MUHAMMAD FADLY SONJAYA 240210170056 MONA ADIENDA YULISYAH 240210170104 PENGERTIAN WINE
Wine merupakan minuman beralkohol
yang biasanya terbuat dari jus anggur yang difermentasi. Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada buah anggur, menyebabkan buah tersebut dapat difermentasi tanpa penambahan gula, asam, enzim, ataupun nutrisi lain. Wine dibuat dengan cara memfermentasi jus buah anggur menggunakan khamir dari tipe tertentu. Khamir yang biasa digunakan pada pembuatan wine ini adalah Saccharomyces cerevisiae MIKROORGANISME
Jenis mikroba yang digunakan dalam pembuatan wine ini adalah
mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi anggur buah, yaitu golongan khamir dari genus Saccharomyces, Candida, Hansenula pichia. Dari genus Saccharomyces yang dapat digunakan dalam pembuatan anggur buah antara lain Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces ovifformes, dan Saccharomyces fermentati Dari golongan khamir di atas, khamir yang banyak digunakan untuk fermentasi buah anggur adalah Sacharomyces cerevisiae dari varietas ellipsoideus. Saccharomyces cerevisiae varietas ellipsoideus biasa digunakan untuk fermentasi buah anggur karena khamir jenis ini mempunyai sifat yang dapat mengadakan fermentasi pada temperatur 30 oC. Selain itu, khamir ini dapat menghasilkan alkohol cukup tinggi, PROSES PEMBUATAN
1. Saat fermentasi sering ditambahkan nitrogen dan mikro nutrien untuk
mencegah produksi gas H2S. Selama fermentasi, cairan yang dihasilkan disebut “must”. Must mulai bergelembung pada jam ke 8 – 20. 2. Tahap awal proses fermentasi ini pada red wine adalah 5 – 10 hari, white wine 10 – 15 hari. Setelah tahap awal ini dilanjutkan tahap kedua. Dalam tahap kedua fermentasi, wine dipindahkan ke fermentor yang tidak boleh adanya oksigen masuk. 3. Alat utama yang dibutuhkan adalah fermentor. Fermentor dapat berukuran besar atau kecil tergantung kebutuhan. Umumnya fermentor dengan mulut kecil atau dapat ditutup dan ada saluran tempat keluarnya CO2. Saluran ini diperlukan karena fermentasi berlangsung secara anaerob dan jika tidak ada saluran pengeluaran gas, maka gas akan terperangkap di dalam fermentor dan dapat meningkatkan tekanan sehingga mematikan khamir PENERAPAN BIOTEKNOLOGI MODERN
Penggunaan enzim menjadi aplikasi bioteknologi modern yang
digunakan pada produk wine demi meningkatkan permintaan pasar. Enzim tersebut didapatkan dari fungi yang dikulturkan pada kondisi optimal pada substratnya agar pemurnian enzim bisa dilakukan secara maksimal. Produksi enzim oenologi diatur regulasinya oleh International Organization of Vine and Wine (OIV) yang menyatakan bahwa Aspergillus niger dan Trichoderma sp. dapat digunakan untuk memproduksi enzim tersebut. Dinding sel anggur terdiri atas mikrofibril-mikrofibril selulosa yang terjalin bersama di dalam matriks xyloglukan, mannan, hemiselulosa, dan pektin yang distabilkan oleh ikatan protein. Pektin mencegah difusi senyawa fenolik dan aromatik ke dalam must selama proses fermentasi wine. Untuk memecah senyawa pektin, maka enzim pektinase tidak dapat bekerja sendirian untuk memecah menjadi bentuk yang jauh lebih sederhana. Dibutuhkan beberapa enzim kompleks untuk mendegradasi molekul. PENERAPAN BIOTEKNOLOGI MODERN
Fermentasi yang dilakukan pada suhu rendah (15-20)oC dipercaya
mampu melindungi senyawa-senyawa volatile yang kemudian mampu meningkatkan profil aromatik dari wine. Maka dari itu, enzim yang aktif pada suhu rendah sangat dibutuhkan baik pada tahap ekstraksi maupun k Polisakarida dan must berasal dari buah anggur (selulosa, hemiselulosa, pektin) dan dari dinding sel ragi selama pertumbuhan dan autolisis (beta- glukan, kitin). Beberapa strain bakteri asam laktat (terutama Pediococcus spp.) Dan jamur anggur Botrytis cinerea menghasilkan polisakarida kapsular atau polisakarida ekstraseluler yang mengganggu filtrasi anggur. Polisakarida koloidal tidak dapat dihilangkan dari anggur dengan flokulan, adsorben atau filtrasi. Dengan demikian, dibutuhkan produk komersial dengan aktivitas enzim glukanase. Sebagai contoh golongan Trichoderma sp., berguna untuk mengurangi viskositas must dan wine yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba PENERAPAN BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL
Mula-mula, daun dan komponen-komponen lainnya dipisahkan dari
buah. Anggur yang telah di-trim kemudian dihancurkan untuk mengeluarkan sari buahnya. Setelah dihancurkan, ditambahkan belerang dioksida. Aktivitas enzim penyebab browning pada buah anggur langsung dicegah oleh belerang dioksida yaitu terjadinya denaturasi enzim-enzim tersebut. Belerang dioksida disamping membantu mencegah reaksi browning dan reaksi oksidatif yang lain dan dengan menjaga sistem dalam keadaan tereduksi. Adanya reaksi ini akan memicu terbentuknya antioksidan. Selain itu, penambahan belerang dioksida apabila bereaksi dengan asetaldehid akan menyebabkan lebih banyak terbentuknya gliserol. Belerang dioksida dapat membantu penjernihan (klasifikasi) terutama pada cairan buah anggur sebelum difermentasi. Cairan buah (must) disimpan dalam sebuah tangki besar dan ditambahkan enzim pektinase untuk memecah PENERAPAN BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL
Fermentasi terjadi di dalam tangki pertama, tangki diisi tiga
perempatnya. Menurut Frazier (1967) diperlukan sekitar 2 sampai 5 % strain S.cereviseae yang dimasukan ke dalam cairan buah untuk terjadinya fermentasinya. Suhu optimal dalam kisaran 75o-80oF, yaitu sekitara pada suhu ruang. Wine dibiarkan untuk mengendapkan sel sel khamir dan suspensi yang lain di bagian dasar wadah. Wine menjadi relatif jernih kemudian bagian yang jernih dipindahkan dengan pipa perlahan-lahan ke wadah lain. Pemindahan segera dilakukan karena sel sel khamir yang mengendap di bagian bawah wadah dapat melakukan autolisis sehingga mungkin akan terbentuk flavor yang tidak disenangi. Sebaliknya dengan adanya sisa- sisa khamir mendorong rusaknya nutrien yang diperlukan oleh bakteri maloJ laktat, sehingga fermentasi berlangsung dengan baik. Pada peralihan akhir terjadinya fermentasi yang keras dan awal penyimpanan terjadi pelepasan karbondioksida dengan lambat. PENERAPAN BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL
Apabila karbondioksida terhenti keluar dan udara dari luar masuk
maka akan dapat terjadinya kerusakan wine. Karbon dioksida yang keluar dari wine masuk ke dalam tabung kecil tampak keluar sebagai gelembung. Dapat pula dilakukan pada akhir fermentasi tersebut menggunakan tangki besar sehingga mempunyai headspace yang cukup menampung karbondioksida yang keluar dari wine. Apabila karbondioksida telah habis keluar (fermentasi sudah terhenti) botol atau tangka penyimpanan ditutup rapat. Dalam periode waktu tertentu wine dipisahkan dari endapan yang berada di bawah tangki (wadah). Masuknya oksigen yang berlangsung dengan sangat lambat sekali dan jumlahnya sangat terbatas yang dapat menimbulkan perubahan selama proses penuaan. Dalam jumlah kecil terjadi difusi air dan uap ethanol keluar dari wadah. Konsentrasi alkohol di dalam tangki tergantung pada kelembaban relatif udara, apabila keadaan udara kering konsentrasi alkohol lebih pekat. PENERAPAN BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL
Perbandingan pembuatan wine dengan bioteknologi modern dan
bioteknologi konvensional adalah metodenya, bioteknologi modern memiliki serangkaian proses yang cukup panjang namun tetep efektif sehingga dihasilkan produk wine yang berkualitas tinggi. Metode yang ditambahkan yaitu penuaan (Aging) dan Penjernihan (Clarification)Wine dibiarkan untuk mengendapkan sel sel khamir dan suspensi yang lain di bagian dasar wadah. Wine menjadi relatif jernih kemudian bagian yang jernih dipindahkan dengan pipa perlahan-lahan ke wadah lain. Pada peralihan akhir terjadinya fermentasi yang keras dan awal penyimpanan terjadi pelepasan karbondioksida dengan lambat yang terbentuk dari perombakan gulagula dan kemudian lepas dari wine. Wadah yang terbuat dari kayu seperti misalnya barrel (tangki) dari kayu oak putih (umumnya volumenya 50 sampai 60 gallon) dan tangki kayu merah (volumenya sampai beberapa ribu gallon) diyakini mempunyai peranan penting dalam proses penuaan (aging).