Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM BIOPROSES

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2016

MODUL : PEMBUATAN WINE


PEMBIMBING : Dr. Bintang Iwhan Moehady

PERCOBAAN : 28 November 2016


PENYERAHAN : 5 Desember 2016

OLEH
KELOMPOK :3

NAMA : 1. FUJA ADWINA SAHYUGI (151411009)


2. HAGAI ELISAFAN (151411010)
3. HERDINAND DIMAS (151411011)
4. INDA ROBAYANI W (151411012)
KELAS : 2A-TK

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2016
LAPORAN PRAKTIKUM BIOPROSES
Modul Praktikum : PEMBUATAN WINE
Nama Pembimbing : Dr. Bintang Iwhan Moehady
Tanggal Praktek : 28 November 2016
Tanggal Penyerahan : 5 Desember 2016

I. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah mahasiswa diharapkan mampu :
 Menerapkan bioproses di bidang agroindustri dengan melibatkan mikroba jenis
khamir
 Membuat mnuman beralkohol (wine) dari sari buah-buahan melalui proses fermentasi
dengan menggunakan mikroba Saccharomyces cerevisiae
 Menghitug kadar alkohol dan nilai brix dari proses fermentasi

II. Latar Belakang


Sesungguhnya anggur atau wine adalah suatu minuman beralkohol yang rasanya
manis, berbau harum dan dibuat dengan cara fermentasi sari buah anggur oleh suatu
mikroorganisme, yaitu ragi (yeast) dari jenis Saccharomyces cerevisiae. Wine selain dari
buah anggur dapat pula dibuat dari sari buah-buahan yang seperti nanas, apel, jeruk,
tomat, mangga, papaya, pisang, dan lain-lain. Hasil fermentasi berbau harum karena
mengandung ester dari asam yang berasal dari buah-buahan dengan alkohol yang
reaksinya:
C12H22O11 + H2O → 2C6H12O6 → 4C2H5OH + 4CO2 ↑

Anggur buah adalah jenis minuman sari buah yang dibuat dengan cara peragian.
Proses peragian berlangsung selama 7-15 hari. Kandungan gula pada bahan diubah
menjadi alkohol oleh ragi. Ragi tersebut mulai bekerja aktif bila terlihat ada gelembung-
gelembung udara. Pada proses ini, bahan-bahannya harus ditempatkan dalam botol yang
tertutup rapat (tanpa udara).

Minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah lain yang kadar alkoholnya
berkisar di antara 8% hingga 15% biasanya disebut sebagai wine buah (fruit wine). Wine
adalah sari buah segar dari kumpulan buah anggur segar yang tumbuh di area terbuka dan
diragikan berdasarkan kebiasaan dan tradisi setempat, dengan tanpa menambah
sedikitpun barang pengganti atau bahan asing lainnya. Sari buah tadi diragikan sampai
masak dan kemudian diperam beberapa tahun lamanya agar anggur itu menjadi matang.
Anggur tadi mempunyai kadar alkohol 16%.

II.1 Kandungan Enzim Yang Terdapat Dalam Wine


Dalam proses pembuatan wine, peran beberapa jenis enzim cukup signifikan,
khususnya pada proses penghancuran, fermentasi, dan penjernihan. Enzim-enzim yang
memiliki peranan penting yaitu pektinase, glikosidase, selulase dan hemiselulase, serta
beta-glukanase. Bentuk-bentuk enzim yang ditambahkan dapat berupa bubuk dan cair.
Cara penambahannya dapat dilakukan dengan penyemprotan (liquid enzyme),
penambahan dalam tangki sebelum penjernihan, dan pemompaan saat penghancuran.

Pektinase

Enzim pektinase pada dasarnya sudah ada dalam buah anggur, namun berada
dalam bentuk inaktif pada pH saat pembuatan wine. Oleh karena itu, perlu penambahan
pektinase dari luar. Pektinase secara komersial dihasilkan dari Aspergillus niger.
Pektinase komersial biasanya diaktifkan pada suhu 45 - 55ºC dan bekerja dengan baik
pada pH 4,8 sampai 5.

