Anda di halaman 1dari 14

FERMENTASI WINE (ANGGUR)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fermentasi

Disusun oleh :

Vincentia Dyah S (0810920065)


Yudistia Lingga W (0810920069)
Triana Nur Khayati (0810923027)
Gandis Dianingtyas (0810923051)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak yang menduga bahwa mikroorganisme membawa dampak yang merugikan
bagi kehidupan hewan, tumbuhan, dan manusia, misalnya pada bidang mikrobiologi
kedokteran dan fitopatologi banyak ditemukan mikroorganisme patogen yang menyebabkan
penyakit dengan sifat-sifat kehidupannya yang khas. Meskipun demikian, masih banyak
manfaat yang dapat diambil dari mikroorganisme-mikroorganisme tersebut. salah satunya
adalah dengan memanfaatkan mikroba sebagai bahan industri pangan (Anonim2, 2011).
Beberapa bahan makanan yang sampai saat ini dibuat dengan menggunakan
mikroorganisme sebagai bahan utama prosesnya adalah pembuatan bir dan minuman anggur
dengan menggunakan ragi, pembuatan roti dan produk air susu dengan bantuan bakteri asam
laktat, dan pembuatan cuka dengan bantuan bakteri cuka. Beberapa kelompok
mikroorganisme dapat digunakan sebagai indikator kualitas makanan (Anonim2, 2011).
Salah satu aplikasi pembuatan bahan pangan yang sampai sekarang masih
memanfaatkan mikroba adalah pembuatan wine (anggur) dengan cara fermentasi
menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Oleh karena itu, kami dalam tugas ini kami
membahas tentang fermentasi wine.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mekanisme proses fermentasi wine (anggur) menggunakan mikroba?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi kerusakan wine (anggur)?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui mekanisme proses fermentasi wine (anggur) menggunakan
mikroba.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kerusakan wine (anggur).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Wine (anggur)


Wine merupakan minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari jus anggur yang
difermentasi. Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada buah anggur, menyebabkan
buah tersebut dapat difermentasi tanpa penambahan gula, asam, enzim, ataupun nutrisi lain.
Wine dibuat dengan cara memfermentasi jus buah anggur menggunakan khamir dari tipe
tertentu. Khamir yang biasa digunakan pada pembuatan wine ini adalah Saccharomyces
cerevisiae. Yeast merupakan salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi
dan bersifat fermentatif yang tumbuh dalam cairan medium. Jenis fermentatif ini dapat
melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol. Yeast tersebut
akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah anggur dan mengubahnya menjadi
alkohol. Perbedaan varietas anggur dan strain khamir yang digunakan, tergantung pada tipe
dari wine yang akan diproduksi (Wardhanu, Adha Panca, 2009).
Varietas anggur yang digunakan dalam pembuatan wine (anggur), yaitu Vitis Vinifera
dan Vitis Labrusca. Berikut ini ciri-ciri dari kedua jenis anggur, yaitu Vitis Vinifera memiliki
kulit tipis, rasa manis, dan segar. Kemampuan tumbuh dari dataran rendah hingga 300 m dari
permukaan laut beriklim kering, sedangkan Vitis Labrusca memiliki kulit tebal, rasa asam,
dan kurang segar. Kemampuan tumbuh dari dataran rendah hingga 900 m dari permukaan
laut (Wardhanu, Adha Panca, 2009).
Wine dapat terbagi menjadi empat tipe, yaitu (Ena, 2009):
1. Table Wine
Table wine adalah wine dengan kandungan alkohol rendah (kurang dari 14%).
Table wine biasanya disajikan bersama-sama makanan. Diberi nama table wine karena
umumnya dijumpai pada acara dinner, seperti red wine, ros wine, white wine.
2. Sparkling Wine
3. Fortified Wine
Fortified wine adalah wine yang ditambah dengan bahan lain. Contohnya
adalah Brandy, umumnya produk ini untuk memasak atau bumbu sebagai flavor
ekstra. Fortified wone mengandung alkohol 17 – 21%.
4. Aromated Wine

