Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI INDUSTRI

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK
1. Meilia Suryani S (H3114064)
2. Nia Pitriani (H3114067)
3. Rima Inasa D A (H3114082)
4. Risky Fitriana M (H3114086)
5. Yuliasih Nindyana (H3114105)

PROGRAM DIPLOMA TIGA TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
ACARA IV
FERMENTASI ALKOHOL

A. Tujuan
Tujuan praktikum pada acara IV ”Fermentasi Alkohol” adalah:
1. Mengetahui dan mampu mempraktekkan cara pembuatan wine.
2. Mengetahui teknik pembuatan wine.
3. Mengetahui berat jenis alkohol yang terdapat pada wine yang berasal dari
beberapa bahan yang berbeda (buah anggur, nanas, pisang dan air kelapa).
B. Tinjauan Pustaka
Wine buah adalah minuman beralkohol yang tidak disaring biasanya
terbuat dari anggur atau buah-buahan lainnya seperti buah persik, plum atau
aprikot, pisang, elderberry atau blackcurrent dan lain-lain. Buah-buahan ini
menjalani masa fermentasi dan penuaan. Mereka biasanya memiliki kandungan
alkohol berkisar antara 5 sampai 13 persen. Wine yang terbuat dari buah-
buahan sering dinamai wine diikuti dengan nama buah. Tidak ada minuman
lain, kecuali air dan susu telah mendapatkan penerimaan universal tersebut dan
harga diri sepanjang zaman sebagai memiliki anggur. Wine merupakan
makanan dengan rasa seperti buah segar yang dapat disimpan dan diangkut di
bawah kondisi yang ada. Wine mengandung sebagian besar nutrisi yang hadir
dalam jus buah asli. Nilai gizi dari anggur meningkat akibat pelepasan asam
amino dan nutrisi lain dari ragi selama fermentasi. Buah anggur mengandung 8
sampai 11 persen alkohol dan 2 sampai 3 persen gula dengan nilai energi
berkisar antara 70 dan 90 kkal per 100 mL (Swami, 2014).
Fermentasi dapat dimulai dengan menggunakan kultur starter dari
Saccharomycese cerevisiae, dalam hal jus diinokulasi dengan populasi ragi
pendekatan 106-107 cfu/ml sari buah. Ini menghasilkan anggur rasa umumnya
diharapkan dan kualitas. Saccharomycese cerevisiae mendominasi fermentasi
wine dan merupakan spesies yang telah dikomersialkan untuk kultur starter
(Guleria, 2014).
Kualitas anggur, serta kualitas wine, rasa, stabilitas, dan sensoris
tergantung pada kandungan dan komposisi berbeda dari senyawa dari buah
anggur. Salah satu kelompok senyawa adalah gula. Kandungan alkohol diukur
dalam anggur setelah fermentasi alkohol. Komposisi gula anggur memiliki
peran penting dalam kualitas wine, karena mereka menentukan kandungan
alkohol dari wine. Komposisi gula anggur dan perubahan konsentrasi selama
pematangan anggur dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti lingkungan
dan manajemen pemeliharaan anggur. Alkohol adalah senyawa volatil yang
paling melimpah dalam wine dan dapat memodifikasi baik persepsi sensorik
atribut aromatik dan deteksi senyawa volatil (Jordao, 2015).
Wine diproduksi dari fermentasi sari buah anggur matang menggunakan
Saccharomycess cerevisae. Fermentasi merupakan proses metabolisme
mikroba selama karbohidrat dan nutrisi lainnya yang teroksidasi sebagian
untuk berbagai produk seperti alkohol, asam dan metabolit lain dan antibiotik
dan sejumlah kecil energi oleh mikroorganisme. Hampir semua minuman
beralkohol yang diproduksi menggunakan berbagai jenis Saccharomyces.
Saccharomyces spp. umumnya digunakan karena relatif efisien dalam produksi
alkohol dan dapat mentolerir tingkat yang lebih tinggi dari etanol dari jamur
lain. Mereka juga menghasilkan senyawa yang diyakini mempengaruhi rasa
akhir dari cairan fermentasi (Oji, 2016).
Buah pisang sebagai produk utama dari tanaman pisang memiliki aneka
kegunaan. Selain sebagai buah segar, buah pisang dapat pula dimanfaatkan
sebagai bahan berbagai macam olahan pangan. Buah pisang tersebut dapat
diolah menjadi tepung pisang untuk makanan bayi, sari buah, sale pisang, roti
pisang, kripik pisang, pisang rebus, pisang goreng, kolap pisang, pisang bakar
dan sebagainya. Kandungan gizi yang terdapat dalam setiap 100 g buah pisang
matang adalah sebagai berikut: kalori 99 kal; protein 1,2 g; lemak 0,2 g;
karbohidrat 25,8 g; serat 0,7 g; kalsium 8 mg; fosfor 28 mg; besi 0,5 mg;
vitamin B 0,08 mg; vitamin C 3 mg; dan air 72 g (Cahyono, 2009).