Dalam pembuatan wine, pektinase berperan dalam menghidrolisis pektin tak larut
(protopektin). Enzim ini bekerja pada proses maceration (penghancuran buah) dan
clarification (penjernihan). Pektin yang terhidrolilis menyebabkan viskositas jus buah
menurun sehingga lebih mudah mengalir dan lebih jernih karena kekeruhan (cloudiness)
pada jus disebabkan karena kandungan pektin dalam jus tersebut.

Glikosidase

Dalam pembuatan anggur (wine), enzim ini berperan dalam melepas residu gula
dari molekul yang lebih kompleks. Beberapa senyawa pembentuk flavor pada anggur
terikat pada residu gula, contohnya monoterpenten dan turunan C13- norisoprenoid.
Senyawa prekursor aroma tidak bersifat volatil. Ketika residu gula ini dihilangkan,
prekursor tersebut menjadi volatil dan berkontribusi terhadap aroma khas wine. Anggur
yang mengandung glikosidase mampu melepaskan senyawa aromatik terpenol dari
prokursor non-aromatik. Namun, dalam pembuatan wine, enzim ini tidak terlalu efisien
karena pH optimumnya yang berada pada pH 5, sedangkan pH wine antara 3 – 4. Proses
penjernihan pada must juga akan menyebabkan aktivitas glikosidase terhenti.

Beta – glukanase

Enzim beta-glukanase endogenus dihasilkan oleh Trichoderma harzianium.


Penggunaan enzim ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan proses filtrasi wine.

Selulase dan Hemiselulase

Enzim selulase dan hemiselulase berperan untuk menghidrolisis komponen


selulosa dan hemiselulosa di dalam must pada pembuatan wine. Kedua enzim ini bekerja
berbarengan dengan pektinase, penambahannya dilakukan pada saat penghancuran buah.
Proses degradasi selulosa akan menghasilkan cellobiose yang selanjutnya akan dipecah
menjadi molekul yang lebih sederhana oleh selulase. Kerja sama antara selulase,
hemiselulase, dan pektinase diharapkan dapat memberikan sinergi dalam memecah
berbagai molekul yang terdapat dalam jus sebelum diolah menjadi wine. Akibatnya jus
akan terdiri dari solid larut dan tidak larut dalam jumlah tinggi, yang kemudian akan
disaring untuk menghasilkan jus jernih (Noer F, 2008).

Protease

Pada proses pembuatan wine, kandungan protein berasal dari proses autolisis sel
yeast dan dari anggur sebagai bahan mentah. Aktivitas enzim proteolitik endogenus
seperti protease, yang dilepaskan dari autolisis yeast akan menyebabkan hidrolisis
komponen protein menjadi asam amino selama proses fermentasi. Enzim ini dapat
dihasilkan oleh Aspergillus oryzae dan memiliki pH maksimum sekitar 2.0 dan stabil
pada suhu sekitar 50°C. Menurut penelitian, penggunaan campuran protease komersial
dari yeast yang diberikan pada pembuatan wine akan memberikan efek positif pada rasa
dan aroma wine.

II.2 Manfaat Wine


Dilihat dari komposisi gizinya, wine termasuk minuman yang mempunyai
kandungan gizi yang cukup baik. Kandungan energi pada wine sangat bervariasi,
tergantung jenisnya, yaitu antara 50-160 kkal/100 g. Energi pada wine umumnya berasal
dari karbohidrat, terutama gula. Wine tidak mengandung lemak sama sekali, sehingga
jangan khawatir menjadi gemuk akibat konsumsi wine dalam jumlah wajar setiap hari.
Kandungan mineral yang cukup berarti pada wine adalah: kalium (antara 80 – 112
mg/100 g), kalsium, fosfor, magnesium, besi, seng, tembaga, mangan, dan selenium.
Kandungan natrium pada wine umumnya rendah, kecuali pada cooking wine.
Cooking wine sebaiknya tidak digunakan untuk masakan bagi penderita hipertensi
karena kandungan natriumnya yang cukup tinggi, yaitu 626 mg per 100 g. Kadar vitamin
pada wine umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat rendah, Senyawa tersebut
memiliki kemampuan mencegah kanker sama kuatnya dengan resveratrol, senyawa
antioksidan pada buah anggur yang telah lebih dahulu ditemukan. Pterostilbene juga
menunjukkan daya hambat yang kuat melawan kanker payudara dalam sel.
Dibandingkan dengan wine merah, wine putih kurang begitu populer. Komposisi
kimia wine putih yang bermanfaat bagi tubuh memang tidak sehebat wine merah. Pada
wine putih tidak terdapat resveratrol dan quersetin yang menjadi ciri khas dari buah
anggur.

