INSTALASI GIZI
A. Latar Belakang
Dalam melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit diperlukan sumber daya manusia
yang kompeten dan sarana dan prasarana yang memadai, agar pelayanan gizi yang dilaksanakan
memenuhi standar yang telah ditetapkan. Pelayan gizi merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan di rumah sakit, yang saling menunjang dan tidak dipisahkan dengan pelayanan lain.
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap
kualitas SDM di suatu negara, yang digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi, umur harapan
hidup dan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh orang yang
sehat dan berstatus gizi baik.
Masalah gizi klinis adalah masalah gizi yang ditinjau secara individual mengenai apa
yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya ditanggulangi secara individu. Demikian
pula masalah gizi pada berbagai keadaan sakit yang secara langsung ataupun tidak langsung
mempengaruhi proses penyembuhan, harus diperhatikan secara individual. Adanya kecenderungan
peningkatan kasus penyakit yang terkait dengan nutrition related disease pada semua kelompok
rentan dari ibu hamil, bayi, anak, remaja, dewasa dan usia lanjut, semakin dirasakan perlunya
penanganan khusus. Semua ini memerlukan pelayanan gizi yang bermutu untuk mempertahankan
status gizi yang optimal, sehingga tidak terjadi kurang gizi dan untuk mempercepat penyembuhan.
Risiko kurang gizi akan muncul secara klinis pada orang sakit, terutama pada penderita
anoreksia, kondisi mulut/gigi geligi buruk serta kesulitan menelan, penyakit saluran cerna disertai
mual, muntah dan diare, infeksi berat, usila tidak sadar dalam waktu lama, kegagalan fungsi
saluran cerna dan pasien yang mendapat kemoterapi. Fungsi organ yang terganggu akan lebih
terganggu lagi dengan adanya penyakit dan kekurangan gizi. Disamping itu masalah gizi lebih dan
obesitas yang erat hubungannya dengan penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, penyakit
jantung koroner dan darah tinggi, penyakit kanker, memerlukan terapi gizi medis untuk
penyembuhan.
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan hak setiap orang, memerlukan adanya sebuah
pedoman agar diperoleh hasil pelayanan yang bermutu. Pelayanan gizi yang bermutu di rumah
sakit akan membantu mempercepat proses penyembuhan pasien, yang berarti pula memperpendek
lama hari rawat sehingga dapat menghemat biaya pengobatan. Keuntungan lain jika pasien cepat
sembuh adalah mereka dapat segera kembali mencari nafkah untuk diri dan keluarganya. Sehingga
pelayanan gizi yang disesuaikan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan
status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan
penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien.
Sering terjadi kondisi klien/pasien semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizi.
Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan tentunya harus
diperhatikan agar pemberian tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi
metabolisme. Terapi gizi harus selalu disesuaikan seiring dengan perubahan fungsi organ selama
proses penyembuhan. Dengan kata lain, pemberian diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki
sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, baik pasien rawat
inap maupun rawat jalan. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam
maupun di luar rumah sakit, merupakan tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan, terutama
tenaga yang bergerak di bidang gizi.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit terdiri dari:
1. Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan.
2. Asuhan Gizi Pasien Rawat Inap.
3. Penyelenggaraan Makanan.
Untuk meningkatkan pelayanan paripurna kepada pasien, maka perlu dibentuk tim asuhan
gizi yang bertugas menyelenggarakan rawat inap dan rawat jalan, termasuk pelayanan poli gizi
yang merupakan bagian dari instalasi rawat jalan.
C. Batasan Operasional
Batasan operasional ini merupakan batasan istilah, sesuai dengan kerangka konsep
pelayanan gizi di rumah sakit yang tertuang di dalam pelayanan gizi.
1. Pelayanan Gizi Rumah Sakit: adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien di rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk keperluan
metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam
rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif.
2. Pelayanan Gizi: adalah rangkaian kegiatan terapi gizi medis yang dilakukan di institusi
kesehatan (rumah sakit), puskesmas dan institusi kesehatan lain untuk memenuhi kebutuhan
gizi klien/pasien. Pelayanan gizi merupakan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
dalam rangka meningkatkan kesehatan klien/pasien.
3. Tim Asuhan Gizi: adalah sekelompok petugas rumah sakit yang terkait dengan pelayanan gizi
terdiri dari dokter/dokter spesialis, nutrisionst/dietisien, dan perawat dari setiap unit pelayanan
bertugas menyelenggarakan asuhan gizi (nutrition care) untuk mencapai pelayanan paripurna
yang bermutu.
