Anda di halaman 1dari 22

PEMBERIAN OBAT SECARA BERGANDA

DAN INFUSI INTRAVENA

apt. Rahmat A Hi Wahid, M.Farm|rahmat@upy.ac.id


PENYUSUN:

Program Studi Farmasi Program Sarjana


Fakultas Sains dan Teknologi
TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang:


1. Pemberian Obat dengan Dosis Berganda
2. Faktor Akumulasi Obat
3. Infusi Intravena
4. Kadar Tunak (Steady State) di Dalam Plasma
Pemberian Obat dengan Dosis Berganda

• Obat perlu diberikan dengan dosis berganda/pemberian


berulang atau dengan infusi intravena.
• Tujuan pemberian berulang  untuk mempertahankan
efek terapi dgn mempertahankan jumlah obat di dalam
badan, termasuk kadar obat di dalam plasma agar tetap
berada pada rentang harga yg konstan pada daerah
terapeutik
Pemberian Obat dengan Dosis
Berganda

• Dosis pertama (Cmak1) = kadar tertinggi setelah pemberian obat


• Dosis kedua (Cmak2)= kadar kedua lebih besara disbanding kadar
maksimum setelah dosis pertama (Cmak1). Sedangkan kurva kadar
obat thd waktu setelah pemberian dosis kedua bentuknya mirip
dengan kurva setelah pemberian dosis pertama, namun lebih tinggi,
karena ada penambahan dari sisa obat setelah dosis pertama.
LANJUTAN..
• Kadar puncak setelah dosis ketiga (Cmak3) >> Cmak2  kadar obat yg
ditemukan a/ penjumlahan dari sisa kadar obat setelah dosis pertama dan
dosis kedua dgn kadar obat setelah pemberian dosis ketiga  ini
menambahkan kadar yg besarnya jg sama dengan CP 0 dan Cmak1.
Demikian seterusnya, setiap pemberian dosis berulang, akan terjadi
penumpukan kadar obat di dalam darah, dgn penambahan yg konstan
sebesar Cmak1, atau Cp0.
• Kadar obat setelah pemberian dosis berganda dapat diprediksi berdasarkan
kadar obat setelah pemberian dosis tunggal (prinsip superimpos), melalui
penggabungan sederhana. Asumsi lain yg perlu diperhatikan adalah bahwa
pemberian obat pertama tidak berpengaruh thd profil farmakokinetik
obat pada pemberian berikutnya (prinsip superposisi). Perubahan
kadar hanya disebabkan oleh adanya penambahan kadar akibat pemberian
dosis berikutnya, dan eliminasi yg terjadi.
LANJUTAN..
• Waktu antara dosis pertama dan dosis kedua disebut interval waktu
pemberian ( (tau)) yang besarnya sangat tergantung harga waktu paro
eliminasi.
• Obat yg dieliminasi secara cepat, biasanya diberikan dgn interval waktu
pemberian yg pendek atau pemberian dilakukan lebih sering.
• Karena titik potong kurva antara kadar obat di dalam plasma dgn sumbu Y
(intersep) adalah Cp0, dan angka arahnya adalah –K, maka persamaan
kadar obat di dalam plasma thd waktu setelah pemberian dosis pertama
adalah:

LnCpt = Ln Cp0 –Kt


atau Cpt = Cp0.
LANJUTAN..
• Dosis kedua diberikan setelah satu kali dosis interval (), dan diberikan
sebelum semua obat setelah pemberian dosis pertama tereliminasi
sempurna. Karena Cpt = Cp0., maka kadar obat setelah waktu  adalah:

Cmin1 = Cmak1
Cmak1 = kadar maksimum setelah dosis pertama (Cp0)
Cmin1 = kadar obat minimum sebelum dosis kedua

 = Interval pemberian, atau waktu dari dosis pertama ke dosis kedua


LANJUTAN..
• Jika obat diberikan berulang sampai dengan n x (kali), maka:
Cmak(n) = Cmak1 (1+ … + … +
• Maka dapat disederhanakan menjadi:

Cmak (n) = Cmak1


n = jumlah dosis ulang yg diberikan

Cmak(n) = kadar maksimum didalam plasma setelah n pemberian Cmak1


= kadar maksimum di dalam plasma mula-mula = Cp0.

