Anda di halaman 1dari 10

NAMA : M Ismail Marzuki

NIM : 1830104221

DOSEN PENGAMPUH : Dzulfkriddin, M. Ag.

MAKALAH FIQH SIYASAH

AHLUL HALLI WAL AQDI

FAKULTAS SYARIAH DA HUKUM

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PALEMBANG

2019

PENDAHULUAN

keprihatinan tentang realitas proses pemilihan kepemimpinan NU di


berbagai tingkatan yang semakin kuat dicampuri oleh pihak-pihak dari luar NU
demi kepentingan-kepentingan politik sesaat. Misalnya: calon-calon pilkada yang
bertarung mendukung calon pimpinan NU dari kubu masing-masing. Lebih
memprihatinkan lagi, pertarungan-pertarungan dalam forum-forum
permusyawaratan Nahdlatul Ulama di berbagai tingkatan itu hampir selalu
melibatkan politik uang untuk jual-beli suara. Hal itu jelas akan menjurus kepada
kerusakan moral yang luar biasa dalam jajaran kepemimpinan Nahlatul Ulama.
Pada waktu itu, PWNU Jawa Timur hendak menerapkan model Ahlul
Halli Wal ‘Aqdi itu dalam Konferensi Wilayah mereka. Tapi karena belum ada
payung hukum yang memadai, PBNU meminta agar maksud itu ditunda.
Selanjutnya, dalam Rapat Pleno ke-2 PBNU di Wonosobo, tanggal 6 – 8
September 2013, Rais ‘Aam K.H. M. A. Sahal Mahfudh rahimahullah
memerintahkan agar PBNU segera memproses gagasan tentang Ahlul Halli Wal
‘Aqdi itu menjadi aturan yang dapat diterapkan dalam pemilihan kepemimpinan
di seluruh jajaran kepengurusan NU.
Berdasarkan perintah Rais ‘Aam tersebut kemudian dibentuklan satu tim
khusus, dipimpin oleh K.H. Masdar F. Mas’udi (Rais Syuriah PBNU) dan Drs.
Abdul Mun’im DZ (Wakil Sekjen PBNU). Tim itu segera melaksanakan
penelitian dan kajian-kajian hingga dihasilkan suatu naskah akademis yang cukup
mendalam, mencakup landasan nilai-nilai keagamaan, dasar-dasar filosofis, acuan
historis hingga pertimbangan-pertimbangan terkait dinamika sosial-politik
mutakhir yang mengharuskan diterapkannya model Ahlul Halli Wal ‘Aqdi itu

PEMBAHASAN

 Pengertian Ahlul Halli Wal Aqdi


Secara bahasa Ahl al-hall wa al-‘Aqd memiliki pengertian ”orang-orang
yang melepas dan megikat” atau ”orang yang dapat memutuskan dan mengikat”.
Sedangkan menurut para Ahli fiqih siyasah, Ahl al-hall wa al-’Aqd adalah “orang-
orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menentukan sesuatu
atas nama umat (warga negara)”. Atau lembaga perwakilan yang menampung dan
menyalurkan aspirasi atau suara suatu masyarakat.Keanggotaan dari lembaga ini
merupakan representasi dari rakyat yang nantinya akan memperjuangkan aspirasi
politik masyarakat karena pemilihannya melalui proses yang demokratis dan
berlangsung secara langsung sehingga rakyat memiliki kebebasan untuk
menentukan pilihannya.1

1
J. Suyuthi Pulungan, op. cit., hlm. 67
Dalam terminologi politik ahlul halli wal aqdi adalah dewan perwakilan
(lembaga legislatif) sebagai representasi dari seluruh masyarakat (rakyat) yang
akan memilih kepala negara serta menampung dan melaksanakan aspirasi rakyat.
Dalam hal ini, Mawardi mendefinisikan ahlul halli wal aqdi sebagai
kelompok orang yang dipilih oleh kepala negara untuk memilih kepala negara
yang akan menggantikan kepala negara yang lama.Namun Mawardi tidak
menjelaskan tentang unsur-unsur dari ahlul halli wal aqdi.

Abdul Karim Zaidan berpendapat, ahlul halli wal aqdi adalah orang orang
yang berkecimpunglangsungdenganrakyatyang telah memberikan kepercayaan
kepada mereka. Mereka menyetujui pendapat wakil-wakilnya karena ikhlas,
konsekuen, takwa, adil dan kejernihan pikiran serta kegigihan mereka di dalam
memperjuangkan kepentingan rakyatnya.

Sedangkan menurut Imam an-Nawawi, ahlul halli wal aqdi ialah para
ulama, pemimpin, pemuka rakyat yang mudah dikumpulkan untuk memimpin
umat dan mewakili kepentingan- kepentingannya.

Beberapa ulama yang lain memberikan istilah ahlul halli wal aqdi
dengan sebutan ahlul ikhtiyar, yaitu orang-orang yang memiliki kompetensi untuk
memilih. Muhammad Abduh berpendapat, bahwa ahlul halli wal aqdi sama
dengan ulil amri, Lebih lanjut Abduh menjelaskan dengan lebih rinci beserta
unsur-unsurnya dengan mengatakan, "Ahlul halli wal aqdi terdiri dari para amir,
para hakim, para ulama, para pemimpin militer, dan semua pimpinan yang
dijadikan rujukan oleh umat dalam masalah kebutuhan dan kemaslahatan publik."