Buah nanas memiliki berbagai manfaat terhadap kesehatan. Nanas
dipercaya mampu mengobati penyakit sendi, mencegah kanker, dan mencegah
penyakit asma. Nanas memiliki tekstur renyah dan relative padat. Daging buah
nanas mengandung berbagai macam zat gizi yang memberikan kontribusi
terhadap kesehatan. Daging buah nanas mengandung 85% air; 0,4% protein;
14% karbohidrat; 0,1% lemak; dan 0,5% serat. Selain itu nanas juga kaya akan
vitamin A, vitamin B1, vitamin B6, vitamin C dan serat (Puspaningtyas, 2013).
Buah anggur rasanya asam, sejuk, dan astringen. Anggur mengandung
cukup zat gizi dan berkhasiat sebagai pencahar ringan, pembersih racun,
peluruh kencing, menghentikan pendarahan, melancarkan aliran darah,
antioksidan, antikanker dan memperkuat tubuh untuk melawan penyakit
terutama pada gangguan saluran cerna dan fungsi hati yang buruk. Kandungan
dari buah anggur adalah antosianin resveratrol, proanthocyanidins, tartaric
acis, malic acid, pectin, tannin, flavone glikosida, vitamin (A, B1, B2, B6,
B12, C), mineral, dan gula buah. Red wine adalah minuman beralkohol dari
anggu yang difermentasi dan menghasilkan perubahankomposisi kimia
penting, seperti ratusan molekul polyphenols (Dalimartha dan Adrian, 2011).
Air kelapa memiliki kandungan 4% mineral dan 2% gula (terdiri atas
glukosa, fruktosa, dan sukrosa). Air kelapa mengandung abu, air dan zat
pengatur tumbuh yang disebut sitokinin. Kandungan gula tertinggi dicapai pada
waktu kelapa masih muda. Pada buah muda, air kelapa sangat manis. Semakin
tua umur buah, rasa manis tersebut semakin berkurang. Air kelapa banyak
digunakan sebagai bahan baku pembuatan nata de coco (Warisno, 2003).
Fermentasi dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: substrat, suhu,
nutrisi, pH, konsentrasi substrat, waktu fermentasi. Pada umumnya bahan dasar
yang mengandung senyawa organik terutama glukosa dan pati dapat digunakan
sebagai substrat dalam proses fermentasi bioetanol. Suhu optimum bagi
pertumbuhan Saccharomyces cereviseae dan aktivitasinya adalah 25-35˚C. pH
pada proses fermentasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kehidupan Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces cereviseae dapat
tumbuh dengan baik pada kondisi pH 4 – 6. Konsentrasi substrat yang terlalu
sedikit akan mengakibatkan produktivitas menurun karena menjadi lelah dan
keadaan ini memperbesar terjadinya kontaminasi. Peningkatan konsentrasi
substrat akan mempercepat terjadinya fermentasi terutama bila digunakan
substrat berkadar tinggi. Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari
(Fatimah, 2013).
Alkohol (C2H5OH) adalah cairan transparan, tidak berwarna, cairan
yang mudah bergerak, mudah menguap, dapat bercampur dengan air, eter, dan
kloroform, diperoleh melalui fermentasi karbohidrat dari ragi. Fermentasi
mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan
baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik,
protein sel tunggal, antibiotika dan biopolymer. Sedangkan prinsip fermentasi
alkohol adalah degradasi komponen pati oleh enzim (Berlian, 2016).
Gula yang umum digunakan dalam pembuatan wine adalah gula pasir
(sukrosa). Pada proses fermentasi gula sukrosa akan dipecah oleh enzim
invertase menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa) yang akhirnya diubah
menjadi etanol dan CO2 Peningkatan penambahan gula menyebabkan kadar
etanolnya meningkat. Penambahan gula berpengaruh terhadap fermentasi untuk
menghasilkan etanol karena jumlah bahan yang dapat diubah menjadi etanol
ditentukan oleh jumlah gula dalam bahan (Gunam dan Wrastuti, 2009).
Proses fermentasi yang digunakan dalam produksi wine buah yaitu pada
fermentasi ini terjadi perombakan glukosa menjadi alkohol dan gas CO2
dengan reaksi sebagai berikut:
C6H12O6 2 CH3CH2OH + CO2
Reaksi yang terjadi anaerob. Etanol adalah hasil utama fermentasi tersebut di
atas, di samping asam laktat, asetaldehid, gliserol dan asam asetat. Etanol yang
diperoleh maksimal hanya sekitar 15 %. Untuk memperoleh etanol 95 %
dilakukan proses distilasi. Etanol digunakan untuk minuman, zat pembunuh
kuman, bahan bakar dan pelarut (Kwartiningsih, 2005).