2.2 Mikroba yang digunakan dalam pembuatan wine (anggur)


Jenis mikroba yang digunakan dalam pembuatan wine ini adalah mikroorganisme
yang berperan dalam fermentasi anggur buah, yaitu golongan khamir dari genus
Saccharomyces, Candida, Hansenula pichia. Dari genus Saccharomyces yang dapat
digunakan dalam pembuatan anggur buah antara lain Saccharomyces cerevisiae,
Saccharomyces ovifformes, dan Saccharomyces fermentati (Ena, 2009).
Dari golongan khamir di atas, khamir yang banyak digunakan untuk fermentasi buah
anggur adalah Sacharomyces cerevisiae dari varietas ellipsoideus. Saccharomyces cerevisiae
varietas ellipsoideus biasa digunakan untuk fermentasi buah anggur karena khamir jenis ini
mempunyai sifat yang dapat mengadakan fermentasi pada temperatur 30 oC. Selain itu,
khamir ini dapat menghasilkan alkohol cukup tinggi, yaitu 18 – 20 % (v/v). Khamir jenis ini
juga mampu memfermentasi beberapa macam gula diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa,
galaktosa, manosa, maltosa dan maltotriosa. Fermentasi etanol oleh Saccharomyces
cerevisiae dapat dilakukan pada pH 4 – 5 dengan temperatur 27 – 35 0C, proses ini dapat
berlangsung 35 – 60 jam (Ena, 2009).
Taksonomi Saccharomyces cerevisiae adalah sebagai berikut (Anonim1, 2009):

Divisi: Eumycophyta
Kelas: Ascomycetes
Ordo: Saccharomycetales
Famili: Saccharomycetaceae
Genus: Saccharomyces
Species: Saccharomyces cerevisiae

Gambar 1. Saccharomyces cerevisiae


Sel yang termasuk jenis
Saccharomyces cerevisiae berbentuk bulat,
oval, atau memanjang. Dalam industri alkohol atau pembuatan anggur digunakan khamir
permukaan yang disebut top yeast, yaitu khamir yang bersifat fermentatif kuat dan tumbuh
dengan cepat pada temperatur 20 0C. Khamir permukaan tumbuh secara menggerombol dan
melepaskan karbon dioksida dengan cepat mengakibatkan sel terapung pada permukaan (Ena,
2009).

2.3 Proses pembuatan wine (anggur)


Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa
oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik. Akan tetapi,
terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam
lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Fermentasi wine adalah
proses dimana jus anggur bersama-sama dengan bahan yang lain yang diubah secara reaksi
biokimia oleh khamir dan menghasilkan wine. Bahan untuk proses fermentasi adalah gula
ditambah khamir yang akan menghasilkan alkohol dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari
campuran wine menuju udara dan alkohol akan tetap tinggal di fermentor. Jika semua gula
buah sudah diubah menjadi alkohol atau alkohol telah mencapai sekitar 15% biasanya
fermentasi telah selesai atau dihentikan. Selama fermentasi sering ditambahkan nitrogen dan
mikro nutrien untuk mencegah produksi gas H2S. Jika gas ini muncul akan menyebabkan bau
yang tidak enak (Anonim1, 2009).
Selama fermentasi, cairan yang dihasilkan disebut “must”. Untuk mencegah
tumbuhnya bakteri pada must maka dilakukan pengadukan. Must mulai bergelembung pada
jam ke 8 – 20. Tahap awal proses fermentasi ini pada red wine adalah 5 – 10 hari, white wine
10 – 15 hari. Setelah tahap awal ini dilanjutkan tahap kedua. Dalam tahap kedua fermentasi,
wine dipindahkan ke fermentor yang tidak boleh adanya oksigen masuk. Pada tahap ini akan
dihasilkan alkohol dalam kadar yang lebih tinggi (Anonim1, 2009).
Alat utama yang dibutuhkan adalah fermentor. Fermentor dapat berukuran besar atau
kecil tergantung kebutuhan. Umumnya fermentor dengan mulut kecil atau dapat ditutup dan
ada saluran tempat keluarnya CO2. Saluran ini diperlukan karena fermentasi berlangsung
secara anaerob dan jika tidak ada saluran pengeluaran gas, maka gas akan terperangkap di
dalam fermentor dan dapat meningkatkan tekanan sehingga mematikan khamir di dalamnya
atau jika wadah tidak kuat maka isi akan tumpah karena penutup terbuka ada wadah yang
pecah. Fermentor harus mudah dibersihkan dan terhindarkan dari kontaminasi. Hidrometer
diperlukan jika kita benar-benar akan membuat wine terutama untuk perdagangan Hidrometer
digunakan untuk mengukur berat jenis, potensial gula dan alcohol (Anonim1, 2009).

