Anda di halaman 1dari 9

BAB III

METODE PELAKSANAAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
3.1.1 Tempat
Pengolahan sampel Daun Pepaya, ekstraksi Daun Pepaya, karakteristik ekstrak dilakukan
di Laboratorium Fitokimia dan Farmakognosi Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas
Udayana. Formulasi tablet ekstrak Daun Pepaya dan evaluasi sediaan tablet dilakukan di
Laboratorium Formulasi dan Teknologi Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana.
3.1.2 Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan praktikum dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2017 sampai 6
Desember 2017.
Tabel 3.1.2 Waktu Pelaksanaan Praktikum
No Tanggal Uraian Kegiatan
1. 25 - 10 - 2017 Ekstraksi dan Penyiapan Ekstrak

2. 08 - 11- 2017 Pengukuran Kadar Air dan Skrining Fitokimia Ekstrak


3. 15 - 11 - 2017 Optimasi Formulasi Sedian OHT tablet antidiabetes tahap 1
4. 22 - 11 - 2017 Optimasi Formulasi Sedian OHT tablet antidiabetes tahap 2
5. 29 - 11 - 2017 Optimasi Formulasi Sedian OHT tablet antidiabetes tahap 3
6. 6 - 12 - 2017 Evaluasi OHT tablet antidiabetes

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi alat-alat gelas, cawan porselen,
timbangan analitik, ayakan bertingkat, pH meter, alat uji disintegritas tablet.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi Kulit Kayu Manis, Primojel, Talk,
Mg Stearat, Amilum Manihot, Laktosa.
3.3 Formula OHT
3.3.1 Formula Standar
1. R/ Ekstrak daun sambiloto 277 mg
PVP 4% 26 mg
Primojel 5% 32,5 mg
Laktosa 308 mg
Mg Stearat 1% 6,5 mg

Dibuat tablet 500 mg


(Mutiara dkk., 2014)
2. R/ Ekstrak daun sambiloto 600 mg
Laktosa 120 mg
Hidroksipropil metilselulosa (K100M) 120 mg
Mikrokristal fibrin 50 mg
Silikon oksida 9 mg
PEG 4000 9 mg
(Wang et al., 2007)
3.3.2 Formula yang Digunakan
a. Formula
R/ Ekstrak Daun Sambiloto 450 mg
PVP K-30 35 mg
Pati Jagung 21 mg
Laktosa 159 mg
Mg Stearat 7 mg
Talk 28 mg
Bobot tiap tablet 700 mg
b. Perhitungan Konversi Dosis
- Ekstrak etanol daun sambiloto
Dik :
BB tikus = 200 gram
= 0,2 kg
Dosis = 250 mg/kg BB (Yasmeen, 2012)
Konversi dosis manusia 70 kg = 56,0 (Laurence & Baqarach, 1964; Dollery, 1991).
Dit : Dosis manusia ?
Jawab :
- Jumlah yang diberi pada tikus
= 250 mg/kg BB x 0,2 kg
= 50 mg
- Dosis manusia dengan berat badan 56 kg
= 50 mg x 56
= 2.800 mg
Jadi, dosis ekstrak kayu manis sehari adalah 2.800 mg
Dibuat dalam 6 tablet, sehingga dosis satu tabletnya :
= 467 mg
3.4 Cara Pembuatan
3.4.1 Penyiapan Ekstrak Daun Pepaya
Pembuatan ekstrak daun papaya dilakukan dengan metode maserasi. Disiapkan serbuk
daun pepaya dan ditimbang sebanyak satu kilogram serbuk. Kemudian direndam dengan 200 ml
pelarut etanol 70% di dalam bejana tertutup selama 3 hari. Selama 3 hari ekstrak diaduk secara
kontinu. Setelah maserasi ekstrak disaring dan dipekatkan menjadi ekstrak kental menggunakan
rotary evaporator dengan suhu tidak lebih dari 50oC. Ekstrak yang sudah kental, diuapkan pada
oven dengan suhu 50o.