C. Metodologi
1. Alat
a. Blender
b. Botol air mineral 1,5 L
c. Corong
d. Gelas ukur
e. Kapas
f. Kompor
g. Lakban
h. Panci
i. Pisau
j. Saringan
k. Selang plastik
2. Bahan
a. Air 500 ml
b. Air kelapa 400 ml
c. Anggur hitam 200 gr
d. Gula pasir 50 gr
e. Nanas 200 gr
f. Pisang 200 gr
g. Ragi Sacchoromyces cerevisiae
3. Cara Kerja
4.
Sortasi buah sebanyak 200 gr

Pencucian

Air 500 ml Penghancuran

Sari buah 500 ml

Gula Penambahan 50 gr gula

Pemanasan selama 15 menit dengan suhu 95oC

Pemasukkan ke dalam botol (sambil disaring)

Fermipan Penambahan kultur

Penutupan dengan kapas

Inkubasi selama 7 hari

Wine

Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Wine


D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 4.1 Pengamatan Pembuatan Fermentasi Alkohol
o
Shift Kelompok Sampel Brix
1, 5 Nanas 8
2, 6 Anggur 9
A
3, 7 Pisang 25
4, 8 Air kelapa 10
1, 5 Nanas 5
2, 6 Anggur 7
B
3, 7 Pisang 30
4, 8 Air kelapa 8
Sumber : Laporan Sementara
Wine buah adalah minuman beralkohol yang tidak disaring biasanya
terbuat dari anggur atau buah-buahan lainnya (Swami, 2014). Alkohol
(C2H5OH) adalah cairan transparan, tidak berwarna, cairan yang mudah
bergerak, mudah menguap, dapat bercampur dengan air, eter, dan kloroform,
diperoleh melalui fermentasi karbohidrat dari ragi. Fermentasi mempunyai
pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku
menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein
sel tunggal, antibiotika dan biopolymer. Prinsip fermentasi alkohol adalah
degradasi komponen pati oleh enzim (Berlian, 2016). Sedangkan tujuan dari
fermentasi alkohol yaitu mengubah glukosa menjadi alkohol dan gas CO2
(Kwartiningsih, 2005).
Perlakuan dari pembuatan wine ini yaitu buah anggur tidak ada
perlakuan khusus. Buah anggur langsung diblender dengan air. Sedangkan
buah pisang dan buah nanas, masing-masing di hilangkan kulitnya baru
kemudian diblender. Untuk sampel air kelapa tidak mengalami perlakuan
khusus. Jumlah gula yang digunakan sebanyak 50 gr. Proses pada fermentasi
alkohol ini mula-mula dilakukan proses pretreatment yaitu pemilihan buah
dan mengambilan sari buah dengan penghancuran buah yang telah
ditambahkan air 500 ml. Selanjutnya adalah tahapan pasteurisasi sari buah
dengan memanaskan sari buah pada suhu 95oC selama 15 menit. Pasteurisasi
bertujuan untuk menghancurkan bakteri penyebab penyakit dan
mikroorganisme pembusuk (Leedom, 2009). Setelah proses pasteurisasi
selesai, sari buah didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Kemudian
dimasukkan ke dalam botol sambil disaring. Sari buah yang sudah ada dalam
botol kemudian ditambahkan kultur. Setelah kultur dimasukkan, botol ditutup
dengan kapas. Proses fermentasi dilakukan selama seminggu (Ariyanto,
2013).
Gula yang umum digunakan dalam pembuatan wine adalah gula pasir
(sukrosa). Pada proses fermentasi gula sukrosa akan dipecah oleh enzim
invertase menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa) yang akhirnya diubah
menjadi etanol dan CO2. Peningkatan penambahan gula menyebabkan kadar
etanolnya meningkat. Penambahan gula berpengaruh terhadap fermentasi
untuk menghasilkan etanol karena jumlah bahan yang dapat diubah menjadi
