Anda di halaman 1dari 4

2.

1 Akumulasi Obat
Untuk menghitung aturan dosis ganda untuk seorang pasien atau pasien-
pasien, pertama parameter farmakokinetika diperoleh dari kurva kadar plasma-
waktu yang didapat melalui penelitian obat dosis tunggal. Dengan parameter ini,
dan pengetahuan tentang ukuran dosis dan jarak waktu pemberian ()
memungkinkan untuk memprediksi kurva kadar plasma-waktu yang lengkap atau
kadar plasma pada setiap waktu setelah dimulainya pengaturan dosis. Untuk
menghitung pengaturan dosis ganda, perlu menetapkan apakah dosis obat yang
berikutnya berpengaruh pada dosis sebelumnya.
Prinsip superposisi menganggap bahwa dosis obat sebelumnya tidak
mempengaruhi farmakokinetika dari dosis berikutnya. Oleh karena itu, kadar
dalam darah setelah dosis kedia, ketiga atau dosis ke-n akan terjadi overlay atau
superimpose pada kadar dalam darah yang dicapai setelah dosis ke (n-1). Prinsip
superposisi memungkinkan untuk memperhitungkan kurva konsentrasi plasma-
waktu dari suatu obat setelah pemberian dosis ganda berurutan, yang didasarkan
atas kurva konsentrasi obat dalam plasma-waktu yang diperoleh setelah
pemberian suatu dosis tunggal. Dasar anggapannya adalah obat dieleminasi
melalui kinetika order kesatu dan farmakokinetika obat yang didapat setelah
pemberiam suatu dosis tunggal tidak berubah setelah pemakaian obat dosis ganda
(Shargel et al., 2004).

Gambar 1. Data tiruan yang memperlihatkan kadar dalam darah setelah pemberian dosis
ganda dan akumulasi kadar dalam darah bila dosis yang sama diberikan pada jarak waktu
yang sama

Konsentrasi obat dalam plasma setelah pemberian dosis ganda dapat


diprediksi dari konsentrasi obat dalam plasma yang diperoleh setelah pemberian
obat dosis tunggal. Pada tabel 2.1 konsentrasi obat dalam plasma dari 0 sampai 24
jam diukur setelah pemberian dosis tunggal. Suatu dosis obat yang konstan
diberikan setiap 4 jam dan konsentrasi obat dalam plasma dari setiap pemberian
dosis yang diperoleh dengan menggunakan data setelah pemberian dosis pertama.
Prinsip superposisi dapat digunakan untuk memprediksi konsentrasi obat setelah
pemberian dosis ganda dari banyak obat. Oleh karena prinsip superposisi
merupakan suatu metode “overlay”, maka dapat digunakan untuk meramalkan
konsentrasi obat setelah dosis ganda yang diberikan baik pada interval pendosisan
yang sama atau berbeda. Sebagai contoh, onsentrasi obat dalam plasma dapat
diprediksi setelah suatu dosis obat yang diberikan setiap 8 jam atau 3 kali sehari
sebelum makan pada jam 08.00, 12.00, dan 18.00.
Tabel 1. Konsentrasi Obat Plasma Prediksi untuk Pengaturan Dosis Ganda dengan
Menggunakan Prinsip Superposisi.
Prinsip superposisi tidak digunakan dalam keadaan dimana farmakokinetika
obat berubah setelah pemberian dosis ganda sehubungan dengan berbagai faktor,
yang meliputi perubahan patofisiologi pada pasien, penjenuhan suatu sistem
pembawa obat, induksi enzim dan inhibisi enzim. Obat-obat yang mengikuti
farmakokinetika nonlinier pada umumnya konsentrasi obat dalam plasma setelah
dosis ganda tidak dapat diprediksi dengan menggunakan prinsip superposisi.
Bila dosis yang sama diberikan berulang pada frekuensiyang konstan,
diperoleh kurva kadar plasma-waktu plateau dan suatu keadaan tunak. Pada
keadaan tunak, kadar obat dalam plasma berfluktuasi antara Cmax dan Cmin. sekali
keadaan tunak tercapai, Cmax dan Cmin adalah konstan dan tetap, tidak berubah
dari dosis ke dosis. Cmax penting dalam menentukan keamanan obat. Cmax selalu
berada di bawah konsentrasi toksis minimum. Cmax juga merupakan suatu
petunjuk yang baik dari akumulasi obat. Jika pada keadaan tunak, suatu obat
menghasilkan Cmax yang sama dengan (Cn = 1)max setelah pemberian dosis yang
pertama, maka berarti tidak ada akumulasi obat. Jika Cmax lebih besar daripada
(Cn =1)max maka berarti ada akumulasi yang bermakna selama pengaturan dosis
ganda. Akumulasi diperngaruhi oleh waktu paruh eliminasi obat dan jarak waktu
pemberian dosis. Indeks untuk pengukuran akumulasi obat R adalah:

(2.1)

Substitusi untuk Cmaks setelah dosis pertama dan pada keadaan tunak
menghasilkan persamaan berikut:

(2.2)

Persamaan 2.2 menunjukkan bahwa akumulasi obat yang diukur dengan


indeks R bergantung pada tetapan eliminasi dan jarak waktu pemberian dosis dan
tidak bergantung pada dosis. Untuk suatu obat yang diberikan dalam dosis oral
berulang, waktu yang diperlukan untuk mencpai keadaan tunak bergantung pada
waktu paruh eliminasi obat, dan tidak bergantung ukuran dosis, panjangnya jarak
pemberian dan jumlah dosis.
Suatu persamaan untuk memperkirakan waktu untuk mencapai setengah
dari kadar tunak dalam plasma atau waktu paruh akumulasi telah dijabarkan oleh
Van Rossum dan Pomey (1968):

(2.3)

Untuk administrasi IV, Ka sangat cepat (mendekati ); K sangat kecil jika
dibandingkan dengan Ka dan dapat disubstitusikan pada persamaan 2.3 menjadi:

(2.4)

Dikarenakan Ka/Ka = 1 dan log 1 = 0, akumulasi t1/2 dari obat melalui


intravena merupakan t1/2 eliminasi dari obat tersebut. Dari persamaan ini, waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai kadar obat 50% adalah dipengaruhi pada t1/2
eliminasi dan tidak bergantung pada dosis atau interval dosis.

Anda mungkin juga menyukai