Anda di halaman 1dari 8

Mie adalah sejenis bahan makanan yang bahan baku utamanya adalah tepung terigu.

Mie
merupakan makanan pengganti nasi yang disukai hampir disemua kalangan. Ada tiga jenis mie,
mie basah, mie kering dan mie instan.Salah satu mie yang banyak dikonsumsi di Indonesia adalah
mie instan. Mie instan adalah mie yang dibuat dari terigu sebagai bahan utama dengan atau tanpa
penambahan bahan lainnya. Mie instan dicirikan dengan adanya penambahan bumbu dan
memerlukan proses rehidrasi untuk dikonsumsi. Mie instan sengaja dibuat untuk memanjakan
konsumennya agar mudah dan praktis dalam dikonsumsi.
Meningkatnya permintaan mie instan di pasaran menjadikan Indonesia sebagai produsen penghasil
mie terbesar di Dunia.Permintaan yang meningkat ini berbanding lurus dengan menjamurnya
kegiatan industri mie di Indonesia. Keberadaan Industri mie memberikan dampak positif dan
negatif, dampak positifnya adalah pada sistem perekonomian, bahwa industri mie dapat
meningkatkan devisa Negara dan membuka lapangan pekerjaan, sedangkan dampak negatifnya
adalah dari penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh limbah hasil industri mie pada
saat proses produksi yang dapat mencemari lingkungan.
Proses pembuatan mie instan terdiri dari beberapa proses, yang pada masing-masing prosesnya
berpotensi menghasilkan limbah.
1. Poses Pertama adalah proses mixing, dilakukan pencampuran semua bahan baku yang
digunakan. Tahap pencampuran ini bertujuan agar perpaduan antara tepung dan air berlangsung
secara merata. Untuk mendapatkan adonan yang baik, kadar airnya harus diperhatikan, yaitu
berkisar 32-34%.
2. Proses kedua adalah Pembentukan Mie (Roll Press), Roll Press adalah mesin produksi yang
terdiri dari 3 buah unit, yaitu unit pressing (penggilingan),slitter dan unit wave conveyor. Unit
pressing berfungsi membentuk lembaran adonan mie sampai ketebalan tertentu. Unit slitter
berfungsi seperti pisau yang akan memotong lembaran mie secara membujur menjadi untaian mie.
Terakhir adalah unit wave conveyor yang akan membentuk untaian mie menjadi
bergelombang/keriting. Untaian mie tersebut kemudian masuk ke dalam steam box untuk proses
lebih lanjut.
3. Proses ketiga yaitu Pematangan Mie (Steaming), Steaming adalah proses pematangan mie
dengan menggunakan steam basah atau biasa disebut proses pengukusan. Pada proses ini mie
mengalami perubahan fisik di mana adonan mie berubah menjadi keras dan kuat.
4. Proses keempat adalah Penggorengan (Frying), Pada tahap ini untaian panjang mie dipotong
dan didistribusikan ke dalam cetakan. Kemudian mie digoreng pada suhu 140ºC hingga 150ºC
selama 60 sampai 120 detik. Tahap ini bertujuan agar dehidrasi atau proses pengurangan kadar air
mie menjadi sempurna (sekitar 3-5%). Suhu minyak yang tinggi membuat air menguap dengan
cepat dan menghasilkan pori-pori halus di permukaan mie.
5. Pendinginan (Cooling Box), Mie hasil penggorengan kemudian didinginkan di dalam lorong
pendinginan (Cooling box) yang dilengkapi fan. Mie lalu ditiriskan dengan suhu 40ºC dengan
menggunakan fan yang berputar cepat di atas ban berjalan. Proses tersebut bertujuan agar minyak
memadat dan menempel pada mie. Selain itu, tekstur mie menjadi keras. Pendinginan harus
dilakukan dengan sempurna, karena jika uap berkondensasi akan menyebabkan tumbuhnya jamur.
6. Pengemasan (Packing), Proses terakhir dalam pembuatan mie adalah pengemasan (Packing).
Berdasarkan SNI 01-3551- 2000, mie instan (harus) dikemas dalam wadahyang tertutup rapat,
tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selamamasa penyimpanan dan distribusi.
Proses pembuatan mie instan terdiri dari tahap pencampuran (mixing), Pembentukan mie (roll
pressing), pematangan mie (steaming), penggorengan (frying), pendinginan (cooling box), dan
pengemasan (packing) ini akan menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang akan berdampak
negatif bagi lingkungan, Dampak negatif inilah yang harus diperhatikan oleh setiap industri mie
instant. Setiap industri mie harus meminimalisasi tingkat pencemaran yang terjadi, dengan
pengelolaan dan pengolahan limbah yang baik serta pemantauan dampak limbah terhadap
lingkungan, yaitu dengan cara penyusunan dokumen UKL/UPL (Upaya Kelola Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan).
II. KARAKTERISTIK LIMBAH
Limbah yang dihasilkan dari industri mie adalah limbah gas, limbah cair serta limbah padat.
a. Limbah Gas
Limbah gas berasal dari asap pabrik yang ditimbulkan oleh proses produksi yang ada di dalam
ruangan (ruang produksi) dan di luar ruangan (cerobong boiler). Limbah gas ini sangat berbahaya
apabila sampai terhirup oleh manusia dan mencemari udara. Jika terhirup oleh manuasia akan
mengganggu kesehatan pada peredaran darah dan saluran pernafasan.
b. Limbah cair