etanol ditentukan oleh jumlah gula dalam bahan (Gunam dan Wrastuti, 2009).
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah anggur, pisang,
nanas dan air kelapa. Perbedaan bahan ini mempengaruhi hasil akhir wine
yang dihasilkan. Hal ini berhubungan dengan konsentrasi gula yang ada
dalam bahan. Semakin banyak jumlah glukosa yang terdapat di dalam suatu
bahan, maka semakin tinggi jumlah alkohol yang dihasilkan dari perombakan
glukosa oleh jumlah khamir (Saccharomyces cereviceae) yang tinggi dalam
wine yang dibuat (Berlian, 2016).
Fermentasi gula oleh khamir Saccharomyces cerevisiae
menghasilkan etil alkohol (etanol) dan karbondioksida melalui reaksi:
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
Fermentasi alkohol digambarkan sebagai rangkaian reaksi yang
dinyatakan seperti persamaan diatas. Mikroorganisme yang sering
digunakan untuk fermentasi alkohol adalah khamir karena khamir (yeast)
mempunyai selektivitas tinggi dan mudah penanganannya dibandingkan
dengan jenis bakteri. Salah satu spesies ragi yang dikenal mempunyai daya
konversi gula menjadi etanol yang sangat tinggi ialah Saccharomyces
cerevisae, khamir (yeast) ini dapat menghasilkan enzim hidrolase dan
enzim invertase. Enzim hidrolase ialah dimana Saccharomyces cerevisae
berfungsi sebagai pemecah sukrosa (disakarida) menjadi glukosa
(monosakarida) dan enzim invertase dimana Saccharomyces cerevisae
yang selanjutnya berfungsi mengubah glukosa menjadi etanol.
Saccharomyces cerevisae paling sering digunakan dalam proses
fermentasi alkohol karena memiliki beberapa keunggulan yaitu
kemampuan merombak substrat terpilih (Pawignya, 2010).
Pengujian kadar etanol dilakukan secara manual menggunakan
refraktometer alkohol. Pengukuran kadar alkohol dilakukan dengan cara
meneteskan hasil distilasi secukupnya pada prism, kemudian untuk
mengetahui seberapa besar kadar etanol yang terdapat pada hasil distilasi
dilakukan pengamatan pada eyepiece. Angka terukur akan terlihat
berdasarkan perbedaan warna. Besarnya angka terukur akan berwarna putih
pada angka skala prism (Subrimobdi, 2016).
Proses fermentasi yang digunakan dalam produksi wine buah yaitu pada
fermentasi ini terjadi perombakan glukosa menjadi alkohol dan gas CO 2
dengan reaksi sebagai berikut:
C6H12O6 2 CH3CH2OH + CO2
Reaksi yang terjadi anaerob. Etanol adalah hasil utama fermentasi tersebut di
atas, di samping asam laktat, asetaldehid, gliserol dan asam asetat. Etanol
yang diperoleh maksimal hanya sekitar 15 %. Untuk memperoleh etanol 95 %
dilakukan proses distilasi. Etanol digunakan untuk minuman, zat pembunuh
kuman, bahan bakar dan pelarut (Kwartiningsih, 2005).
Pada pembuatan wine ini fermentasi yang digunakan adalah fermentasi
anaerob. Karena jika menggunkana fermentasi aerob tidak akan terbentuk
alkohol. Menurut azizah (2012), Saccharomyces cerevisiae tumbuh dengan
baik pada kondisi aerob. Pada kondisi aerob Saccharomyces cerevisiae
menghidrolisis gula menjadi air dan CO 2, tetapi dalam keadaan anaerob gula
akan diubah oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi alkohol dan CO2.
Pada praktikum yang telah dilakukan, sampel yang memiliki obrix