2.3.1 Cara pembuatan wine


Tahapan-tahapan proses pembuatan wine adalah sebagai berikut (Wardhanu, Adha
Panca, 2009):
1. Penghancuran dan Perlakuan Anggur Sebelum Fermentasi
Proses pertama kali yang dilakukan adalah menghancurkan anggur. Untuk wine putih
kulit dari anggur dihilangkan, sedangkan wine merah dihancurkan beserta kulitnya. Setelah
itu dilakukan pendinginan pada suhu 5 – 10 oC dalam waktu 24 – 48 jam dengan bantuan
enzim pectolitic untuk menghancurkan material anggur.

2. Fermentasi Alkohol
Secara tradisional fermentasi dari anggur dilakukan di dalam tangki kayu yang besar
atau tangki beton, tetapi kebanyakan wine modern sekarang menggunakan tangki stainless
steel yang canggih dengan fasilitas pengontrol temperatur, alat pembersih, dan lainnya.
Anggur putih secara umum difermentasi pada temperatur 10-18 0C untuk 7-14 hari atau lebih,
sedangkan anggur merah difermentasi antara 7 hari dengan temperatur antara 20-30 oC. Pada
fermentasi ini yeast yang digunakan, yaitu Saccharomyces cerevisiae yang diinokulasi dalam
jus dengan populasi 106-107 cells/ml.
3. Fermentasi Malolactic
Fermentasi ini terjadi alami 2 sampai 3 minggu setelah fermentasi alkohol selesai dan
berakhir 2 sampai 4 minggu. Reaksi ini mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-
lactic acid dengan menurunkan kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai
0,5. Penurunan kadar keasaman dengan fermentasi ini membuat wine lebih lembut, rasa yang
matang, dan rasa yang lebih menarik. Tidak semua jenis wine memerlukan proses fermentasi
malolactic.
4. Proses setelah fermentasi (penyimpanan)
Kebanyakan wine putih tidak disimpan dalam jangka waktu yang lama setelah
fermentasi alkohol atau fermentasi malolactic selesai. Pada wine merah yang sudah tua antara
1 sampai 2 tahun disimpan dalam tangki kayu (biasanya kayu oak). Selama ini, reaksi kimia
ini memberikan kontribusi pada perkembangan rasa antara wine dan ekstrak komponen dari
tangki kayu. Poin yang penting untuk mengontrol selama penyimpanan dan penuaan adalah
pengeluaran oksigen dan penambahan dari sulfur dioksida ke level bebas antara 20 sampai 25
μg/ml. Sebelum pengemasan, wine mungkin disimpan di tempat temperatur dingin antara 5-
10 oC untuk mengendapkan kotoran.
5. Citarasa wine
Wine memiliki cita rasa tersendiri yang berasal dari anggur dan proses operasinya
yang termasuk fermentasi alkohol, fermentasi malolactic dan penuaan. Kontribusi anggur dari
banyak komponen yang mudah menguap (misal terpenes) itu memberikan wine variasi rasa.