Limbah cair industri mie instan dihasilkan oleh mesin proses produksi yaitu boiler dan cleaning,
dan limbah yang dihasilkan dari penggorengan berupa minyak goreng kotor/bekas. Hasil buangan
ini tidak beracun, namun kadar BOD dan COD yang terkandung dalam air menjadi berkurang dan
menebabkan penurunan kualitas air.
Limbah cair mie instant terdiri dari limbah cair organic berbasis bahan baku olahan dari
pertanian, seperti tepung terigu(mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral) dan
minyak kelapa (mengandung asam lemak diantaranya laurat, palmitat, dan oleat) yang terlarut
dalam air limbah.
c. Limbah padat
Limbah padat dari mie instan tidak berbahaya, namun banyak bahan yang sulit terurai
dilingkungan terutama plastik yang dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar seperti kemasan
bahan baku dan bahan penolong,afkir kemasan produk dan limbah domestik, selain plastik limbah
padat yang dihasilkan juga seperti potongan adonan, mie yang kadaluarsa.
III. PENGOLAHAN LIMBAH
Dalam rangka mengatasi permasalahan limbah cair di industri mie instant, salah satu
perusahaan di Indonesia menerapkan sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).Sistem IPAL
belum sepenuhnya dapat mengatasi pencemaran air, karena air dari IPAL hanya digunakan untuk
menyiram tanaman disekitar pabrik. Padahal limbah industri mie masih harus diubah
karakteristiknya sebelum dibuang kelingkungan karena belum memenuhi baku mutu yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Tabel 1. effluent sesuai dengan baku mutu Kepmen LH no 51 Tahun 1995
NO
PARAMETER
SATUAN
KADAR
BAKU MUTU
1
Ph
-
5-5,8
6-9
2
BOD
Mg/L
5700-7300
75
3
COD
Mg/L
7000-10000
200
4
PADATAN TERSUSPENSI
Mg/L
9440-10.280
100
5
MINYAK LEMAK
Mg/L
2
20
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
yang tergabung dari berbagai fakultas, mereka melakukan penelitian pada limbah cair industri mie
instant metode bak aerasi seed sludge.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyebutkan, bahwa jumlah urea yang ditambahkan
dalam metode seed sludge berpengaruh terhadap penurunan kadar BOD dalam limbah cair mie
instant. Konsentrasi urea optimum pada pembuatan seed sludge yaitu sebesar 0,14 M, hasilnya
bias dilihat setelah tiga hari dengan penurunan sekitar nilai MLSS sebesar 2528,8 mg/l dan SV30
sebesar 60,5 % sedangkan nilai BOD3 sebesar 241,92 mg/l, DO sebesar 7,7027 mg/l.
Limbah padat diatasi dengan cara pemilihan jenis limbah, yaitu limbah plastik dan limbah yang
mudah terurai. Limbah plastik diserahkan kepada tempat pembuangan sampah untuk dikelola
menjadi plastik, sedangkan limbah ang mudah terurai seperti potongan mie, dan mie yang
kadaluarsa diserahkan ke pihak ketiga yaitu ke pengolahan pakan ternak.
Limbah udara dapat diminimalkan dengan selalu mengecek emisi buangan dari pabrik dengan
perawatan secara berkala dan pengecekan uji emisi gas buang, agar gas buang dari pabrik tidak
melewati baku mutu yang berlaku.
IV. POTENSI LIMBAH
Limbah padat dari industri mie instan seperti plastik dapat dimanfaatkan untuk diolah
kembali menjadi plastik, dan dibuat kerajinan tangan.sedangkan potongan mie serta mie
kadaluarsa dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan. Limbah potongan-potongan mie ini memiliki
kandungan sama dengan pakan ikan yaitu banyak mengandung karbohidrat, maka dari itu limbah
indusrti mie instan perlu dimanfaatkan untuk pembuatan pakan ikan. Selain itu, Nilai nutrisi yang
terkandung dalam limbah industr ini adalah kandungan lemaknya.Lemak dalam limbah mie instan
biasanya berasal dari minyak kelapa sawit, yang diduga memiliki FFA rendah, karena untuk
konsumsi manusia.Keunggulan limbah industri mie dibandingkan dedak padi adalah kandungan
serat kasarnya.Kandungan asam amino limbah industri mie instan juga tidak jauh berbeda dengan
asam amino dalam terigu, sehingga diharapkan dapat digunakan dalam pakan ikan sebanyak 10
-15%, atau menggantikan tepung terigu. Selain pakan ikan, limbah padat mie instant ini juga
disarankan untuk pakan ternak, namun penggunaan limbah mie instant melebihi 30% dapat
berpengaruh terhadap berat karkas (berat ternak setelah dipotong) dari ternak
Limbah cair dari industri mie instan dimanfaatkan untuk menyiram tanaman apabila
kualitasnya sudah diperbaiki.Selain itu, Dapat pula dijadikan sebagai bahan baku pengolahan
sabun, karena karakteristik limbah cair mie yang mengandung 55% minyak. Pembuatan sabun dari
limbah cair ini sama dengan pembuatan sabun dari minyak-minyak lainnya, dengan penambahan
kaustik soda dengan perbandingan 1;5 maka akan terbentuk sabun dengan dua bentuk fisik yang
berbeda warna

Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari proses kegiatan manusia (Ign Suharto,
2011 :226). Limbah dapat berupa tumpukan barang bekas, sisa kotoran hewan, tanaman, atau
sayuran. Keseimbangan lingkungan menjadi terganggu jika jumlah hasil buangan tersebut
melebihi ambang batas toleransi lingkungan. Apabila konsentrasi dan kuantitas melibihi ambang
batas, keberadaan limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan
manusia sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah bergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Adapun karakteristik limbah secara umum menurut Nusa Idaman Said,2011 adalah sebagai
berikut:

Berukuran mikro, maksudnya ukurannya terdiri atas partikel-partikel kecil yang dapat kita lihat.
Penyebarannya berdampak banyak, maksudnya bukan hanya berdampak pada lingkungan yang
terkena limbah saja melainkan berdampak pada sector-sektor kehidupan lainnya, seperti sektor
ekonomi, sektor kesehatan dll.
Berdampak jangka panjang (antargenerasi), maksudnya masalah limbah tidak dapat diselesaikan
dalam waktu singkat. Sehingga dampaknya akan ada pada generasi yang akan datang.
Penggolongan Limbah:

a. Berdasarkan polimer penyusun mudah dan tidak terdegradasinya menurut Nusa Idaman Said,
2011, limbah dibagi menjadi dua golongan besar:

Limbah yang dapat mengalami perubahan secara alami (degradable waste = mudah terurai), yaitu
limbah yang dapat mengalami dekomposisi oleh bakteri dan jamur, seperti daun-daun, sisa
makanan, kotoran, dan lain-lain.
Limbah yang tidak atau sangat lambat mengalami perubahan secara alami (nondegradable waste =
tidak mudah terurai), misanya plastic, kaca, kaleng, dan sampah sejenisnya.
b. Berdasarkan Wujudnya menurut Ign Suharto, 2011, limbah dibedakan menjadi tiga, yaitu:

limbah dalam wujud padat,gas, dan cair

Limbah padat, limbah padat adalah limbah yang berwujud padat. Limbah padat bersifat kering,
tidak dapat berpindah kecuali ada yang memindahkannya. Limbah padat ini misalnya, sisa
makanan, sayuran, potongan kayu, sobekan kertas, sampah, plastik, dan logam
Limbah cair, limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair terlarut dalam air, selalu
berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah cair adalah air bekas mencuci pakaian, air bekas
pencelupan warna pakaian, dan sebagainya.
Limbah gas, limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas. Limbah gas dapat
dilihat dalam bentuk asap. Limbah gas selalu bergerak sehingga penyebarannya sangat luas.
Contoh limbah gas adalah gas pembuangan kendaraan bermotor. Pembuatan bahan bakar
minyakjuga menghasilkan gas buangan yang berbahaya bagi lingkungan.
c. Berdasarkan Sumbernya menurut A. K. Haghi, 2011, jenis limbah dapat dibedakan menjadi:

Limbah rumah tangga, limbah rumah tangga disebut juga limbah domestik.
Limbah industri, limbah industri adalah limbah yang berasal dari industry pabrik.
Limbah pertanian, limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan pertanian, contohnya sisa daun-
daunan, ranting, jerami, dan kayu.
Limbah konstruksi. Adapun limbah konstruksi didefinisikan sebagai material yang sudah tidak
digunakan yang dihasilkan dari proses konstruksi, perbaikan atau perubahan.Material limbah
konstruksi dihasilkan dalam setiap proyek konstruksi, baik itu proyek pembangunan maupun
proyek pembongkaran (contruction and domolition). Limbah yang berasal dari perobohan atau
penghancuran bangunan digolongkan dalam domolition waste, sedangkan limbah yang berasal
dari pembangunan perubahan bentuk (remodeling), perbaikan (baik itu rumah atau bangunan
komersial), digolongkan ke dalam construction waste.
Limbah radioaktif, limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan tenaga nuklir, baik
pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan
tenaga nuklir untuk keperluan industri dan rumah sakit. Bahan atau peralatan terkena atau menjadi
radioaktif dapat disebabkan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang
memanfaatkan radiasi pengion.
d. Berdasarkan sifatnya menurut A. K. Haghi, 2011, limbah terdiri atas enam jenis, yaitu:
Limbah mudah meledak, limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui proses kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu tekanan tinggi serta dapat merusak lingkungan.
Limbah mudah terbakar, bahan limbah yang mudah terbakar adalah limbah yang mengandung
bahan yang menghasilkan gesekan atau percikan api jika berdekatan dengan api.
Limbah reaktif, limbah reaktif adalah limbah yang memiliki sifat mudah bereaksi dengan oksigen
atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi dan dapat menyebabkan
kebakaran.
Limbah beracun, limbah beracun atau limbah B3 adalah limbah yang mengandung racun
berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah ini mengakibatkan kematian jika masuk ke
dalam laut.
Limbah korosif adalah limbah yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan dapat membuat
logam berkarat.

Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan sangat beragam.
Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan membutuhkan proses
pengolahan yang berbeda pula. Proses- proses pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara
keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses atau hanya salah satu. Proses pengolahan tersebut
juga dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau faktor finansial.
Pengolahan Primer (Primary Treatment)
Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara
fisika.
A. Penyaringa (Screening)
Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring menggunakan jeruji saring.
Metode ini disebut penyaringan. Metode penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah
untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.
B. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak yang berfungsi
untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif besar. Tangki ini
dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran
limbah sehingga partikel – partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan
untuk proses selanjutnya.
C. Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau bak
pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang paling banyak
digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan, limbah cair
didiamkan agar partikel – partikel padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke
dasar tangki. Enadapn partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan
dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain metode pengendapan, dikenal juga
metode pengapungan (Floation).
D. Pengapungan (Floation)
Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak atau lemak. Proses
pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung-
gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara tersebut akan membawa
partikel –partikel minyak dan lemak ke permukaan air limbah sehingga kemudian dapat
disingkirkan.
Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan melalui proses
pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan primer tersebut
dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut juga mengandung
polutan yang lain yang sulit dihilangkan melalui proses tersebut, misalnya agen penyebab
penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke
proses pengolahan selanjutnya.
2. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan
melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme
yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu metode penyaringan
dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan metode kolam
perlakuan (treatment ponds / lagoons) .
a. Metode Trickling Filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan
tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan
dengan ketebalan ± 1 – 3 m. limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media dan
dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses perembesan, bahan organik yang
terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar
lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke
tangki pengendapan.
Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan
partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan
mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke
lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan
b. Metode Activated Sludge
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan
didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses degradasi
berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan pemberian gelembung
udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi
limbah. Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses
pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi.
Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat dibuang ke
lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih dperlukan.
c. Metode Treatment ponds/ Lagoons
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun
prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-
kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan berfotosintesis menghasilkan
oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aero untuk proses
penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga
diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami proses pengendapan.
Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan didasar kolam, air limbah dapat disalurka
untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut.
3. . Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih terdapat zat
tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Pengolahan
tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa
dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui
proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat,
dan garam- garaman.
Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini
meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode pengolahan tersier yang
dapat digunakan adalah metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining,
vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-
balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini
disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier cenderung tinggi
sehingga tidak ekonomis.
4. Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi
mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Meknisme desinfeksi dapat secara kimia,
yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik. Dalam menentukan
senyawa untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
• Daya racun zat
• Waktu kontak yang diperlukan
• Efektivitas zat
• Kadar dosis yang digunakan
• Tidak boleh bersifat toksik terhadap manusia dan hewan
• Tahan terhadap air
• Biayanya murah
Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin (klorinasi), penyinaran
dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon (Oз).
Proses desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah selesai,
yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum limbah dibuang ke lingkungan.
5. Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)
Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier, akan menghasilkan
endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat dibuang secara langsung, melainkan
pelu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan
cara diurai/dicerna secara aerob (anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif,
yaitu dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar
(incinerated).

Anda mungkin juga menyukai