paling tinggi adalah pisang. oBrix brix pisang dari masing-masing shift adalah
25 dan 30. Sedangkan sampel dengan obrix paling rendah adalah nanas. oBrix
nanas pada shift A sebesar 8 dan shift B sebesar 5. Sampel anggur dari shift A
memiliki obrix sebesar 9 dan pada shift B sebesar 7. Sampel terakhir yaitu air
kelapa memiliki obrix sebesar 10 untuk shift A dan 8 pada shift B.
Menurut Fatimah (2013), fermentasi bioetanol dipengaruhi oleh faktor-
faktor antara lain:
a. Substrat
Pada umumnya bahan dasar yang mengandung senyawa organik terutama
glukosa dan pati dapat digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi
bioetanol.
b. Suhu
Suhu optimum bagi pertumbuhan Saccharomyces cereviseae dan
aktivitasinya adalah 25-35˚C. Suhu memegang peranan penting, karena
secara langsung dapat mempengaruhi aktivitas Saccharomyces cereviseae
dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kadar bioetanol yang
dihasilkan. Jika suhu terlalu rendah, maka fermentasi akan berlangsung
secara lambat dan sebaliknya jika suhu terlalu tinggi maka Saccharomyces
cerevisiae akan mati sehingga proses fermentasi tidak akan berlangsung.
c. Nutrisi
Selain sumber karbon, Saccharomyces cereviseae juga memerlukan
sumber nitrogen, vitamin dan mineral dalam pertumbuhannya. Pada
umumnya sebagian besar Saccharomyces cereviseae memerlukan vitamin
seperti biotin dan thiamin yang diperlukan untuk pertumbuhannya.
Beberapa mineral juga harus ada untuk pertumbuhan Saccharomyces
cereviseae seperti phospat, kalium, sulfur, dan sejumlah kecil senyawa besi
dan tembaga.
d. pH
pH pada proses fermentasi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kehidupan Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces
cereviseae dapat tumbuh dengan baik pada kondisi pH 4 – 6.
e. Konsentrasi substrat
Konsentrasi substrat yang terlalu sedikit akan mengakibatkan produktivitas
menurun karena menjadi lelah dan keadaan ini memperbesar terjadinya
kontaminasi. Peningkatan konsentrasi substrat akan mempercepat
terjadinya fermentasi terutama bila digunakan substrat berkadar tinggi.
Tetapi jika konsentrasi substrat berlebihan akan mengakibatkan hilangnya
kemampuan bakteri untuk hidup sehingga tingkat kematian bakteri sangat
tinggi.
f. Waktu fermentasi
Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari. Jika waktunya terlalu
cepat Saccharomyces cereviseae masih dalam masa pertumbuhan sehingga
alkohol yang dihasilkan dalam jumlah sedikit dan jika terlalu lama
Saccharomyces cereviseae akan mati maka alkohol yang dihasilkan tidak
maksimal.
Selain factor diatas, kadar alkohol yang dihasilkan juga dapat
dipengaruhi dari metode fermentasi yang digunakan dalam praktikum ini.
Metode fermentasi dalam penelitian ini adalah menggunakan metode anaerob.
Saccharomyces cerevisiae tumbuh dengan baik pada kondisi anaerob. Pada
kondisi aerob, Saccharomyces cerevisiae menghidrolisis gula menjadi air dan
CO2, tetapi dalam keadaan anaerob gula akan diubah oleh Saccharomyces
cerevisiae menjadi alkohol dan CO2. Jika tujuan penggunaan Saccharomyces
cerevisiae adalah untuk menghasilkan alkohol maka dibutuhkan kondisi
anaerob, tetapi untuk pembuatan starter (biakan awal) diperlukan kondisi
aerob (Anwar, 2012).