2.3.2 Reaksi yang terjadi pada proses fermentasi


Buah anggur dipetik pada tingkat kematangan yang optimum supaya diperoleh musts
dengan flavor, kandungan gula, dan keasaman yang optimum. Buah-buah anggur
dihancurkan dengan hati-hati agar biji tangkai yang mengandung komponen dengan rasa
pahit (tannin) tidak ikut hancur. Sebelum disaring ke dalam must ditambahkan sulfit atau
sulfur dioksida (SO2). Penambahan bahan pengawet ini bertujuan menekan pertumbuhan dan
aktivitas berbagai mikroorganisme termasuk khamir dan bakteri yang terdapat secara alami
pada buah anggur. Sebagian besar mikroba pembusuk bersifat sensitif terhadap SO 2,
sedangkan khamir wine (wine yeast) tidak dipengaruhi (Wardhanu, Adha Panca, 2009).
Untuk memproduksi red wine, fermentasi must dilakukan lengkap dengan kulit,
tangkai, dan biji sehingga pigmen merah yang terdapat pada bagian-bagian buah tersebut
akan terekstraksi selama proses fermentasi. Cara ini adalah memanaskan must pada
temperatur sekitar 40-44°C selama 8-16 jam, kemudian didinginkan dan disaring dengan
tekanan. Cairan yang diperoleh selanjutnya difermentasi. Selain dari kedua cara ini wine yang
dihasilkan tidak berwarna merah, tetapi merah muda dan dipasarkan sebagai rose wine.
Selama fermentasi kandungan tanin dalam kulit buah juga terektraksi sehingga red wine
mengandung tanin lebih tinggi daripada white wine dan rose wine (Wardhanu, Adha Panca,
2009).
Beberapa organisme seperti Saccharomyces dapat hidup, baik dalam kondisi lingkungan
cukup oksigen maupun kurang oksigen. Organisme yang demikian disebut aerob fakultatif.
Dalam keadaan cukup oksigen, Saccharomyces akan melakukan respirasi biasa. Akan tetapi,
jika dalam keadaan lingkungan kurang oksigen Saccharomyces akan melakukan fermentasi.
Dalam keadaan anaerob, asam piruvat yang dihasilkan oleh proses glikolisis akan diubah
menjadi asam asetat dan CO2. Selanjutnya, asam asetat diubah menjadi alkohol. Proses
perubahan asam asetat menjadi alkohol tersebut diikuti pula dengan perubahan NADH
menjadi NAD+. Dengan terbentuknya NAD+, peristiwa glikolisis dapat terjadi lagi. Dalam
fermentasi alkohol ini, dari satu mol glukosa hanya dapat dihasilkan 2 molekul ATP.
Fermentasi alkohol secara sederhana mengalami reaksi sebagai berikut (Wardhanu,
Adha Panca, 2009):
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP (energi yang dilepaskan: 118 kJ per mol)
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + CO2 + Energi (ATP)
Sebagaimana halnya fermentasi asam laktat, reaksi ini merupakan suatu pemborosan.
Sebagian besar dari energi yang terkandung di dalam glukosa masih terdapat di dalam etanol,
karena itu etanol sering dipakai sebagai bahan bakar mesin. Reaksi ini, seperti fermentasi
asam laktat, juga berbahaya. Ragi dapat meracuni dirinya sendiri jika konsentrasi etanol
mencapai 13%.
- Inokulum
Sekitar 2-5 persen inokulum khamir yang khusus untuk fermentasi wine, yaitu galur
Saccharomyces cerevisiae diinokulasikan ke dalam must. Sel khamir ini berukuran lebih
besar dan lebih oval dibandingkan dengan sel khamir untuk fermentasi bir. Karena fermentasi
biasanya dimulai dengan menambahkan 2-3 gallon kultur starter untuk setiap 100 gallon
must, maka perlu dilakukan beberapa tahap propagasi sampai diperoleh volume inokulum
yang diinginkan. Progasi sel khamir wine biasanya dilakukan dengan menggunakan sari buah
anggur steril sebagai subsrat. Dewasa ini telah banyak tersedia secara komersial sel-sel
khamir wine dalam bentuk active dry yeast dengan daya tahan atau kestabilan 6-12 bulan.
Gambar 2. Diagram alir pembuatan wine

- Sumber Karbon
Jenis gula utama terdapat dalam musts adalah glukosa dan fruktosa. Sebagian besar
khamir untuk wine memfermentasi glukosa lebih cepat dari fruktosa. Fermentasi karbohidrat
yang secara alami terdapat dalam buah anggur akan cepat menghasilkan alkohol sampai
sekitar 11-12 persen. Dalam iklim dingin, terutama di Amerika Serikat bagian timur dimana
buah anggur varitas Vitis labrusca banyak ditanam untuk industri wine, wine yang dihasilkan
kadang-kadang ditambah gula. Sebaliknya apabila cuaca menyebabkan buah anggur terlalu
cepat masak (mature), maka untuk memproduksi wine dengan komposisi normal, perlu
penambahan air.
- Alkohol
Etanol yang diproduksi oleh sel-sel khamir selama proses fermentasi akan
menghambat aktivitas dan pertumbuhan sel. Jika temperatur fermentasi meningkat, derajat
pengahambatan juga meningkat. Temperatur fermentasi yang lebih rendah akan
menghasilkan etanol yang lebih tinggi karena disamping fermentasi berlangsung lebih
sempurna, hilangnya etanol karena penguapan akibat suhu yang lebih tinggi dapat diperkecil.
- Karbondioksida
Pada tekanan CO2 sekitar 72 atmosfir pertumbuhan sel-sel khamir aka terhambat, dan
pada tekanan 30 atmosfir produksi etanol terhenti sama sekali. Pengaruh tekanan CO 2 ini
sangat penting dalam pembotolan, tangki wine atau jika kecepatan fermentasi diatur dengan
tekanan. Sekitar 0.1-0.5 gram CO2 per liter terlarut dalam tabel wine. Konsentrasi CO2
sebanyak 12 gr/L akan menyebabkan tekanan sebesar 4.0, 4.8, 5.8, 6.6 dan 7.5 atmosfir pada
suhu 0.5, 10, 15 dan 30°C. Pada produk akhir sparking wine lebih disukai jika terdapat
tekanan CO2 sebesar 6-8 atmosfir.
- Temperatur Fermentasi
Kebanyakan sel khamir untuk wine akan tumbuh baik temperatur 27-30°C, tetapi juga
sel khamir wine yang tumbuh temperatur yang rendah dan dapat memfermentasi must pada
temperatur 7°C atau lebih rendah. Di antara galur-galur khamir wine, waktu rata-rata yang
dibutuhkan untuk memproduksi 5 gram etanol dari 1 liter sari buah anggur adalah 23 hari
pada 0°C, 8 hari pada 6°C, dan 3,5 pada 12°C. Proses fermentasi yang berlangsung lambat
dan lama temperatur yang rendah akan menghasilkan wine dengan flavor yang lebih pahit
daripada proses fermentasi cepat pada suhu yang lebih tinggi. Tetapi jika suhu terlalu tinggi
dapat menghasilkan khamir wine dan merupakan kondisi yang sesuai bagi mikroorganisme
lain. Misalnya bakteri Lactobacillus akan tumbuh dan menimbalkan kerusakan pada wine.
- Sulfur-dioksida (SO2)
Seperti telah diuraikan, penambahan SO2 bertujuan untuk menghambat berbagai jenis
mikroba yang terdapat secara alami pada buah anggur, terutama Lactobacillus. Starter khamir
dapat beradaptasi untuk tumbuh pada konsentrasi SO 2 lebih dari 200 ppm. Dalam industri
wine jumlah SO2 yang ditambah ke dalam must adalah 50- 100 ppm (85-170 gram per ton
buah anggur). Perlakuan ini dapat menghilangkan mikroba alami tersebut sampai 99.9 persen.
Karena SO2 bebas bersifat sebagai antiseptik, maka daya perlindungannya akan berkurang
jika dalam must terdapat dalam konsentrasi tinggi senyawa-senyawa seperti aldehida, keton
dan jenis-jenis gula dimana SO2 dapat membentuk bisulfit. Efisiensi antimicrobial SO2 juga
dipengaruhi oleh temperatur, pH dan jenis mikroorganisme.
- Tanin
Jika tanin dilarutkan dalam air akan terbentuk larutan yang mempunyai rasa sepat,
dan jika direaksikan dengan ion ferri akan terbentuk warna biru kehitaman atau hijau. Tanin
akan diendapkan oleh protein. Sekitar 3-6 persen kulit buah anggur merah adalah tanin yang
membantu menstabilkan warna merah pada wine. Sifat-sifat antiseptik tanin sangat bervariasi.
Sel-sel khamir alami sangat sensitive terhadap tanin, sedangkan starter khamir wine lebih
tahan.
- Nutrien
Fermentasi must yang baik membutuhkan nitrogen, mineral, dan nutrient-nutrien lain
dalam jumlah yang cukup. Untuk pertumbuhannya, sel-sel khamir tidak membutuhkan
penambahan asam-asam amino dari luar, kecuali dalam kondisi tertentu dimana kadar
nitrogen dalam musts tidak mencukupi. Buah anggur mengandung mineral dalam konsentrasi
yang cukup, tetapi jika terdapat berlebihan seperti tembaga atau besi, dapat menyebabkan
pengambatan. Jika sejumlah vitamin ditambahkan ke dalam media, pertumbuhan sel khamir
akan meningkat. Semua species khamir membutuhkan penambahan biotin dari luar. Buah
anggur varitas putih umumnya mengandung biotin lebih sedikit daripada varitas merah, tetapi
jumlah ini ditambah dengan vitamin-vitamin lain masih cukup untuk memberikan kondisi
fermentasi dengan kecepatan normal. Kecepatan fermentasi sari buah dipengaruhi oleh
kandungan biotin dan nitrogen total buah anggur, jika keduanya terdapat dalam sari buah.
Tetapi fermentasi tersebut tidak dipengaruhi jika biotin atau salah satu vitamin B, terdapat
sendirian.