II.3 Jenis Mikroba


Mikroorganisme yang sering berperan dalam fermentasi anggur buah adalah dari
golongan khamir dari genus Saccharomyces, Candida, Hansenula pichia. Dari genus
Saccharomyces yang dapat digunakan dalam pembuatan anggur buah antara lain
Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces ovifformes, dan Saccharomyces fermentati
(Frazier and Westhoff, 1978).
Khamir yang biasa dan banyak digunakan untuk fermentasi buah anggur adalah
Sacharomyces cerevisiae dari varietas ellipsoideus. Saccharomyces cerevisiae varietas
ellipsoideus biasa digunakan untuk fermentasi buah anggur karena khamir jenis ini
mempunyai sifat yang dapat mengadakan fermentasi pada suhu yang agak tinggi yaitu 30
o
C. Selain itu dapat menghasilkan alkohol cukup tinggi yaitu 18 – 20 % (v/v). Khamir
jenis ini juga mampu memfermentasi beberapa macam gula diantaranya sukrosa, glukosa,
fruktosa, galaktosa, manosa, maltosa dan maltotriosa (Fardiaz, 1989). Fermentasi etanol
oleh Saccharomyces cerevisiae dapat dilakukan pada pH 4 – 5 dengan temperatur 27 – 35
0
C, proses ini dapat berlangsung 35 – 60 jam. Taksonomi Saccharomyces cerevisiae
adalah sebagai berikut:

Divisi : Eumycophyta

Kelas : Ascomycetes

Ordo : Sacharomycetales

Famili : Sacharomycetaceae

Genus : Sacharomyces

Species : Sacharomyces cerevisiae

Fermentasi wine adalah proses dimana juice anggur bersama-sama dengan bahan
yang lain yang diubah secara reaksi biokimia oleh khamir dan menghasilkan wine. Bahan
untuk proses fermentasi adalah gula ditambah khamir yang akan menghasilkan alkohol
dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari campuran wine menuju udara dan alkohol akan tetap
tinggal di fermentor. Jika semua gula buah sudah diubah menjadi alkohol atau alkohol
telah mencapai sekitar 15% biasanya fermentasi telah selesai atau dihentikan.

III. Alat dan Bahan

NO ALAT BAHAN

1 Erlenmeyer 1000 ml, 2000 ml Tabung biakan murni Saccharomyces cerevisiae

2 Leher Angsa Anggur ± 300 gram

3 Pembakar spirtus Larutan H2SO4 ±30 mL

4 Gelas kimia 1000 ml, 500 ml

IV. Langkah Kerja


Menyiapkan anggur sebanyak 300 gram lalu dihaluskan
dengan menggunakan blender hingga didapatkan 300 ml sari anggur

Menyaring hasil anggur yang telah diblender


Menyimpan hasil saringan anggur di tabung reaksi sebanyak 5 ml, di
erlenmayer 50 ml sebanyak 25 ml dan erlenmayer 500 ml sebanyak 270 ml

Starter 5 ml saringan anggur ditanam biakan Saccharomyces cerevisiae

Diamkan selama 5 hari

Pindahkan media starter ke erlenmeyer berisi 25 ml saringan anggur


dan diamkan selama 1 hari

Pindahkan media produksi ke erlenmeyer berisi 270 ml saringan anggur


dengan alat erlenmeyer yang dipasang leher angsa yang diberi lautan
H2SO4 di bagian lehernya