 = Interval pemberian, atau waktu dari dosis pertama ke dosis kedua


2. AKUMULASI OBAT

• Jika suatu obat diberikan berulang dgn interval yg lebih


pendek dari harga waktu-paro eliminasi obat, maka akan
terjadi akumulasi obat di dlm tubuh.

Fakum =
Contoh
Jika suatu obat memiliki T1/2 eliminasi obat = 6 jam dan diberikan tiap
3 jam, maka faktor akumulasi obat di dalam tubuh menjadi lebih besar,
yaitu:

Fakum = = 3,4

Namun jika obat diberikan tiap 12 jam, faktor akumulasi obat menjadi
lebih rendah:

Fakum = = 1,33

Kesimpulannya, bahwa jika obat diberikan dgn interval pemberian yg lebih pendek dari
T1/2  obat akan terakumulasi di dalam tubuh lebih cepat jika dibandingkan dgn obat yg
diberikan dgn interval yg sama atau lebih Panjang dari T1/2-nya.
3.PEMBERIAN INFUS INTRAVENA

• Jika obat diberikan scr infus i.v dengan kec.atau dosis tetap, proses
masuknya obat ke dalam darah merupakan proses orde-nol.
• Obat-obat yg punya batas keamanan rendah (ex: obat indeks
terapeutik sempit)  teknis pemberiannya tidak dilakukan
menggunakan botol infus (dalam jumlah tetes per menit) tetapi
menggunakan pompa infus yang dapat diatur besaran volume
larutan obat yg masuk ke dalam pembuluh darah per waktu 
ketepatan dosisi obat yg masuk dapat diperkirakan dgn akurat.
• Kelebihan pompa infus  kadar obat di dalam darah dapat diatur
sesuai dengan keperluan subjek, dgn mengubah kec.larutan obat
(dosis obat) yg masuk ke dalam p.vena dan juga obat tetap berada
di dalam kisaran terapeutik yg dikehendaki,
3.PEMBERIAN INFUS INTRAVENA

• Obat yg diberikan scr infus dgn kecepatan tetap mengikuti proses


orde-nol, sedangkan kec.eliminasinya mengikuti proses orde-
pertama. Perubahan jumlah obat di dalam tubuh setiap saat
(dDb/dt) selama proses infus berlangsung merupakan kec.input
(Dint) dikurangi kec output (k.Db):

Ket:
dDb/dt = Dinf Db = jumlah obat di dalam tubuh
Dinf = dosis or kec.infus
t = lama pemberian infus

Ct =
Contoh
Suatu obat diberikan melalui infus i.v dengan kec. Tetap (50mg/jam)
kepada subjek selama 4 jam. Dari data Pustaka diketahui bahwa T1/2
eliminasi dan Volume distribusi obat berturut-turut 8 jam dan 5 L.
Berapakah kadar obat dalam darah 4 jam sejak pemberian infus (C4)?

K = = 0,0866 jam-1
C4 =

Jadi 4 jam sejak pemberian infus, kadar obat di dalam darah diperkirakan 33,81
mg/L. Jika infus tidak dilanjutkan, maka sebenarnya C4 adalah kadar puncak
(Cmaks).
Jika ingin menghitung berapa lama waktu yg diperlukan sejak
pemberian infus agar kadar obat di dalam darah mencapai kadar
efektif minimum/KEM (atau onset efek). Diketahui KEM suatu obat
sebesar 10 mg/L, maka:

10 =
t = 1 jam

Jadi, diperlukan 1 jam pemberian infus agar kadar obat di dalam darah
mencapai kadar efektif minimum dengan kata lain onset efek obat
dapat diperkirakan akan timbul 1 jam setelah dimulai infus.
Ketika Kadar tunak setelah pemberian infuse i.v tercapai (kadar steady
state = Css), harga R (

Css =

Besarnya kadar obat tunak (stedy state) berbanding lurus dengan


kecepatan infus (R). Jika kec.infus meningkat, kadar tunak di dalam
plasma akan meningkat scr proporsional. Kadar tunak di dalam plasma
tergantung pada: kecepatan infuse (R), dan kliren obat (CLT)

Kadar tunak di dalam darah juga dipengaruhi oleh dosis infus,


kec.eliminasi, dan volume distribusi obat.
Contoh
Seorang penderita yg mendapatkan infuse i.v teofilin (waktu paro
eliminasi 7 jam; volume distribusi 30 L) dengan kecepatan infuse (R)
50 mg/jam, maka kadar tunak dapat diprediksi sbb:
Css =
Css = 16,83 mg/L

Jika kadar tunak (Css) akan ditingkatkan menjadi 20 mg/L, maka


kecepatan infuse harus dinaikkan menjadi:
20 mg/L =
20 mg/L x 30 L x 0,139 hr-1 = R
R = 59,4 mg/jam.

Jadi, kecepatan infuse harus dinaikkan menjadi 59,4 mg/jam untuk


mendapatkan kadar tunak (Css) = 20 mg/L.
Kadar obat didalam plasma setelah pemberian infus i.v pada setiap waktu
dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan:

Ct =

Contoh:
Jika kliren suatu obat 4,5 L/jam (K = 0,15/jam), diberikan dengan kec.infusi 50
mg/jam, maka kadar di dalam plasma setelah jam ke-8:
Cp(8) =
Cp(8) =
Cp(8) = 7,8 mg/L

Jika infus diteruskan maka kadar tunak tercapai sebesar:


Css =
Apabila selama terapi dengan infusi i.v kecepatan infuse dinaikkan, maka kadar
tunak akan mengalami kenaikkan yg besarnya proporsional dengan kenaikan
kecepatan infusi

Contoh:
Penderita semula menerima dosis infusi teofilin 30 mg/jam, maka kadar tunak
sebesar 7,5 mg/L akan tercapai setelah 45 jam infusi (t1/2 = 7 jam: K =
0,099/jam). Jika kec.infusi dinaikkan menjadi 60 mg/jam, dan harga kliren tidak
berubah, maka kadar tunak akan naik menjadi 15 mg/L yg tercapai 45 jam
setelah perubahan kec.infusi.
Kadar pada jam ke-8 setelah kenaikan kec.infusi menjadi 60 mg/jam dapat
dihitung menggunakan faktor akumulasi berikut:

Faktor akumulasi =
=
= 0,547

Sehingga kadar obat di dalam plasma 8 jam setelah pemberian infusi kedua
adalah 8,20 mg/L (0,547 x 15 mg/L)
Pada kasus lain, apabila infus dihentikan setelah tercapai kadar tunak, maka
kadar obat di dalam plasma akan turun mengikuti persamaan berikut:

Ct = Css

Contoh:
Jika pada contoh diatas (K= 0,099 jam-1 dan Css = 15 mg/L infus dihentikan,
maka kadar obat di dalam plasma 12 jam setelah infus dihentikan

C12 jam = 15 mg/L


C12 jam = 15 mg/L (0,325)
C12 jam = 4,575 mg/L
Fase absorbsi

Fase post
absorbsi

Fase eliminasi
PENUTUP

• HARGAILAH DIRIMU
• HARGAILAH ORANG LAIN
• BERTANGGUNG JAWABLAH ATAS TINDAKANMU
PENUTUP

TERIMA KASIH
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb

Anda mungkin juga menyukai