4. Terapi Gizi Medis: adalah pelayanan gizi khusus untuk peyembuhan penyakit baik akut
maupun kronis atau kondisi luka-luka, serta merupakan suatu penilaian terhadap kondisi
klien/pasien sesuai dengan intervensi yang telah diberikan, agar klien/pasien serta keluarganya
dapat menerapkan rencana diet yang telah disusun.
5. Terapi Gizi: adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada klien/pasien untuk penyembuhan
penyakit sesuai dengan hasil diagnosis, termasuk konseling, baik sebelum perawatan dalam
dan sesudah perawatan.
6. Terapi Diet: adalah pelayanan dietetik yang merupakan bagian dari terapi gizi.
7. Preskripsi Diet atau Rencana Diet: adalah kebutuhan zat gizi klien/pasien yang dihitung
berdasarkan status gizi, degenerasi penyakit dan kondisi kesehatannya. Preskripsi diet dibuat
oleh dokter sedangkan rencana diet dibuat oleh nutrisionis/dietisien.
8. Konseling Gizi: adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi 2 (dua) arah untuk
menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, dan perilaku sehingga membantu
klien/pasien mengenali dan mengatasi masalah gizi, dilaksanakan oleh nutrisionis/dietisien.
9. Nutrisionis: seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh
pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi,
makanan, dan dietetik, baik di masyarakat maupun rumah sakit, dan unit pelaksana kesehatan
lainnya, berpendidikan dasar akademi gizi.
10. Dietisien: adalah seorang nutrisionis yang telah mendalami pengetahuan dan keterampilan
dietetik, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun pengalaman bekerja dengan masa
kerja minimal satu tahun, atau yang mendapat sertifikasi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia
(PERSAGI), dan bekerja di unit pelayanan yang menyelenggarakan terapi dietetik.
11. Food Model: adalah bahan makanan atau contoh makanan yang terbuat dari bahan sintetis atau
asli yang diawetkan, dengan ukuran dan satuan tertentu sesuai dengan kebutuhan, yang
digunakan untuk konseling gizi, kepada pasien rawat inap maupun pengunjung rawat jalan.
12. Klien: adalah pengunjung poliklinik rumah sakit, dan atau pasien rumah sakit yang sudah
berstatus rawat jalan.
13. Nutrition related disease: penyakit-penyakit yang berhubungan dengan masalah gizi dan
dalam tindakan serta pengobatan memerlukan terapi gizi.
D. Landasan Hukum
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan pelayanan gizi di rumah
sakit diperlukan perundang-undangan pendukung (legal aspect). Beberapa ketentuan perundang-
undangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1333 tahun 1999 tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit;
4. Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara No. 23/Kep/M.Pan/4/2001 tentang Jabatan
Fungsional Nutrisionis dan Angka Kredit.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
3. Supervisor
Supervisor bertugas mengawasi dan mengendalikan proses penyelenggaraan
pelayanan gizi rumah sakit mulai dari perencanaan sampai dengan pendistribusian dan
pelayanan paska rawat dan rujukan. Bidang tugas aspek yang diawasi mencakup aspek dietetik
dan non dietetik.
Supervisor/pengawas mempunyai klafikasi pendidikan sebagai berikut:
a. Lulusan S1 – Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasae D3 – Gizi.
b. Lulusan D4 – Gizi atau D3 – Gizi.
c. Lulusan D3 – Perhotelan, atau serendah-rendahnya lulusan SMK – Tataboga dan
berpengalaman dibidang penyelenggaraan makanan minimal selama 3 tahun.
Supervisor dapat ditukar/digantikan (rotasi) secara bergiliran berdasarkan pertimbangan
tertentu, baik berdasarkan kemampuan teknis, keterampilan maupun masa tugas.
4. Pelaksana
Pelaksana yang dimaksud adalah petugas gizi yang bertugas sebagai Juru Masak,
Perbekalan, Pranata Komputer, dan Ketatausahaan.
a. Juru Masak
Juru masak yaitu tenaga pengolahan bahan makanan yang bertugas mulai dari
persiapan bahan makanan hingga pendistribusian mempunyai kriteria pendidikan D1 –
Gizi, SMU, atau sederajat.
b. Urusan Gudang/Perbekalan
Tenaga urusan gudang atau perbekalan bertugas pada unit penyimpanan bahan
makanan untuk menjamin ketersediaan dan kesiapan bahan makanan yang bermutu sesuai
dengan standar yang ditetapkan mempunyai kriteria pendidikan D1 – Gizi, SMU, atau
yang sederajat.
c. Operator Komputer
Operator komputer bertugas terutama pada perencanaan dan evaluasi untuk
mendukung formulasi dan akurasi perencanaan anggaran serta kebutuhan bahan makanan.