Siimpan di inkubator selama 3 hari

Cek kadar alkohol dan nilai brixnya setiap hari selama 3 hari

Lakukan pasateturisasi pada suhu antara 60-70oC selama 20 menit

Wine sudah bisa dikonsumsi


V. Keselamatan Kerja

 Wajib mengenakan lab-jas dan masker


 Jangan sampai suspensi mikroorganisme tumpah. Bila tumpah segera bersihkan. Cuci
tangan dan semua yang kontak dengan mikroorganisme tersebut.
 Disarankan untuk sarapan dan minum susu sebelum melaksanakan praktikum
 Hati-hati mengunakan larutan H2SO4 karerna bersifat korosif

VI. Data Pengamatan

No. Waktu Kadar Alkohol Nilai Brix


1. Awal Pembuatan - 10,3
2. Hari ke-1 7,8 11,8
3. Hari ke-2 7,8 11,3
4. Hari ke-3 10,4 10

Grafik Kadar Alkohol Wine terhadap Waktu


12
10 f(x) = 3.12 x + 1.82
R² = 0.8
Kadar Alkohol

8
6 Series2
4 Linear (Series2)
2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Waktu (hari)

Grafik Nilai Brix Wine terhadap Waktu


12

11.5

11
f(x) = − 0.14 x + 11.06
R² = 0.0460093896713606
Nilai Brix

10.5 Series2
Linear (Series2)
10

9.5

9
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Waktu (hari)
VII. Perhitungan

VIII. Pembahasan

Kerusakan wine secara organoleptik dapat dideteksi dari warna, rasa, dan bau. Penyebab
kerusakan tersebut dikarenakan cara pembuatan yang kurang baik, penyimpanan, dan penyajian
yang keliru. Wine yang disimpan pada temperatur tinggi dapat menyebabkan wine terasa seperti
dimasak atau dipanaskan, dimana karakter freshnessnya sudah hilang dan aromanya terasa
seperti buah-buahan yang telah dimasak. Sedangkan kerusakan karena penyajian dapat
menyebabkan oksidasi wine menjadi asam cuka (tersedia oksigenyang cukup). Oksidasi juga
bisa disebakan karena sumbat botol (cork) yang dipakai mempunyai kualitas yang kurang bagus,
sehingga memungkinkan udara masuk kedalam botol.
Beberapa karakter aroma lain yang dapat dijadikan indikator kerusakan wine adalah :
1. Bau sayuran busuk
2. Bau belerang
3. Bau apel busuk
4. Bau telur busuk
5. Bau apek
Kerussakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri Asam Laktat
(BAL) dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan Lactobacillus. Bakteri jenis ini dapat
memetabolisme gula, asam, dan unsur lain yang ada dianggur menghasilkan beberapa senyawa
yang menyebabkan pembusukan. Setelah fermentasi alkohol selesai, maka secara alami akan
terjadi proses MLF (Malolactic Fermentasi) yang dilakukan oleh BAL. Reaksi ini mengubah
dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-lactic acid dengan menurunkan kadar keasaman wine dan
menaikkan pH antara 0,3 sampai 0,5. Setelah proses MLF selesai, maka kehidupan dari BAL
tergantung pada komposisi wine dan bagaimana wine ditangani. Jika wine memiliki pH tinggi (>
3,5) dan SO2 tidak memadai, maka bakteri BAL dapat tumbuh dan merusak wine atau penyebab
kebusukan.
IX. Kesimpulan

X. Daftar Pustaka

Gray H Nathan. Pasar Wine di Indonesia. Diakses dari


https://rirdc.infoservices.com.au/downloads/09-033. [Diambil pada tanggal 3
Desember 2016]

Hernindyaningrum Anisa, dkk. Aplikasi Enzim dalam Pembuatan Wine. 2010. Diakses
dari http://yuphyyehahaa.blogspot.com/2011/09/aplikasi-enzim-dalam-
pembuatan-wine.html. [Diambil pada tanggal 3 Desember 2016]

SIR OSSIRIS HOME SITE. 2010. Pembuatan Wine. Diakses dari


http://lordbroken.wordpress.com/2010/06/14/pembuatan-wine/. [Diambil pada
tanggal 3 Desember 2016]

Anda mungkin juga menyukai