Oleh:
perah adalah faktor pakan. Pakan hijauan yang diberikan untuk sapi perah biasanya 10
% dari bobot hidup dan pakan tambahan berupa konsentrat yang komponennya terdiri
dari beberapa bahan pakan bernilai nutrisi tinggi. Akan tetapi biasanya peternak
terkendala oleh pengetahuan yang kurang dan modal yang tersedia tidak terlalu
banyak, sehingga peternak lebih mengandalkan hijauan dan konsentrat yang tersedia
di sekitar.
membuat ternak tidak mendapatkan nutrisi yang cukup karena kualitas dan kuantitas
hijauan akan mengalami penurunan saat musim kemarau. Selain itu, peningkatan
jumlah hijauan juga dibatasi oleh semakin sempitnya lahan sebagai akibat dari
meningkatnya jumlah penduduk dan pembukaan lahan baru untuk tanaman pangan
beberapa cara salah satunya adalah melalui pemberian pakan aditif baik berupa
Salah satu aditif pakan yang dapat digunakan adalah probiotik. Penggunaan
tingginya produksi susu sapi perah, pertambahan bobot hidup, dan efisiensi pakan
pada penggemukan sapi potong (Yoon dan Stern, 1995; Winugroho et al., 1995;
Haryanto et al., 1998 dalam Thalib, Haryanto, Hamid, Suherman dan Mulyani, 2001).
Penggunaan probiotik pada pakan salah satunya dapat dilakukan melalui penambahan
pada Urea Molasses Block (UMB) yang kemudian akan menghasilkan produk
UMB adalah suplemen pakan dengan bentuk padatan/blok yang tersusun dari
bahan-bahan sumber energi, protein dan mineral. Menurut Farizal (2008) sumber
karbohidrat seperti onggok, molasses atau dedak yang dikombinasikan dengan bahan
pakan sumber protein seperti tepung kedelai serta urea sumber NPN dapat
mikroba rumen dan fermentasi dalam pakan dapat dipengaruhi oleh peningkatan
48 (Makkar, 1995).
Nilai potensi produksi gas (b) dan nilai laju produksi gas (c) ditentukan
dengan persamaan Makkar et al. (1995) dan dihitung menggunakan program SPSS.
pada pembuatan Urea Molasses Block (UMB) sebagai pakan suplemen dapat
meningkatkan sintesis protein mikroba rumen dan produksi gas in vitro. Perlakuan
terbaik terdapat pada P2 yaitu UMB dengan penambahan ragi tape sebesar 4% yang
memberikan nilai tertinggi pada nilai sintesis protein mikroba rumen, produksi gas
total, nilai potensi produksi gas, dan nilai laju produksi gas yaitu yaitu 47,16 g N/ kg
BOTR, 89,17 ml/500 mg BK, 95,15 ml/ 500 mg BK and 0,0597 ml/jam. Saran pada
penelitian ini adalah penelitian lebih lanjut secara in vivo untuk mengetahui respon
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan
seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak,
dll. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa
makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll
(Sihombing, 2000).
nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan
nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN),
vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain. Limbah ternak dapat
dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media berbagai
berfungsi sebagai tempat untuk mengolah pakan dengan bantuan mikroba. Mikroba
rumen terdiri dari bakteri, protozoa dan jamur/fungi (Czerkawski, 1986), yang
mayoritas hidup dalam suasana anaerob dan sebagian dalam suasana fakultatif
anaerob. Isi rumen merupakan salah satu limbah rumah potong hewan yang belum
dimanfaatkan secara optimal bahkan ada yang dibuang begitu saja sehingga
menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah ini sebenarnya sangat potensial bila
keanekaragaman, sifat, dan karakteristik bakteri dari pupuk organik cair isi rumen
Sterilisasi Alat
cara alat-alat dicuci dengan detergen, dibilas dengan air, dikeringkan, dibungkus
dengan menggunakan kertas, dan disterilisasi di autoklaf dengan suhu 1210C dan
tekanan 15 psi (per square inchi) selama 15 menit. Kemudian dikeringkan di dalam
oven pada suhu 120oC selama 1 jam. Untuk alat yang tidak tahan terhadap panas
Media NB
menit dan membentuk larutan yang sempurna. Dituangkan dalam tabung reaksi @ 8
ml dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210C dan tekanan 15 Ibs selama 15
menit.
