Anda di halaman 1dari 19

TUGAS RANGKUMAN JURNAL

NUTRISI DAN PAKAN TERNAK

Oleh:

NAMA : MUHAMMAD ARJUN GUNAWAN


NIM : L1A118125

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
1. SINTESIS PROTEIN MIKROBA RUMEN DAN PRODUKSI GAS IN VITRO
PAKAN YANG DITAMBAH UREA MOLASSES BLOCK (UMB) YANG
MENGANDUNG RAGI TAPE SEBAGAI SUMBER PROBIOTIK

Salah satu masalah utama yang menyebabkan rendahnya produktivitas sapi

perah adalah faktor pakan. Pakan hijauan yang diberikan untuk sapi perah biasanya 10

% dari bobot hidup dan pakan tambahan berupa konsentrat yang komponennya terdiri

dari beberapa bahan pakan bernilai nutrisi tinggi. Akan tetapi biasanya peternak

terkendala oleh pengetahuan yang kurang dan modal yang tersedia tidak terlalu

banyak, sehingga peternak lebih mengandalkan hijauan dan konsentrat yang tersedia

di sekitar.

Tindakan peternak mengandalkan jenis pakan yang tersedia di alam, seringkali

membuat ternak tidak mendapatkan nutrisi yang cukup karena kualitas dan kuantitas

hijauan akan mengalami penurunan saat musim kemarau. Selain itu, peningkatan

jumlah hijauan juga dibatasi oleh semakin sempitnya lahan sebagai akibat dari

meningkatnya jumlah penduduk dan pembukaan lahan baru untuk tanaman pangan

maupun pembangunan gedung. Winugroho, Widiawati dan Andi (2008) menyatakan

bahwa dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak ruminansia dilakukan

beberapa cara salah satunya adalah melalui pemberian pakan aditif baik berupa

probiotik, vitamin, mineral maupun herbal.

Salah satu aditif pakan yang dapat digunakan adalah probiotik. Penggunaan

probiotik di Indonesia dilaporkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap ternak

ruminansia. Probiotik pada ternak ruminansia dapat digunakan sebagai pemicu

tingginya produksi susu sapi perah, pertambahan bobot hidup, dan efisiensi pakan

pada penggemukan sapi potong (Yoon dan Stern, 1995; Winugroho et al., 1995;

Haryanto et al., 1998 dalam Thalib, Haryanto, Hamid, Suherman dan Mulyani, 2001).
Penggunaan probiotik pada pakan salah satunya dapat dilakukan melalui penambahan

pada Urea Molasses Block (UMB) yang kemudian akan menghasilkan produk

suplemen berupa Urea Molasses Probiotic Block (UMPB).

UMB adalah suplemen pakan dengan bentuk padatan/blok yang tersusun dari

bahan-bahan sumber energi, protein dan mineral. Menurut Farizal (2008) sumber

karbohidrat seperti onggok, molasses atau dedak yang dikombinasikan dengan bahan

pakan sumber protein seperti tepung kedelai serta urea sumber NPN dapat

meningkatkan pemanfaatan bahan pakan dalam sistem Zarina Cahyaningtyas, Dkk

2019 40 pencernaan dikarenakan mampu untuk saling melengkapi. Pertumbuhan

mikroba rumen dan fermentasi dalam pakan dapat dipengaruhi oleh peningkatan

bahan pakan dalam sistem pencernaan tersebut.

Pengukuran Produksi Gas secara In Vitro

Produksi gas merupakan indikator dalam menentukan laju fermentasi dan

dapat digunakan dalam penggambaran besarnya jumlah komponen zat nutrisi

terutama karbohidrat tercerna dalam rumen ternak ruminansia (Suryadi dkk.,2009).

Pengukuran produksi gas dilakukan pada waktu inkubasi ke 0, 2, 4, 6, 8, 12, 24 dan

48 (Makkar, 1995).

Nilai Potensi Produksi Gas dan Nilai Laju Produksi Gas

Nilai potensi produksi gas (b) dan nilai laju produksi gas (c) ditentukan

dengan persamaan Makkar et al. (1995) dan dihitung menggunakan program SPSS.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan ragi tape

pada pembuatan Urea Molasses Block (UMB) sebagai pakan suplemen dapat

meningkatkan sintesis protein mikroba rumen dan produksi gas in vitro. Perlakuan

terbaik terdapat pada P2 yaitu UMB dengan penambahan ragi tape sebesar 4% yang

memberikan nilai tertinggi pada nilai sintesis protein mikroba rumen, produksi gas
total, nilai potensi produksi gas, dan nilai laju produksi gas yaitu yaitu 47,16 g N/ kg

BOTR, 89,17 ml/500 mg BK, 95,15 ml/ 500 mg BK and 0,0597 ml/jam. Saran pada

penelitian ini adalah penelitian lebih lanjut secara in vivo untuk mengetahui respon

ternak secara langsung.

