Anda di halaman 1dari 16

PERAN BIOTA DALAM PENANGANAN LIMBAH

PANGAN
Nada Renata Havad 240210165001
Maret Dyah Brillianty 240210170001
Fachriadi Sukmana Arifin 240210170002
Nur Rahmiyah Hidayati 240210170003
Alya Nur Ramadhani 240210170004
Juan Indrawan Hartomo 240210170005
Peran Biota dalam Penanganan
Limbah
Bakteri
Kapang
Ganggang
Protozoa
Crustacea
Rotifer
Peranan bakteri indigenous dalam penanganan
limbah pangan dari PT.XXX yaitu PT yang
memproduksi kecap manis menggunakan
pengujian karakteristik sludge
• Sumber : Jurnal Stabilisasi Sludge dari Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) Menggunakan
Starter Bakteri Indigenous pada Aerobic Sludge
Digester

Bakteri • Stabilisasi sludge : proses degradasi komponen


organik menjadi senyawa yang lebih sederhana,
serta menghilangkan senyawa toksik dan
mengeliminasi senyawa volatil yang menimbulkan
aroma tidak sedap dengan memanfatkan
berbagai macam mikroorganisme.

• Tujuan : mendapatkan seberapa besar


kandungan bahan berbahaya beracun (B3)
pada limbah pangan.
Peran Isolasi bakteri indigenous dalam lumpur aktif yang diambil dari IPAL PT. XXX Indonesia

Mengubah komponen senyawa organik seperti Ammonium (NH4 + ) dan Nitrat Caranya :
bakteri yang dimanfaatkan sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhannya. Pada
mulanya, penurunan pH terjadi saat ammonium dikonsumsi oleh bakteri yang disebabkan
karena ion NH4 + bergabung dengan sel bakteri dengan melepaskan ion H+ , selanjutnya
pH mulai meningkat saat nitrat dikonsumsi oleh bakteri sehingga senyawa amonium (NH4
+ ) yang selanjutnya berubah menjadi nitrat (NO3 - )

dalam limbah masih terdapat total padatan gula , bakteri indigenous nantinya akan
menurunkan total padatan gula dengan proses aerasi sekitar 10 hari Selama proses
penurunan total gula maka asam organik semakin banyak terbentuk, yang
mengakibatkan penurunan nilai pH karena proses biokimiawi perubahan kandungan gula
menjadi asam organik

Lanjutan Bakteri
Sumber : Jurnal pemanfaatan Limbah Tahu sebagai Media
Pertumbuhan Aspergillus flavus DUCC-K225 untuk Produksi
Enzim Protease

• Protease merupakan enzim penting yang digunakan


secara luas pada aplikasi industri melalui reaksi sintesis dan
reaksi hidrolisis, hampir mencapai 65% dari total penjualan
enzim di dunia,

Kapang • Aspergillus flavus mengubah medium produksi


menggunakan limbah tahu karena relatif lebih murah dan
mudah di dapatkan.

• A. flavus DUCC-K225. Menurut (Sutanto, 2015) bahwa di


dalam limbah cair industri tahu masih terdapat komponen
organik yang diperlukan jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus) sebagai nutrisi pertumbuhan seperti protein,
karbohidrat dan lemak. Selain itu, di dalam limbah cair
industri tahu tersebut juga terdapat kadar nitrogen
40%/liter yang berfungsi untuk sintesis protein. Dengan
adanya komponen organik dalam limbah cair industri tahu
ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan
miselium.
Sumber : JURNAL PEMANFAATAN MIKROALGA Chlorella
sp. DALAM MENURUNKAN BAKU MUTU POLUTAN LIMBAH
CAIR INDUSTRI SAGU
• Sumber pangan sagu dapat diolah menjadi tepung,
pembuatan tepung sagu umumnya hanya
memanfaatkan 25-30% tepung sagu dari batang sagu.
Sisanya yakni 70-75% terbawa dalam residu sagu yang
menjadi limbah cair.