sampai mendidih sambil diaduk, disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121⁰ C,
tekanan 15 lbs selama 15 menit. Setelah disterilkan tambahkan darah domba segar
Media NA
Nutrient Agar powder 23 g dilarutkan pada 1000 ml aquadest dalam labu
menit dan membentuk larutan yang sempurna. Disterilkan dalam autoklaf pada suhu
1210C dan tekanan 15 lbs selama 15 menit. Setelah steril dituangkan dalam tabung
reaksi @ 5 ml dan tabung reaksi diletakkan dalam posisi miring 15o atau ditungkan
ke dalam cawan petri @ 20 ml. Setelah Nutrient Agar dalam kemasan tersebut
membeku, untuk uji sterilitas di masukkan lebih dulu ke dalam inkubator pada suhu
melarut, setelah itu dimasukkan ke tabung reaksi sebanyak 10 mL, disterilkan dengan
Isolasi
Proses isolasi dengan metode gores, yaitu dengan cara 1 ose pupuk cair
digoreskan ke dalam media Agar Darah setelah sampel digoreskan, cawan petri
dibungkus dengan menggunakan kertas dan diinkubasi pada suhu 370C selama 1-3 x
24 jam.
Identifikasi
selama 48 jam. Pengamatan dilakukan dengan melihat beberapa aspek seperti warna,
koloni yang telah diinkubasi selama 48 jam. Kemudian dilakukan pemurnian dengan
cara mengambil isolat dengan ose pada cawan petri kemudian ditanam pada media
NA agar miring pada tabung reaksi dengan metode gores. Diinkubasi pada suhu 370C
selama 24 jam.
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram digunakan untuk menentukan jenis bakteri Gram positif dan
bakteri Gram negatif. Kaca objek dibersihkan dengan alkohol sehingga bebas dari
lemak, difiksasi di atas api spirtus sampai kering, diberi satu tetes NaCl fisiologis.
Bakteri dari media NA diambil dengan jarum ose, diletakkan pada tetesan NaCl
fisiologis, dicampur hingga merata. Dibiarkan mengering diudara dan fiksasi di atas
api. Diteteskan 2-3 tetes larutan kristal violet, biarkan selama 3 menit, dibuang larutan
kristal violet diteteskan larutan lugol satu tetes dan dibiarkan selama 1 menit. Preparat
dibilas dengan alkohol 96% sampai jernih, dicuci dengan air mengalir sampai bersih.
Terakhir ditetesi dengan safranin dan dibiarkan selama 2 menit lalu dibilas dengan air
mengalir dan dikeringkan. Diamati di bawah mikroskop. Warna ungu untuk bakteri
Uji Katalase
menghasilkan enzim katalase. Dilakukan dengan cara di atas kaca objek ditetesi satu
tetes H2O2 3%, ditambahkan koloni bakteri dan langsung diamati terjadinya
yang ditandai dengan terbentuknya gelembung udara dan negatif bila tidak ada
gelembung udara. Ini terjadi karena bakteri tersebut apabila ditambahkan hidrogen
cara satu ose jarum bakteri ditanam secara tegak lurus di tengah Medium SIM (Sulfit
Indol Motility) dengan cara ditusukkan, diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam.
Bila pertumbuhan koloni menyebar dan timbul kekeruhan seperti kabut menandakan
bakteri bergerak.
Uji Oksidase
Uji oksidase ini dilakukan dengan cara dibuat preparat ulas pada glass objek
ditutup dengan tissue atau kertas saring kemudian diteteskan larutan reagen oksidase.