2. IDENTIFIKASI BAKTERI DARI PUPUK ORGANIK CAIR ISI RUMEN SAPI

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak,

dll. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa

makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll

(Sihombing, 2000).

Berbagai manfaat dari limbah ternak, apalagi limbah tersebut dapat

diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung

nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan

nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN),

vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain. Limbah ternak dapat

dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media berbagai

tujuan (Sihombing, 2000).

Rumen termasuk sistem pencernaan berbentuk seperti sebuah kantung, yang

berfungsi sebagai tempat untuk mengolah pakan dengan bantuan mikroba. Mikroba

rumen terdiri dari bakteri, protozoa dan jamur/fungi (Czerkawski, 1986), yang

mayoritas hidup dalam suasana anaerob dan sebagian dalam suasana fakultatif

anaerob. Isi rumen merupakan salah satu limbah rumah potong hewan yang belum

dimanfaatkan secara optimal bahkan ada yang dibuang begitu saja sehingga
menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah ini sebenarnya sangat potensial bila

dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, pupuk organik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri dan mengetahui

keanekaragaman, sifat, dan karakteristik bakteri dari pupuk organik cair isi rumen

Sterilisasi Alat

Sebelum penelitian, dilakukan sterilisasi alat-alat terlebih dahulu, yaitu dengan

cara alat-alat dicuci dengan detergen, dibilas dengan air, dikeringkan, dibungkus

dengan menggunakan kertas, dan disterilisasi di autoklaf dengan suhu 1210C dan

tekanan 15 psi (per square inchi) selama 15 menit. Kemudian dikeringkan di dalam

oven pada suhu 120oC selama 1 jam. Untuk alat yang tidak tahan terhadap panas

tinggi cukup disterilisasi dengan alkohol 70%.

Pembuatan Media Isolasi

Media NB

Nutrient Broth powder 13 g dilarutkan dengan 1000 ml aquadest dalam labu

erlenmeyer, kemudian dipanaskan sambil digoyang hingga mendidih selama 1-2

menit dan membentuk larutan yang sempurna. Dituangkan dalam tabung reaksi @ 8

ml dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210C dan tekanan 15 Ibs selama 15

menit.

Media agar darah

Blood Agar sebanyak 40 g dilarutkan dengan 1L air suling dan dipanaskan

sampai mendidih sambil diaduk, disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121⁰ C,

tekanan 15 lbs selama 15 menit. Setelah disterilkan tambahkan darah domba segar

sebanyak 50 mL, dicampur rata, dituang ke cawan petri sebanyak 15 mL.

Media NA
Nutrient Agar powder 23 g dilarutkan pada 1000 ml aquadest dalam labu

erlenmeyer, kemudian dipanaskan sambil digoyang hingga mendidih selama 1-2

menit dan membentuk larutan yang sempurna. Disterilkan dalam autoklaf pada suhu

1210C dan tekanan 15 lbs selama 15 menit. Setelah steril dituangkan dalam tabung

reaksi @ 5 ml dan tabung reaksi diletakkan dalam posisi miring 15o atau ditungkan

ke dalam cawan petri @ 20 ml. Setelah Nutrient Agar dalam kemasan tersebut

membeku, untuk uji sterilitas di masukkan lebih dulu ke dalam inkubator pada suhu

37oC selama 24 jam sebelum media tersebut digunakan.

Medium Sulfit Indol Motility (SIM).

Media SIM sebanyak 30 g dilarutkan dengan 1 L air suling, dipanaskan hingga

melarut, setelah itu dimasukkan ke tabung reaksi sebanyak 10 mL, disterilkan dengan

autoklaf selama 15 menit pada suhu 121⁰ C tekanan 15 lbs.

Isolasi

Proses isolasi dengan metode gores, yaitu dengan cara 1 ose pupuk cair

digoreskan ke dalam media Agar Darah setelah sampel digoreskan, cawan petri

dibungkus dengan menggunakan kertas dan diinkubasi pada suhu 370C selama 1-3 x

24 jam.

