Anda di halaman 1dari 23

MIKROORGANISME PRODUKSI PROTEIN SEL TUNGGAL

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Mikrobiologi Industri
yang dibina oleh Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si., M.Si

Oleh
Kelompok 5
Nurul Yanuarsih 140342604423
Rika Ardilla 140342605435

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Protein sel tunggal adalah sel kering atau biomassa mikroorganisme
seperti khamir, bakteri, dan ganggang yang dapat digunakan sebagai sumber
protein untuk pangan dan pakan. (Hariyum, 1986). Pemanfaatan
mikroorganisme sehingga menghasilkan makanan berprotein tinggi secara
komersial dimulai sejak Perang Dunia I di Jerman dengan memproduksi
khamir torula. Operasi utama dalam produksi protein sel tunggal adalah
fermentasi yang bertujuan mengoptimalkan konversi substrat menjadi massa
microbial. Pada tahun 1957, dilakukan percobaan yang pertama kali untuk
membiakkan mikroorganisme pada produk petroleum dengan skala besar.
Dari percobaan ini ditemukan bahwa dalam air buangannya hanya n-parafin
yang dapat dihilangkan, dan dalam n-parafin tersebut ternyata terdapat
banyak ragi yang berkadar protein tinggi. Berawal dari penemuan ini, maka
akhirnya pembuatan produk berkadar protein tinggi yang mengandung massa
sel rnikroorganisme dari bahan n-parafin rnulai dikembangkan. Produk yang
berkadar protein tinggi dari mikrcorganisme ini kemudian dikenal dengan
nama Singel Cell Protein (SCP) atau Protein Sel tunggal (PST). Usaha
yang besar dalam mengembangkan proses pembuatan PST ini dimulai sejak
Perang Dunia II. Hali ini berkaitan dengan seringnya diadakan symposium
mengenai PST yang mencakup proses pembuatan serta penggunaan beberapa
macam bahan dasar seperti gula sederhana, pati, selulosa, buangan hasil hasil
pertanian, yang semuanya ini dapat dimanfaatkan oleh bakteri, ragi, dan
jamur sebagai medium pertumbuhannya, dan juga algae dapat menggunakan
hasil buangan yang telah dikonversikan melalui proses fotosintesis. Ini
semnua berdasarkan hasil penelitian para ahli(Nasseri, et al, 2011).
Mikroorganisme yang dibiakkan untuk protein sel tunggal dan
digunakan sebagai sumber protein untuk hewan atau pangan harus mendapat
perhatian secara khusus. Mikroorganisme yang cocok antara lain memiliki
sifat tidak menyebabkan penyakit terhadap tanaman, hewan, dan manusia.
Selain itu, nilai gizinya baik, dapat digunakan sebagai bahan pangan atau
pakan, tidak mengandung bahan beracun serta biaya produk yang dibutuhkan
rendah. Mikroorganisme yang umum digunakan sebagai protein sel tunggal,
antara lain alga Chlorella, Spirulina, dan Scenedesmus; dari khamir Candida
utylis dari kapang berfilamen Fusarium gramineaum; maupun dari
bakteri(Amsel, 2009).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan protein sel tunggal?
2. Bagaimana substrat dan jenis mikroorganisme penghasil protein sel
tunggal?
3. Bagaimana sintesis protein sel tunggal?
4. Bagaimana produksi protein sel tunggal dalam mikroba berfotosintesa?
5. Bagaimana memproduksi protein sel tunggal tanpa berfotosintesa?
6. Bagaimana nilai ekonomi produksi protein sel tunggal dan dampaknya
untuk hari mendatang?
C. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan protein sel tunggal
2. Untuk mengetahui substrat dan jenis mikroorganisme penghasil protein
sel tunggal
3. Untuk mengetahui sintesis protein sel tunggal
4. Untuk mengetahui produksi protein sel tunggal dalam mikroba
berfotosintesa
5. Untuk mengetahui bagaimana memproduksi protein sel tunggal tanpa
berfotosintesa
6. Untuk mengetahui kualitas dan keamanan produk protein sel tunggal
dan dampaknya untuk hari mendatang.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Protein Sel Tunggal
Protein sel tunggal didefinisikan sebagai sumber protein dari kultur
mikroba murni atau campuran, termasuk alga, khamir, kapang atau bakteri
untuk makanan hewan bahkan manusia (Rajoka et al. dalam Gao et al, 2012).
PST telah digunakan sebagai protein tambahan yang penting untuk suplemen,
terutama dalam industri makanan. Produksi PST telah banyak dikembangkan
karena mikroba dapat digunakan untuk memfermentasi berbagai limbah
agroindustri. Penggunaan kembali bahan limbah tersebut dapat mengurangi
biaya produksi PST secara signifikan. Dalam beberapa tahun terakhir,
beberapa penelitian pada produksi PST dari limbah agroindustri seperti limbah
pabrik pengalengan nanas (Nigam 1998 dalam Gao et al, 2012).
Nutrien Protein Sel Tunggal (PST) harus memenuhi kebutuhan gizi
baik untuk manusia dan hewan. Kandungan asam nukleat Protein Sel Tunggal
tidak boleh lebih dari 8,5% karena bila manusia kelebihan asam nukleat akan
mengakibatkan timbulnya gangguan pencernaan, ginjal, gangguan kulit
dengan terakumulasinya senyawa karsinogenik. Asam nukleat pada protein sel
tunggal dapat diturunkan dengan cara diekstraksi rnenggunakan 10% sodium
clorida, dengan pH 9,5 dan panas untuk menurunkan sampai konsentrasi 2%.
Kualitas protein dapat dibedakan berdasarkan uji layak yaitu PER (Protein
Efficiency Ratio (PER) dan BV (Biological Value) serta protein digestivility.
Penelitian terhadap protein sel tunggal dimulai seabad yang lalu saat
Max Delbruck dan koleganya menemukan nilai atau gizi yang tinggi pada sisa
pembuatan khamir sebagai suplemen makanan hewan. selama perang dunia I,
PST menjadi lebih bermanfaat karena orang Jerman mengganti sebagian
import proteinnya dari khamir. Pada tahun 1919, ditemukan sebuah metode
yang disebut Zulaufverfahren dimana larutan gula diumpankan ke suspensi
aerasi ragi dan bukannya menambahkan ragi untuk mencairkan larutan gula.
Sedangkan pada perang dunia II, Candilaarborea dan C. utilis digunakan oleh
sebagian besar manusia untuk import protein. (Suman et al., 2015).

B. Substrat dan Mikroorganisme Penghasil Protein Sel Tunggal


Substrat yang biasa digunakan mikroorganisme untuk menghasilkan
PST dibedakan menjadi dua, konvensional dan nonkonvensional. Untuk yang
konvensional yaitu misalnya pati dan molase, sedangkan yang
nonkonvensional adalah menggunakan produk petroleum, misalnya metanol.
Selain itu, kini PST banyak dikembangkan dari medium yang berasal dari
limbah industri makanan. PST dapat dihasilkan oleh mikroorganisme dari
golongan bakteri, alga, khamir, dan fungi seperti yang terlihat pada
gambar 1.

Gambar 1. Mikroorganisme dan substrat yang digunakan untuk memproduksi PST (Bhalla et al,
2007).

a. Bakteri
Karaktersitik bakteri yang dapat digunakan untuk produksi PST yaitu
bakteri yang mempunyai pertumbuhan cepat, waktu generasi pendek dan
dapat menggandakan massa selnya dalam waktu 20 hingga 120 menit. Selain
itu bakteri juga harus dapat tumbuh pada berbagai macam material mentah
atau kasar seperti materi dari karbohidrat misalnya pati. Disarankan untuk
menambahkan nutrisi pada medium kultur bakteri untuk memenuhi
kekurangan nutrisi. Untuk produksi PST, bakteri fototropik sangat
direkombinasikan. Contohnya yaitu Methylophilus methylitropous
(Dhanasekaran et al. dalam Suman et al., 2015).
Bakteri merupakan mikroorganisme yang menghasilkan jumlah protein
paling tinggi yaitu sekitar (50-80%) da memiliki pertumbuhan yang sangat
cepat. Tetapi hal tersebut diikuti dengan beberapa kekurangan, yaitu sel
bakteri yang memiliki ukuran kecil dan densitas rendah menyebabkan
pemanenan dari proses fermentasi sulit, dinding sel bakteri mengandung lebih
banyak asam nukleat dibandingkan dengan khamir dan fungi sehingga
dibutuhkan proses lebih lanjut untuk mengurangi kadar asam nukleat tersebut.
Selain itu, masyarakat pada umumnya berpikir bahwa semua bakteri
berbahaya dan menyebabkan penyakit (missconception) (Nasseri et al., 2011).

b. Alga
Alga ang sering dimanfaatkan proteinnya adalah alga hijau, misalnya
Spirulina dan Chlorella. Alga dimanfaatkan menjadi makanan setelah
dikeringkan. Alga digunakan sebagai makanan melalui berbagai macam cara
dan keuntungannya adalah alga memiliki kultivasi yang sederhana,
pemanfaatan energi matahari yang efektif, pertumbuhan yang cepat dan
kandungan protein yang tinggi. Contohnya adalah Spirulina yang telah
digunakan sebagai suplemen makanan. Spirulina merupakan alga hijau-biru
yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan memprovokasi sistem
enzim radikal bebas (Suman et al., 2011). Kekurangan dari alga adalah
terdapatnya kandungan selulosa pada dinding selnya yang tidak dapat dicerna
oleh manusia.

c. Khamir
Di antara mikroorganisme yang digunakan untuk produksi PST, yaitu ragi,
terutama Saccharomyces spp. dan Candida spp. adalah umumnya dianggap
aman (GRAS) dan telah diterapkan ekstensif untuk penggunaan kembali
berbagai bahan limbah (Gao et al., 2012). PST khamir merupakan nutrisi
tambahan yang bergizi tinggi. Produksi PST oleh Saccharomyces spp. terjadi
pada sisa buah-buahan (misalnya kulit timun dan kulit jeruk) (Suman et al.,
2015).
Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan khamir yaitu ukuran sel
khamir yang besar, kandungan asam nukleat yang rendah, kandungan lisin
yang tinggi dan kebiasaan tumbuh pada pH asam. Sedangkan kekurangannya
adalah rata0rata pertumbuhan yang rendah, menghasilkan protein lebih sedikit
dan menghasilkan kandungan metionin yang sedikit pula (Nasseri et al.,
2011).

d. Fungi
Banyak spesies fungi yang dijadikan makanan kaya akan protein. Banyak
spesies yang berfilamen juga digunakan sebagai sumber PST. Contohnya
adalah dari golongan kapang, yaitu Aspergillus niger. Fungi berfilamen lebih
mudah untuk dipanen, namun fungi memiliki kekurangan yaitu rata-rata
pertumbuhan yang rendah, kandungan protein yang dihasilkan dan
penerimaan dari masyarakat yang masih kurang (Nasseri et al., 2011). Rata-
rata perbedaan komposisi kelompok mikroorganisme dijelaskan pada gambar
2.

Gambar 2. Rata-rata perbedaan komposisi kelompok mikroorganisme


(Miller& Litsky, 1976)

C. Sintesis Protein Sel Tunggal


Protein sel tunggal digunakan untuk menggambarkan produksi protein
dari biomassa yang berasal dari sumber mikroba yang berbeda. Biomassa
mikroba tersebut dianggap sebagai alternatif untuk sumber konvensional
makanan atau pakan. Proses skala besar untuk memproduksi PST meliputi hal-
hal berikut.

- Macam metodologi, bahan baku dan mikroorganisme yang dapat


digunakan untuk tujuan ini.
- Efisiensi substrat.
- Produktivitas yang tinggi, yang berasal dari tingkat pertumbuhan
yang cepat dari mikroorganisme
- Ketergantungan terhadap faktor musiman
PST memiliki aplikasi di bidang nutrisi hewan yaitu dalam
penggemukan anak sapi, unggas, babi dan breeding ikan. Sedangkan di bidang
pangan sebagai aroma karier, vitamin karier, bahan pengemulsi dan untuk
meningkatkan nilai gizi dari produk panggang, sup, makanan siap saji, dan
dalam resep diet (Nasseri et al., 2011).

Produksi PST terjadi melalui proses fermentasi. Sebelumnya, terjadi


pemilihan strain mikroorganisme yang akan digunakan yang sesuai dengan
bahan dalam teknik kultivasi. Proses dimulai dengan skrining mikroba yang
kemudian di seleksi. PST dapat diproduksi melalui tiga macam fermentasi
yaitu sebagai berikut.

- Submerged Fermentation (Fermentasi Terendam)


Dalam proses ini (Varavinit et al. dalam Suman et al., 2015), substrat
yang digunakan untuk fermentasi selalu dalam keadaan cair yang berisi
nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Fermentor yang berisi
substrat dioperasikan terus menerus dan biomassa produk terus dipanen
dari fermentor dengan menggunakan teknik yang berbeda lalu produk
disaring atau disentrifugasi dan kemudian kering. Aerasi selama operasi
penting dalam kultivasi, panas yang dihasilkan didinginkan
menggunakan pendingin perangkat. Biomassa mikroba dapat dipanen
dengan berbagai metode (Kargi et al. dalam Suman et al., 2015).
Organisme sel tunggal seperti yeast dan bakteri didapatkan kembali
melalui sentrifugasi sementara fungi berfilamen didapatkan kembali
melalui penyaringan. Hal ini penting untuk mengembalikan air sebanyak
mungkin sebelum pengeringan akhir dilakukan dalam kondisi bersih dan
higienis (Suman et al., 2015).

- Semisolid Fermentation (Fermentasi Semi Padat)


Dalam fermentasi semi padat (Adedayo et al, Suman et al., 2015),
penyusunan substrat masih belum jelas dan lebih sering digunakan solid
state (padat). Sebuah bioreaktor khusus dirancang untuk
mengidentifikasi massa dan energi transportasi yang disebut U-loop
fermentor (Jorgensen dalam Suman et al., 2015). Produksi sel tunggal
protein melibatkan langkah dasar penyusunan media yang cocok dengan
sumber karbon, pencegahan kontaminasi medium dan fermentor,
produksi mikroorganisme dengan sifat yang diinginkan dan pemisahan
sintesis biomassa dan pengolahannya (Soland dalam Suman et al.,
2015). Sumber karbon digunakan bisa n-alkena, gas hidrokarbon,
metanol dan etanol, sumber terbarukan seperti oksida karbon molase,
polisakarida, limbah dari pabrik dan zat padat lainnya (Talebnia dalam
Suman et al., 2015).
- Solid state Fermentation (Fermentasi Padat)
Proses ini terdiri dari deposito substrat kultur yang padat, seperti beras
atau dedak gandum, setelah penyemaian dengan mikroorganisme;
substrat yang tersisa diletakkan disuhu ruang untuk beberapa hari.
Fermentasi cair dilakukan dalam tangki. Kultur cair sangat ideal untuk
pertumbuhan organisme uniseluler seperti bakteri atau ragi. Untuk
mencapai fermentasi cair aerobik, diperlukan untuk terus memasok
mikroorganisme dengan oksigen, yang umumnya dilakukan melalui
pengadukan media fermentasi. Keakuratan pengelolaan sintesis
metabolit yang diinginkan membutuhkan pengaturan suhu, oksigen
terlarut, kekuatan ionik dan pH dan kontrol nutrisi (Capalbo et al. dalam
Suman et al., 2015).

D. Produksi Protein Sel Tunggal dalam Mikroba Berfotosintesa


Ganggang dan bakteri tergolong mikroba berfotosintesa yang
digunakan untuk memproduksi protein sel tunggal(Cooney, 1981).
Pertumbuhan berfotosintesa ganggang yang diingikan, seperti Chlorella,
Scenedesmus, dan Spirulina (pada Tabel 1), adalah menurut reaksi sebagai
berikut:

Karbon dioksida + air + ammonia atau nitrat + mineral sel ganggang + oksigen

Tabel1. proses pilihan untuk membuat protein sel tunggal pada ganggang.
Organisme Bahan Mentah Produksi Produsen atau
Pengembang
Chlorella sp. CO (dengan foto-2 2 metrik ton/hari Taiwan Chlorella
sintesa); sirup tebu, Manufacture Co.
tetes (non- Ltd, Taipei
fotosintesa)
Scenedesmus acutus CO, urea (dengan 20mg/m2/hari Central Food
fotosintesa) Technological
Research Institute,
mysore, India
Spirulina maxima CO, atau NaHCO3 320 metrik ton/tahun Sosa Texcoco, SA,
dengan fotosintesa)
( Mexico City

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba


adalah sebagai berikut(Hariyum, 1986):
1. Konsentrasi karbondioksida
Sedangkan di udara sekitar 0,03 %, ini tidak cukup untuk
menunjang pertumbuhan ganggang untuk menghasilkan protein sel
tunggal. Tambahan karbon dioksida bisa didapat dari karbonat atau
bikarbonat yang terdapat dalam kolam alkalis, gas yang keluar selama
pembakaran atau dari pembusukan bahan organik dalam air buangan kota
dan limbah industri.
2. Sumber nitrogen
Digunakan untuk produksi ganggang adalah seperti garam
ammonium, nitrat, atau nitrogen organis yang terbentuk oleh
oksidasi air buangan kota dalam kolam. Fosfor dan bahan mineral lain
biasanya terdapat dalam air alam dan air limbah dan konsentrasinya telah
cukup untuk pertumbuhan ganggang.

3. Intensitas cahaya dan suhu


Kedua komponen tersebut merupakan faktor penting untuk
pertumbuhan ganggang. Untuk penanaman mikroba secara besar dan
ekonomis, suasana dalam tempat kultur harus cukup jernih dan variasi
intensitas cahaya harus sekecil mungkin sepanjang tahunnya. Selain itu
suhu haruslah diatur di atas 20C pada hampir sepanjang tahun. Karena itu,
kolam buatan di tempat terbuka di daerah semi tropik, tropik atau kering
merupakan sistem yang paling cocok untuk pertanaman ganggang. Bahan
untuk membangun kolam adalah seperti semen, plastik, atau serat kaca
pelapis.
4. Kolam
Ukurannya harus cukup besar karena pertumbuhan ganggang
terjadi terutama pada daerah setebal 20 cm atau 30 cm saja dan di tempat
ini intensitas cahaya terbesar. Pengadukan perlu untuk mencegah
ganggang mengendap ke dasar. Dengan demikian semua sel ganggang
dapat terpapar merata ke cahaya dan bahan nutrisi.
5. Media Kultur
Ganggang biasanya ditanam dalam kultur campuran yang tidak
terlalu steril. Suasana lingkungannya haruslah menguntungkan bagi
kehidupan spesies ganggang yang diinginkan, agar mereka menjadi
dominan dalam persaingan hidup dengan species lain.
Pemerintah India yang bekerja sama dalam proyek Indo Jerman
Algal Project, telah mendirikan suatu program kerja sama paa Central
Food Technological Institute di Mysore, India, untuk membiakan species
Scenedesmus dalam kolam buatan. Program ini menghasilkan beberapa
pryek di Mesir, India, Peru dan Thailand. Selain itu, dalam pengamatan di
Israel dan Argentia telah memperlihatkan bahwa ganggang dari genus
Dumaliella yang tahan terhadap garam dapat ditumbuhkan dalam air asin
untuk menghasilkan protein sel tunggal dan dengan produk tambahan
berupa gliserol dan beta-karoten. Bakteri yang berfotosintesa digunakan
untuk menghasilkan protein sel tunggal ialah seperti bakteri dari
genus Rhodopseudomnas, dan ini dapat pula ditumbuhkan dalam air
buangan kota atau limbah industri. Di Jepang dan hasilnya digunakan
sebagai pakan ternak. Bakteri ini ditumbuhkan dalam kultur campuran
dengan bakteri nitrogen dan bakteri lain yang hidup aerobis. Kultur ini
harus disuplai dengan bahan organik sebagai sumber karbon dan energi.
Mereka tidak akan dapat tumbuh mengandalkan CO dan cahaya, seperti
dapat dilakuakan oleh ganggang. Kepadatan kultur bakteri adalah sekitar 1
sampai 2 gram bahan kering tiap liter(Cole, 1991).
E. Produksi Protein Sel Tunggal tanpa Berfotosintesa
Mikroba tidak berfotosintesa yang dibiakkan untuk memproduksi
protein sel tunggal ialah seperti bakteri, kapang, ragi, dan jenis jamur lain.
Mikroba ini hidup aerobosis dan karena itu harus cukup suplai oksigen
agar bisa tumbuh karena termasuk karbon organis dan sumber energi.
Selain itu juga merupakan sumber nitrogen, fosfor, sulfur, dan unsur
mineral, yang sebelumnya disebut-sebut hanya diperlukan untuk
pertumbuhan ganggang(Cooney, 1981).
Pengubahan senyawa organik menjadi protein sel tunggal oleh
mikroba yang tidak berfotosintesa dapat dibuat skemanya dengan
persamaan reaksi berikut :

Karbon organik + nitrogen + mineral bahan nutrisi + oksigen


Protein sel tunggal + karbon dioksida + air panas

1. Bakteri
Banyak spesies bakteri yang baik untuk memproduksi protein sel
tunggal. Salah satu ciri bakteri yang cocok untuk ini ialah tumbuhnya
cepat, waktu berbiakannya pendek, masa selnya kebanyakan dapat jadi dua
kali lipat dalam waktu 20 menit sampai 2 jam. Sebagai bandingan, waktu
berbiak ragi adalah 2 sampai 3 jam, dan kapang serta jamur tinggi 4
sampai 16 jam. Bakteri juga dapat tumbuh pada berbagai bahan mentah,
mulai dari karbohidrat seperti pati dan gula, sampai hidrokarbon dalam
bentuk gas atau cairan seperti metan dan fraksi minyak bumi, sampai pada
petrokimia seperti metanol dan etanol. Sumber nitrogen yang baik bagi
pertumbuhan bakteri ialah seperti amonia, garam aminium, urea nitrat, dan
nitrogen organik dalam limbah. Harus ada tambahan bahan mineral
ditambahkan ke dalam pembiakan, agar bahan nutrisi dapat menutupi
kekurangan yang dalam air alami mungkin kadarnya tidak cukup
menunjang pertumbuhan(Suman et al., 2015).
Spesies bakteri yang tampaknya lebih banyak memproduksi
protein sel tunggal, paling baik tumbuh dalam media yang sedikit asam
netral, dengan pH 5 smpai 7. Bakteri itu juga harus dapat toleran terhadap
suhu dalam rentang 35 sampai 45 C, karena panas dilepaskan selama
bakteri itu tumbuh. Menggunakan strain yang toleran terhadap suhu akan
menghemat banyak sekali biaya untuk mendinginkan air. Pembiakan harus
dijaga agar selalu dingin, karena fermentasi disini perlu suhu rendah.
Spesies bakteri tak dapat digunakan untuk memproduksi protein sel
tunggal, jika itu bersifat patogen bagi tumbuhan, hewan, atau
manusia(Nasseri, et al, 2011).
Protein sel tunggal dalam bakteri dapat dihasilkan dengan sistem
adonan konvensional. Dalam sistem ini semua bahan nutrisi dimasukan
sekaligus kedalam fermentor. Sel-sel dipanen jika mereka menggunakan
bahan nutrisi dan berhenti tumbuh. Namun dalam metoda produsi yang
lebih maju, bahan nutrisi disuplai dengan sistem kontinyu (terus-menerus),
yang konsentrasinya sesuai dengan yang diperlukan untuk menunjang
pertumbuhan bakteri. Lalu sel-sel pun dipanen terus-menerus dengan
populasinya telah mencapai kerapatan yang diperlukan. Adonan
konsentrasi karbon dan sumber energi biasanya berkisar antara 2 dan 10
persen. Dalam sistem yang kontinyu suplai sumber karbon diatur sehingga
konsentrasi dalam media tumbuh tidak melebihi yang diperlukan bagi
pertumbuhan sel bakteri. Konsentrasi ini biasanya akan lebih rendah
daripada yang digunakan dalam sistem adonan. Menjaga agar suasana
steril selama memproduksi protein sel tunggal, sangat penting, karena
mikroba pencemar akan tumbuh sangat cepat dalam media kultur. Udara
masuk, media bahan nutrisi dan alat fermentasi, harus disterilkan dalam
seluruh proses protein sel tunggal dalam bakteri. Suasana steril pun harus
terus dijaga selama seluruh kegiatan produksi(Amsel 2009).
Suatu sistem untuk produksi protein tunggal dalam bakteri secara
kontinyu, dengan metanol sebagai sumber karbon dan energi,
diperlihatkan pada gambar skema dibawah ini. Skema itu adalah metoda
yang paling umum digunakan (Gambar 3).
Gb. 3. Diagram umum proses produksi SCP
Setelah bahan nutrisi disterilkan , kemudian dimasukkan ke dalam
wadah fermentasi. Setelah itu dilakukan okulasi bakteri, dan terjadilah
pertumbuhan. Wadah yang disebut bioreaktor, harus disuplai dengan
udara steril. Air juga selalu sejuk, untuk mencegah timbulnya panas dari
proses fermentasi, yang jika bertimbun dapat membunuh sel. Air sejuk
diedarkan dalam suatu salut fermentor atau melalui suatu lilitan pendingin
yang berada dalam alat. Pada proses kontinyu, bahan nutrisi ditambahkan
terus-menerus setiap terpakai, untuk menjaga konsentrasi bakteri yang
diperlukan. Larutan yang mengandung bakteri dituangkan, diolah sehingga
bakteri menumpuk atau bergumpal, lalu disentrifungsi. Cairan itu
kemudian diedarkan kembali ke dalam fermentor, sedangkan bakterinya
dikeringkan dengan cara penyemprotan, lalu digiling sehingga didapat
produk akhir. Wadah juga dilengkapi dengan alat untuk mengukur dan
mengontrol pH, suhu, dan konsentrasi oksigen yang terlarut. Udara yang
dikeluarkan dari bioreaktor mengandung karbon dioksida yang dapat
dipisahkan, lalu dimasukan kedalam tabung kompresi untuk dijual kepada
industri yang menggunakan gas karbon dioksida. Setelah bakteri di angkat
dari tangki fermentasi, mereka harus dipisahkan dari kaldu kultur, yang
biasanya dilakukan dengan menambahkan bahan kimia yang membuat sel-
sel menggumpal. Lalu disentrifungsi. Sel-sel yang terpisah dikeringkan
untuk menghasilkan produk yang akan stabil selama pengiriman ketempat
yang jauh dan disimpan untuk waktu lama. Akhirnya, harus ada alat untuk
menggiling dan membungkus sel-sel, dan suatu sistem untuk menangani
dan mengedarkan kembali cairan kultur yang terpakai. Pemasukan oksigen
bagi sel-sel dalam fermentor merupakan faktor menentukan dalam
kecepatan tumbuh dan agar hasilnya memuaskan dari pertimbangan
ekonomi. Berbagai rancangan fermentor dapat mengatur pemasukan udara.
Yang paling umum digunakan adalah reakto tangki yang memiliki kincir
pengaduk dan fermentor dengan sistem penampungan udara(Hariyum,
1986).
2. Ragi
Ragi dapat ditumbuhkan pada beberapa macam substrat, meliputi
karbohidrat, baik yang kompleks seperti pati, maupun sederhana seperti
gula glukosa, suklrosa, dan laktosa. Dapat pula dipakai bahan mentah yang
mengandung gula seperti sirup gula, tetes, dan air diadih keju. Beberapa
ragi dapat tumbuh pada karbohidrat rantai lurus, yang dapat bersumber
dari minyak bumu; dapat juga tumbuh pada etanolatau metanol. Selain itu
sumber karbon, sumber nitrogen diperlukan pula. Nitrogen diperoleh
dengan menambahkan amonia atau garam amonium ke media kultur.
Bahan mineral juga perlu sebagai tambahan. Kebutuhan untuk
memproduksi protein sel tunggal oleh ragi sama dengan yang diuraikan
untuk memproduksinya oleh baktetri. Ragi harus memiliki waktu tumbuh
sekitar 2 sampai 3 jam. Ia juga harus toleran terhadap pH dan suhu. Secara
genetis juga harus stabil, sehingga hasilnya memuaskan. Tidak pula
menyebabkan penyakit pada tumbuhan, hewan, atau manusia. Dengan
kincir pengaduk merupakan macam wadah yang paling banyak dipakai
untuk menghasilkan protein sel tunggal pada ragi, tapi fermentor
pengapungan udara dapat juga digunakan. Seperagi pada kultur bakteri,
panas pun dilepaskan selama pertumbuhan ragi, dan fermentor haruslah
dilengkapi dengan sistem pendingin. Fermentasi ragi dapat beroperasi
dalam sistem adonan atau sistem kontinyu atau dengan cara yang disebut
adonan yang disuplai bahan nutrisi. Pada adonan yang disuplai bahan
nutrisi, makanan substrat dan bahan nutrisi lain ditambahkan secara
berangsur, yang jumlahnya cukup untuk kebutuhan tumbuh ragi.
Sementara itu harus dijaga agar konstrasi bahan nutrisi setiap waktu selalu
rendah. Metoda ini menghasilkan 3,5 sampai 4,5 persen produk berat
kering, dibandingkan dengan 1,0 sampai 1,5 produk berat kering yang
dihasilkan dengan sistem adonan. Sel yang dihasilkan dengan sistem
adonan yang disuplai bahan nutrisi dipanen dengan cara seperti halnya jika
diproduksi dengan adonan biasa. Meskipun kultur sistem adonan dan
sistem adonan yang diberi bahan nutrisi telah digunakan dalam
memproduksi ragi roti selama bertahun-tahun, namun baru belakangan
dapat dimonitor. Dengan demikian, pH dan konsentrasi susbtrat
disesuaikan dengan operasi sistem kontinyu. Konsentrasi sel ragi sampai
16 persen (berat kering) diperoleh dengan kultur sistem
kontinyu(Ugaldea&Castrillo, 2009).
Ragi memiliki keuntungan dibandingkan dengan bakteri untuk
memproduksi protein sel tunggal. Salah satu diantaranya, karena ragi
toleran terhadap lingkungan yang lebih asam, dengan pH berkisar antara
3,5 dan 4,5 bukan agak netral seperti yang diperlukan bakteri. Akibatnya,
proses ragi dapat berlangsung dalam media bersih tanpa harus steril, pada
pH 4,0 sampai 4,5. ini karenakebanyakan bakteri pencemar tak dapat
tumbuh dengan baik dalam media asam ini. Selain itu, diameter sel ragi
adalah sekitar 0,0005cm, dibandingkan dengan bakteri 0,0001 cm. Karena
besarnya, ragi itu dapat dipisahkan dari media tumbuh dengan cara
sentrifugal, tanpa memerlukan tahap penggumpalan.(Wina, 2000).
Produksi protein sel tunggal pada ragi tergantung pada dipenuhinya
kebutuhan oksigen kultur yang sedang tumbuh dengan cara sentrifugal,
tanpa memerlukan tahap penggumpalan. Produksi protein sel tunggal pada
ragi tergantung pada dipenuhinya kebutuhan oksigen kultur yang sedang
tumbuh. Ragi yang tumbuh pada karbohidrat biasanya memerlukan sekitar
1 kilogram berat kering sel.dan jika ditumbuhkan pada hidrokarbon
diperlukan sekitar dua kali lebih banya. Udara, yang disterilkan melalui
suatu filter, dimasukkan ke dalam fermentor melalui layar atau pipa yang
berlobang-lobang pada dasar wadah, atau engan pemasukan udara lewat
roda berputar, atau juga memalui pengapung udara, seperti digunakan
untuk mengkultur sel bakteri. Protein sel tunggal pada ragi dapat
dihasilkan dalam suasana steril, maupun dalam suasana bersih tapi tak
steril. Pada adonan biasa, atau adonan yang disuplai bahan nutrisi yang
tidak perlu steril, sumber energinya dipakai karbohidrat. Media disterilkan
dengan cara mengalirkan melalui pertukaran panas, lalu dimasukkan ke
dalam fermentor yang bersih. Pengontrollan pencemaran dilakkan ke
dalam fermentor yang bersih. Pengontrollan pencemarandilakukan dengan
mengatur pH media pada 4,0 sampai 5,0, pemasukan udara yang steril, dan
besar populasi mikroba pencemar yang sedikit. Pada beberapa fermentasi
ragi sistem kontinyu yang menggunakan hodrokarbon atau etanol sebagai
substrat, perlu suasana steril sempurna, agar didapat hasil memuaskan dan
bermutu.(Nasseri, et al, 2011).
Candida utilis, yang dikenal sebagai ragi torula dan digunakan
untuk tambahan pakan ternak dan konsumsi manusia, dibuat dari bahan
mentah yang beraneka macam. Diantaranya adalah etanol, cairan limbah
sulfit dari pabrik kertas, hidrokarbon berupa parafin normal, danair dadih
keju. Pure Culture Products Division of Hercules, Inc., memiliki pabrik
protein tunggal dalam C. Ultis di Hutchinson, Minessota. Pabrik itu
berkapasitas 6.800 ton setahun. Pabrik itu dioperasikan dengan sistem
kontinyu dan dalam suasana steril. Sebagai sumber energi dan karbon
digunakan etanol. Sel ragi diangkat terus-menerus, dicuci, dan dikeringkan
dengan semprotan. Produk ini dipakai untuk makanan. Selanjutnya dapat
diproses untuk menghasilkan bumbu penyedap. Hasil biasasekitar 0,7
metrik ton ragi kering untuk tiap metrik ton etanol yang terpakai.
Kandungan protein produk itu berkisar antara 50 dan 55 persen. Pabrik
berskala komersial di Amerika Serikat dan Eropa juga menghasilkan C.
Ultis dari cairan limbah sulfit. Dalam proses yang biasa, cairan sulfit, yang
mengandung campuran gula, dibubuhi kapur. Lalu dididihkan secara
terbuka untuk membua sulfur dioksida, sulfit, dan senyawa sulfur lain
yang dapat menghambat pertumbuhan ragi. Perngoperasian harus dalam
suasana bersih tapi tak perlu steril, seperti diuraikan sebelumnya. Produk
diambil dengan sentrifugal, lalu dicuci dan dikeringkan. Dari cairan sulfit
dapat diperoleh produk untuk makanan manusia atau pakan ternak,
tergantung pada sistem proses dan kontrol kualitas produk yang
diberlakukan. Dengan menggunakan cairan limbah sulfit, didapat hasil
sekitar 1 metrik ton berat kering ragi untuk tiap 2 ton guladalam cairan
itu(Entjeng, 2003).
3. Kapang dan jamur tinggi

Produksi protein sel tunggal pada kapang sekarang ini memakai


metoda yang sama dengan yang dipakai untuk membuat bahan sama pada
ragi. Gula sederhana atau bahan mentah yang mengandungnya cocok
sebagai substrat bagi berbagai macam kapang. Konsentrasi karbohidrat
dalam media biakan biasanya sekitar 10 persen. Sebagai sumber nitrogen
dan tambahan mineral yang dimasukkan kedalam media, biasa dipakai
amonia atau garam amonium. Angka pertumbuhan kapang dan jamur
tinggi. Waktu tumbuh antara 4 sampai 16 jam, biasanya lebih rendah
daripada bakteri dan ragi. Kapang dan jamur tinggi tumbuh subur pada
suhu 25 sampai 360C dan pada pH 3,0 sampai 7,0. Namun kebanyakan
ditanam pada pH dibawah 5,0. Ini perlu untuk mengurangi sebanyak
mungkin pencemaran bakteri. System adonan atau system gabungan
adonan yang diberi bahan nutrisi, atau system kontinyu, dapat diapakai
untuk memproduksi protein sel tunggal. Kebanyakan pada proses dengan
system adonan, akan mendapat hasil paling baik jika fermentornya diberi
udara secara konvensional. Operasinya dilakukan dalam suasana steril jika
produk itu untuk makan manusia. Tapi, jika untuk konsumsi hewan, dapat
diproduksi dalam lingkungan bersih tanpa harus disterilkan. Seperti
fermentasi lain, pendinginan harus dilakukan pula, untuk mengimbangi
panas yang terbentuk selama pertumbuhan kapang. Kapang dan jamur
tinggi, jika dikultur dalam fermentor yang diberi udara, dapat tumbuh
dalam bentuk benang atau pellet, tergantung pada spesies yang ditanam
dan suasana pemberian udara. Ini dapat menyederhanakan cara
pengambilan produknya, karena mycelium yang berbnetuk beang atau
pellet dapat dengan mudah dipisahkan dari media dengan cara menapis
atau dengan menggunakan saringan vakum yang berputar, atau dengan
saringan yang bertekanan biaya rendah. Namun tangki yang diaduk secara
mekanis tidak cocok bagi pertumbuhan mirkoba, karena benang kapang
dapat terkonsentrasi sekitar pengaduk dan tidak tersebar rata pada seluruh
media kultur. Penggunaan fermentor yang didalamnya pemberian udara
juga bertindak sebagai pengaduk dapat mencegah masalah
ini(Ugaldea&Castrillo, 2009)..

F. Nilai Ekonomi Produksi Protein Sel Tunggal


Faktor yang mempengaruhi kelayakan produksi protein sel tunggal
dari segi ekonomi menurut Cole(1991), meliputi:
1. Biaya mendirikan fasilitas produksi.
2. Biaya menyediakan bahan mentah, energi tenaga kerja,
pemeliharaan, penanggulangan limbah, dan turunnya harga
tahunan.
3. Jauhnya letak pabrik dari pemasok bahan mentah serta untuk
pemasaran produk.
Pada pertengahan tahun 1970-an biaya untuk memproduksi protein
sel tunggal untk makanan dengan menggunakan bahan mentah metanol,
berkisar anatara $ 660 sampai $ 1.000 per metrik ton kapasitas tahunan
bagi pabrik yang memproduksi 50.000 sampai 100.000 metrik ton per
tahun. Perluasan pasar untuk produk protein sel tunggal sebagai makanan
ternak tergantung pada harga produk dan bagaimana efisiennya
meningkatkan pertumbuhan ayam broiler, banyak ayam dan kalkun
bertelur, serta pertumbuhan babi, dibandingkan dengan yang ditampilkan
oleh protein alam untuk makanan ternak sekarang ini, seperti kedelai dan
ikan. Kelezatan dan tekstur, sebagai tambahan terhadap nilai nutrisinya
merupakan penentu yang penting untuk dapatnya protein sel tunggal
dijjadikan makana manusia. Pada masa ini, pemasaran utama produk
untuk manusia ialah sebagai bumbu penyedap atau untuk meragikan bahan
makanan. Seperti, derivat protein ragi telah digunakan sebagai penyedap
makana sejak lama. Seperti ragi torula yang ditambahkan ketika mengolah
daging membuatnya jadi labih gurih. Dan ragi roti, tentu saja, dipakai
untuk membuat roti dan produk peragian lain. Selain itu, produk baru
protein sel tunggal lain haruslah memenuhi persyaratan yang disebutkan
dalam peraturan yang dikeluarkan badan pemerintah, sebelum dapat
dipasarkan untuk makanan manusia atau hewan(Nasseri, et al, 2011).
Produksi PST dapat berupa isolat protein sel atau semua komponen
sel karena hal-hal sebagai berikut :
a. Produksi protein lebih cepat dan efisien dibandingkan produksi
protein nabati atau hewani.
b. Nilai gizi PST lebih tinggi dibandingkan protein nabati karena
komposisiasam amino lebih lengkap.
c. Produksi PST tidak memerlukan tempat yang luas dibandingkan
produksi protein nabati atau hewani.
d. Produksi PST tidak dipengaruhi kondisi luar karena kondisi
fermentasi dapatdiatur.
e. Proses produksi PST fleksibel karena dapat digunakan berrbagai
substrat dan mikroorganisme.
Menurut Tannenbaun(1971), produksi dan penggunaan PST juga
mempunyai kelamahan-kelemahan sebagai berikut :
a. Kandungan asam nukleat tinggi. Kandungan asam nukleat dalam
tubuh manusia akan diubah menjadi asam urat sebagai produk
akhir. Kandungan asam urat yang terlalu tinggi dalam tubuh
manusia dapat merangsang gejala penyakit tulang (encok).
b. Dinding sel mikroorganisme kadang kadang mengandung
komponen yang tidak dapat dicerna dan bersifat racun atau
menyebabkan alergi. Beberapa mikroorganisme juga memproduksi
toksin yang berbahaya, misalnya aflatoksin oleh beberapa kapang.
c. Mikroorganisme mungkin mengadsorbasi komponen beracun atau
karsinogenik yang terdapat didalam substrat, misalnya hidrokarbon
rantai ganjil dan bercabang, komponen aromatic dan sebagainya.
d. Fluktuasi harga dan persediaan sustrat yang tidak tetap, Biaya
penyediaan substrat meliputi 40-50 % dari total biaya produksi
PST.
BAB III
KESIMPULAN
1. Protein sel tunggal didefinisikan sebagai sumber protein dari kultur
mikroba murni atau campuran, termasuk alga, khamir, kapang atau bakteri
untuk makanan hewan bahkan manusia.
2. Mikroba penghasil protein sel tunggal: Aeromonas hydrophylla, A.
delvacvate, Acinetobacter calcoacenticus, Bacillus megaterium, B.
subtilis, Cellulomonas sp., Flavobacterium sp., Thermonospora fusca,
lactobacillus sp., Methylomonas methylotropus, Pseudomonas
fluoroscens, Rhodopseudomonas capsulate, Aspergillus fumigatus, A.
niger, A. oryzae, Cephalosporium eichhorniae, Chaetomium
cellulolyticum, Penecilium cyclopium, Rhizopus chinensis, Scytalidium
aciduphium, Thricoderma viridae, T. alba, Amoco torula, Candida
tropicalis, C. utilis, C. novellas, C. intermedia, Saccharomyces
cerevisciae, Chlorella pyrenoidosa, C. sorookiana, Chondrus crispus,
Spirulina sp., Porphyrium sp.
3. PST dapat diproduksi melalui tiga macam fermentasi yaitu sebagai
berikut.
- Submerged Fermentation (Fermentasi Terendam)
- Semisolid Fermentation (Fermentasi Semi Padat)
- Solid state Fermentation (Fermentasi Padat)
4. Produksi Protein Sel Tunggal dalam Mikroba Berfotosintesa terjadi pada
ganggang dan bakteri dengan reaksi tertentu.
5. Mikroba tidak berfotosintesa yang dibiakkan untuk memproduksi
protein sel tunggal ialah seperti bakteri, kapang, ragi, dan
jenis jamur lain.
6. Mikroba yang menghasilkan protein sel tunggal akan sangat
memiliki peluang usaha di masa mendatang dengan keefisienan,
fleksibilitasnya dan nilai gizinya yang tinggi, serta nilai ekonomi yang
tinggi apabila diperjualbelikan.

DAFTAR RUJUKAN

Amsel, L. 2009. Food Science And Security. .New York: Nova Science Publishers
Inc

Bhalla, T.C., N.N. Sharma and M. Sharma, 2007. Production of Metabolites,


Industrial Enzymes, Amino Acid, Organic Acids, Antibiotics, Vitamins
and Single Cell Proteins. , India: National Science Digital Library
Cole, D. J. A . 1991 . The Role of Nutrionist In Design Feed For Future In Feed
Industry . Proc. of Alltechs, Seventh Annual Symposium . Alltech
Technical Publication.

Cooney, C.L., 1981. Growth of Microorganism in Biotechnology. Verlag, Chemie,


Weinheim

Entjeng, I. 2003. Mikrobiologi dan Parastologi. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti.

Gao, Y. Li, D. Dan Liy, Y. 2012. Production of Single Cell Protein from Soy
Mollases Using Candida tropicalis. (Online), (http://download.
springer.com/static/pdf/434/art%253A10.1007%252Fs13213-011-0356-
9.pdf), diakses 15 Februari 2017.

Hariyum, A. 1986. Pembuatan Protein Set Tunggal. Jakarta: PT. Waca Utama
Pramesti

Nasseri, A. T. Amini, S. R. Morrowvat M. H. Dan Ghasemi, Y. 2011. Single Cell


Protein: Production and Process. American Journal of Food Technology
6 (2): 103-116.

Suman, G. Nupur, M. Anuradha, S. dan Pradeep, B. 2015. Single Cell Protein


Produstion: A Review. International Journal of Current Microbiology
and Applied Sciences 4 (9): 251-262.

Tannenbaun, S.R. 1971. Single Cell Protein Food for Future.. Jurnal of Food
Technology.

Ugaldea& J. I. Castrillo. 2009. Single Cell Proteins from Fungi and Yeasts. Spain:
University of the Basque Country

Wina, E. 2000. Pemanfaatan Ragi (yeast) Sebagai Pakan Imbuhan untuk


Meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia. Wartazoa 9(2) : 50-56.

Anda mungkin juga menyukai