Uji Ketahanan pH
Isolat murni dari media NA miring diinokulasi ke dalam cawan petri yang
berisi media NA sebanyak 3 medium padat yaitu pada cawan petri P1 (pH 4,5), P2
(pH 5,5), P3 (pH 6,5) kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Isolat
pada ketiga cawan petri tersebut diamati pertumbuhan koloninya, pada pH mana yang
berisi media cair sebanyak 2 tabung yaitu suhu pada tabung S1 (100C) dan S2 (370C),
kemudian diinkubasi selama 1-3 hari. Diamati perubahan kekeruhan media pada
masing-masing tabung dan dicatat tabung mana yang tingkat kekeruhannya paling
tinggi dan paling rendah. Kekeruhan paling tinggi menunjukkan bahwa bakteri
Uji Fermentasi
Uji fermentasi dilakukan berbarengan dengan uji produksi gas dengan cara
menumbuhkan kultur isolat dalam media cair dalam tabung reaksi yang diberi tabung
durham dalam keadaan terbalik untuk menangkap gas yang dihasilkan oleh bakteri
selama dalam pertumbuhannya, kemudian diinkubasi pada suhu 300C selama 2-3 hari
(Yoni S, dkk, 2010). Uji fermentasi positif jika pada tabung durham tertangkap gas
dan hasil negatif jika pada tabung durham tidak terdapat gas.
Uji Penggunaan O2
pertama O1, di bagian tengah media O2, di bagian dasar media O3, kemudian
diinkubasi pada suhu 370C selama 1-3 hari. Isolat pada ketiga tabung tersebut diamati
pertumbuhannya. Aerob jika biakan hanya berada di permukaan media agar, anaerob
jika biakan hanya berada di dasar, dan fakultatif anaerob jika biakan berada
sampel pupuk organik cair isi rumen sapi ditemukan bakteri genus Bacillus yang
bersifat aerobik aerobik dan bakteri genus Lactobacillus yang bersifat fakultatif
anaerobik. Karakteristik keempat isolat bakteri mampu tumbuh pada pH 6,5 dan suhu
40% pakan starter (National Research Council (NRC), 2001). Susu yang dikonsumsi
berkualitas dan berserat rendah pada pedet dapat merangsang perkembangan retikulo-
rumen pedet. Pakan berserat lebih banyak berfungsi secara mekanis melalui gesekan
dan memelihara kesehatan papila rumen dari terbentuknya penebalan pada dinding
rumen (keratin) yang dapat mengurangi kemampuan menyerap Volatile Fatty Acid
Calf Starter (CS) merupakan pakan konsetrat dengan formulasi khusus untuk
pedet mulai umur 1 minggu yang memiliki palatabilitas dan kecernaan tinggi serta
bertujuan untuk melatih pedet makan pakan padat. Complete Calf Starter (CCS)
dibuat dari campuran antara CS yang ditambah dengan pakan sumber serat. Pakan
CCS yang diberikan kepada pedet setelah lepas colostrum bertujuan untuk melatih
pedet makan pakan padat dan merangsang perkembangan rumennya karena adanya
bahan pakan sumber serat yang ditambahkan di dalam CCS. Selain itu, CCS dapat
kuantitas susu untuk konsumsi manusia karena proporsi pemberian susu pada pedet
CCS yang diberikan pada pedet pra sapih mampu meningkatkan pertumbuhan
total bakteri rumen dan produksi VFA. Menurut Mukodiningsih et al (2010) CCS
dalam bentuk pellet dengan binder 5% memiliki durabilitas dan kekerasan yang lebih
baik dibandingkan dengan binder molasses 10%. Berdasarkan hal tersebut perlu
dilakukan uji lanjutan yaitu uji biologis pellet CCS. Hasil penelitian Mukodiningsih et
al. (2008) menunjukkan, CCS bentuk mesh dengan bahan, penyusun calf starter,
jerami jagung dan bungkil kedelai menunjukkan pertumbuhan total bakteri rumen dan
VFA total tertinggi, yaitu 1,08 x 1011 CFU/ml dan 35,70 mmol/ml.