Identifikasi

Identifikasi jenis-jenis bakteri ini dilakukan dengan beberapa pengujian, diantaranya

pengamatan morfologi koloni, seleksi dan pemurnian bakteri, pewarnaan Gram,

pewarnaan endospora, pengujian katalase, motilitas, oksidase, ketahanan pH,

ketahanan suhu, fermentasi, penggunaan O2.

Pengamatan Morfologi Koloni


Pengamatan ini dilakukan setelah bakteri pada media Agar Darah diinkubasi

selama 48 jam. Pengamatan dilakukan dengan melihat beberapa aspek seperti warna,

tepi, dan permukaan koloni pada media Agar Darah.

Seleksi dan Pemurnian Bakteri

Seleksi dan pemurnian bakteri bertujuan untuk memisahkan dan

memperbanyak bakteri yang secara makroskopis terdapat perbedaan pada warna

koloni yang telah diinkubasi selama 48 jam. Kemudian dilakukan pemurnian dengan

cara mengambil isolat dengan ose pada cawan petri kemudian ditanam pada media

NA agar miring pada tabung reaksi dengan metode gores. Diinkubasi pada suhu 370C

selama 24 jam.

Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram digunakan untuk menentukan jenis bakteri Gram positif dan

bakteri Gram negatif. Kaca objek dibersihkan dengan alkohol sehingga bebas dari

lemak, difiksasi di atas api spirtus sampai kering, diberi satu tetes NaCl fisiologis.

Bakteri dari media NA diambil dengan jarum ose, diletakkan pada tetesan NaCl

fisiologis, dicampur hingga merata. Dibiarkan mengering diudara dan fiksasi di atas

api. Diteteskan 2-3 tetes larutan kristal violet, biarkan selama 3 menit, dibuang larutan

kristal violet diteteskan larutan lugol satu tetes dan dibiarkan selama 1 menit. Preparat

dibilas dengan alkohol 96% sampai jernih, dicuci dengan air mengalir sampai bersih.

Terakhir ditetesi dengan safranin dan dibiarkan selama 2 menit lalu dibilas dengan air

mengalir dan dikeringkan. Diamati di bawah mikroskop. Warna ungu untuk bakteri

Gram positif dan warna merah untuk bakteri Gram negatif.

Uji Katalase

Uji katalase berguna dalam mengidentifikasi kelompok bakteri yang dapat

menghasilkan enzim katalase. Dilakukan dengan cara di atas kaca objek ditetesi satu
tetes H2O2 3%, ditambahkan koloni bakteri dan langsung diamati terjadinya

penguraian hidrogen peroksida. Dinyatakan positif bila menghasilkan enzim katalase

yang ditandai dengan terbentuknya gelembung udara dan negatif bila tidak ada

gelembung udara. Ini terjadi karena bakteri tersebut apabila ditambahkan hidrogen

peroksida menghasilkan peroksida. Uji Motilitas

Uji motilitas digunakan untuk melihat pergerakan bakteri. Dilakukan dengan

cara satu ose jarum bakteri ditanam secara tegak lurus di tengah Medium SIM (Sulfit

Indol Motility) dengan cara ditusukkan, diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam.

Bila pertumbuhan koloni menyebar dan timbul kekeruhan seperti kabut menandakan

bakteri bergerak.

Uji Oksidase

Uji oksidase ini dilakukan dengan cara dibuat preparat ulas pada glass objek

ditutup dengan tissue atau kertas saring kemudian diteteskan larutan reagen oksidase.

Hasil positif warna violet, dan negatif tidak berwarna.

Uji Ketahanan pH

Isolat murni dari media NA miring diinokulasi ke dalam cawan petri yang

berisi media NA sebanyak 3 medium padat yaitu pada cawan petri P1 (pH 4,5), P2

(pH 5,5), P3 (pH 6,5) kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Isolat

pada ketiga cawan petri tersebut diamati pertumbuhan koloninya, pada pH mana yang

lebih baik tumbuh.

Uji Ketahanan Suhu

Isolat murni dari media NA miring diinokulasikan ke dalam tabung yang

berisi media cair sebanyak 2 tabung yaitu suhu pada tabung S1 (100C) dan S2 (370C),

kemudian diinkubasi selama 1-3 hari. Diamati perubahan kekeruhan media pada

masing-masing tabung dan dicatat tabung mana yang tingkat kekeruhannya paling
tinggi dan paling rendah. Kekeruhan paling tinggi menunjukkan bahwa bakteri

tersebut mampu bertahan dan berkembangbiak pada suhu tersebut.

