NIM : 1830104221
2019
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
1
J. Suyuthi Pulungan, op. cit., hlm. 67
Dalam terminologi politik ahlul halli wal aqdi adalah dewan perwakilan
(lembaga legislatif) sebagai representasi dari seluruh masyarakat (rakyat) yang
akan memilih kepala negara serta menampung dan melaksanakan aspirasi rakyat.
Dalam hal ini, Mawardi mendefinisikan ahlul halli wal aqdi sebagai
kelompok orang yang dipilih oleh kepala negara untuk memilih kepala negara
yang akan menggantikan kepala negara yang lama.Namun Mawardi tidak
menjelaskan tentang unsur-unsur dari ahlul halli wal aqdi.
Abdul Karim Zaidan berpendapat, ahlul halli wal aqdi adalah orang orang
yang berkecimpunglangsungdenganrakyatyang telah memberikan kepercayaan
kepada mereka. Mereka menyetujui pendapat wakil-wakilnya karena ikhlas,
konsekuen, takwa, adil dan kejernihan pikiran serta kegigihan mereka di dalam
memperjuangkan kepentingan rakyatnya.
Sedangkan menurut Imam an-Nawawi, ahlul halli wal aqdi ialah para
ulama, pemimpin, pemuka rakyat yang mudah dikumpulkan untuk memimpin
umat dan mewakili kepentingan- kepentingannya.
Beberapa ulama yang lain memberikan istilah ahlul halli wal aqdi
dengan sebutan ahlul ikhtiyar, yaitu orang-orang yang memiliki kompetensi untuk
memilih. Muhammad Abduh berpendapat, bahwa ahlul halli wal aqdi sama
dengan ulil amri, Lebih lanjut Abduh menjelaskan dengan lebih rinci beserta
unsur-unsurnya dengan mengatakan, "Ahlul halli wal aqdi terdiri dari para amir,
para hakim, para ulama, para pemimpin militer, dan semua pimpinan yang
dijadikan rujukan oleh umat dalam masalah kebutuhan dan kemaslahatan publik."
2
op. cit., hlm. 68
Musyawarah tersebut menurut para Ahli merupakan salah satu sistem hukum
dalam Islam dan juga metode hidup dalam pemerintahan.
Ibn Al Farra berpendapat: Ahli Ikhtiyar harus memliki tiga syarat berikut :
1. Adil
2. Mempunyai ilmu pengetahuan yang dengan ilmu pengetahuan itu dapat
mengetahui siapa saja
yang berhak memegang tongkat kepemimpinan.
3. Ahli Ikhtiyar harus terdiri dari para pakar dan alhi manajemen yang dpat
memilih siapa yang lebih pantas untuk memegang tongkat kepemimpinan.
B. Didalam sistem Ahlul Halli walAqdi anggotanya harus seorang laki-laki. Namun
dalam sistem parlemen, perempuan dibolehkan mejadi anggota
didalamnya.(Benarkah ulama berbeda pendapat didalam masalah ini?Ataukah
orang-orang yang sering tidak puas denga ketentuan ini salah didalam memahami
perkataan ulama? Keterangannya bisa diikuti pada kajian-kajian mendatang)
C. Anggota Ahlul Halli wal Aqdi harus seorang yang berpengetahuan luas terhadap
ajaran Islam, sedangkan anggota Parlemen boleh dari orang yang paling goblok
tentang masalah agama.
1. Ahlul halli wal Aqdi adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang mempunyai
wewenang untuk memilih dan membai’at imam serta untuk memecat dan
memberhentiakan khalifah.
2. Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd mempunyai wewenang mengarahkan kehidupan
masyarakat kepada yang maslahat
3. Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd mempunyai wewenang membuat undang – undang yang
mengikat kepada seluruh umat didalam hal – hal yang tidak diatur tegas oleh Al
Qur’an dan al Hadits.
4. Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd tempat konsultasi imam didalam menentukan
kebijakannya.
5. Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd mengawasi jalannya pemerintahan,
Wewenang tersebut hampir mirip dengan MPR, DPR dan DPA di
Indonesial sebelum amendemen UUD 45.Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd sangat penting
dalam kehidupan bernegara. Karena dalam Negara pada hakekatnya rakyatlah
yang memegang kekuasaan tertinggi.Sedangkan rakyat sendiri tidak
memungkinkan untuk berkumpul bersama.3
3
Abdul Hayyie al- Kattani “Teori Politik Islam”, Jakarta: Gema Insani Press, Cet.
ke-1, 2001, hlm. 178.
Kesimpulan
Lembaga ahlul al-hall wa ‘aqd, pemegang kekuasaan pembahas dan
penyimpul masalah.” Pendapat ini jelas menghimpun unsur-unsur ketua ,
pemimpin dan tokoh-tokoh yang memiliki keahlian khusus yang relevan dengan
kehidupan umat. Mereka ini apabila telah bersepakat dalam menetapkan sebuah
urusan atau hukum, wajib ditaati,asal saja kelompok tersebut merupakan bagian
dari masyarakat muslim, tidak menyalahi ajaran al-Quran dan Sunnah yang
mutawatir dalam menetapkan keputusan, bebas dalam membahas dan mengambil
keputusan, dan keputusan tersebut berkenaan dengan kemaslahatan umum yang
memang menjadi kewenangannya.
DAFTAR PUSTAKA