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji kualitas dari formula CCS dengan
FH pra sapih. Manfaat dari penelitian adalah memberikan informasi bahwa formula
CCS dengan molases 5% dapat digunakan sebagai pengganti susu bagi pedet dengan
Uji biologis konsumsi pakan, populasi bakteri rumen dan pH Pellet Complete
Calf Starter pada pedet Friesian Holstein pra sapih menunjukkan bahwa formula
complete calf starter (CCS) bentuk pellet mampu menstimulasi perkembangan rumen
(konsumsi pakan, populasi bakteri dan pH) pedet FH pada umur 2 minggu namun
fermentasi oleh berbagai mikroba. Fungi membantu degradasi serat pakan yang
terjadi dalam rumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah fungi pada
cairan rumen sapi bali. Sampel yang diambil pada penelitian ini menggunakan cairan
rumen sapi bali yang disembelih di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran,
steril sehingga diperoleh pengenceran 10-1, selanjutnya dengan cara yang sama
dengan konsentrasi 10-3 dan 10-4 diambil sebanyak 0,1 mL lalu diinokulasikan pada
media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) menggunakan metode sebar secara duplo.
Sampel diinkubasikan di dalam wadah kotak yang tertutup rapat pada suhu kamar 26-
300C selama 5 hari. Hasil penelitian memperlihatkan jumlah koloni fungi yang
tumbuh pada media SDA pada hari kedua , ketiga, keempat dan kelima berturut-turut
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata
jumlah fungi pada cairan rumen sapi bali yang diambil pada pada hari ke 5 sebanyak
ruminansia besar yaitu sapi dan kerbau dan kelompok ruminansia kecil yaitu kambing
dan domba. Sapi bali tergolong sebagai hewan ruminansia besar yang berasal dari
Indonesia (Siregar, 2008). Populasi sapi bali tercatat sebagai populasi yang cukup
besar yaitu 2.632.125 ekor pada tahun 1988, 2.914.000 ekor pada tahun 2006,
3.271.000 ekor pada tahun 2010 (Gunawan et al., 2011) dan 4.800.000 ekor atau
Sapi bali tergolong salah satu jenis sapi lokal Indonesia yang telah menyebar
hampir ke seluruh Indonesia hingga ke luar negeri seperti Malaysia, Australia dan
Filipina. Sapi bali terkenal dengan keunggulannya bila dibandingkan dengan jenis
sapi lainnya antar lain dapat beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, memiliki
penampilan reproduksi yang baik, serta mempunyai angka pertumbuhan yang cepat.
Sapi bali merupakan hewan ternak yang paling banyak dipelihara pada peternakan
kecil karena tingkat fertilitasnya baik dan angka kematian yang rendah (Purwantara et
al., 2012). Asal-usul sapi bali bermula dari domestikasi banteng liar (Bibos banteng).
Domestikasi sapi bali berlangsung 3500 tahun yang lalu di Indonesia (Hassanin,
2015).
peran yang penting bagi ternak karena dapat memfermentasikan nutrisi tanaman
secara efisien sebagai sumber energi, baik pakan yang berkualitas rendah sekalipun.
Beberapa mikroba penting yang berfungsi dalam proses fermentatif ini diantaranya
Fungi atau jamur merupakan jenis mikroba rumen yang paling sedikit populasinya
sekitar 8% dari total biomassa mikroba dalam rumen (Dayyani et al., 2013). Fungi
tersebut dikelompokkan ke dalam fungi fakultatif anaerob yang hidup tanpa atau
ketika pakan memilki kualitas yang kurang baik. Tingginya konsentrasi fungi dalam
rumen akan disebarkan ke usus halus melalui abomasum, seperti halnya akan
meningkat juga pada usus besar. Fungi bekerja memisahkan serat kasar pada tanaman
rumen dan selanjutnya akan dicerna dalam usus untuk diabsorpsi sebagai energi pada
tubuh sapi bali. Kajian terhadap komposisi dan jumlah fungi yang ada di dalam rumen
sapi bali belum pernah dilaporkan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui
jumlah fungi pada cairan rumen sapi bali (Mould et al., 2005a).
