilakukan
implementasi rencana intervensi gizi. Dalam hal ini dibutuhkan kemampuan
mengkomunikasikan rencana yang akan dikerjakan kepada pasien, keluarga,
kepada bidang lain yang terkait, kemampuan mengumpulkan data lanjutan dan
melakukan perubahan rencana apabila diperlukan serta kemampuan
pendokumentasian semua rencana tindakan serta respon pasien terhadap
tindakan yang dikerjakan.
e. Evaluasi
Merupakan langkah untuk mengetahui dan menilai kemajuan dan pencapaian,
sehingga dapat menentukan tindak lanjut dalam kegiatan berikutnya :
a. Monitoring
Dikerjakan terhadap parameter status gizi yang akan mengalami perubahan
akibat implementasi dari intervensi medis maupun intervensi gizi yang telah
dilakukan. Adapun data yang perlu dimonitor meliputi :
1) Parameter gizi : pengetahuan gizi, intake dan status gizi
2) Parameter klinik dan penyakit : nilai laboratorium, tekanan darah, berat badan,
keluhan dan gejala, status klinik pasien, infeksi, dan komplikasi.
3) Parameter pasien : kepuasan, kualitas hidup, kemampuan merawat diri sendiri
4) Parameter penggunaan fasilitas perawatan : lamanya dirawat rumah sakit.

Evaluasi dikerjakan dengan membandingkan parameter – parameter yang


dimonitor sebelum dan sesudah intervensi gizi atau dengan nilai standar yang
direkomendasikan. Dalam hal ini dibutuhkan kemampuan untuk melihat apakah
intervensi yang dilakukan telah mencapai sasaran atau tidak serta kemampuan
melakukan modifikasi atau perubahan dari rencana intervensi gizi.
5. DOKUMNETASI

a. Assesmen MST
b. CPPT

Anda mungkin juga menyukai