Uji Fermentasi

Uji fermentasi dilakukan berbarengan dengan uji produksi gas dengan cara

menumbuhkan kultur isolat dalam media cair dalam tabung reaksi yang diberi tabung

durham dalam keadaan terbalik untuk menangkap gas yang dihasilkan oleh bakteri

selama dalam pertumbuhannya, kemudian diinkubasi pada suhu 300C selama 2-3 hari

(Yoni S, dkk, 2010). Uji fermentasi positif jika pada tabung durham tertangkap gas

dan hasil negatif jika pada tabung durham tidak terdapat gas.

Uji Penggunaan O2

Isolat murni dari media NA miring diinokulasi ke dalam media NA tegak

sebanyak 3 tabung. Bakteri diinokulasi di bagian permukaan media pada tabung

pertama O1, di bagian tengah media O2, di bagian dasar media O3, kemudian

diinkubasi pada suhu 370C selama 1-3 hari. Isolat pada ketiga tabung tersebut diamati

pertumbuhannya. Aerob jika biakan hanya berada di permukaan media agar, anaerob

jika biakan hanya berada di dasar, dan fakultatif anaerob jika biakan berada

dipermukaan dan tengah (Nesti Dwiyani, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan: Pada

sampel pupuk organik cair isi rumen sapi ditemukan bakteri genus Bacillus yang

bersifat aerobik aerobik dan bakteri genus Lactobacillus yang bersifat fakultatif

anaerobik. Karakteristik keempat isolat bakteri mampu tumbuh pada pH 6,5 dan suhu

370C dan bersifat homofermentatif.

3. UJI BIOLOGIS KONSUMSI PAKAN, POPULASI BAKTERI RUMEN DAN


PH PELLET COMPLETE CALF STARTER PADA PEDET FRIESIAN
HOLSTEIN PRA SAPIH
Kebutuhan nutrien pedet sejak lahir sampai sapih dipenuhi dari 60% susu dan

40% pakan starter (National Research Council (NRC), 2001). Susu yang dikonsumsi

pedet langsung masuk menuju ke abomasum melalui eshopageal groove, sedangkan

pakan kasar akan bergesekan dengan papila-papila rumen. Pemberian pakan

berkualitas dan berserat rendah pada pedet dapat merangsang perkembangan retikulo-

rumen pedet. Pakan berserat lebih banyak berfungsi secara mekanis melalui gesekan

dan memelihara kesehatan papila rumen dari terbentuknya penebalan pada dinding

rumen (keratin) yang dapat mengurangi kemampuan menyerap Volatile Fatty Acid

(VFA) (Blakely et al., 1991).

Calf Starter (CS) merupakan pakan konsetrat dengan formulasi khusus untuk

pedet mulai umur 1 minggu yang memiliki palatabilitas dan kecernaan tinggi serta

bertujuan untuk melatih pedet makan pakan padat. Complete Calf Starter (CCS)

dibuat dari campuran antara CS yang ditambah dengan pakan sumber serat. Pakan

CCS yang diberikan kepada pedet setelah lepas colostrum bertujuan untuk melatih

pedet makan pakan padat dan merangsang perkembangan rumennya karena adanya

bahan pakan sumber serat yang ditambahkan di dalam CCS. Selain itu, CCS dapat

menggantikan sebagian kebutuhan protein susu sehingga dapat meningkatkan

kuantitas susu untuk konsumsi manusia karena proporsi pemberian susu pada pedet

berkurang (Soetarno, 2003).

CCS yang diberikan pada pedet pra sapih mampu meningkatkan pertumbuhan

total bakteri rumen dan produksi VFA. Menurut Mukodiningsih et al (2010) CCS

dalam bentuk pellet dengan binder 5% memiliki durabilitas dan kekerasan yang lebih

baik dibandingkan dengan binder molasses 10%. Berdasarkan hal tersebut perlu

dilakukan uji lanjutan yaitu uji biologis pellet CCS. Hasil penelitian Mukodiningsih et

al. (2008) menunjukkan, CCS bentuk mesh dengan bahan, penyusun calf starter,
jerami jagung dan bungkil kedelai menunjukkan pertumbuhan total bakteri rumen dan

VFA total tertinggi, yaitu 1,08 x 1011 CFU/ml dan 35,70 mmol/ml.

Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji kualitas dari formula CCS dengan

molases 5% sebagai pengganti susu terhadap perkembangan mikrobia rumen pedet

FH pra sapih. Manfaat dari penelitian adalah memberikan informasi bahwa formula

CCS dengan molases 5% dapat digunakan sebagai pengganti susu bagi pedet dengan

indikator perkembangan mikrobia rumen pada pedet FH pra sapih.

Uji biologis konsumsi pakan, populasi bakteri rumen dan pH Pellet Complete

Calf Starter pada pedet Friesian Holstein pra sapih menunjukkan bahwa formula

complete calf starter (CCS) bentuk pellet mampu menstimulasi perkembangan rumen

(konsumsi pakan, populasi bakteri dan pH) pedet FH pada umur 2 minggu namun

pada umur 4 dan 6 minggu jumlah populasi bakteri menurun.

4. JUMLAH FUNGI PADA CAIRAN RUMEN SAPI BALI

Rumen merupakan kompartemen lambung ruminansia terbesar yang berfungsi

sebagai tempat penyimpanan makanan sementara dan di dalamnya terjadi proses

fermentasi oleh berbagai mikroba. Fungi membantu degradasi serat pakan yang

terjadi dalam rumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah fungi pada

cairan rumen sapi bali. Sampel yang diambil pada penelitian ini menggunakan cairan

rumen sapi bali yang disembelih di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran,

Denpasar yaitu sebanyak 20 sampel. Sampel yang diperoleh selanjutnya diencerkan

dengan mengambil 1 mL cairan rumen dan dihomogenkan bersama 9 mL aquades

steril sehingga diperoleh pengenceran 10-1, selanjutnya dengan cara yang sama

dilakukan pengenceran sampai mencapai tingkat pengenceran 10-4. Kemudian sampel

dengan konsentrasi 10-3 dan 10-4 diambil sebanyak 0,1 mL lalu diinokulasikan pada

media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) menggunakan metode sebar secara duplo.
Sampel diinkubasikan di dalam wadah kotak yang tertutup rapat pada suhu kamar 26-

300C selama 5 hari. Hasil penelitian memperlihatkan jumlah koloni fungi yang

tumbuh pada media SDA pada hari kedua , ketiga, keempat dan kelima berturut-turut

37,3.104 CFU/mL, 96,8.104 CFU/mL, 140.104 CFU/mL dan 167.104 CFU/mL.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata

jumlah fungi pada cairan rumen sapi bali yang diambil pada pada hari ke 5 sebanyak

167.104 ±186,425 CFU/mL.

Ruminansia merupakan hewan pemamahbiak berlambung ganda (poligastrik)

yang sistem pencernaannya memungkinkan untuk mencerna makanan lebih dari

sekali. Ruminansia dapat dibagi menjadi dua kelompok diantaranya, kelompok

ruminansia besar yaitu sapi dan kerbau dan kelompok ruminansia kecil yaitu kambing

dan domba. Sapi bali tergolong sebagai hewan ruminansia besar yang berasal dari

Indonesia (Siregar, 2008). Populasi sapi bali tercatat sebagai populasi yang cukup

besar yaitu 2.632.125 ekor pada tahun 1988, 2.914.000 ekor pada tahun 2006,

3.271.000 ekor pada tahun 2010 (Gunawan et al., 2011) dan 4.800.000 ekor atau

32,31 % pada tahun 2011 (Kementerian Pertanian, 2011).

Sapi bali tergolong salah satu jenis sapi lokal Indonesia yang telah menyebar

hampir ke seluruh Indonesia hingga ke luar negeri seperti Malaysia, Australia dan

Filipina. Sapi bali terkenal dengan keunggulannya bila dibandingkan dengan jenis

sapi lainnya antar lain dapat beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, memiliki

penampilan reproduksi yang baik, serta mempunyai angka pertumbuhan yang cepat.

Sapi bali merupakan hewan ternak yang paling banyak dipelihara pada peternakan

kecil karena tingkat fertilitasnya baik dan angka kematian yang rendah (Purwantara et

al., 2012). Asal-usul sapi bali bermula dari domestikasi banteng liar (Bibos banteng).
Domestikasi sapi bali berlangsung 3500 tahun yang lalu di Indonesia (Hassanin,

2015).

Sapi bali sebagai hewan ruminansia memiliki empat kompartemen lambung

yang turut bekerja mengolah pakan menjadi komponen-komponen terkecil. Empat

kompartemen lambung tersebut yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum.

Rumen merupakan kompartemen lambung terbesar yang memiliki fungsi sebagai

tempat penampung makanan sementara yang didalamnya terjadi proses fermentatif

oleh berjuta-juta mikroorganisme hidup. Mikroorganisme atau mikroba ini memiliki

peran yang penting bagi ternak karena dapat memfermentasikan nutrisi tanaman

secara efisien sebagai sumber energi, baik pakan yang berkualitas rendah sekalipun.

Beberapa mikroba penting yang berfungsi dalam proses fermentatif ini diantaranya

bakteri, protozoa, archaea, dan fungi (Sari, 2017).

Fungi merupakan organisme yang bersifat heterotrof. Organisme ini

mendapatkan nutrisi dengan menyerap zat-zat makanan dari medium disekitarnya.

Fungi atau jamur merupakan jenis mikroba rumen yang paling sedikit populasinya

sekitar 8% dari total biomassa mikroba dalam rumen (Dayyani et al., 2013). Fungi

tersebut dikelompokkan ke dalam fungi fakultatif anaerob yang hidup tanpa atau

sedikitnya membutuhkan oksigen dalam rumen. Kemampuan fungi dalam

mendegradasi polisakarida pada dinding sel tanaman lebih.

Kurangnya populasi fungi dapat menyebabkan penurunan degradasi serat

pakan, akibatnya pakan akan mengalami penurunan proses fermentatif, terutama

ketika pakan memilki kualitas yang kurang baik. Tingginya konsentrasi fungi dalam

rumen akan disebarkan ke usus halus melalui abomasum, seperti halnya akan

meningkat juga pada usus besar. Fungi bekerja memisahkan serat kasar pada tanaman

menggunakan rhizoid yang nantinya akan mempermudah mikroba lain untuk


mencernanya. Kemampuan inilah yang dapat memperbaiki hasil fermentasi pada

rumen dan selanjutnya akan dicerna dalam usus untuk diabsorpsi sebagai energi pada

tubuh sapi bali. Kajian terhadap komposisi dan jumlah fungi yang ada di dalam rumen

sapi bali belum pernah dilaporkan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui

jumlah fungi pada cairan rumen sapi bali (Mould et al., 2005a).

Mamalia herbivora tidak memproduksi enzim selulotik atau hemi-selulotik

untuk mendegradasi komposisi tumbuhan hijau, sebagai gantinya hewan herbivora

mengandalkan simbiosis berbagai mikroba (fungi anaerobik, bakteri, arkea

metalogenik, dan protozoa). Dalam populasi mikroba ini, fungi anaerobik fakultatif

dikenal sebagai pusat pengendali dalam mendegradasi serat tanaman lignoselulosa.

Interaksi antara fungi dan protozoa saling bersinergis dalam merusak dinding sel

pakan di dalam rumen. Selain itu, bakteri fibrolitik juga turut berinteraksi bersama

fungi dalam mendegradasi dinding sel tanaman dalam memudahkan proses

pencernaan ruminansia (Joblin, 1990).

Pada penelitian ini, jenis fungi yang dikultur fungi fakultatif anaerob. Fungi

fakultatif anaerob sangat unik bila dibandingkan dengan mikroorganisme lainnya

dalam rumen, fungi ini hidup dan dapat dilihat dari kemampuannya menembus

dinding sel tumbuhan. Inkubasi yang dilakukan oleh fungi fakultatif anaerob secara

fisik menghasilkan sel-sel tumbuhan menjadi lebih rapuh atau mudah dihancurkan

bila dibandingkan dengan cairan rumen ataupun hasil inkubasi dari bakteri rumen,

sehingga hal ini akan memudahkan hewan dalam melakukan proses remastikasi.

Untuk melihat dan mengetahui morfologi fungi fakultatif anaerob maupun obligat

salah satunya dapat menggunakan metode penanaman pada cawan

Fungi anaerob (filum Neocllimastigomycota) merupakan mirkoba yang

terdapat pada saluran gastrointestinal herbivora mamalia. Filum


Neocallimastigomycota termasuk kedalam dunia Fungi juga merupakan turunan dari

fungi zoospora serta memiliki hubungan yang dekat dengan filum Chyrtidiomycota

(James et al., 2006a,b; Hibbett et al., 2007). Filum Neocallimastigomycota memiliki 6

genus, masing-masing dapat dibedakan berdasarkan bentuk morfologinya., yaitu

bentuk talus (rhizoidal dan bulbous) dan zoospora flagella (monoflagela dan

polyflagela) (Ho dan Barr, 1995; Ozkose et al., 2001). Keenam genus tersebut

diantaranya, Neocallimastix, Piromyces, Anaeromyces, Caecomyces, Orpinomyces,

dan beberapa penelitian terbaru telah mengenali Cyllamyces sebagai genus baru pada

fungi rumen dan hingga saat ini jumlah spesies fungi yang telah diketahui sebanyak

18 spesies fungi anaerob. Beberapa spesies diantaranya masih harus diidentifikasi, hal

ini guna mengetahui jenis fungi anaerob fakultatif lainnya yang terdapat pada rumen.

Oleh karena itu fungi yang diisolasi secara anaerob semuanya merupakan anaerob

fakultatif dan berbeda dari organisme yang awalnya diamati (Brewer dan Taylor,

1969).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa

rata-rata jumlah fungi pada cairan rumen sapi bali yang diambil pada pada hari ke 5

sebanyak 167.104 ±186,425 CFU/mL.

5. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI CAIRAN

RUMEN SAPI BALI SEBAGAI KANDIDAT BIOPRESERVATIF ISOLATI

Bakteri penghasil senyawa antimikroba dicari dengan menumbuhkan bakteri

pada media de Mann, Rogosa, Sharpe (MRS). Bakteri yang tumbuh kemudian

diidentifikasi dengan kit Analytical P ofile Index (API) 50 CHL. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari cairan rumen sapi bali dapat diisolasi bakteri asam laktat

(BAL) dengan kemampuan antimikroba yang cukup luas, baik terhadap bakteri Gram

positif maupun Gram negatif yakni isolat SR21 (Lactococcus lactis spp lactis 1) dan
isolat SR54 (Lactobacillus brevis 1). Bakteri asam laktat tersebut nantinya sangat

berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber biopreservatif.

Preservasi merupakan cara untuk mengawetkan produk pangan seperti daging

dan produknya sehingga terhindar dari pembusukan akibat cemaran oleh mikroba.

Metode preservasi yang banyak dipergunakan untuk memperpanjang masa simpan

( helf life) daging/produknya adalah pendinginan pada suhu -20C sampai 50C

(Soeparno, 2005). Selain itu, pertumbuhan mikroba perusak dapat dicegah dengan

pemberian bahan preservasi kimiawi seperti nitrit, boraks, rhadomin ataupun

formalin. Sampai dengan 30 tahun yang lalu, hampir semua bahan kimia yang

digunakan sebagai bahan pengawet masih bersifat toksik bagi manusia. Sementara itu,

preservasi dalam lemari pendingin merupakan cara yang cukup aman dan ekonomis,

tetapi memiliki beberapa keterbatasan seperti masih memung-kinkan terjadinya

kerusakan daging oleh kuman psikr filik yang dapat tumbuh pada suhu 0 o t t r 0-50C

(Jay et al., 2005). Karena itu, perlu dicari cara preservasi kimiawi yang alami dan

lebih aman.

Nisin sebagai bakteriosin merupakan senyawa biopreservatif pertama yang

diisolasi dari bakteri asam laktat Lactococcus lac is spp. Senyawa ini sekarang telah

digunakan di 57 negara sebagai bahan pengawet makanan yang aman dan dapat

mencegah pertumbuhan bakteri perusak atau bahkan bakteri patogen (Ray, 1992;

Anon 2000). Menurut Sudirman (1996 dalam Nurliana, 1997) penggunaan bakteriosin

sebagai biopreserva if memiliki beberapa keuntungan, yaitu (1) tidak toksik dan

mudah mengalami biodegradasi karena merupakan senyawa protein, (2) tidak

membahayakan mikroflora usus karena mudah dicerna oleh enzim-enzim dalam

saluran pencernaan, (3) aman bagi lingkungan dan dapat mengurangi penggunaan

bahan kimia sebagai bahan pengawet, dan (4) dapat digunakan dalam kultur bakteri
unggul yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba terhadap bakteri patogen

atau dapat digunakan dalam bentuk senyawa antimikrobial yang telah dimurnikan.