metalogenik, dan protozoa). Dalam populasi mikroba ini, fungi anaerobik fakultatif
Interaksi antara fungi dan protozoa saling bersinergis dalam merusak dinding sel
pakan di dalam rumen. Selain itu, bakteri fibrolitik juga turut berinteraksi bersama
Pada penelitian ini, jenis fungi yang dikultur fungi fakultatif anaerob. Fungi
dalam rumen, fungi ini hidup dan dapat dilihat dari kemampuannya menembus
dinding sel tumbuhan. Inkubasi yang dilakukan oleh fungi fakultatif anaerob secara
fisik menghasilkan sel-sel tumbuhan menjadi lebih rapuh atau mudah dihancurkan
bila dibandingkan dengan cairan rumen ataupun hasil inkubasi dari bakteri rumen,
sehingga hal ini akan memudahkan hewan dalam melakukan proses remastikasi.
Untuk melihat dan mengetahui morfologi fungi fakultatif anaerob maupun obligat
fungi zoospora serta memiliki hubungan yang dekat dengan filum Chyrtidiomycota
bentuk talus (rhizoidal dan bulbous) dan zoospora flagella (monoflagela dan
polyflagela) (Ho dan Barr, 1995; Ozkose et al., 2001). Keenam genus tersebut
dan beberapa penelitian terbaru telah mengenali Cyllamyces sebagai genus baru pada
fungi rumen dan hingga saat ini jumlah spesies fungi yang telah diketahui sebanyak
18 spesies fungi anaerob. Beberapa spesies diantaranya masih harus diidentifikasi, hal
ini guna mengetahui jenis fungi anaerob fakultatif lainnya yang terdapat pada rumen.
Oleh karena itu fungi yang diisolasi secara anaerob semuanya merupakan anaerob
fakultatif dan berbeda dari organisme yang awalnya diamati (Brewer dan Taylor,
1969).
rata-rata jumlah fungi pada cairan rumen sapi bali yang diambil pada pada hari ke 5
pada media de Mann, Rogosa, Sharpe (MRS). Bakteri yang tumbuh kemudian
diidentifikasi dengan kit Analytical P ofile Index (API) 50 CHL. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari cairan rumen sapi bali dapat diisolasi bakteri asam laktat
(BAL) dengan kemampuan antimikroba yang cukup luas, baik terhadap bakteri Gram
positif maupun Gram negatif yakni isolat SR21 (Lactococcus lactis spp lactis 1) dan
isolat SR54 (Lactobacillus brevis 1). Bakteri asam laktat tersebut nantinya sangat
dan produknya sehingga terhindar dari pembusukan akibat cemaran oleh mikroba.
( helf life) daging/produknya adalah pendinginan pada suhu -20C sampai 50C
(Soeparno, 2005). Selain itu, pertumbuhan mikroba perusak dapat dicegah dengan
formalin. Sampai dengan 30 tahun yang lalu, hampir semua bahan kimia yang
digunakan sebagai bahan pengawet masih bersifat toksik bagi manusia. Sementara itu,
preservasi dalam lemari pendingin merupakan cara yang cukup aman dan ekonomis,
kerusakan daging oleh kuman psikr filik yang dapat tumbuh pada suhu 0 o t t r 0-50C
(Jay et al., 2005). Karena itu, perlu dicari cara preservasi kimiawi yang alami dan
lebih aman.
diisolasi dari bakteri asam laktat Lactococcus lac is spp. Senyawa ini sekarang telah
digunakan di 57 negara sebagai bahan pengawet makanan yang aman dan dapat
mencegah pertumbuhan bakteri perusak atau bahkan bakteri patogen (Ray, 1992;
Anon 2000). Menurut Sudirman (1996 dalam Nurliana, 1997) penggunaan bakteriosin
sebagai biopreserva if memiliki beberapa keuntungan, yaitu (1) tidak toksik dan
saluran pencernaan, (3) aman bagi lingkungan dan dapat mengurangi penggunaan
bahan kimia sebagai bahan pengawet, dan (4) dapat digunakan dalam kultur bakteri
unggul yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba terhadap bakteri patogen
atau dapat digunakan dalam bentuk senyawa antimikrobial yang telah dimurnikan.