• Alternatif pengolahan limbah yang dipakai yaitu


Ganggang pengolahan limbah secara biologis dengan
memanfaatkan mikroalga. Mikroalga Chlorella sp dipilih
karena Chlorella sp dapat tumbuh dan berkembang
biak pada limbah cair yang relatif keruh. Prinsip dasar
dari pemanfaatan mikroalga Chlorella sp adalah
dengan memanfaatkan proses fotosintesis sebagai
sumber utama oksigen bagi limbah cair sagu.

• Limbah cair sagu yang digunakan dalam penelitian


diperoleh dari industri pengolahan sagu yang terdapat
di Kepulauan Meranti. Limbah dimasukkan ke dalam
jerigen, lalu selanjutnya limbah cair sagu dianalisis kadar
BOD, COD, pH, dan TSS nya.
Lanjutan Ganggang
Berikut ini adalah perlakuan yang digunakan dalam penelitian:
• P0 = 1000 ml limbah cair sagu tanpa mikroalga
• P1 = Mikroalga 250 ml : 1000 ml limbah cair sagu
• P2 = Mikroalga 250 ml : 800 ml limbah cair sagu
• P3 = Mikroalga 250 ml : 600 ml limbah cair sagu
• P4 = Mikroalga 250 ml : 400 ml limbah cair sagu

Rata-rata analisis parameter limbah cair sagu banyak yang belum memenuhi
standar baku mutu sesuai dengan Kepmen LH No. Kep 51-/MENLH/10/1995.
Berdasarkan hasil analisis, nilai COD yang telah memenuhi standar adalah P4
dengan nilai sebesar 277,33 dengan standar baku maksimal 300 mg/L. Nilai BOD
yang telah memenuhi yaitu P4 dengan nilai sebesar 125,33 mg/L dengan standar
baku maksimal 150 mg/L. Nilai pH yang telah memenuhi adalah P3 dan P4
dengan nilai pH sebesar 7,04 dan 8,07 dengan standar baku 6,0 – 9,0. Nilai TSS
yang telah memenuhi standar adalah P4 dengan nilai sebesar 83,66 mg/L
dengan standar baku maksimal 100 mg/L

Secara keseluruhan penambahan mikroalga dan kosentrasi limbah cair sagu


sangat berpengaruh terhadap penurunan kadar polutan limbah cair sagu.
Semakin sedikit kosentrasi limbah cair sagu dan ditambah mikroalga Chlorella sp,
maka semakin besar nilai polutan yang turun.

Lanjutan Ganggang
Sumber : JURNAL BIOFLOKULASI MIKROORGANISME
DAN PERANANNYA DALAM PENGOLAHAN AIR LlMBAH
SECARA BIOLOGI

Pemanfaatan aktivitas protozoa dalam pengolahan


limbah pangan salah satunya adalah dengan cara
sistem lumpur aktif (activated sludge)

Protozoa Hampir semua jenis limbah cair industri pangan dapat


diolah dengan sistem lumpur aktif seperti limbah cair
industri tapioka, industri nata de coco, industri kecap,
dan industri tahu. Sistem lumpur aktif dapat digunakan
untuk mengeliminasi bahan organik dan nutrien
(nitrogen dan fosfor) dari limbah cair terlarut. Eliminasi
nutrien (nitrogen dan fosfor) dilakukan terutama untuk
mencegah terjadinya eutrofikasi pada perairan.
Protozoa diketahui mempunyai kemampuan untuk
mernbantu flokulasi bahan padat tersuspensi termasuk
bakteria dengan cara memakannya. Karena sel-sel
protozoa lebih besar maka lebih mudah tersedimentasi. Oleh
karena itu keberadaannya dalam proses activated sludge
dianggap mempunyai kontribusi dalam penjernihan efluen
dan pembentukan flok.

Aktivitas protozoa sebagai predator bakteria dianggap


penting untuk mereduksi sel-sel bakteri yang terdispersi ini.
Lanjutan Protozoa yang mempunyai ukuran sel yang lebih besar ini
kemudian tersedimentasibersama sel-sel bakteri yang

Protozoa dimakannya.