2.4 Kerusakan wine


Kerusakan wine dapat terjadi baik secara nonmikrobial maupun mikrobial. Maupun
microbial. Kerusakan-kerusakan wine termasuk yang disebabkan oleh logamnya atau
garamnya, enzim dan bahan-bahan yang digunakan dalam proses penjernihan wine. Besi (Fe)
misalnya, dapat menyebabkan terbentuknya endapan putih besi pospat pada white wine yang
dikenal sebagai casse. Timah dan tembaga dapat menyebabkan timbulnya kekeruhan pada
wine. Gelatin yang digunakan dalam proses penjernihan juga dapat menimbulkan kekeruhan.
Enzim-enzim pengoksidasi seperti peroksidase dari kapang tertentu dapat menyebabkan
white wine berubah menjadi coklat, dan warna merah red wine mengendap. Mikroorganisme
penyebab kerusakan wine terutama adalah sel-sel khamir liar (wild yeast), kapang dan bakteri
dari genus Acetobacter, Lactobacillus, Leuconostoc dan mungkin Micrococcus dan
Pediococcus (Wardhanu, Adha Panca, 2009).
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam wine,
adalah sebagai berikut (Wardhanu, Adha Panca, 2009):
1. Keasaman (pH).
Pada pH yang rendah kemungkinan terjadi kerusakan wine. pH minimum
untuk pertumbuhan mikroba bervariasi tergantung pada mikroba, jenis wine dan kadar
alkohol. Kapang, khamir dan bakteri asam asetat tidak dapat dicegah oleh pH wine
yang normal. Sebagian besar bakteri asam laktat mempunyai toleransi pada keasaman
rendah sampai pH 3.3 – 3.5, yaitu pH yang lebih rendah dari pH kebanyakan wine.
2. Kandungan gula.
Dry wine yang rendah kandungan gulanya (sekitar 0.1 persen) arang
mengalami kerusakan akibat bakteri. Kadar gula sekitar 0.5-1.0 persen atau lebih
merupakan kondisi yang sesuai bagi mikrona perusak.
3. Konsentrasi alkohol.
Toleransi mikroba perusak terhadap alcohol sangat bervariasi. Bakteri asam
asetat dapat dihambat pada konsentrasi alkohol 14-15 persen (v/v). Bakteri-bakteri
kokus dihambat pada konsentrasi alkohol sekitar 12 persen, Leuconostoc pada
konsentrasi alkohol lebih dari 14 persen, heterofermentatif Lactobacillus sekitar 18
persen, kecuali L. trichodes yang dapat tumbuh pada kadar alcohol lebih dari 20
persen dan homofermentatif Lactobacillus sekitar 10 persen.
4. Konsentrasi senyawa faktor pertumbuhan
Spesies Acetobacter dapat mensintesa sendiri vitamin-vitamin yang
dibutuhkannya, tetapi bakteri asam laktat membutuhkan penambahan vitamin dari
luar. Sumber utama senyawa ini didalam wine adalah selsel khamir (wine yeast), yang
mengeluarkan senyawa – senyawa faktor pertumbuhan tersebut pada saat autolisis.
Makin banyak jumlah senyawa ini makin besar kemungkinan ketusakan wine oleh
bakteri adam laktat.