normal sampai 1012 bakteri per gram isi saluran cerna dan setidak-tidaknya terdiri
atas 500 species yang sebagian besar merupakan bakteri asam laktat (Drasar dan Hill,
1974 dalam Salminen dan Wright, 1998; Gorbach, 2001). Sapi bali merupakan salah
satu jenis sapi asli Indonesia yang dapat hidup hanya dengan memanfaatkan hijauan
yang kurang bergizi, dan memiliki daya cerna yang tinggi terhadap makanan berserat
(Bandini, 2003). Bertitik tolak dari sifat perintis dan daya cernanya yang tinggi
terhadap makanan berserat tersebut, maka sangatlah mungkin bahwa cairan rumen
sapi bali mengandung banyak bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai
Isolasi bakteri asam laktat (BAL) dilakukan dari cairan rumen sapi bali yang
gram sampel cairan rumen diambil dari 20 ekor sapi dan semua sampel dicampur
menjadi satu. Sebanyak 100 gram sampel campuran tersebut, selanjutnya diencerkan
dengan 100 ml larutan NaCl fisiologis. Bakteri kemudian ditumbuhkan dalam media
MRS (de Mann, Rogosa, Sharpe). Ke dalam media MRS agar yang telah disiapkan
Sebanyak 0.1 ml sampel cairan rumen kemudian dituang ke dalam petri yang berisi 15
ml media MRS agar + BCP yang bersuhu 450C. Setelah padat, media MRS agar
H2 dan 700 ml CO2) gas gene ating kit ke dalam tabung anaerob untuk selanjutnya
diinku-basi dengan suhu inkubasi 370C selama 2 hari. Adanya koloni yang tumbuh
diisolasi dan selanjutnya diseleksi. Adanya BAL ditandai dengan adanya koloni
bakteri yang berwarna kuning sebagai ciri dihasilkannya asam yang berperanan dalam
merubah warna indikator pH BCP pada media MRS agar dari ungu menjadi kuning
philogenik dekat). Untuk tujuan skrining, uji ini dilakukan pada media padat dan
Caranya adalah sebagai berikut. Sebanyak satu ose (sekitar 1 x 106 cfu) bakteri strain
indikator dibiakan pada permukaan media agar darah dengan cara membuat goresan
lurus sepanjang garis tengah/diameter plat. Setelah dibiakan selama 24 jam, ke atas
koloni bakteri yang akan diuji disentuhkan jarum ose dan selanjutnya diletakkan di
atas permukaan strain indikator yang telah digores sebelumnya dengan sedikit masuk
ke dalam media (stab inocula). Biakan kemudian diinkubasikan pada 370C selama 24
jam. Uji ini dilakukan dengan dua kali ulangan menggunakan ose yang sama. Adanya
senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri ditandai dengan zona terang di
sekitar stab inocula. Isolat yang menghasilkan zona hambatan terluas (diukur dalam
satuan mm) dipakai sebagai bakteri penghasil substansi antimikroba pada uji lanjutan
Identifikasi Bakteri
Bakteri asam laktat dengan diameter zona bening paling luas selanjutnya diisolasi
dan diidentifikasi berdasarkan sifat koloni (besar, bentuk, warna dan permukaan
koloni). Idenifikasi kemudian dilanjutkan dengan uji fisiologis dan biokimia seperti
pewarnaan Gram, uji katalase, uji produksi gas, uji pertumbuhannya pada NaCl 15%,
uji pertumbuhan pada suhu 100C, dan uji pertumbuhannya pada pH 9,6 (Brashears et
al., 2003 ; Widodo, 2003; Wilderdyke e al., 2004). Penentuan species bakteri
dilakukan dengan menggunakan S andard Analytical P ofile Index (API) 50 CHL Kit
(bio Meriueux, Marcy l’Etoile, France, 2006). Data yang diperoleh disajikan secara
deskriptif, untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel atau gambar (Gaspersz,