Pendapat yang sama di sampaikan oleh Rasyid Ridha, ia mengatakan


bahwa ulil amri adalah ahlul halli wal awdi yang terdiri dari para ulama, para
pimpinan militer, para pemimpin pekerja untuk kemaslahatan publik seperti
pedagang, tukang, petani, para tokoh wartawan.Al-Razi juga menyamakan
pengertian ahlul halli wal aqdi dengan ulil amri. Demikian juga al-Maraghi yang
berpendapat sama dengan Abduh dan Ridha.
Istilah Ahlul Halli wal Aqdi ini banyak kita dapati pada buku-buku siyasah
syar'iyyah, seperti Ahkam Sulthaniyah-nya Abul Hasan Al-Mawardi dan Abu
Ya'la Al Farra'. Adapun secara bahasa, Istilah Ahlul Halli wal Aqdi terdiri dari
tiga kalimat:
a. Ahlul, yang berarti orang yang berhak (yang memiliki).
b. Halli, yang berarti, melepaskan, menyesuaikan, memecahkan.
c. Aqdi, yang berarti mengikat, mengadakan transaksi, membentuk.
Dari pengertian secara bahasa di atas, dapat kita simpulkan pengertian
Ahlul Halli wal Aqdi secara istilah yaitu "Orang-orang yang berhak membentuk
suatu sistem didalam sebuah negara dan membubarkannya kembali jika dipandang
perlu."

Musyawarah dalam politik Islam adalah hak partisipasi rakyat dalam


masalah – masalah hukum dan pembuatan keputusan politik.Akan tetapi
musyawarah tidak mungkin dilaksanakan oleh seluruh rakyat, maka musyawarah
dilaksanakan antar kelompok yang benar – benar mewakili rakyat yang dapat
dipercaya dan merasa tenang dari keputusan mereka. Mereka itu tidak lain
melainkan Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqdi. Metode ini sekarang dinamakan dengan
“Politik Kekuasaan Rakyat”.Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa pemimpin tidak
boleh meninggalkan musyawarah, sebab Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya
dengan hal itu.Bahkan para ulama sepakat bahwa musyawarah diperintahkan
dalam Al Qur’an dan menjadikannya sebagai salah satu unsur pijakan Negara
Islam.2

Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd ada dalam sistem pemerintahan Islam


dikarenakan adanya suatu perintah dalam Al Qur’an untuk bermusyawarah.

2
op. cit., hlm. 68
Musyawarah tersebut menurut para Ahli merupakan salah satu sistem hukum
dalam Islam dan juga metode hidup dalam pemerintahan.

 Syarat – Syarat Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqdi

Al-Mawardi menyebut Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd harus memenuhi tiga


syarat, antara lain:
1. Keadilan yang memenuhi segala persyaratannya.
2. Memiliki pengetahuan tentang orang berhak menjadi imam dan persyaratan –
persyaratannya.
3. Memiliki kecerdasan dan kearifan yang menyebabkan dia mampu memilih
imam yang paling maslahat dan paling mampu serta paling mampu tentang
kebijakan – kebijakan yang membawa kemaslahatan bagi umat.

Ibn Al Farra berpendapat: Ahli Ikhtiyar harus memliki tiga syarat berikut :
1. Adil
2. Mempunyai ilmu pengetahuan yang dengan ilmu pengetahuan itu dapat
mengetahui siapa saja
yang berhak memegang tongkat kepemimpinan.
3. Ahli Ikhtiyar harus terdiri dari para pakar dan alhi manajemen yang dpat
memilih siapa yang lebih pantas untuk memegang tongkat kepemimpinan.

Ungkapan syarat yang dikemukakan oleh Al Mawardi dan Ibn Al Farra


tersebut sangat mirip. Selain itu syarat yang harus dipenuhi adalah sperti syarat
dalam hal – hal yang lain seperti, baligh, merdeka, laki – laki dan beragama
Islam.Akan tetapi untuk syarat laki – laki dan beragama Islam terjadi perbedaan
pendapat antara para ulama. Ulama salaf berpendapat bahwa wanita dan kafir
dzimmi tidak boleh menjadi anggota majelis syura,karena pada masa Nabi kafir
dzimmi menjadi warga nomor dua dalam urusan politik, sedangkan wanita pada
zaman nabi itu hanya menjadi ibu rumah tangga. Sedangkan ulama fikih
kontemporer seperti Fu’ad Abdul Mun’im Ahmad (pakar politik Islam
kontemporer Mesir) memperbolehkan dengan batasan batasan tertentu yang tidak
melanggar syari’at hukum.

