MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Mikrobiologi Industri
yang dibina oleh Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si., M.Si
Oleh
Kelompok 5
Nurul Yanuarsih 140342604423
Rika Ardilla 140342605435
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Protein Sel Tunggal
Protein sel tunggal didefinisikan sebagai sumber protein dari kultur
mikroba murni atau campuran, termasuk alga, khamir, kapang atau bakteri
untuk makanan hewan bahkan manusia (Rajoka et al. dalam Gao et al, 2012).
PST telah digunakan sebagai protein tambahan yang penting untuk suplemen,
terutama dalam industri makanan. Produksi PST telah banyak dikembangkan
karena mikroba dapat digunakan untuk memfermentasi berbagai limbah
agroindustri. Penggunaan kembali bahan limbah tersebut dapat mengurangi
biaya produksi PST secara signifikan. Dalam beberapa tahun terakhir,
beberapa penelitian pada produksi PST dari limbah agroindustri seperti limbah
pabrik pengalengan nanas (Nigam 1998 dalam Gao et al, 2012).
Nutrien Protein Sel Tunggal (PST) harus memenuhi kebutuhan gizi
baik untuk manusia dan hewan. Kandungan asam nukleat Protein Sel Tunggal
tidak boleh lebih dari 8,5% karena bila manusia kelebihan asam nukleat akan
mengakibatkan timbulnya gangguan pencernaan, ginjal, gangguan kulit
dengan terakumulasinya senyawa karsinogenik. Asam nukleat pada protein sel
tunggal dapat diturunkan dengan cara diekstraksi rnenggunakan 10% sodium
clorida, dengan pH 9,5 dan panas untuk menurunkan sampai konsentrasi 2%.
Kualitas protein dapat dibedakan berdasarkan uji layak yaitu PER (Protein
Efficiency Ratio (PER) dan BV (Biological Value) serta protein digestivility.
Penelitian terhadap protein sel tunggal dimulai seabad yang lalu saat
Max Delbruck dan koleganya menemukan nilai atau gizi yang tinggi pada sisa
pembuatan khamir sebagai suplemen makanan hewan. selama perang dunia I,
PST menjadi lebih bermanfaat karena orang Jerman mengganti sebagian
import proteinnya dari khamir. Pada tahun 1919, ditemukan sebuah metode
yang disebut Zulaufverfahren dimana larutan gula diumpankan ke suspensi
aerasi ragi dan bukannya menambahkan ragi untuk mencairkan larutan gula.
Sedangkan pada perang dunia II, Candilaarborea dan C. utilis digunakan oleh
sebagian besar manusia untuk import protein. (Suman et al., 2015).
Gambar 1. Mikroorganisme dan substrat yang digunakan untuk memproduksi PST (Bhalla et al,
2007).
a. Bakteri
Karaktersitik bakteri yang dapat digunakan untuk produksi PST yaitu
bakteri yang mempunyai pertumbuhan cepat, waktu generasi pendek dan
dapat menggandakan massa selnya dalam waktu 20 hingga 120 menit. Selain
itu bakteri juga harus dapat tumbuh pada berbagai macam material mentah
atau kasar seperti materi dari karbohidrat misalnya pati. Disarankan untuk
menambahkan nutrisi pada medium kultur bakteri untuk memenuhi
kekurangan nutrisi. Untuk produksi PST, bakteri fototropik sangat
direkombinasikan. Contohnya yaitu Methylophilus methylitropous
(Dhanasekaran et al. dalam Suman et al., 2015).
Bakteri merupakan mikroorganisme yang menghasilkan jumlah protein
paling tinggi yaitu sekitar (50-80%) da memiliki pertumbuhan yang sangat
cepat. Tetapi hal tersebut diikuti dengan beberapa kekurangan, yaitu sel
bakteri yang memiliki ukuran kecil dan densitas rendah menyebabkan
pemanenan dari proses fermentasi sulit, dinding sel bakteri mengandung lebih
banyak asam nukleat dibandingkan dengan khamir dan fungi sehingga
dibutuhkan proses lebih lanjut untuk mengurangi kadar asam nukleat tersebut.
Selain itu, masyarakat pada umumnya berpikir bahwa semua bakteri
berbahaya dan menyebabkan penyakit (missconception) (Nasseri et al., 2011).
b. Alga
Alga ang sering dimanfaatkan proteinnya adalah alga hijau, misalnya
Spirulina dan Chlorella. Alga dimanfaatkan menjadi makanan setelah
dikeringkan. Alga digunakan sebagai makanan melalui berbagai macam cara
dan keuntungannya adalah alga memiliki kultivasi yang sederhana,
pemanfaatan energi matahari yang efektif, pertumbuhan yang cepat dan
kandungan protein yang tinggi. Contohnya adalah Spirulina yang telah
digunakan sebagai suplemen makanan. Spirulina merupakan alga hijau-biru
yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan memprovokasi sistem
enzim radikal bebas (Suman et al., 2011). Kekurangan dari alga adalah
terdapatnya kandungan selulosa pada dinding selnya yang tidak dapat dicerna
oleh manusia.
c. Khamir
Di antara mikroorganisme yang digunakan untuk produksi PST, yaitu ragi,
terutama Saccharomyces spp. dan Candida spp. adalah umumnya dianggap
aman (GRAS) dan telah diterapkan ekstensif untuk penggunaan kembali
berbagai bahan limbah (Gao et al., 2012). PST khamir merupakan nutrisi
tambahan yang bergizi tinggi. Produksi PST oleh Saccharomyces spp. terjadi
pada sisa buah-buahan (misalnya kulit timun dan kulit jeruk) (Suman et al.,
2015).
Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan khamir yaitu ukuran sel
khamir yang besar, kandungan asam nukleat yang rendah, kandungan lisin
yang tinggi dan kebiasaan tumbuh pada pH asam. Sedangkan kekurangannya
adalah rata0rata pertumbuhan yang rendah, menghasilkan protein lebih sedikit
dan menghasilkan kandungan metionin yang sedikit pula (Nasseri et al.,
2011).
d. Fungi
Banyak spesies fungi yang dijadikan makanan kaya akan protein. Banyak
spesies yang berfilamen juga digunakan sebagai sumber PST. Contohnya
adalah dari golongan kapang, yaitu Aspergillus niger. Fungi berfilamen lebih
mudah untuk dipanen, namun fungi memiliki kekurangan yaitu rata-rata
pertumbuhan yang rendah, kandungan protein yang dihasilkan dan
penerimaan dari masyarakat yang masih kurang (Nasseri et al., 2011). Rata-
rata perbedaan komposisi kelompok mikroorganisme dijelaskan pada gambar
2.
Karbon dioksida + air + ammonia atau nitrat + mineral sel ganggang + oksigen
Tabel1. proses pilihan untuk membuat protein sel tunggal pada ganggang.
Organisme Bahan Mentah Produksi Produsen atau
Pengembang
Chlorella sp. CO (dengan foto-2 2 metrik ton/hari Taiwan Chlorella
sintesa); sirup tebu, Manufacture Co.
tetes (non- Ltd, Taipei
fotosintesa)
Scenedesmus acutus CO, urea (dengan 20mg/m2/hari Central Food
fotosintesa) Technological
Research Institute,
mysore, India
Spirulina maxima CO, atau NaHCO3 320 metrik ton/tahun Sosa Texcoco, SA,
dengan fotosintesa)
( Mexico City
1. Bakteri
Banyak spesies bakteri yang baik untuk memproduksi protein sel
tunggal. Salah satu ciri bakteri yang cocok untuk ini ialah tumbuhnya
cepat, waktu berbiakannya pendek, masa selnya kebanyakan dapat jadi dua
kali lipat dalam waktu 20 menit sampai 2 jam. Sebagai bandingan, waktu
berbiak ragi adalah 2 sampai 3 jam, dan kapang serta jamur tinggi 4
sampai 16 jam. Bakteri juga dapat tumbuh pada berbagai bahan mentah,
mulai dari karbohidrat seperti pati dan gula, sampai hidrokarbon dalam
bentuk gas atau cairan seperti metan dan fraksi minyak bumi, sampai pada
petrokimia seperti metanol dan etanol. Sumber nitrogen yang baik bagi
pertumbuhan bakteri ialah seperti amonia, garam aminium, urea nitrat, dan
nitrogen organik dalam limbah. Harus ada tambahan bahan mineral
ditambahkan ke dalam pembiakan, agar bahan nutrisi dapat menutupi
kekurangan yang dalam air alami mungkin kadarnya tidak cukup
menunjang pertumbuhan(Suman et al., 2015).
Spesies bakteri yang tampaknya lebih banyak memproduksi
protein sel tunggal, paling baik tumbuh dalam media yang sedikit asam
netral, dengan pH 5 smpai 7. Bakteri itu juga harus dapat toleran terhadap
suhu dalam rentang 35 sampai 45 C, karena panas dilepaskan selama
bakteri itu tumbuh. Menggunakan strain yang toleran terhadap suhu akan
menghemat banyak sekali biaya untuk mendinginkan air. Pembiakan harus
dijaga agar selalu dingin, karena fermentasi disini perlu suhu rendah.
Spesies bakteri tak dapat digunakan untuk memproduksi protein sel
tunggal, jika itu bersifat patogen bagi tumbuhan, hewan, atau
manusia(Nasseri, et al, 2011).
Protein sel tunggal dalam bakteri dapat dihasilkan dengan sistem
adonan konvensional. Dalam sistem ini semua bahan nutrisi dimasukan
sekaligus kedalam fermentor. Sel-sel dipanen jika mereka menggunakan
bahan nutrisi dan berhenti tumbuh. Namun dalam metoda produsi yang
lebih maju, bahan nutrisi disuplai dengan sistem kontinyu (terus-menerus),
yang konsentrasinya sesuai dengan yang diperlukan untuk menunjang
pertumbuhan bakteri. Lalu sel-sel pun dipanen terus-menerus dengan
populasinya telah mencapai kerapatan yang diperlukan. Adonan
konsentrasi karbon dan sumber energi biasanya berkisar antara 2 dan 10
persen. Dalam sistem yang kontinyu suplai sumber karbon diatur sehingga
konsentrasi dalam media tumbuh tidak melebihi yang diperlukan bagi
pertumbuhan sel bakteri. Konsentrasi ini biasanya akan lebih rendah
daripada yang digunakan dalam sistem adonan. Menjaga agar suasana
steril selama memproduksi protein sel tunggal, sangat penting, karena
mikroba pencemar akan tumbuh sangat cepat dalam media kultur. Udara
masuk, media bahan nutrisi dan alat fermentasi, harus disterilkan dalam
seluruh proses protein sel tunggal dalam bakteri. Suasana steril pun harus
terus dijaga selama seluruh kegiatan produksi(Amsel 2009).
Suatu sistem untuk produksi protein tunggal dalam bakteri secara
kontinyu, dengan metanol sebagai sumber karbon dan energi,
diperlihatkan pada gambar skema dibawah ini. Skema itu adalah metoda
yang paling umum digunakan (Gambar 3).
Gb. 3. Diagram umum proses produksi SCP
Setelah bahan nutrisi disterilkan , kemudian dimasukkan ke dalam
wadah fermentasi. Setelah itu dilakukan okulasi bakteri, dan terjadilah
pertumbuhan. Wadah yang disebut bioreaktor, harus disuplai dengan
udara steril. Air juga selalu sejuk, untuk mencegah timbulnya panas dari
proses fermentasi, yang jika bertimbun dapat membunuh sel. Air sejuk
diedarkan dalam suatu salut fermentor atau melalui suatu lilitan pendingin
yang berada dalam alat. Pada proses kontinyu, bahan nutrisi ditambahkan
terus-menerus setiap terpakai, untuk menjaga konsentrasi bakteri yang
diperlukan. Larutan yang mengandung bakteri dituangkan, diolah sehingga
bakteri menumpuk atau bergumpal, lalu disentrifungsi. Cairan itu
kemudian diedarkan kembali ke dalam fermentor, sedangkan bakterinya
dikeringkan dengan cara penyemprotan, lalu digiling sehingga didapat
produk akhir. Wadah juga dilengkapi dengan alat untuk mengukur dan
mengontrol pH, suhu, dan konsentrasi oksigen yang terlarut. Udara yang
dikeluarkan dari bioreaktor mengandung karbon dioksida yang dapat
dipisahkan, lalu dimasukan kedalam tabung kompresi untuk dijual kepada
industri yang menggunakan gas karbon dioksida. Setelah bakteri di angkat
dari tangki fermentasi, mereka harus dipisahkan dari kaldu kultur, yang
biasanya dilakukan dengan menambahkan bahan kimia yang membuat sel-
sel menggumpal. Lalu disentrifungsi. Sel-sel yang terpisah dikeringkan
untuk menghasilkan produk yang akan stabil selama pengiriman ketempat
yang jauh dan disimpan untuk waktu lama. Akhirnya, harus ada alat untuk
menggiling dan membungkus sel-sel, dan suatu sistem untuk menangani
dan mengedarkan kembali cairan kultur yang terpakai. Pemasukan oksigen
bagi sel-sel dalam fermentor merupakan faktor menentukan dalam
kecepatan tumbuh dan agar hasilnya memuaskan dari pertimbangan
ekonomi. Berbagai rancangan fermentor dapat mengatur pemasukan udara.
Yang paling umum digunakan adalah reakto tangki yang memiliki kincir
pengaduk dan fermentor dengan sistem penampungan udara(Hariyum,
1986).
2. Ragi
Ragi dapat ditumbuhkan pada beberapa macam substrat, meliputi
karbohidrat, baik yang kompleks seperti pati, maupun sederhana seperti
gula glukosa, suklrosa, dan laktosa. Dapat pula dipakai bahan mentah yang
mengandung gula seperti sirup gula, tetes, dan air diadih keju. Beberapa
ragi dapat tumbuh pada karbohidrat rantai lurus, yang dapat bersumber
dari minyak bumu; dapat juga tumbuh pada etanolatau metanol. Selain itu
sumber karbon, sumber nitrogen diperlukan pula. Nitrogen diperoleh
dengan menambahkan amonia atau garam amonium ke media kultur.
Bahan mineral juga perlu sebagai tambahan. Kebutuhan untuk
memproduksi protein sel tunggal oleh ragi sama dengan yang diuraikan
untuk memproduksinya oleh baktetri. Ragi harus memiliki waktu tumbuh
sekitar 2 sampai 3 jam. Ia juga harus toleran terhadap pH dan suhu. Secara
genetis juga harus stabil, sehingga hasilnya memuaskan. Tidak pula
menyebabkan penyakit pada tumbuhan, hewan, atau manusia. Dengan
kincir pengaduk merupakan macam wadah yang paling banyak dipakai
untuk menghasilkan protein sel tunggal pada ragi, tapi fermentor
pengapungan udara dapat juga digunakan. Seperagi pada kultur bakteri,
panas pun dilepaskan selama pertumbuhan ragi, dan fermentor haruslah
dilengkapi dengan sistem pendingin. Fermentasi ragi dapat beroperasi
dalam sistem adonan atau sistem kontinyu atau dengan cara yang disebut
adonan yang disuplai bahan nutrisi. Pada adonan yang disuplai bahan
nutrisi, makanan substrat dan bahan nutrisi lain ditambahkan secara
berangsur, yang jumlahnya cukup untuk kebutuhan tumbuh ragi.
Sementara itu harus dijaga agar konstrasi bahan nutrisi setiap waktu selalu
rendah. Metoda ini menghasilkan 3,5 sampai 4,5 persen produk berat
kering, dibandingkan dengan 1,0 sampai 1,5 produk berat kering yang
dihasilkan dengan sistem adonan. Sel yang dihasilkan dengan sistem
adonan yang disuplai bahan nutrisi dipanen dengan cara seperti halnya jika
diproduksi dengan adonan biasa. Meskipun kultur sistem adonan dan
sistem adonan yang diberi bahan nutrisi telah digunakan dalam
memproduksi ragi roti selama bertahun-tahun, namun baru belakangan
dapat dimonitor. Dengan demikian, pH dan konsentrasi susbtrat
disesuaikan dengan operasi sistem kontinyu. Konsentrasi sel ragi sampai
16 persen (berat kering) diperoleh dengan kultur sistem
kontinyu(Ugaldea&Castrillo, 2009).
Ragi memiliki keuntungan dibandingkan dengan bakteri untuk
memproduksi protein sel tunggal. Salah satu diantaranya, karena ragi
toleran terhadap lingkungan yang lebih asam, dengan pH berkisar antara
3,5 dan 4,5 bukan agak netral seperti yang diperlukan bakteri. Akibatnya,
proses ragi dapat berlangsung dalam media bersih tanpa harus steril, pada
pH 4,0 sampai 4,5. ini karenakebanyakan bakteri pencemar tak dapat
tumbuh dengan baik dalam media asam ini. Selain itu, diameter sel ragi
adalah sekitar 0,0005cm, dibandingkan dengan bakteri 0,0001 cm. Karena
besarnya, ragi itu dapat dipisahkan dari media tumbuh dengan cara
sentrifugal, tanpa memerlukan tahap penggumpalan.(Wina, 2000).
Produksi protein sel tunggal pada ragi tergantung pada dipenuhinya
kebutuhan oksigen kultur yang sedang tumbuh dengan cara sentrifugal,
tanpa memerlukan tahap penggumpalan. Produksi protein sel tunggal pada
ragi tergantung pada dipenuhinya kebutuhan oksigen kultur yang sedang
tumbuh. Ragi yang tumbuh pada karbohidrat biasanya memerlukan sekitar
1 kilogram berat kering sel.dan jika ditumbuhkan pada hidrokarbon
diperlukan sekitar dua kali lebih banya. Udara, yang disterilkan melalui
suatu filter, dimasukkan ke dalam fermentor melalui layar atau pipa yang
berlobang-lobang pada dasar wadah, atau engan pemasukan udara lewat
roda berputar, atau juga memalui pengapung udara, seperti digunakan
untuk mengkultur sel bakteri. Protein sel tunggal pada ragi dapat
dihasilkan dalam suasana steril, maupun dalam suasana bersih tapi tak
steril. Pada adonan biasa, atau adonan yang disuplai bahan nutrisi yang
tidak perlu steril, sumber energinya dipakai karbohidrat. Media disterilkan
dengan cara mengalirkan melalui pertukaran panas, lalu dimasukkan ke
dalam fermentor yang bersih. Pengontrollan pencemaran dilakkan ke
dalam fermentor yang bersih. Pengontrollan pencemarandilakukan dengan
mengatur pH media pada 4,0 sampai 5,0, pemasukan udara yang steril, dan
besar populasi mikroba pencemar yang sedikit. Pada beberapa fermentasi
ragi sistem kontinyu yang menggunakan hodrokarbon atau etanol sebagai
substrat, perlu suasana steril sempurna, agar didapat hasil memuaskan dan
bermutu.(Nasseri, et al, 2011).
Candida utilis, yang dikenal sebagai ragi torula dan digunakan
untuk tambahan pakan ternak dan konsumsi manusia, dibuat dari bahan
mentah yang beraneka macam. Diantaranya adalah etanol, cairan limbah
sulfit dari pabrik kertas, hidrokarbon berupa parafin normal, danair dadih
keju. Pure Culture Products Division of Hercules, Inc., memiliki pabrik
protein tunggal dalam C. Ultis di Hutchinson, Minessota. Pabrik itu
berkapasitas 6.800 ton setahun. Pabrik itu dioperasikan dengan sistem
kontinyu dan dalam suasana steril. Sebagai sumber energi dan karbon
digunakan etanol. Sel ragi diangkat terus-menerus, dicuci, dan dikeringkan
dengan semprotan. Produk ini dipakai untuk makanan. Selanjutnya dapat
diproses untuk menghasilkan bumbu penyedap. Hasil biasasekitar 0,7
metrik ton ragi kering untuk tiap metrik ton etanol yang terpakai.
Kandungan protein produk itu berkisar antara 50 dan 55 persen. Pabrik
berskala komersial di Amerika Serikat dan Eropa juga menghasilkan C.
Ultis dari cairan limbah sulfit. Dalam proses yang biasa, cairan sulfit, yang
mengandung campuran gula, dibubuhi kapur. Lalu dididihkan secara
terbuka untuk membua sulfur dioksida, sulfit, dan senyawa sulfur lain
yang dapat menghambat pertumbuhan ragi. Perngoperasian harus dalam
suasana bersih tapi tak perlu steril, seperti diuraikan sebelumnya. Produk
diambil dengan sentrifugal, lalu dicuci dan dikeringkan. Dari cairan sulfit
dapat diperoleh produk untuk makanan manusia atau pakan ternak,
tergantung pada sistem proses dan kontrol kualitas produk yang
diberlakukan. Dengan menggunakan cairan limbah sulfit, didapat hasil
sekitar 1 metrik ton berat kering ragi untuk tiap 2 ton guladalam cairan
itu(Entjeng, 2003).
3. Kapang dan jamur tinggi
DAFTAR RUJUKAN
Amsel, L. 2009. Food Science And Security. .New York: Nova Science Publishers
Inc
Gao, Y. Li, D. Dan Liy, Y. 2012. Production of Single Cell Protein from Soy
Mollases Using Candida tropicalis. (Online), (http://download.
springer.com/static/pdf/434/art%253A10.1007%252Fs13213-011-0356-
9.pdf), diakses 15 Februari 2017.
Hariyum, A. 1986. Pembuatan Protein Set Tunggal. Jakarta: PT. Waca Utama
Pramesti
Tannenbaun, S.R. 1971. Single Cell Protein Food for Future.. Jurnal of Food
Technology.
Ugaldea& J. I. Castrillo. 2009. Single Cell Proteins from Fungi and Yeasts. Spain:
University of the Basque Country