3. Standarisasi Ekstrak
1. Penentuan Kadar Air
Sejumlah 0,1 g ekstrak ditimbang dalam krus porselen bertutup yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 105°C selama 30 menit dan telah ditera. Diratakan dengan
menggoyangkan hingga merupakan lapisan setebal 10 –15 mm dan dikeringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap, tutupnya dibuka, dibiarkan krus dalam keadaan tertutup dan
mendingin dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh
untuk menghitung persentase susut pengeringannya.Kadar air yang ditetapkan menurut
Farmakope Herbal Indonesia sebesar tidak lebih dari 16%.
Berat sebelum pengeringan−berat akhir
Kadar Air = x 100%
Berat sebelum pengeringan
(Depkes RI, 2000).
2. Penetapan Susut Pengeringan
Ditimbang saksama 1 g dan 2 g zat dalam bobot timbang dangkal bertutup yang sebelumnya
telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika zat berupa hablur
besar, sebelum ditimbang digerus dengan cepat hingga ukuran butiran lebih kurang 2 mm. Zat
dalam botol timbang diratakan dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal
lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, dimasukkan ke dalam ruang pengering, dibuka tutupnya,
dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, botol
dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar. Jika suhu lebur
zat lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5 0dan 100C
dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama
waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap (Depkes RI, 1995). Nilai susut pengeringan yang
ditetapkan menurut Farmakope Herbal Indonesia sebesar tidak lebih dari 12%.
3. Penentuan Kadar Abu Total
Sejumlah 0,2 gram ekstrak ditimbang dengan seksama dalam krus yang telah ditera,
dipijarkan perlahan-lahan. Kemudian suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 250C sampai
bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam desikator, serta ditimbang berat abu.Kadar abu
dihitung dalam persen berat sampel awal. Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu,
kemudian dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer P selama 5 menit, bagian yang tidak larut
asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, disaring
dan ditimbang, ditentukan kadar abu yang tidak larut asam dalam persen terhadap berat sampel
awal. Kadar abu total yang ditetapkan menurut Farmakope Herbal Indonesia sebesar tidak lebih
dari 0,3 %.
Berat awal−berat akhir
Kadar Abu = x 100%
Berat awal
(Depkes RI, 2000).
4. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh dari hasil penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 mL asam
klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui
kertas saring, dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang
tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).
Kadar abu tidak larut asam yang ditetapkan menurut Farmakope Herbal Indonesia sebesar tidak
lebih dari 0,1 %.
5. Penentuan Bobot Jenis
Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil pengenceran ekstrak 5% dan 10% dalam
pelarut etanol dengan alat piknometer. Digunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi
dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25°C. Suhu
diatur hingga ekstrak cair lebih kurang 20°C, lalu dimasukkan ke dalam piknometer. Diatur suhu
piknometer yang telah diisi hingga suhu 25°C, kelebihan ekstrak cair dibuang dan ditimbang.
Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer (Depkes RI, 2000). Menurut Badan
Standarisasi Nasional (2006) bobot jenis ekstrak kulit kayu manis adalah 1,008-1,030.

3.6 Skrining Fitokimia


a. Pembuatan Larutan Uji
Hasil ekstraksi serbuk daun papaya diuapkan dan ditimbang sebanyak 10 mg. Kemudian
ditambahkan etanol sebanyak 20 mL.
b. Pemeriksaan Flavonoid
Skrining fitokimia flavonoid dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL larutan uji diuapkan
hingga kering, sisanya dibasahkan dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat
P dan serbuk halus asam oksalat P, dipanaskan hati-hati di atas penangas air dan dihindari
pemanasan berlebihan. Sisa yang diperoleh dicampur dengan 10 mL eter P. Diamati dengan sinar
UV 366 nm; larutan berflurorensensi kuning intensif, menunjukkan adanya senyawa flavonoid
(Depkes RI, 1989).
c. Pemeriksaan Alkaloid
Skrining fitokimia alkaloid dilakukan dengan menguapkan 2 ml larutan uji hingga kring,
kemudian residu dilarutkan dengan 5 ml HCl 2 N. Larutan tersebut dibagi menjadi 3 dalam
tabung reaksi. Tabung 1 ditambahkan 3 tetes asam encer sebagai blanko. Tabung 2
ditambahakan 3 tetes pereaksi Dragendroff. Tabung 3 ditambahkan 3 tetes pereaksi Mayer.
Adanya senyawa alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada tabung reaksi yang
kedua dan timbulnya endapan berwarna coklat kemerahan atau jingga pada tabung reaksi ketiga
(Kristanti dkk., 2008).
d. Pemeriksaan Saponin
Skrining fitokimia saponin dilakukan dengan memasukkan ekstrak uji sebanyak 10 ml ke
dalam. Dikocok vertical selama 10 detik dan didiamkan selama 10 detik. Diamati pembentukan
busa. Apabila terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi
menunjukkan adanya saponin (Marliana dkk., 2005).
e. Pemeriksaan Tanin
Skrining fitokimia tanin dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL larutan uji direaksikan
dengan larutan besi (III) klorida 10%, adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru
tua atau hitam kehijauan (Robinson, 1991).