Selain itu juga diperlukan dalam pengorganisasian data untuk mendukung efektifitas
pelaporan. Pendidikan dasar tenaga untuk operator komputer adalah D3 – Gizi dan telah
mengikuti kursus komputer.
d. Tata Usaha
Tugas ketatausahaan meliputi registrasi pesanan, pembukuan keuangan,
penyiapan laporan berkala, penyiapan laporan khusus, serta pengaturan hal-hal yang
berkaitan dengan kepegawaian. Pendidikan dasar tenaga untuk tata usaha adalah D3 –
Gizi dan telah mengikuti kursus komputer.
B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi tenaga gizi disesuaikan dengan tingkat pendidikan pada unit pelayanan gizi di
rumah sakit. Adapun kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit adalah sebagai berikut:
a. Tenaga untuk penyelenggaraan makanan.
b. Tenaga untuk asuhan rawat jalan.
c. Tenaga untuk rawat inap.
d. Tenaga untuk litbang gizi.
BAB III
STANDAR FASILITAS
Denah Instalasi Gizi
(terlampir)
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
Untuk dapat memenuhi hal tersebut, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
2. Tujuan
a. Sebagai bahan masukan bagi perencanaan kegiatan PGRS.
b. Evaluasi kegiatan PGRS.
c. Mengembangkan teori, tatalaksana atau standar baru.
3. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dapat dikelompokkan berdasarkan aspek asuhan gizi dan
penyelenggaraan makanan di rumah sakit.
4. Ruang Lingkup Pengembangan
Kegiatan pengembangan di unit pelayanan gizi dapat dilakukan pada berbagai aspek
penting untuk pengembangan mutu pelayanan gizi. Beberapa aspek penting adalah aspek
sumber daya manusia, standar terapi diet, standar sarana prasarana dan penggunaan berbagai
perangkat lunak serta berbagai tehnik pengolahan makanan.
BAB V
LOGISTIK
1. Pengelolaan Bahan Makanan
Pengelolaan bahan makanan pada Instalasi Gizi di rumah sakit merupakan suatu aspek
manajemen rumah sakit yang penting oleh karena ketidak-efisienannya akan memberi dampak
yang negatif terhadap rumah sakit baik secara medik maupun ekonomik.
2. Pembiayaan Bahan Makanan
Upaya-upaya pengendalian biaya yang dapat dilakukan di rumah sakit meliputi:
a. Meningkatkan efisiensi.
b. Meningkatkan kesadaran akan biaya.
c. Teknik investasi.
3. Perencanaan Bahan Makanan
Pengadaan bahan makanan hingga proses penyediaan makanan matang bagi pasien dan
karyawan rumah sakit, yang meliputi:
a. Perencanaan anggaran belanja.
b. Perencanaan menu.
c. Perhitungan kebutuhan bahan makanan.
d. Prosedur pembelian bahan makanan.
e. Prosedur penyimpanan bahan makanan.
f. Teknik persiapan bahan makanan.
g. Pengaturan pemasakan makanan.
h. Cara pelayanan dan distribusi makanan.
i. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi.
4. Pengadaan Bahan Makanan
Langkah-langkah proses pengadaan dimulai dengan:
a. Mereview daftar bahan yang akan diadakan,
b. Menentukan jumlah masing-masing item yang akan dibeli,
c. Menyesuaikan dengan situasi keuangan,
d. Memilih metode pengadaan,
e. Memilih supplier ataub rekanan,
f. Membuat syarat kontak kerja,
g. Memonitor pengiriman barang, menerima barang dan memeriksa.
5. Penyimpanan dan Distribusi Makanan
Kegiatan penyimpanan atau storage atau pergudangan, dimulai dari datangnya barang
yang diadakan sampai adanya permintaan untuk digunakan atau distribusi.Kegiatan penyimpanan
dan distribusi diawali dengan penerimaan barang digudang, penelitian dan pengecekan, pencatatan
pada kartu stok gudang untuk pengendalian inventori serta barang dimasukkan dan ditempatkan
pada tempat yang telah ditentukan dalam gudang.
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
1. Pengertian
Keselamatan kerja (safety) adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan
dalam rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas ataupun
kelalaian/kesengajaan.
2. Tujuan
Menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja tahun 1970. Syarat-syarat keselamatan kerja
meliputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya, dengan tujuan:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah, mengurangi bahaya ledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian yang
berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran,
asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi.
g. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akbiat kerja, baik fisik/psikis, keracunan,
infeksi dan penularan.
h. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
i. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
j. Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat perlakuan dan penyimpanan barang.
k. Mencegah terkena aliran listrik.
3. Prinsip Keselamatan Kerja Pegawai dalam Proses Penyelenggaraan
a. Pengendalian teknis mencakup:
Letak, bentuk dan kontruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat yang telah
ditentukan.
Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai arus kerja dan dapur dari bahan-bahan kontruksi
yang memenuhi syarat.
Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis.
Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat.
Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai.
b. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya kebiasaan
kerja yang baik oleh pegawai.
c. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari pegawai.
d. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan jam kerja yang telah diterapkan.
e. Maintenence (perawatan) alat dilakukan secara kontinyu agar peralatan tetap dalam kondisi
yang layak dipakai.
f. Adanya pelatihan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai.
g. Adanya fasilitas/peralatan pelindung keselamatan bagi pegawai.
h. Petunjuk penggunaan alat keselamatan kerja.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
A. Pengertian
1. Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan agar
pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana, instruksi, pedoman, standar, peraturan dan hasil
yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai tujuan yang diharapkan.
2. Pengendalian
Pengendalian merupakan bentuk atau bahan untuk melakukan pembetulan atau
perbaikan pelaksanaan yang terjadi sesuai dengan arah yang ditetapkan. Pengertian
pengawasan dan pengendalian hampir sama. Perbedaannya jika pengawasan mempunyai dasar
hukum dan tindakan administratif, sedangkan pengendalian tidak. Pengawasan dan
pengendalian bertujuan agar semua kegiatan-kegiatan dapat tercapai secara berdaya guna dan
berhasil guna, dilaksanakan sesuai dengan rencana, pembagian tugas, rumusan kerja, pedoman
pelaksanaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Evaluasi/Penilaian
Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi menajemen. Evaluasi ini
bertujuan untuk menilai pelaksanan sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang disusun
sehingga dapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Melalui penilaian, pengelola dapat
memperbaiki rencana yang lalu bila perlu, ataupun membuat rencana program yang baru.
B. Bentuk-Bentuk Pengawasan dan Pengendalian
1. Pencatatan dan Pelaporan Pengadaan Makanan
Pencatatan dan pelaporan adalah serangkaian kegiatan pengumpulan data dan
pengolahan data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka waktu tertentu, untuk
menghasilkan bahan bagi penilaian kegiatan pelayanan gizi rumah sakit maupun untuk
pengambilan keputusan.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan di Instalasi Gizi:
a. Pencatatan dan Pelaporan Pengadaan Makanan.
1) Formulir pemesanan bahan makanan harian.
2) Pencatatan bahan makanan yang diterima oleh bagian gudang instalasi gizi pada hari
itu.
3) Pencatatan sisa bahan makanan (harian/bulanan), meliputi bahan makan basah dan
bahan makanan kering.
4) Pencatatan data permintaan/pesanan bahan makanan berdasarkan bon pemesanan
daru masing-masing.
b. Pencatatan dan Pelaporan tentang Penyelenggaraan Makanan.
1) Buku laporan timbang terima barang antara penggantian rotasi (berisi pesan-pesan
yang penting).
2) Buku laporan pasien baru/yang berdiet khusus.
3) Buku laporan pasien baru makanan biasa.
4) Buku laporan pergantian/pertukaran diet pasien.
c. Pencatatan dan Pelaporan tentang Perlengkapan Peralatan Instalasi Gizi.
1) Membuat kartu inventaris peralatan masak.
2) Membuat kartu inventaris peralatan makan.
3) Membuat kartu inventaris peralatan kantor.
4) Buku besar tentang peralatan keseluruhan (untuk simpan pinjam).
5) Formulir untuk pelaporan alat-alat masak.
6) Formulir daftar kekuatan pasien dalam sehari.
7) Laporan jumlah pasien pada pagi hari setiap harinya.
d. Pencatatan dan Pelaporan Anggaran Belanja Bahan Makanan.
1) Pencatatan tentang pemasukan dan pemakaian bahan makanan harian selama 1 kali
putaran menu.
2) Perhitungan tentang rencana kebutuhan bahan makanan untuk yang akan datang
selama triwulan/tahunan.
3) Rekapitulasi tentang pemasukan dan pemakaian bahan makanan.
4)
e. Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Gizi di Ruang Rawat Inap.
f. Pencatatan dan Pelaporan di Ruang Penyuluhan dan Konsultasi Gizi/Poliklinik Gizi.
2. Pengawasan Standar Porsi
C. Indikator Keberhasilan Pelayanan Gizi Rumah Sakit
BAB VIII
PENUTUP