E. Kesimpulan
Dari hasil praktikum acara IV ”Fermentasi Alkohol” dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses pertama yang dilakukan dalam pembuatan wine adalah
proses pretreatment yaitu pemilihan buah dan mengambilan sari buah
dengan penghancuran buah yang telah ditambahkan air 500 ml.
Selanjutnya adalah tahapan pasteurisasi sari buah dengan memanaskan sari
buah pada suhu 95oC selama 15 menit. Setelah proses pasteurisasi selesai,
sari buah didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Kemudian
dimasukkan ke dalam botol sambil disaring. Sari buah yang sudah ada
dalam botol kemudian ditambahkan kultur. Setelah kultur dimasukkan,
botol ditutup dengan kapas. Proses fermentasi dilakukan selama seminggu.
2. Teknik pembuatan wine yaitu pengubahan glukosa menjadi
alkohol dan gas CO2.
3. Pada praktikum yang telah dilakukan, sampel yang memiliki
o
brix paling tinggi adalah pisang. oBrix brix pisang dari masing-masing
shift adalah 25 dan 30. Sedangkan sampel dengan obrix paling rendah
adalah nanas. oBrix nanas pada shift A sebesar 8 dan shift B sebesar 5.
Sampel anggur dari shift A memiliki obrix sebesar 9 dan pada shift B
sebesar 7. Sampel terakhir yaitu air kelapa memiliki obrix sebesar 10 untuk
shift A dan 8 pada shift B.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. S. 2009. Volume Gas, Ph dan Kadar Alkohol pada Proses Produksi
Bioetanol dari Acid Whey yang Difermentasi oleh Saccharomyces
Cerevisiae. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 1 (4).
Ariyanto, Hermawan Dwi. 2013. Pengaruh Penambahan Gula terhadap
Produktivitas Alkohol dalam Pembuatan Wine Berbahan Apel Buang
dengan Menggunakan Nopkor Mz.11. Jurnal Teknologi Kimia Dan
Industri Vol. 2 (4).
Azizah, N. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Alkohol, Ph, dan
Produksi Gas pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan
Substitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1 (2).
Berlian, Zainal. 2016. Uji Kadar Alkohol pada Tapai Ketan Putih dan Singkong
Melalui Fermentasi dengan Dosis Ragi yang Berbeda. Jurnal Biota Vol. 2
(1).
Cahyono, Bambang. 2009. Pisang. Kanisius. Yogyakarta.
Dalimartha, Setiawan dan Adrian Felix. 2011. Khasiat Buah dan Sayur. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Fatimah. 2013. Kinetika Reaksi Fermentasi Alkohol dari Buah Salak. Jurnal
Teknik Kimia Vol 2 (2).
Guleria, Aakriti. 2014. Production of Grape Wine by The Use of Yeast,
Saccharomycese Cerevisiae. Journal of Microbiology Vol. 3 (6).
Gunam, Ida Bagus Wayan dan Wrastuti Luh Putu. 2009. Pengaruh Jenis dan
Jumlah Penambahan Gula Pada Karakteristik Wine Salak. Jurnal
Agrotekno Vol 15 (1).
Jordao, Antonio M. 2015. From Sugar of Grape to Alcohol of Wine: Sensorial
Impact of Alcohol in Wine. Journal of Beverages Vol. 1 (1).
Kwartiningsih, Endang. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas menjadi Vinegar.
Jurnal Ekuilibrum Vol. 4 (1).
Leedom, John M. 2009. Comparing The Food Safety Record of Pasteurized and
Raw Milk Products. Food Poisoning Journal Vol. 1 (1).
Oji, A. 2016. Batch Fermentation of Pawpaw Juice into Wine Using Palm Wine
Yeast. Journal of Scientific and Engineering Research Vol. 3 (3).
Pawignya, Harsa. 2010. Tinjauan Kinetika Pembuatan Rose Wine. Jurnal
Pengembangan Teknologi Kimia Vol. 1(1).
Puspaningtyas, Desty Ervira. 2013. The Miracle of Fruit. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Subrimobdi, Wahono Bambang. 2016. Studi Eksperimental Pengaruh
Penggunaan Saccharomyces Cerevisiae Terhadap Tingkat Produksi
Bioetanol dengan Bahan Baku Nira Siwalan. Jurnal Tugas Akhir Vol. 1
(1).
Swami, Shrikant Baslingappa. 2014. Fruit Wine Production. Journal of Food
Research and Technology Vol. 2 (3).
Warisno. 2003. Budidaya Kelapa Genjah. Kanisius. Yogyakarta.
Tabel 4.1 pengamatan pembuatan fermentasi alkohol ...........................................
Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Wine ................................................
Gambar 4.2 Proses Penghancuran ...........................................................................
Gambar 4.3 Sari Buah ..............................................................................................
Gambar 4.4 Proses Pemanasan ................................................................................
Gambar 4.5 Proses Penyaringan ..............................................................................
Gambar 4.6 Proses Fermentasi .................................................................................

Anda mungkin juga menyukai