5. Konsentrasi tanin.
Tanian yang ditambahkan bersama-sama dengan gelatin dalam proses
penjernihan dapat menghambat bakteri, tetapi jumlah yang ditambahkan biasanya
tidak cukup untuk sekaligus berfungsi sebagai inhibitor dalam wine.
6. Konsentrasi sulfur dioxide (SO2).
Makin tinggu konsentrasi SO2 yang ditambahkan makin besar daya
penghambatan terhadao mikroba perusak. Biasanya jumlah SO2 yang ditambahkan ke
dalam must adalah sekitar 75-200 ppm. Efektivitas penghambatan tergantung pada
jenis mikroba dan daya penghambatan tersebut akan meningkat dengan menurunnya
pH dan kandungan gula.
7. Temperatur penyimpanan.
Kerusakan wine dapat terjadi dengan cepat pada temperatur 20-35°C dan akan
menurun bila suhu mendekati temperatur beku.
8. Udara.
Mikroorganisme aerobik seperti kapang, lapisan film khamir dan Acetobacter
tidak dapat tumbuh bila tidak terdapat udara (oksigen), tetapi bakteri adam laktat tumbuh baik
dalam keadaan anaerobik.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wine termasuk
minuman beralkohol yang dihasilkan dari fermentasi gula yang ada di dalam buah Anggur
(Vitis vinifera). Namun juga bisa dibuat dari sari buah lain yang biasa disebut wine buah(fruit
wine. Jenis-jenis wine yang beredar di pasaran adalah Red Wine, White Wine, Rose Wine,
Sparkling Wine, Sweet Wine, dan Fortified Wine. Kandungan gizi pada wine terdiri dari
energi yang tergantung pada jenisnya, yaitu antara 50-160 kkal/100 g (berasal dari
Karbohidrat/gula), kalium (antara 80-112 mg/100 g), kalsium, fosfor, magnesium, besi, seng,
tembaga, mangan, dan selenium. Kandungan natrium pada wine umumnya rendah. Tahap-
tahap pembuatan wine meliputi Penghancuran dan Perlakuan Anggur Sebelum Fermentasi,
Fermentasi Alkohol, Fermentasi Malolactic, Proses setelah fermentasi (penyimpanan), dan
Citarasa Wine. Dalam proses fermentasi wine, khamir yang biasa digunakan, yaitu
Saccharomyces cerevisiae. Bahan untuk proses fermentasi adalah gula ditambah khamir yang
akan menghasilkan alkohol dan CO2.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim1, 2009, Fermentasi, http://id.wikipedia.org/wiki/Fermentasi, diakses tanggal 10
Oktober 2011

Anonim2, 2011, Wine dan Buah Anggur, http://joulnottmikrobiologi.blogspot.com/, diakses


tanggal 10 Oktober 2011

Ena, 2009, Macam-macam Wine, http://enaayobelajarbersama.blogspot.com/2009/06/macam-


macam-wine_06.html, diakses tanggal 10 Oktober 2011
Wardhanu, Adha Panca, 2009, Karakteristik dan Morfologi Yeast,
http://apwardhanu.wordpress.com/2009/06/15/kharakteristik-dan-morfologi-yeast/,
diakses tgl 10 Oktober 2011

Anda mungkin juga menyukai