Namun demikian, ada beberapa perbedaan mendasar antara dua lembaga


tertinggi negara tersebut, sehingga banyak ulama yang menolak eksistensi
DPR/MPR sebagai lembaga tertinggi didalam sebuah negara, dengan sistem
demokrasi yang banyak dianut oleh negara-negara Islam. Adapun perbedaan
sistem khilafah dengan Ahlul Halli wal Aqdi dengan sistem Parlemen DPR/MPR
adalah sebagai berikut ;
1. Dari Segi Perkembanganny
Sistem Ahlul Halli wal Aqdi berkembang sejak adanya pemerintahan Islam
pertama kali pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq yang merupakan Ijma' Shahabat
ra, dan merupakan hujjah yang tidak terbantahkan. (untuk rincian dan contoh-
contohnya akan diterangkan kemudian). Adapun sistem parlemen berkembang
akibat benturan antara kekuasaan dan gereja yang terjadi di Eropa, dan mulai
menjadi sistem yang mapan setelah revolusi Perancis pada tahun 1789M.

2. Dari Segi Keanggotaan


A. Di dalam sistem Ahlul Halli wal Aqdi, anggotanya harus seorang muslim yang
adil. Adapun dalam sistem parlemen, anggotanya tidak harus beragama Islam,
orang Komunis/atheis pun bisa menjadi anggota, bahkan menjadi ketua
DPR/MPR, selama rakyat mendukung,

B. Didalam sistem Ahlul Halli walAqdi anggotanya harus seorang laki-laki. Namun
dalam sistem parlemen, perempuan dibolehkan mejadi anggota
didalamnya.(Benarkah ulama berbeda pendapat didalam masalah ini?Ataukah
orang-orang yang sering tidak puas denga ketentuan ini salah didalam memahami
perkataan ulama? Keterangannya bisa diikuti pada kajian-kajian mendatang)
C. Anggota Ahlul Halli wal Aqdi harus seorang yang berpengetahuan luas terhadap
ajaran Islam, sedangkan anggota Parlemen boleh dari orang yang paling goblok
tentang masalah agama.

D. Dari Segi Tugas dan Peranannya


Tugas Ahlul Halli wal Aqdi harus sesuai denga aturan Syariah Islamiyyah.Mereka
tidak boleh merubah aturan Allah dan Rasul-Nya yang sudah paten dan mapan,
walau seluruh anggota dan rakyat menghendaki perubahan itu.Adapun didalam
Parlemen, mereka bebas dan leluasa menentukan sebuah hukum, undang-undang,
dan bahkan merubah hukum Allah selama hal itu disepakati seluruh anggota atau
atas kehendak rakyat.

 Beberapa wewenang dan fungsi Ahlul Hall wal ‘aqdi :

1. Ahlul halli wal Aqdi adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang mempunyai
wewenang untuk memilih dan membai’at imam serta untuk memecat dan
memberhentiakan khalifah.
2. Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd mempunyai wewenang mengarahkan kehidupan
masyarakat kepada yang maslahat
3. Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd mempunyai wewenang membuat undang – undang yang
mengikat kepada seluruh umat didalam hal – hal yang tidak diatur tegas oleh Al
Qur’an dan al Hadits.
4. Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd tempat konsultasi imam didalam menentukan
kebijakannya.
5. Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd mengawasi jalannya pemerintahan,
Wewenang tersebut hampir mirip dengan MPR, DPR dan DPA di
Indonesial sebelum amendemen UUD 45.Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd sangat penting
dalam kehidupan bernegara. Karena dalam Negara pada hakekatnya rakyatlah
yang memegang kekuasaan tertinggi.Sedangkan rakyat sendiri tidak
memungkinkan untuk berkumpul bersama.3

3
Abdul Hayyie al- Kattani “Teori Politik Islam”, Jakarta: Gema Insani Press, Cet.
ke-1, 2001, hlm. 178.
Kesimpulan
Lembaga ahlul al-hall wa ‘aqd, pemegang kekuasaan pembahas dan
penyimpul masalah.” Pendapat ini jelas menghimpun unsur-unsur ketua ,
pemimpin dan tokoh-tokoh yang memiliki keahlian khusus yang relevan dengan
kehidupan umat. Mereka ini apabila telah bersepakat dalam menetapkan sebuah
urusan atau hukum, wajib ditaati,asal saja kelompok tersebut merupakan bagian
dari masyarakat muslim, tidak menyalahi ajaran al-Quran dan Sunnah yang
mutawatir dalam menetapkan keputusan, bebas dalam membahas dan mengambil
keputusan, dan keputusan tersebut berkenaan dengan kemaslahatan umum yang
memang menjadi kewenangannya.
DAFTAR PUSTAKA

Mahmud Yunus, Qamus Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara


Penterjemah dan Penatfsir al-Qur'an, Cet. ke-1, 1973, hlm. 53.
[2] J. Suyuthi Pulungan, op. cit., hlm. 67.
[3] Dhiauddin Rais, An-Nazhariyatu As-Siyasatu Al-Islamiyah. Terj. Abdul
Hayyie al- Kattani “Teori Politik Islam”, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1,
2001, hlm. 178.
[4] Ibid., hlm. 176
[5] J. Suyuthi Pulungan, op. cit., hlm. 68.
[6] op. cit., hlm. 68
[7] Ibid., hlm. 69

Anda mungkin juga menyukai