Saluran pencernaan manusia ataupun hewan diperkirakan mengandung flora

normal sampai 1012 bakteri per gram isi saluran cerna dan setidak-tidaknya terdiri

atas 500 species yang sebagian besar merupakan bakteri asam laktat (Drasar dan Hill,

1974 dalam Salminen dan Wright, 1998; Gorbach, 2001). Sapi bali merupakan salah

satu jenis sapi asli Indonesia yang dapat hidup hanya dengan memanfaatkan hijauan

yang kurang bergizi, dan memiliki daya cerna yang tinggi terhadap makanan berserat

(Bandini, 2003). Bertitik tolak dari sifat perintis dan daya cernanya yang tinggi

terhadap makanan berserat tersebut, maka sangatlah mungkin bahwa cairan rumen

sapi bali mengandung banyak bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai

sumber bakteriosin baru sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai biopreservatif.

Isolasi Bakteri Asam Laktat

Isolasi bakteri asam laktat (BAL) dilakukan dari cairan rumen sapi bali yang

dipotong di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran Denpasar. Sebanyak 100

gram sampel cairan rumen diambil dari 20 ekor sapi dan semua sampel dicampur

menjadi satu. Sebanyak 100 gram sampel campuran tersebut, selanjutnya diencerkan

dengan 100 ml larutan NaCl fisiologis. Bakteri kemudian ditumbuhkan dalam media

MRS (de Mann, Rogosa, Sharpe). Ke dalam media MRS agar yang telah disiapkan

sebelumnya ditambahkan 60 ppm bromcresol purple (BCP) sebagai indikator pH.

Sebanyak 0.1 ml sampel cairan rumen kemudian dituang ke dalam petri yang berisi 15

ml media MRS agar + BCP yang bersuhu 450C. Setelah padat, media MRS agar

diinkuba-sikan pada kondisi anaerob dengan cara menambahkan 2 sachet (3600 ml

H2 dan 700 ml CO2) gas gene ating kit ke dalam tabung anaerob untuk selanjutnya

diinku-basi dengan suhu inkubasi 370C selama 2 hari. Adanya koloni yang tumbuh
diisolasi dan selanjutnya diseleksi. Adanya BAL ditandai dengan adanya koloni

bakteri yang berwarna kuning sebagai ciri dihasilkannya asam yang berperanan dalam

merubah warna indikator pH BCP pada media MRS agar dari ungu menjadi kuning

(Garver dan Muriana, 1993).

Seleksi Bakteri Asam Laktat

Penghasil Substansi Antimikroba

Metode yang digunakan adalah metode “direct antagonism” dengan “stab

inoculation” menggunakan strain indikator bakteri penguji (strain yang secara

philogenik dekat). Untuk tujuan skrining, uji ini dilakukan pada media padat dan

meliputi deteksi penghambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh strain produktor.

Caranya adalah sebagai berikut. Sebanyak satu ose (sekitar 1 x 106 cfu) bakteri strain

indikator dibiakan pada permukaan media agar darah dengan cara membuat goresan

lurus sepanjang garis tengah/diameter plat. Setelah dibiakan selama 24 jam, ke atas

koloni bakteri yang akan diuji disentuhkan jarum ose dan selanjutnya diletakkan di

atas permukaan strain indikator yang telah digores sebelumnya dengan sedikit masuk

ke dalam media (stab inocula). Biakan kemudian diinkubasikan pada 370C selama 24

jam. Uji ini dilakukan dengan dua kali ulangan menggunakan ose yang sama. Adanya

senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri ditandai dengan zona terang di

sekitar stab inocula. Isolat yang menghasilkan zona hambatan terluas (diukur dalam

satuan mm) dipakai sebagai bakteri penghasil substansi antimikroba pada uji lanjutan

(Garver dan Muriana, 1993; Wiryawan e al., t 2003).

Identifikasi Bakteri

Asam Laktat Penghasil Substansi Antimikroba

Bakteri asam laktat dengan diameter zona bening paling luas selanjutnya diisolasi

dan diidentifikasi berdasarkan sifat koloni (besar, bentuk, warna dan permukaan
koloni). Idenifikasi kemudian dilanjutkan dengan uji fisiologis dan biokimia seperti

pewarnaan Gram, uji katalase, uji produksi gas, uji pertumbuhannya pada NaCl 15%,

uji pertumbuhan pada suhu 100C, dan uji pertumbuhannya pada pH 9,6 (Brashears et

al., 2003 ; Widodo, 2003; Wilderdyke e al., 2004). Penentuan species bakteri

dilakukan dengan menggunakan S andard Analytical P ofile Index (API) 50 CHL Kit

(bio Meriueux, Marcy l’Etoile, France, 2006). Data yang diperoleh disajikan secara

deskriptif, untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel atau gambar (Gaspersz,

1991; Steel dan Torrie, 1995).

Anda mungkin juga menyukai