Di dalam proses activated sludge terjadi suksesi spesies


protozoa yang tumbuh dominan bersamaan dengan
susksesi dalam bakteria yang dominan. Dominasi protozoa
dari jenis ciliata yang tumbuh melekat pada flok bakteri
membuat flok biomassa mikroorganisme menjadi lebih
mudah mengendap. oleh karena itu komposisi spesies
protozoa dari sludge dapat digunakan sebagai indikasi
kondisi dan efisiensi proses pengolahan biologi
Sumber : JURNAL PEMANFAATAN LIMBAH
PENGOLAHAN UDANG MENJADI TEPUNG KULIT UDANG
DENGAN METODE DEASETILASI

• Hasil pengolahan limbah kulit udang akan dibuat


menjadi tepung chitosan yang mampu berfungsi
sebagai koagulan limbah cair.
Crustacea • Tepung chitosan akan mengikat partikel-partikel
tersuspensi dalam larutan termasuk protein yang
terlarut sehingga akan membentuk partikelpartikel
padat yang lebih besar yang akan lebih mudah
mengendap. Endapan inilah yang kemudian akan
dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan baku
pembuatan pakan ternak yang memiliki kandungan
protein tinggi.
Lanjutan Crustacea
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa chitosan yang diproduksi tidak dapat
mengurangi kadar atau kosentrasi kandungan padatan tersuspensi, protein
dan COD hingga 90%. Namun demikian, dari hasil penerapan IPTEK ini ,
penggunaan chitosan sudah sangat baik untuk pengolahan limbah karena
sudah mampu menurunkan kandungan pencemar limbah antara 50 hingga
70%. Belum lagi jika ditambah dengan pengurangan limbah padat berupa kulit
udang yang berlimpah menjadi hilang sama sekali karena dimanfaatkan untuk
pembuatan tepung chitosan.

Hasil analisis terhadap parameter limbah sebelum dilakukan pengolahan


dengan menggunakan tepung chitosan diperoleh gambaran nilai parameter
sebagai berikut:
- Padatan tersuspensi 160 ppm
- Protein 13 ppm
- COD (Chemical Oxygen Demand) 160 ppm
Sumber: JURNAL KUALITAS AIR DAN PERTUMBUHAN
POPULASI ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN
TUMPAAN PADA PAKAN BERBEDA

• Rotifer merupakan biokapsul yang cocok bagi


kebanyakan fauna laut (Rumengan, 1997).
• Rotifer dapat mentransfer nutrient dari lingkungan

Rotifer
hidup ke larfa ikan tanpa efek polutan (Rumengan,
1997).
• Rotifer memiliki tingkat perkembangan dan
pertumbuhan yang cepat tanpa menghasilkan zat
lain yang membahayakan (Redjeki, 1999).
• Tingkat amonia yang tinggi pada lingkungan dapat
menghambat perkembangan rotifer (Snell dan Boyer,
1988).
Lanjutan Rotifer

• Rotifer dapat melakukan dekomposisi bahan organik lebih cepat pada kondisi
pH netral dan alkalis (Effendi, 2003).

• Batas maksimal kandungan amonia agar kultur rotifer dapat tumbuh dengan
baik sebesar 1 mg/l.

• Kandungan nitrat dalam air tidak bersifat toksik, namun persenyawaan


selanjutnya sangat (nitrit) sangat berbahaya (Effendi, 2003)
Daftar Pustaka
• Effendi, H.M.I. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan
Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
• Redjeki, S. 1999. Budidaya Rotifer (Brachionus plicatilis). Oseana.
Volume XXIV (2): 27-43.
• Rumengan, I.F.M. 1997. Rotifer Laut (Brachionus sp.) sebagai
Biokapsul bagi Larva Berbagai Jenis Fauna Laut. Warta IPTEK. No. 19
UNSRAT. Manado. 63 hal.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai