NPM : 2010701044
Kelas : Peternakan B
KASUS 1
1. Pengertian probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai substarat mikroorganisme, yang diberikan kepada
manusia atau ternak lewat pakan dan memberikan efek positif dengan cara memperbaiki
keseimbangan mikrooranisme alami di dalam saluran pencernaan. Pemberian probiotik
pada ternak dalam periode pertumbuhan tampak lebih berdampak nyata.
2. Bakteri apa saja yang bisa digunakan sebagai probiotik untuk menggemukkan
ternak
- Mikroorganisme penyusun probiotik yang aktif di saluran pencernaan bagian
belakang pada umumnya adalah bakteri yang berasal dari genus Streptococcus,
Leuconostoc, Pediococcus, Propionicbacterium, Bacillus dan Enlerococcu. Spesies
dari genus Streptococcus yang digunakan sebagai probiotik adalah Streptococcus
salivarius, Streptococcus lactis, Streptococcus cremoris, Streptococcus diacetilactis
dan Streptococcus interinedius.
- Mikroorganisme lain yang bisa dijadikan probiotik adalah khamir dan jamur. Spesies
khamir yang digunakan sebagai probiotik adalah Saccharoinyces cereviseae dan
Candida pentolopesii, sedangkan spesies jamur yang digunakan sebagai probiotik
adalah Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae. Neocallimastix sp. adalah jamur
rumen yang digunakan sebagai probiotik yang terbukti efekif dapat meningkatkan
konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan.
3. Cara pemberian probiotik pada ternak
Bentuk preparat probiotik dikemas dalam bentuk susu fermentasi, bubuk, tablet, granola
atau pasta. Probiotik dapat diberikan ternak lewat mulut atau dimasukkan ke dalam air
minum. Sedangkan pada Probiotik jamur dapat digunakan baik dengan dipercikan atau
dicampur ke dalam pakan.
4. Hasil penelitian probiotik pada ternak unggas (jurnal)
Judul jurnal : Pengaruh Pemberian Probiotik Terhadap Performa Ayam Petelur
Volume : Vol 15 (3): 214-219
Tahun : 2014
Penulis : Madi Hartono dan Tintin Kurtini
Latar belakang : probiotik adalah proses penggemukkan melalui suplemen makanan yang
diberikan kepada ternak dengan tujuan kesehatan dan perkembangan pada mikroba,
penggunaan probiotik di kalangan peternak ayam telah banyak dilakukan karena
mempunyai berbagai fungsi, antara lain mampu meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi
pakan, mencegah radang usus dan diare, meningkatkan produksi telur dan memperbaiki
kualitas telur. Oleh karena itu, proses penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa
pentingnya pemberian probiotik pada ternak unggas.
Tujuan penelitian :
adapun tujuan dibuatnya jurnal berikut ini, diantaranya :
1. Untuk mengetahui seberapa pentingnya penggunaan probiotik terhadap peforma
ayam petelur
2. Untuk mengetahui seperti apa proses-proses pemberian probiotik pada ayam
3. Dapat memberikan nilai ekonomis yang menguntungkan dengan menurunnya
konversi ransum
Metode penelitian : metode yang digunakan yaitu dengan metode sampel oleh beberapa
ayam. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan pemberian
probiotik dalam ransum. Jika sudah, semua data dianalisis dan diuji duncan apabila ada
perubahan nyata terhadap konsumsi ransum, konversi ransum, serta bobot daging.
Hasil dan pembahasan : Benang merah yang dapat diambil dari hasil penelitian ini
adalah, performa ayam petelur meliputi konsumsi ransum, produksi dan bobot telur, dan
konversi ransum.
1. Pengertian silase
Silase merupakan makanan ternak awetan basah segar yang disimpan dalam silo, sebuah
tempat yang tertutup rapat dan kedap udara, pada kondisi anaerob (fermentasi). Silase
adalah pakan yang berbahan baku hijaun, hasil samping pertanian atau bijian berkadar air
tertentu yang telah diawetkan.
2. Cara pembuatan silase
Proses ini memerlukan waktu 2-3 minggu.
Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan :
1. Tetes tebu(molasses) = 3% dari bahan silase
2. Dedak hulus =5% dari bahan silase
3. Menir =3.5% dari bahan silase
4. Onggok = 3% dari bahan silase
5. Rumput Gajah atau hijauan sebagai bahan silase
6. Silo atau kantong plastik.
Potong rumput hijau tersebut dengan ukuran 5-10 cm dengan menggunakan parang,
atau dengan menggunakan mesin chopper. Potongan rumput yang kecil tujuannya
agar rumput yang dimasukkan dalam silo dalam keadaan rapat dan padat sehingga
tidak ada ruang untuk oksigen dan air yang masuk.
Campurkan bahan pakan tersebut hingga menjadi satu campuran.
Bahan pakan ternak tersebut dimasukkan dalam silo dan sekaligus dipadatkan
sehingga tidak ada rongga udara.
Bahan pakan ternak dimasukkan sampai melebihi permukaan silo untuk menjaga
kemungkinan terjadinya penyusutan isi dari silo. Dan tidak ada ruang kosong antara
tutup silo dan permukaan pakan paling atas.
Setelah pakan hijauan dimasukkan semua, diberikan lembaran plastik, dan ditutup
rapat, dan diberi pemberat seperti batu, atau kantong plastik, atau kantong plastic
yang diisi dengan tanah.
ABSTRACT
This study was conducted to determine the effect of supplements probiotic on layer
performance (consumption and conversion ration, persentage hen day and egg
weight). This research was held on 21 July—24 August 2014 in the CV. Varia Agung
Jaya henhouse laying in the District of Seputih Mataram, Center of Lampung
Regency. Local probiotic was made in Microbiology Laboratorium and Moleculer
Biology Laboratorium, Faculty of MIPA, Lampung University. The study used
completely randomized design with 3 treatments (P1: control ration, P2: control
ration with local probiotic 3%, and P3: control ration with comercial probiotic 3%)
and 6 replications. Data obtained was analyzed using analysis of variance at 5%
level and continued Duncan test at 5% level. Based on the results we can conclude:
the effect of treatments significant (P<0.05) on consumption and conversion ration,
but no significant (P>0.05) on percentage of hen day and egg weight. Control ration
significantly (P<0.05) with control ration with local probiotic 3% and control ration
with comercial probiotic 3% on consumption and conversion ration, but no significant
(P>0.05) on supplement probiotic.
LATAR BELAKANG
Probiotik adalah mikroba hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan dengan tujuan
memperbaiki kesehatan dan perkembangan mikroba, Penggunaan probiotik di kalangan peternak ayam
telah banyak dilakukan karena mempunyai berbagai fungsi, antara lain mampu meningkatkan
pertumbuhan dan efisiensi pakan, mencegah radang usus dan diare, meningkatkan produksi telur dan
memperbaiki kualitas telur.
Selama ini produk-produk probiotik untuk unggas kebanyakan diimpor dari luar negeri
dengan harga yang relatif mahal sehingga diperlukan kemampuan memproduksi probiotik untuk
kebutuhan dalam negeri. Sumardi dan Ekowati (2008) melakukan penelitian untuk menyeleksi
bakteri dari saluran pencernaan ayam kampung sebagai probiotik unggul dan karakterisasi mikroflora
normal yang prospektif dari saluran pencernaan ayam kampung. Dari hasil secara in vivo dan in vitro
DOI: http://dx.doi.org/10.25181/jppt.v15i3.132
Madi Hartono dan Tintin Kurtini: Pengaruh Pemberian Probiotik Terhadap Performa Ayam Petelur
(pada broiler) ternyata diketahui bahwa mikroba probiotik tersebut dapat menurunkan populasi bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp (Sumardi et al., 2010). Penelitian dilanjutkan Kurtini et al.. (2013)
diperoleh formula probiotik “lokal” yang mengandung mikroba lengkap (Saccharomyces sp, Rhizopus
sp, Mucor sp dan Bacillus sp. ) yang dikemas dalam media (ragi).
Saccharomyces sp adalah feed supplemen yang kaya vitamin, enzim-enzim, zat makanan lain
seperti karbohidrat dan protein. Selain itu, pada dinding Saccharomyces sp terdapat Manan-Oligi-
Sacharida (MOS) yang berfungsi mengikat mycotoxin (Dawson (1993) dalam Dutta et al.. (2009).
Jamur Rhizophus sp termasuk spesies heterofermentatif yang menggunakan jalur fosfoketolase sebagai
jalur utama dari metabolisme glukosa (Moat dan Foster, 1988), sedangkan Mucor sp termasuk kapang
yang menghasilkan enzim amilolitik (Ali, 2005). Bakteri Bacillus sp mampu meningkatkan daya
cerna (Haetamin et al., 2008) dan mempunyai sifat dapat mengsekresikan enzim protease, lipase, dan
amilase (Fardiaz, 1992).
Penggunaan probiotik pada ternak unggas dilaporkan dapat menurunkan aktivitas urease,
suatu enzim yang bekerja menghidrolisis urea menjadi amonia sehingga pembentukan amonia menjadi
berkurang atau bahkan hilang. Amonia adalah suatu bahan yang dapat menyebabkan keracunan pada
ternak unggas (Yeo dan Kim, 1997). Penelitian Asli et al. (2007) tentang probiotik yeast S.cerevisiae
yang dikombinasikan dengan vitamin E dan C membuktikan bahwa probiotik tersebut mampu
meningkatkan daya tahan tubuh unggas. Pemberian bakteri Bacillus sp memengaruhi anatomi usus
dan mampu meningkatkan kualitas telur, terutama menaikkan kekentalan albumen (Kompiang, 2009)
Penelitian Malik (2013) tentang penggunaan probiotik (1, 2, dan 3%) dalam ransum pada layer
menunjukkan bahwa penggunaan probiotik sampai 3%, berpengaruh nyata terhadap konsumsi dan
konversi ransum ayam petelur periode layer tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur
dan berat telur. Penggunaan probiotik sampai 3% memberikan nilai ekonomi yang menguntungkan
dengan menurunnya nilai konversi ransum.
METODE
Penelitian dilakukan pada 21 Juli sampai 24 Agustus 2014 di Peternakan Ayam Petelur CV.
Varia Agung Jaya, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah.
Pembuatan probiotik lokal dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Biologi
Molekuler FMIPA, Universitas Lampung.
Pada penelitian ini probiotik lokal dan probiotik komersial langsung dicobakan pada layer
umur 43 minggu, strain Isa Brown. Ayam yang digunakan sebanyak 36 ekor yang ditempatkan dalam
cage dengan sistem kandang panggung yang terbuat dari bilah-bilah kayu. Masing-masing cage terdiri
dari 2 ekor yang dipelihara secara intensif.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan pemberian probiotik
dalam ransum. Perlakuan terdiri dari: P0 (Ransum kontrol), P1 (Ransum kontrol + 3% probiotik
lokal), dan P2 (Ransum kontrol + 3% probiotik komersial), dan ulangan sebanyak 6 kali. Semua data
dianalisis sesuai dengan asumsi sidik ragam pada taraf nyata 5%. Uji Duncan dilakukan, jika ada
peubah yang nyata (Steel dan Torry, 1995). Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, konversi
ransum, hen-day (%) serta bobot telur (g).
Probiotik lokal dibuat dengan mencampurkan inokulum kamir (Saccharomyces sp.), kapang
(Mucor sp. dan Rhizopus sp), dan Bacillus sp. Probiotik komersial yang digunakan adalah “Soluble
Organic Green Culture ZS” adalah campuran probiotik (Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus
acidophilus, Bacillus subtilis, dan Aspergillus oryzae) produk Han Poong Industry Co., LTD, Korea.
Ransum percobaan (ransum kontrol) menggunakan ransum yang digunakan di peternakan
ayam petelur CV. Varia Agung Jaya. Formula ransum terdiri dari jagung kuning (50%), bekatul
(20%), dan konsentrat layer (30%) serta premix (1%) dengan kandungan protein kasar sebesar 14%
dan energi metabolis 2.850 kkal/kg. Ransum perlakuan adalah ransum kontrol ditambah dengan 3%
probiotik (lokal dan komersial).
Konsumsi Ransum
Secara statstik pengaruh pemberian probiotik terhadap konsumsi ransum menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05), yaitu konsumsi ransum perlakuan kontrol (768,16 g/ekor/minggu)
nyata lebih rendah daripada konsumsi ransum perlakuan dengan penambahan probiotik lokal sebanyak
3 % (779,16 g/ekor/minggu) dan perlakuan ransum dengan penambahan probiotik komersial sebanyak
3% (773,49 g/ekor/minggu). Akan tetapi, perlakuan dengan penambahan probiotik berbeda tidak nyata
(P>0.05).
Tabel 1. Pengaruh pemberian probiotik terhadap performa layer (rata-rata konsumsi ransum, HD,
bobot telur dan konversi ransum)
Ransum Ransum kontrol + Ransum kontrol +
Peubah
kontrol probiotik lokal (3%) probiotik komersial (3%)
Konsumsi ransum (g/ekor/minggu) 768,16a 779,16b 773,49b
Hen-day (%) 75,89 72,63 68,88
Bobot telur (g/butir) 61,60 59,95 59,25
Konversi ransum 1,78a 1,86b 1,86b
Keterangan: Huruf superskript pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P>0.05) dengan uji Duncan
Konsumsi ransum yang berbeda (P<0,05) antara perlakuan kontrol dengan perlakuan
penambahan probiotik (lokal dan komersial) sebanyak 3% terjadi karena ransum kontrol lebih
palatabel dibandingkan dengan ransum perlakuan penambahan probiotik. Ransum dengan
penambahan probiotik lokal dan komersial sedikit berdebu karena bentuk fisik probiotik berupa
tepung. Dengan demikian, ayam untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan jalan mengonsumsi
ransum lebih banyak.
Konsumsi ransum perlakuan dengan penambahan probiotik (lokal dan komersial) sebnyak 3%
berbeda tidak nyata (P>0.05). Hal ini terjadi karena ayam yang mengonsumsi probiotik mengalami
peningkatan mukus pada usus halus yang diproduksi oleh Saccharomyces sp. Fakta ini sesuai dengan
Bummer dkk. (2010) bahwa pemberian produk dinding sel (mukus) dari S. cerevisiae dapat
merangsang sel goblet pada usus halus untuk memproduksi mukus. Adanya peningkatan mukus pada
usus ayam ini diduga menjadi penyebab penyerapan zat-zat makanan terganggu sehingga ayam akan
mengkonsumsi ransum lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Akan tetapi, kondisi
ransum ini masih bisa ditolerir oleh ayam, hal ini terbukti dari produksi telur dalam hen day (%) dan
bobot telur antar perlakuan tidak berbeda nyata (P<0,05). Selain itu, konsumsi ransum rata-rata
perlakuan kontrol (109,72 g/ekor/hari), perlakuan ransum dengan penambahan probiotik lokal
sebanyak 3% (111,31 g/ekor/hari), dan perlakuan ransum dengan penambahan probiotik komersial
sebanyak 3% (110,49 g/ekor/hari) tidak jauh berbeda dengan standar konsumsi strain Isa Brown yaitu
110 g/ekor/hari.
Konversi Ransum
Secara statistik pengaruh perlakuan terhadap konversi ransum berbeda nyata (P<0.05).
Perlakuan ransum kontrol nyata (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan penggunaan
probiotik, sedangkan antara perlakuan dengan penggunaan probiotik lokal dan komersial tidak
berbeda nyata (P>0.05).
Konversi ransum merupakan perbandingan antara konsumsi ransum dengan bobot telur yang
dihasilkan. Konversi ransum yang berbeda antara perlakuan kontrol dengan perlakuan yang
menggunakan probiotik disebabkan oleh konsumsi ransum yang lebih banyak dan bobot telur yang
relatif lebih besar sehingga konversi ransum yang dihasilkan lebih kecil. Demikian juga dengan
perlakuan ransum yang menggunakan probiotik tidak berbeda nyata karena sejalan dengan jumlah
ransum yang dikonsumsi dengan bobot nya. Hasil penelitian ini sejalan dengan Malik (2013) yang
menunjukkan bahwa penggunaan probiotik (1, 2, dan 3%) dalam ransum layer memberikan pengaruh
yang nyata terhadap konsumsi dan konversi ransum. Konversi ransum untuk masing-masing
perlakuan berturut-turut yaitu 1,78, 1,86, dan 1,86..
KESIMPULAN
1. Pengaruh perlakuan ransum (kontrol, ransum kontrol dengan probiotik lokal 3%, dan ransum
kontrol dengan probiotik komersial 3%) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)
terhadap konsumsi dan konversi ransum,
2. Pengaruh perlakuan ransum (kontrol, ransum kontrol dengan probiotik lokal 3%, ransum
dengan penambahan probiotik komersial 3%) tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap
persentase hen day dan bobot telur,
3. Perlakuan ransum kontrol berbeda nyata (P<0.05) dengan ransum probiotik lokal 3% dan
ransum dengan penambahan probiotik komersial 3% terhadap konsumsi dan konversi
ransum, namun tidak berbeda nyata (P>0.05) antar penambahan probiotik.
SARAN
Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan menambahkan probiotik lokal dalam berbagai dosis
pada layer terhadap gambaran darah, produksi dan kualitas telur ayam petelur fase produksi.
DAFAR PUSTAKA
Ali, A. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jilid I. State University of Makasar Press. Makasar
Asli, M. M., S. A. Hosseini, H. Lorfollahian and F. Shariatmadari . 2007. Effect of Probiotic, Yeast,
Vitamin E and Vitamin C supplements on performance and immune response of laying hen
during high environment temperature. International Journal of Poultry Science. 6 (12): 895—
900. ISSN 1682-8356
Buckle, K. A., R. Edward, G. H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H.
Purnomo dan Adoiono. UI Press. Jakarta
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Depdikbud Dirjen Dikti. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Haetamin, K., Abun, dan Y. Mulyani. 2008. Study Pembuatan Probiotik (Bacillus liecheniformis,
Aspergillus niger, dan Saccharomyces cereviseae) sebagai feed Supplement serta
Implikasinya terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Merah. Laporan Penelitian. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. Bandung
Kurtini, T., D. Septinova, dan K. Nova. 2014. Produksi Ternak Unggas. Penerbit Anugrah Utama
Raharja. Bandar Lampung
Malik, A. 2013. Pengaruh Penggunaan Probiotik Pada Ransum Terhadap Produktivitas dan Nilai
Ekonomi Ayam petelur Periode Layer. Universitas Muhammadiyah. Malang. http:// pet
Umum.ac.id/en/umm-news-2618,. Diakses 31 Mei 2013
Moat, A. G. and J. W. Foster. 1988. Microbial Physiology. John Wiley and Sons. New York
Steel, R. G. D. dan J. H. Torry. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Sumardi dan C. N. Ekowati. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Flora Normal Saluran Gastrointestinal
Ayam Kampung (Gallus domesticus) untuk Probiotik. Makalah disajikan pada seminar dan
Rapat Tahunan (SEMIRATA) Badan Kerjasama PTN Wilayah Barat Bidang Ilmu MIPA di
Universitas Bengkulu. 13—14 Mei 2008
Sumardi, M. Hartono, dan K. Handayani. 2010. Pengaruh Pemberian Biakan Bacillus sp terhadap
Pertumbuhan Salmonella dan Escherichia coli pada Broiler. Prosiding Seminar Nasional
Sains dan Teknologi-III. Unila . Bandar Lampung. 18—19 Oktober 2010. ISBN 978-979-
8510-20-5
Yeo, J. and K.I. Kim. 1997. Effect of feedening diets containing an antibiotic, probiotic, or yucca
extract on growth and intestinal urease activity in broiler chick. Poultry Science 76:381—385
Evaluasi Nilai Kecernaan Secara In Vitro Ransum Ternak Sapi Bali yang
Disuplementasi dengan Probiotik Bioplus
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan probiotik bioplus
terhadap kecernaan ransum sapi Bali secara in vitro. Penelitian analisa kecernaan ransum dengan
menggunakan metode in vitro, analisa bahan kering dan bahan organik dilaksanakan di
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4
ulangan. Masing-masing perlakuan adalah A0 = Silase + hijauan + 3 kg konsentrat tanpa probiotik
(kontrol), A1 = Silase + hijauan + 3 kg konsentrat + bioplus 200 gram, A2 = Silase + hijauan + 3 kg
konsentrat + bioplus 250 gram, A3 = Silase + hijauan + 3 kg konsentrat + bioplus 300 gram.
Parameter yang diamati adalah Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK), Koefisien Cerna Bahan
Organik (KCBO) dan N-Amonia. Hasil penelitian memperlihatkan perlakuan dengan penambahan
probiotik bioplus tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap Koefisien Cerna Bahan Kering
(KCBK), Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO), dan N-Amonia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perlakuan level penambahan probitik A3(300 gram) memiliki nilai kecernaan bahan kering,
bahan organic dan NH3 lebih tiinggi dibandingkan perlakuan lain; KCBK 65,51 %, KCBO = 79,,96
% ; NH3 = 4,13 mM. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa penambahan bahwa pemberian
probiotik bioplus sampai 300 gram belum mampu meningkatkan kecernaan secara in vitro ransum
sapi bali, namun ada kecendrungan peningkatan KcBK, KcBO, dan N-NH3 di bandingkan dengan
kontrol.
35
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 1, 2015, pp. 35-46 Riswandi, dkk.
Sapi Bali memiliki kemampuan yang Hasil penelitian Hau et al. (2005) menyatakan
cukup baik dalam memanfaatkan pakan. Pada kecernaan bahan kering dan protein meningkat
kondisi pakan kurang tersedia masih mampu serta retensi nitrogen yang lebih tinggi dengan
bertahan hidup. Sebaliknya pada saat pakan penambahan probiotik. Saat ini telah
tersedia dalam jumlah yang cukup dengan berkembang probiotik yang berasal dari cairan
kualitas baik maka pertambahan bobot rumen (probiotik bioplus) yang dapat
hidupnya meningkat (compensatory growth). memberikan efek sinergistik terhadap
Oleh karena itu, untuk mempertahankan pencernaan serat pakan dalam rumen. Hal ini
kemampuan tingkat produktivitas Sapi Bali, didasarkan adanya bakteri selulolitik (pencerna
perlu perbaikan kualitas pakan yang tersedia serat) pada cairan rumen yaitu Butyrivibrio
terutama pada musim kemarau, pada kondisi fibrisolvens, Bacteroides succinogenes dan
ini hijauan yang banyak tersedia adalah Ruminococcus albus (Thalib, 2002) yang
rumput rawa salah satunya Rumput kumpai. berasal dari cairan rumen sapi, kerbau maupun
Luas rawa di Provinsi Sumatera Selatan sekitar domba.
613.795 Ha yang terdiri dari 455.949 Ha rawa Bioplus merupakan produk campuran
pasang surut dan 157.846 Ha rawa lebak mikroorganisme yang telah berbentuk serbuk
(Syafputri, 2014). kering dan teknologi produksinya
Salah satu Rumput rawa yang memiliki dikembangkan di Balitnak, Ciawi. Bioplus
kualitas yang cukup baik dan berpotensi merupakan kumpulan beragam mikroba rumen
sebagai hijauan pakan ternak adalah Rumput yang memberikan respon sinergistik bila
kumpai minyak (Hymenachine amplexxicaulis dicampurkan mikroba rumen dari ternak. Ella
(Rudge) Nees). Rumput kumpai minyak et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian
merupakan hijauan pakan yang memiliki nilai 250 g/ekor menghasilkan pertambahan bobot
biologis yang tinggi sebagai hijauan pakan badan 0,55 kg/ekor/hari. Probiotik bioplus
ternak karena memiliki nilai biologis yang juga dilaporkan dapat meningkatkan kecernaan
tinggi dengan kandungan protein kasar 11,49% bahan kering dari 65,04 menjadi 68,12%
di habitat aslinya (rawa) dan memiliki daya (Ngadiyono et al., 2001). Berdasarkan hasil
cerna lebih tinggi dari pada rumput Gajah penelitian diatas, maka perlu dilakukan
dengan protein kasar 9,11% (Susilawati, penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
2005). nilai kecernaan secara In Vitro ransum ternak
Beberapa jenis rumput rawa yang telah Sapi Bali yang disuplementasi dengan
terindenfikasi dan dilakukan pengolahan yakni probiotik bioplus
teknologi frementasi menggunakan probiotik
yang mempunyai kualitas terbaik adalah BAHAN DAN METODE
rumput kumpai tembaga (Muhakka et al., Waktu dan Tempat
2011) Pengaruh probiotik telah banyak Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
diketahui dari penelitian-penelitian Nutrisi dan Makanan Ternak Program Studi
sebelumnya baik terhadap bobot badan, Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
kecernaan maupun populasi mikroba rumen. Sriwijaya.
36
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 1, 2015, pp. 35-46 Riswandi, dkk.
37
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 1, 2015, pp. 35-46 Riswandi, dkk.
38
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 1, 2015, pp. 35-46 Riswandi, dkk.
39
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 1, 2015, pp. 35-46 Riswandi, dkk.
secara fermentatif menjadi senyawa lain yang Hal tersebut disebabkan suplemen probiotik
berbeda dengan nutrien asalnya (Sutardi, yang merupakan sumber mikroba khususnya
1980). Lactobacillus plantarum yang merupakan
bakteri selulolitik yang menghasilkan enzim
Tabel 7. Rataan Nilai Koefisien Cerna Bahan selulase, dapat mengakibatkan populasi dan
Kering aktifitas mikroba di rumen meningkat
Perlakuan Rataan KcBK (%) sehingga kecernaan pakan akan meningkat
R00 gram 62.80± 14.16 pula. Daya cerna berhubungan erat dengan
R1200 gram 63.58± 20.51 komposisi kimiawinya, terutama kandungan
R2 250 gram serat kasarnya (Tillman et al., 1998).
62.12± 12.91
R3300 gram 65.51± 10.12 Anggorodi (1994) menambahkan bahwa
semakin banyak serat kasar yang terdapat
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
dalam suatu bahan pakan, semakin tebal dan
bahwa pemberian probiotik bioplus pada
semakin tahan dinding sel dan akibatnya
masing-masing perlakuan memberikan
semakin rendah daya cerna bahan pakan
pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap
tersebut. Sebaliknya bahan pakan dengan serat
kecernaan bahan kering, artinya pemberian
kasar yang rendah pada umumnya akan lebih
probiotik bioplus pada pakan ransum terhadap
mudah dicerna, karena dinding sel dari bahan
kecernaan bahan kering adalah sama, sehingga
tersebut tipis sehingga mudah ditembus oleh
menyebabkan tidak adanya perbedaan disetiap
getah pencernaan.
perlakuan. Nilai kecernaan bahan kering pada
Pemberian pakan dengan probiotik
penelitian ini lebih rendah dibanding kan
menyebabkan kandungan mikroba dalam
dengan nilai kecernaan bahan organik. Hal ini
probiotik dapat merombak ikatan lignin dan
dikarenakan pada bahan organik tidak
serat kasar (selulosa dan hemiselulosa)
mengandung abu, sedangkan pada bahan
didalamrumen. Lignin itu sendiri dapat
kering masih terdapat kandungan abu (Fathul
mengurangi kecernaan melalui pembentukan
et al., 2010).
ikatan hidrogen dengan selulosa dan
Kecernaan bahan kering yang paling
hemiselulosa yang membatasi aktivitas enzim
tinggi terdapat pada perlakuan R3 (300 gram)
selulase untuk mencerna serat kasar (Arora,
65,51%, dibandingkan dengan kontrol R0 (0
1989).
gram) 62,80%, dapat dilihat bahwa perlakuan
Menurut Mackie et al., (2002) adanya
R3(300 gram) mempunyai nilai kecernaan
aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan
bahan kering yang lebih tinggi dibandingkan
sangat mempengaruhi kecernaan. Menurut
perlakuan lain (Tabel. 7). Hal ini diduga
pendapat Soeharsono (1997) bahwa umumnya
karena peningkatan pemberian probiotik
pencerna serat kasar merupakan
memberikan efek yang baik pada pakan
mikroorganisme yang paling banyak
ransum, sehingga pada perlakuan R3 (300
digunakan sebagai probiotik, karena masalah
gram) memberikan kecernaan bahan kering
utama pakan ruminansia adalah serat kasar,
lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
sehingga dengan penambahan tingkat
40
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 1, 2015, pp. 35-46 Riswandi, dkk.
probiotik dalam jumlah tertentu mampu untuk bahan kering. Menurut Fathul et al., (2010)
meningkatkan nilai fraksi yang mudah larut nilai kecernaan bahan organik lebih tinggi
dan fraksi yang potensial terdegradasi. dibanding dengan nilai kecernaan bahan
Apriyadi (1999) menyatakan bahwa tinggi kering, hal ini disebabkan karena pada bahan
rendahnya kecernaan nutrien pada ternak kering masih terdapat kandungan abu,
ruminansia tidak bergantung pada kualitas sedangkan pada bahan organik tidak
protein pakan melainkan pada kandungan serat mengandung abu, sehingga bahan tanpa
kasar dan aktifitas mikroorganisme rumen kandungan abu relatif lebih mudah dicerna.
terutama bakteri selulolitik. Kandungan abu memperlambat atau
menghambat tercernanya bahan kering
Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) ransum. Peningkatan kecernaan bahan organik
Kecernaan bahan organik erat kaitannya dikarenakan kecernaan bahan kering juga
dengan kecernaan bahan kering, karena meningkat. Adanya peningkatan kandungan
sebagian bahan kering adalah bahan organik protein kasar akan menyebabkan
yang terdiri atas protein kasar, lemak kasar, meningkatnya aktivitas mikrobia rumen,
serat kasar dan BETN. Kecernaan bahan digesti terhadap bahan organik. Hal ini sesuai
organik menunjukkan jumlah nutrien seperti dengan pernyataan Tillman et. al. (1998)
lemak, karbohidrat dan protein yang dapat bahwa kecernaan bahan organik
dicerna oleh ternak (Elita, 2006). mencerminkan banyaknya zat yang tercerna
Hasil rata-rata perhitungan pengukuran terutama senyawa nitrogen, karbohidrat, lemak
kecernaan bahan organik, selama penelitian dan vitamin.
dari masing-masing perlakuan dapat dilihat Mc Donald et al. (1995) menyatakan
pada Tabel 8. bahwa kecernaan pakan dipengaruhi oleh
komposisi kimia pakan, dan fraksi pakan
Tabel 8. Rataan Nilai Koefisien Cerna Bahan berserat berpengaruh besar pada kecernaan.
Organik
Dalam bahan pakan ternak rumput lapangan,
Perlakuan Rataan KcBO (%) rumput kumpai fermentasi, maupun konsentrat
R0 0 gram 73.14± 13.80 tersusun dari fraksi bahan kering dan bahan
R1200 gram 77.10± 21.58 organik, bahan organik tersusun atas nutrien
R2 250 gram 76.59± 11.35 utama yang sangat diperlukan oleh ternak
R3300 gram 79.96± 8.23 dalam proses metabolisme untuk pertumbuhan
dan perkembangannya. Karena meningkatnya
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam kecernaan bagian bahan organik yang ada di
menunjukkan bahwa pemberian probiotik dalamnya yaitu protein dan karbohidrat, maka
bioplus pada masing-masing perlakuan, secara otomatis bahan organik juga meningkat.
memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) Berdasarkan tabel 8 terdapat
terhadap kecernaan bahan organik. Hasil peningkatan nilai kecernaan pada perlakuan R3
tersebut menunjukkan bahwa kecernaan bahan (300 gram) dari masing-masing perlakuan.
organik lebih tinggi dibandingkan dengan Peningkatan kecernaan pada perlakuan R3 (300
41
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 1, 2015, pp. 35-46 Riswandi, dkk.
42
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 1, 2015, pp. 35-46 Riswandi, dkk.
pemberian probiotik bioplus dalam ransum fermentasi protein pakan di dalam rumen oleh
telah terdegradasi ke dalam rumen sehingga mikroba rumen, dimana semakin tinggi
menyebabkan nilai kandungan NH3 konsentrasi NH3 semakin tinggi protein pakan
meningkat. Selain itu tingginya aktifitas mengalami fermentasi di dalam rumen.
mikroorganisme sebagai akibat pemberian Konsentrasi amonia dalam rumen ikut
probiotik bioplus merupakan salah satu faktor menentukan efisiensi sintesa protein mikroba
meningkatnya nilai konsentrasi N- NH3 karena yang akhirnya mempengaruhi hasil fermentasi
kandungan ini digunakan oleh mikroorganisme bahan organik pakan berupa asam lemak
di dalam rumen sebagai sintesis tubuhnya. mudah terbang (VFA) yang merupakan
Amonia (NH3) merupakan produk utama sumber energy utama bagi ternak (Haryanto,
hasil fermentasi protein pakan di dalam rumen 2004).
oleh mikroba rumen, dimana semakin tinggi Tinginya kandungan amonia
konsentrasi NH3 semakin tinggi protein pakan menyebabkan tingginya populasi mikroba
mengalami fermentasi di dalam rumen. Produk untuk melakukan fermentasi protein di dalam
NH3, ini di dalam rumen akan dimanfaatkan rumen. NH3 merupakan salah satu produksi
oleh mikroba rumen untuk sintesis tubuhnya. protein di dalam rumen yang digunakan
Tingginya nilai konsentrasi NH3 sesuai dengan sebagai sumber nitrogen utama untuk
data nilai kecernaan seperti yang diuraikan perkembang biakan mikroba/bakteri rumen.
sebelumnya, dimana semakin tinggi jumlah Hal ini dapat dimengerti karena probiotik
penambahan probiotik semakin tinggi pula dapat meningkatkan populasi dan aktifitas
kecernaan in vitro. Setiap proses fermentasi mikroba khususnya bakteri proteolysis di
asam amino dalam rumen akan selalu rumen sehingga perombakan protein pakan
terbentuk amonia. Amonia tersebut merupakan semakin meningkat akibatnya produk NH3 dari
sumber nitrogen yang utama dan sangat hasil degradasi protein semakin meningkat.
penting untuk sintesis protein mikroorganisme Kandungan nitrogen dapat tergambar dari
rumen. Konsentrasi amonia di dalam rumen kandungan protein yang meningkat.
merupakan keseimbangan antara jumlah yang Peningkatan protein terjadi apabila
diproduksi dengan yang digunakan oleh peningkatan konsentrasi NH3 cairan rumen
mikroorganisme dan yang diserap oleh rumen. terjadi dan tingkat kandungan protein kasar
Menurut Prihandono (2001) menyatakan diatas 13 %. Peningkatan kandungan protein
bahwa konsentrasi amonia mencerminkan kasar dapat dilakukan dengan cara penurunan
jumlah protein ransum yang banyak di dalam kandungan serat kasar. Hal ini sesuai dengan
rumen dan nilainya sangat dipengaruhi oleh Pernyataan Nolan (2003) yang menyatakan
kemampuan mikroba rumen dalam amonia merupakan sumber nitrogen utama
mendegradasi protein ransum. yang sangat penting untuk sintesa protein
Menurut Sutardi (2003) konsentrasi N- mikroorganisme rumen, oleh karena itu dapat
NH3 optimal untuk kebutuhan mikroba dilaporkan hasil dari penelitian menunjukan
berkisar antara 4.08 – 8.09 mM. Amonia bahwa pemberian probiotik bioplus mampu
(NH3) merupakan produk utama hasil meningkatkan konsentrasi NH3 di dalam
43
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 1, 2015, pp. 35-46 Riswandi, dkk.
rumen untuk memenuhi kebutuhan NH3 untuk Ella, A.A., Nurhayati, & D. Passambe. 2004.
sintesis protein mikroba. Respon Pemberian Bioplus serat jerami
fermentasi terhadap pertumbuhan
KESIMPULAN ternak sapi Bali bakalan pada
Berdasarkan hasil penelitian, dapat pengembangan sistem integrasi padi-
ternak (SIPT). Sistem Integrasi
disimpulkan bahwa pemberian probiotik
Tanaman-Ternak. Prosiding Seminar
bioplus sampai 300 gram belum mampu
Nasional. Pusat Penelitian dan
meningkatkan kecernaan secara in vitro
Pengembangan Peternakan
ransum sapi bali, namun ada kecendrungan bekerjasama dengan Balai Pengkajian
peningkatan KcBK, KcBO, dan N-NH3 di Teknologi Pertanian Propinsi Bali dan
bandingkan dengan kontrol. Crop-Animal System Reserach
Network (CASREN)
DAFTAR PUSTAKA Elita, A.S. 2006. Studi Perbandingan
Agus, A.R., Utomo, & Ismaya. 1999. Penampilan Umum dan Kecernaan
Penggunaan Probiotik Untuk Pakan pada Kambing dan Domba
Meningkatkan Nilai Nutrien Jerami Padi Lokal. (Tidak Dipublikasi). Fakultas
dan Efeknya Terhadap Kinerja Produksi Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Sapi Peranakan Ongole (PO). Laporan Bogor.
Hasil Penelitian. Lembga Penelitian Fathul, F., & S. Wajizah. 2010. Penambahan
UGM Bekerjasama dengan IP2TP. mikromineral Mn dan Cu dalam
Badan Penelitian Dan Pengebangan ransum terhadap aktivitas
Pertanian. biofermentasi rumen domba secara in
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Pakan Ternak vitro. JITV. 15(1): 9-15.
Umum. Jakarta: Penerbit PT Gamedia Harjanto, K. 2005. Pengaruh Penambanhan
Pustaka Utama. Probiotik Bio H+ Terhadap Kecernaan
Apriyadi, L. 1999. Pengaruh Penambahan Bahan Kering dan Bahan Organik
Probiotik Bioplus Serat (BS) pada Ransum Sapi PFH Jantan. (tidak
Konsumsi dan Kecernaan Pakan Rumput dipublikasi). Fakultas Pertanian UNS.
Gajah (Pennisetum purpureum) yang Surakarta
Diberikan pada Domba Ekor Tipis Haryanto, B. Supriyati, & S.N. Jarmani.
(DET). (tidak dipublikasi). Fakultas 2004. Pemanfaatan probiotik dalam
Pertanian, Jurusan Peternakan. bioproses untuk meningkatkan nilai
Universitas Djuanda. Bogor nutrisi jerami padi untuk pakan domba.
Arora, S.P. 1989 . Pencernaan Mikroba Pada : Pros.Seminar Nasional Teknologi
Ruminansia Srigondo, B (ed). Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5
Yogyakarta: Gajah Mada University Agustus 2004. Puslitbang Peternakan,
Press. Bogor. hlm. 298-304.
Blakely J. & D.H. Bade. 1992. Ilmu Hau, D.K.M., Nenobais, J. Nulik, & N.G.F
Peternakan. Edisi ke-empat. Katipana. 2005. Pengaruh probiotik
Yogyakarta: Gadjah Mada University terhadap kemampuan cerna mikroba
Press rumen sapi Bali. Seminar Nasional
44
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 1, 2015, pp. 35-46 Riswandi, dkk.
45
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 1, 2015, pp. 35-46 Riswandi, dkk.
46
Jurnal Peternakan Vol 13 No 2 September 2016 (41 - 47) ISSN 1829 – 8729
ABSTRACT
Stem and stump of bananas have potential to be used as an alternative for ruminant feed. However, one of the problem is
its rapidly decomposing which affect high of water content. The alternative way to solve this matter by using silage. The aim
of this study was to determine the nutritional quality of banana waste silage (stems and stump) with the addition of molasses
with different levels. The experimental design was a Completely Randomized Design in factorial 3 × 3 with two replications.
The first factor (A) was the composition of the substrate, A1: stump 100% + stem 0%, A2: stump 50% + stem 50%, and A3:
stump 0% + stem 100%, while the second factor (B) was the levels of molasses (0; 2.5; and 5%). The parameters measured
were dry matter, crude protein, crude fiber, extract ether, ash and BETN. The results showed that the composition of the
substrate has significant effect (P<0.05) increased content of dry matter, crude protein, crude fiber, BETN, but did not
significant (P>0.05) on extract ether and ash content. There was an interaction (P<0.05) between the substrate composition
and the addition of molasses on the content of the ash. The best composition for increasing the nutrient content was stump
100% + stemps 0%. It is conclude that the compostion of stump and stemps may affect the nutrient quality of silage.
PENDAHULUAN
Menurut Direktorat Pengembangan
Potensi Daerah (DPPD, 2012) data produksi
Pakan berfungsi untuk memenuhi
pisang di Provinsi Riau tahun 2011 adalah
kebutuhan ternak baik untuk hidup pokok,
26.497 ton/tahun, maka diasumsikan
pertumbuhan, produksi dan reproduksi.
jumlah limbah batang dan bonggol pisang
Tiga faktor penting dalam penyediaan
mencapai 2.649.700 ton/tahun. Berdasarkan
hijauan bagi ternak ruminansia adalah
hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi
kesediaan pakan, kandungan gizi serta
dan Kimia Fakultas Pertanian dan
kesinambungan sepanjang tahun.
Peternakan UIN Suska Riau tahun 2015
Ketersediaan hijauan umumnya
kandungan gizi batang pisang adalah bahan
berfluktuasi mengikuti pola musim, pada
kering 8,00%; abu 19,50%, protein kasar
musim penghujan hijauan melimpah
1,01%; serat kasar 19,50%; lemak kasar
sebaliknya terbatas pada musim kemarau
0,75%; BETN 59,24%, serta kandungan gizi
(Lado, 2007).
bonggol pisang adalah bahan kering
Silase merupakan pengawetan hijauan 17,46%; abu 16,00%; protein kasar 0,96%;
secara basah, bertujuan untuk mempertahan serat kasar 14,50%; lemak kasar 0,75% dan
kan kualitas hijauan serta mengatasi BETN 67,79%.
kekurangan pakan di musim kemarau.
Hernaman dkk. (2005) menyatakan
Limbah pertanian dan perkebunan dapat
molases dapat digunakan sebagai bahan
dimanfaatkan dalam pembuatan silase salah
pengawet dalam pembuatan silase. Molases
satunya adalah limbah pisang. Wina (2001)
adalah cairan kental dari limbah pemurnian
menyatakan total produksi batang pisang
gula dan merupakan sisa nira yang telah
dalam berat segar mencapai 100 kali lipat
mengalami proses kristalisasi, mengandung
dari produksi buah pisangnya dan total
50-60% gula, sejumlah asam amino dan
produksi daun pisang dapat mencapai
mineral (Mubyarto & Daryanti, 1991).
30 kali lipat dari produksi buah pisang.
Mochtar dan Tedjowahjono (1985)
41
SUTOWO, dkk Jurnal Peternakan
Tabel 1. Kandungan bahan kering silase batang dan bonggol pisang (%)
Penambahan Molases (B)
Komposisi Substrat (A) Rataan
B1(0%) B2(2,5%) B3(5%)
A1 (Bo 100% + Ba 0%) 3,66±0,48 2,33±0,00 4,17±2,60 3,39a
A2 (Bo 50% + Ba 50%) 8,49±3,55 4,82±0,73 4,99±1,90 6,10c
A3 (Bo 0% + Ba 100%) 4,76±1,17 3,99±1,41 7,00±2,59 5,25b
Rataan 4,29 2,92 4,37
Ket : Ba = Batang, Bo = Bonggol, M = Molases,
Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
42
Vol 13 No 2 KUALITAS NUTRISI SILASE
memproduksi asam laktat dalam proses semakin tinggi air yang dihasilkan maka
ensilase. Selama proses fermentasi akan penurunan BK semakin tinggi.
terjadi perombakan bahan kimia yang
Penambahan molases tidak
menghasilkan gas-gas yang menghilang
mempengaruhi (P>0,05) kandungan BK
dan pemecahan zat-zat makanan yang
silase batang dan bonggol pisang. Hal ini
terlarut dan mudah dicerna. Sesuai
diduga penambahan molases sampai 5%
pendapat Fardiaz (1989) mikroorganisme
menyebabkan energi berupa karbohidrat
menggunakan karbohidrat sebagai energi
yang diperoleh BAL dari molases masih
setelah dipecah menjadi glukosa
relatif sama dalam mengubah kandungan
selanjutnya dihasilkan energi, air dan
BK silase batang dan bonggol pisang.
karbondioksida.