3.7 Perhitungan Bahan


Dibuat tablet sebanyak 100 tablet, sehingga perhitungan pengambilan bahan menjadi:
a. Ekstrak daun sambiloto
= 450 mg x 100
= 45.000 mg
= 45 g
b. PVP K-30
= 35 mg x 10
= 350 mg
= 0,35 g
c. Pati Jagung
= 21 mg x 10
= 210 mg
= 0,21 g
d. Laktosa
= 159 mg x 10
= 1.590 mg
= 1,59 g
e. Mg Stearat 1%
= 7 mg x 10
= 70 mg
f. Talk
= 28 mg x 10
= 280 mg
= 0,28 g
Tabel 3.7. Konsentrasi Bahan
Bahan Konsentrasi Konsentrasi
Fungsi
1 tab (mg) 100 tab (g)
Ekstrak Daun Sambiloto 450 mg 4,5 g Bahan Utama
PVP K-30 35 mg 0,35 g Bahan pengikat
Pati Jagung 21 mg 0,21 g Agen Disintegran
Laktosa 159 mg 1,59 g Pengisi Tablet
Mg. Stearat 7 mg 0,07 g Lubrikan
Talk 28 mg 0,28 g Diluen tablet

3.8 Pembuatan Tablet


Tablet dibuat dengan mencampurkan ekstrak daun sambiloto, laktosa, pati jagung dan
larutan PVP K-30 untuk membentuk massa koheren yang lembab yang selanjutnya diperkecil
ukuran partikelnya menggunakan mess no. 16 dan dikeringkan di oven pada suhu 50oC.

3.9 Cara Pakai


Sediaan OHT tablet ekstrak kayu manis diberikan dengan rute oral dengan dosis 2x3 kali
sehari yaitu obat diminum secara oral melalui mulut dengan segelas air.

3.10 Cara Pengujian


3.10.1 Uji Pre Klinik
Mencit albino Wistar dengan berat 150-200 g diinduksi aloksan dibagi menjadi 6
kelompok dan setiap kelompok per oral diobati dengan ekstrak daun pepaya dalam berbagai
rentang dosis. Pengamatan pada hewan puasa diamati setiap 2 jam terus menerus setelah
perlakuan dan setelah itu dilanjutkan selama 21 hari. Semua perubahan perilaku dan kematian
selama periode pengamatan dicatat. Persentase kematian pada masing-masing kelompok
kemudian dihitung serta aktivitas antidiabetes pada ektrak daun papaya (Yasmeen, 2012).

3.11 Kontrol Kualitas Sediaan


1. Uji Organoleptis
Diamati penampilan fisik dari tablet meliputi bau, warna dan bentuk tablet (Depkes RI,
1995).
2. Uji Keseragaman Ukuran
Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3
tebal tablet (Depkes RI, 1979). Tablet diukur diameter dan tebalnya menggunakan jangka
sorong.
3. Uji Keseragaman Bobot
Ditimbang 10 tablet satu per satu, dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Tidak boleh lebih
dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari
harga yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1979) (Depkes RI,1995).
4. Uji Kekerasan Tablet
Pada umumnya tablet harus cukup keras dan tahan pecah waktu dikemas, dikirim dan
waktu penyimpanan tetapi tablet juga harus cukup lunak untuk hancur dan melarut dengan
sempurna begitu digunakan atau dapat dipatahkan dengan jari bila tablet perlu dibagi dalam
pemakaiannya. Masing-masing 10 tablet dari tiap batch diukur kekerasannya dengan alat
pengukur kekerasan tablet (Depkes RI,1995). Persyaratan kekerasan tablet 4-8 kp (Lachman dkk,
2008).
5. Uji Keregasan/Kerapuhan
Keregasan tablet dapat ditentukan dengan menggunakan alat friabilator. Pengujian
dilakukan pada kecepatan 25 rpm, tablet dijatuhkan sejauh 6 inci pada setiap putaran, dijalankan
sebanyak 100 putaran. Tablet ditimbang sebelum dan sesudah diputar, kehilangan berat yang
dibenarkan yaitu lebih kecil dari 0,5% sampai 1% (Lachman dkk., 1994).
6. Uji Waktu Hancur
Diambil enam tablet secara acak, dimasukkan masing-masing sebanyak 1 tablet kedalam
alat uji waktu hancur. Dimasukkan satu cakram pada tiap tabung. Digunakan air bersuhu
(37±2)°C sebagai media. Selanjutnya, alat dijalankan dan dihitung waktu hancur tablet mulai
saat keranjang tercelup sampai semua tablet hancur sempurna. (Depkes RI, 1995).

Anda mungkin juga menyukai