Kandungan BK silase batang dan bonggol
Perlakuan A3 (0% Ba + 100% Bo) pisang pada penelitian ini berkisar
mengalami penurunan kandungan BK 2,33-8,49%, nilai ini lebih rendah dari
dibandingkan perlakuan A2 (50% Ba + silase batang pisang dengan penambahan
50% Bo) hal ini diduga bonggol pisang beberapa akselerator seperti dedak padi
memiliki kadar air yang tinggi sekitar dan tepung gaplek dimana BK silase yang
70%-80%, pada saat fase anaerob didapat adalah 22,80% (Santi et al., 2011).
berlangsung bonggol pisang akan
mengeluarkan air, panas dan CO2, yang Kandungan Protein Kasar Silase Batang
menurunkan kadar BK. Sesuai pendapat dan Bonggol Pisang
Surono et al. (2006) peningkatan Kandungan protein kasar (PK) silase
kandungan air pada saat ensilase batang dan bonggol pisang dilihat pada
menyebabkan penurunan kandungan BK Tabel 2.
sehingga meningkatkan kehilangan BK,
Tabel 2. Kandungan protein kasar silase batang dan bonggol pisang (%)
Penambahan Molases % (B)
Komposisi Substrat (A) Rataan
B1(0%) B2(2,5%) B3(5% )
A1 (Bo 100% + Ba 0%) 4,91±0,37 4,81±0,68 5,16±0,44 4,96b
A2 (Bo 50% + Ba 50%) 4,03±0,03 3,77±0,35 4,25±0,06 4,00a
A3 (Bo 0% + Ba 100%) 7,67±0,32 6,53±0,57 7,05±0,57 7,08c
Rataan 5,53 5,03 5,48
Ket : Ba = Batang, Bo = bonggol, M = Molases,
Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)
43
SUTOWO, dkk Jurnal Peternakan
Tabel 3. Kandungan serat kasar silase batang dan bonggol pisang (%)
Penambahan Molases (B)
Komposisi Substrat (A) Rataan
B1(0%) B2(2,5 %) B3(5%)
A1 (Bo 100% + Ba 0%) 16,50±2,12 16,50±2,12 17,50±2,12 16,83a
A2 (Bo 50% + Ba 50%) 26,24±0,70 25,37±0,52 25,38±0,52 25,66b
A3 (Bo 0% + Ba 100%) 29,50±0,71 28,00±1,41 25,50±2,12 27,67c
Rataan 24,08 23,29 22,79
Ket : Ba = Batang, Bo = bonggol, M = Molases
Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)
44
Vol 13 No 2 KUALITAS NUTRISI SILASE
Tabel 4. Kandungan lemak kasar silase batang dan bonggol pisang (%)
Penambahan Molases (B)
Komposisi Bahan (A) Rataan
B1(0%) B2(2,5%) B3(5%)
A1 (Bo 100% + Ba 0%) 0,75±0,35 0,74±0,35 0,74±0,34 0,74
A2 (Bo 50% + Ba 50%) 0,50±0,00 0,50±0,00 0,50±0,00 0,50
A3 (Bo 0% + Ba 100%) 0,50±0,00 0,50±0,00 0,75±0,35 0,58
Rataan 0,83 0,58 0,66
Keterangan : Ba = Batang, Bo = bonggol, M = Molases
Hasil analisis ragam menunjukkan batang dan bonggol pisang segar yaitu
komposisi substrat dan penambahan kandungan LK batang dan bonggol
molases yang berbeda tidak berpengaruh perlakuan A1 dan A3 sebelum proses
(P>0,05) terhadap kandungan LK silase silase adalah 0,75% dan kandungan
batang dan bonggol pisang, tidak ada batang dan batang dan bonggol setelah
interaksi (P>0,05) antara komposisi silase berkisar 0,50–0,74%. Apabila
substrat dan penambahan molases kandungan LK setelah fermentasi tidak
terhadap kandungan LK silase batang dan berbeda dengan kandungan lemak kasar
bonggol pisang. sebelum fermentasi, artinya proses silase
yang terjadi dapat mempertahankan
Tidak terjadinya perubahan kandungan
kandungan lemak kasar batang dan
LK pada silase batang dan bonggol pisang
pisang dari proses perusakan zat
diduga selama proses ensilase tidak
makanan, khususnya lemak kasar
banyak terjadi pemecahan lemak menjadi
(Dhalika et al., (2011). Tidak terjadinya
asam lemak. Pada proses silase bakteri
perubahan kandungan LK pada silase
yang berkembang adalah BAL yang
diduga dipengaruhi BAL yang tidak
menghasilkan asam laktat dan bukan
terlalu banyak membutuhkan lemak
menghasilkan enzim lipase. Chen dan
untuk pertumbuhan dan perkembangan-
Weinberg (2008) menyatakan fermentasi
nya sehingga tercermin pada kandungan
silase yang baik didominasi oleh BAL dan
LK yang relatif sama pada semua
menghasilkan konsentrasi asam organik
perlakuan.
yang didominasi oleh asam laktat.
Kandungan LK silase batang dan Kandungan Abu Silase Batang dan
bonggol pisang dalam penelitian ini Bonggol Pisang
hampir sama dengan kandungan LK
Kandungan abu silase batang dan bonggol
pisang dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan abu silase batang dan bonggol pisang (%)
Penambahan Molases (B)
Komposisi substrat (A) Rataan
B1(0%) B2(2,5%) B3(5% )
A1 (Bo 100% + Ba 0%) 11,82 cA ±0,73 11,67 bA ±1,41 11,34 aA ±0,94 11,61
A2 (Bo 50% + Ba 50%) 13,98 aB ±0,44 14,46 bB ±0,30 14,64 bB ±0,44 14,36
A3 (Bo 0% + Ba 100%) 18,27 aC ±0,47 18,94 cC ±0,00 16,34 bC ±0,47 17,85
Rataan 14,69 15,02 14,10
Ket : Ba = Batang, Bo = Bonggol, M = Molases
Superskrip berbeda pada baris (huruf kecil) dan kolom (huruf besar) yang sama menunjukkan
pengaruh berbeda nyata (P<0,05)
45
SUTOWO, dkk Jurnal Peternakan
46
Vol 13 No 2 KUALITAS NUTRISI SILASE
Dhalika, T. Mansyur, dan A. R, Tarmidi. 2011. Surono, M. Soejono. dan S.P.S. Budhi. 2006.
Nilai Nutrisi Batang Pisang dari Produk Kehilangan Bahan Kering dan Bahan
Bioproses (Ensilage) sebagai Ransum Organik Silase rumput Gajah Pada Umur
Lengkap. Jurnal Ilmu Ternak.11(1):17-23. Potong dan Level Aditif yang Berbeda.
Jurnal Tropical Animal Husbandry. 31(1): 62-
Direktorat Pengembangan Potensi Daerah 67.
(DPPD). 2012. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Pisang. Tilman,A, D. Hartadi, H. R. dan
Direktorat Pengembangan Potensi Daerah Reksohardiprodjo. 1990. Komposisi Pakan
Nasional. Untuk Indonesia. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan Edisi 1.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wina, E. 2001. Tanaman Pisang sebagai
Makanan Ternak Ruminansia. Jurnal
Hernaman, I. Hidayat, R. dan Mansyur. 2005. Wartazoa.11(1):20-27.
Pengaruh Penggunaan Molases dalam
Pembuatan Silase Campuran Ampas Tahu
dan Pucuk Tebu Kering terhadap Nilai pH
dan Zat-Zat Makanannya. Jurnal Ilmu
Ternak. 5(2):94-99.
47