Anda di halaman 1dari 11

Membuat Bioetanol dari Tetes

Posted on December 15, 2008 | 118 Comments

Cara paling mudah membuat bioetanol adalah dengan bahan yang banyak
mengandung gula, contohnya adalah tetes tebu atau molases. Tetes tebu merupakan
produk samping dari pabrik tebu yang memiliki kadar gula sangat tinggi (>50%). Pembuatan
bioetanol dari tetes tebu hanya melewati dua tahap utama saja.

Gambar 1. Tahapah utama pembuatan bioetanol dari tetes tebu

Bahan-bahan

Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol dari tetes/molasses antara lain
adalah:
1. tetes tebu/molasses (kadar gula 50%)
2. urea
3. NPK
4. Fermipan (ragi roti)
5. Air

Langkah-langkah pembuatan bioetanol

1. Pengenceran Tetes Tebu

Kadar gula dalam tetes tebu terlalu tinggi untuk proses fermentasi, oleh karena itu perlu
diencerkan terlebih dahulu. Kadar gula yang diinginkan kurang lebih adalah 14 %. Misal:
larutkan 28 kg (atau 22.5 liter) molasses dengan 72 liter air. Aduk hingga tercampur merata.
Volume airnya kurang lebih 94.5 L. Masukkan ke dalam fermentor.
Catatan: jika kandungan gula dalam tetes kurang dari 50%, penambahan air harus disesuaikan
dengan kadar gula awalnya. Yang penting adalah kadar gula akhirnya kurang lebih 14%.

2. Penambahan Urea dan NPK

Urea dan NPK berfungsi sebagai nutrisi ragi. Kebutuhan hara tersebut adalah sebagai berikut:
a. Urea sebanyak 0.5% dari kadar gula dalam larutan fermentasi.
b. NPK sebanyak 0.1% dari kadar gula dalam larutan fermentasi.
Untuk contoh di atas, kebutuhan urea adalah sebanyak 70 gr dan NPK sebanyak 14 gr. Gerus
urea dan NPK ini sampai halus, kemudian ditambahkan ke dalam larutan molasses dan
diaduk.

3. Penambahan Ragi

Bahan aktif ragi roti adalah khamir Saccharomyces cereviseae yang dapat memfermentasi
gula menjadi etanol. Ragi roti mudah dibeli di toko-toko bahan-bahan kue atau di
supermarket. Sebaiknya tidak menggunakan ragi tape, karena ragi tape terdiri dari beberapa
mikroba. Kebutuhan ragi roti adalah sebanyak 0.2% dari kadar gula dalam larutan molasses.
Untuk contoh di atas kebutuhan raginya adalah sebanyak 28 gr.
Ragi roti diberi air hangat-hangat kuku secukupnya. Kemudian diaduk-aduk perlahan hingga
tempak sedikit berbusa. Setelah itu baru dimasukkan ke dalam fermentor. Fermentor ditutup
rapat.

4. Fermentasi

Proses fermentasi akan berjalan beberapa jam setelah semua bahan dimasukkan ke dalam
fermentor. Kalau anda menggunakan fermentor yang tembus padang (dari kaca misalnya),
maka akan tampak gelembung-gelembung udara kecil-kecil dari dalam fermentor.
Gelembung-gelembung udara ini adalah gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi.
Kadang-kadang terdengar suara gemuruh selama proses fermentasi ini. Selama proses
fermentasi ini usahakan agar suhu tidak melebihi 36oC dan pH nya dipertahankan 4.5 5.
Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Salah satu
tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembung-gelembung
udara. Kadar etanol di dalam cairan fermentasi kurang lebih 7% 10 %.

5. Distilasi dan Dehidrasi

Setelah proses fermentasi selesai, masukkan cairan fermentasi ke dalam evaporator atau
boiler. Panaskan evaporator dan suhunya dipertahankan antara 79 81oC. Pada suhu ini
etanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol
akan keluar dari pipa pengeluaran distilator. Distilasi pertama, biasanya kadar etanol masih di
bawah 95%. Apabila kadar etanol masih di bawah 95%, distilasi perlu diulangi lagi (reflux)
hingga kadar etanolnya 95%.
Apabila kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Untuk
menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis. Tambahkan kapur tohor
pada etanol. Biarkan semalam. Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya kurang lebih
99.5%.

Bioetanol dari Gula Pasir

Jika anda kesulitasn mendapatkan tetes/molasses, bioetanol dapat juga dibuat dengan
menggunakan gula pasir. Prosedur umumnya sama seperti yang sudah dijelaskan di atas,
hanya mengganti tetes dengan gula pasir. Yang perlu diperhatikan adalah kadar gulanya
kurang lebih 14%. Jadi untuk setiap 1 kg gula pasir dapat ditambahkan kurang lebih 7.1 liter
air.

Pencampuran Bioetanol dengan Bensin


Bioetanol yang bisa digunakan sebagai bahan bakar adalah bioetanol dengan kadar air 99.5%.
Bioetanol ini bisa dicampurkan dengan bensin dengan perbandingan bietanol : bensin sebesar
1 : 9 atau 2 : 8.

Membuat etanol melalui fermentasi

Metode ini hanya berlaku bagi etanol. Alkohol selain etanol tidak bisa dibuat dengan cara ini.

Proses

Bahan baku untuk proses ini sangat bervariasi, tapi biasanya adalah beberapa bentuk material
tanaman yang mengandung pati (starch) seperti jagung, gandum, beras atau kentang.

Pati (Starch) merupakan sebuah karbohidrat kompleks, dan karbohidrat yang lain juga bisa
digunakan misalnya, sukrosa (gula) biasanya digunakan untuk membuat etanol. Dalam
skala industri, sukrosa tidak mungkin bisa digunakan sebagai bahan baku. Penghalusan
glukosa memerlukan waktu yang lama jika hanya untuk digunakan dalam fermentasi. Meski
demikian tidak ada salahnya untuk menjadikan gula tebu asli sebagai bahan baku dalam
proses fermentasi.

Tahap pertama dalam proses fermentasi adalah penguraian karbohidrat kompleks menjadi
karbohidrat yang lebih sederhana.

Sebagai contoh, jika bahan baku yang digunakanan adalah pati dalam biji-bijian seperti
gandum atau beras, maka bahan baku ini dipanaskan dengan air panas untuk mengekstrak
pati dan selanjutnya dipanaskan dengan malat. Malat adalah beras berkecambah yang
mengandung enzim yang dapat menguraikan pati menjadi karbohidrat yang lebih sederhana,
yang disebut sebagai maltosa, C12H22O11.

Maltosa memiliki rumus molekul yang sama seperti sukrosa tetapi mengandung dua unit
glukosa yang saling mengikat, sedangkan sukrosa mengandung satu unit glukosa dan satu
unit fruktosa.

Ragi kemudian dimasukkan dan campuran dibiarkan hangat (sekitar 35C) selama
beberapa hari sampai fermentasi berlangsung sempurna. Udara tidak dibiarkan masuk
ke dalam campuran untuk mencegah terjadinya oksidasi etanol yang dihasilkan
menjadi asam etanoat (asam cuka).

Enzim-enzim dalam ragi pertama-tama mengubah karbohidrat seperti maltosa atau


sukrosa menjadi karbohidrat yang lebih sederhana seperti glukosa dan fruktosa,
keduanya C6H12O6, dan kemudian mengubah karbohidrat sederhana tersebut menjadi
etanol dan karbon dioksida.

Perubahan ini bisa ditunjukkan sebagai persamaan-persamaan reaksi kimia sederhana,


meski aspek biokimia dari reaksi-reaksi ini jauh lebih rumit.
Ragi dimatikan oleh etanol dengan konsentrasi berlebih sekiar 15%, dan ini membatasi
kemurnian etanol yang bisa dihasilkan. Etanol dipisahkan dari campuran dengan
metode distilasi fraksional untuk menghasilkan 96% etanol murni.

Secara teori, 4% air yang terakhir tersisa tidak bisa dihilangkan dengan metode
distilasi fraksional.

Perbandingan metode fermentasi dengan hidrasi langsung etena

Fermentasi Hidrasi etena

Jenis proses Proses berkelompok. Semua bahan Proses aliran kontinyu.


dimasukkan ke dalam sebuah wadah dan Aliran pereaksi dilewatkan
kemudian dibiarkan sampai fermentasi secara terus menerus diatas
selesai. Kumpulan bahan ini kemudian sebuah katalis. Cara ini
dikeluarkan dan sebuah reaksi baru lebih efisien.
dilangsungkan. Proses ini tidak efisien.

Laju reaksi Sangat lambat. Sangat cepat.

Kualitas Menghasilkan etanol yang sangat tidak Menghasilkan etanol yang


produk murni dan memerlukan pengolahan lebih jauh lebih murni.
lanjut

Kondisi- Menggunakan suhu dan tekanan udara yang Menggunakan suhu dan
kondisi reaksi sedang. tekanan tinggi, sehingga
memerlukan banyak input
energi.

Penggunaan Menggunakan bahan baku yang Menggunakan bahan baku


bahan baku terbaharukan dari material tanaman. terbatas dari minyak
mentah.

PENGERTIAN ETHANOL

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah
sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol
yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat
psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol
adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.

Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus
empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat
menjadi EtOH, dengan Et merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).
Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah
dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan juga telah diketahui sejak
dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari
produk sampingan pengilangan minyak bumi.[1]

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk
konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan,
dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok
umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan
sebagai bahan bakar.

GUDANG ETHANOL

JENIS_JENIS ETHANOL

1. Fuel Grade (jenis untuk bahan bakar)

Sebagai:

Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Bahan Dasar Campuran Thiner

Bahan Bakar dll


2. Food Grade (jenis untuk makanan)

Sebagai:

Essence

Bahan Obat

Bahan Cosmetics

Pelarut Parfum

Minuman

nPensaosan or Pencucian Tembakau

Analysis

Laboratorium

Klinik

Farmasi

Antiseptik

Disinfektan

dll

Bioetanol (BioAlcohol)
Bioetanol bahan bakar alternatif yang akan menguasai pasaran Bahan Bakar
Minyak nasional indonesia Bioethanol adalah bahan bakar minyak hasil
rekayasa biomassa atau tanaman melalui proses enzymatic dan fermentasi
dengan bahan baku dari tanaman tertentu seperti dari singkong, nira aren,
molase atau tetes tebu, kelapa sawit, sagu, rumput dan jerami.
Sejarah fermentasi adalah Lois Pasteur orang pertama yang menemukan dan
memperkenalkan metode fermentasi, dia membuka cakrawala baru dalam
memproduksi senyawa kimia dengan bantuan mikro organisme. Sehingga kita
tidak perlu lelah untuk melakukan sintetis senyawa kimia, biarkan saja
mikroorganisme yang bekerja untuk memproduksinya. Pada tahun 1815 Gay
Lussac memformulasikan konversi glukosa menjadi ethanol dan karbon
dioksida; formulanya adalah : C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Gasohol Bioethanol, disebut demikian karena ethanol diperoleh lewat proses


fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Umumnya ethanol
diproduksi dengan cara sintesa etilen. Selain bioethanol dikenal pula
gasohol, yang merupakan campuran bioethanol dengan premium.
Gasohol BE-10, misalnya, mengandung bioethanol 10 persen,
sisanya premium. Kualitas ethanol yang digunakan tergolong fuel
grade ethanol yang kadar ethanolnya 99 persen. Ethanol yang
mengandung 35 persen oksigen dapat meningkatkan efisiensi
pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Rendahnya
biaya produksi bioethanol karena sumber bahan bakunya merupakan limbah
pertanian yang tidak bernilai ekonomis dan berasal dari hasil pertanian
budidaya yang dapat diambil dengan mudah.

Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana dan murah.


Keuntungan lain dari bioethanol adalah nilai oktannya lebih tinggi
dari premium sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif,
seperti metil tertiary butyl ether dan tetra ethyl lead. Kedua aditif
tersebut telah dipilih menggantikan timbal pada bensin. "Bioethanol
dapat langsung dicampur dengan bensin pada berbagai komposisi sehingga
untuk meningkatkan efisiensi dan emisi gas buang yang lebih ramah
lingkungan. Ada solusi pengganti yang dari dulu hingga sekarang selalu
dikebiri dan diintimidasi oleh kartel-kartel minyak, yaitu teknologi Bioethanol
(BioAlkohol) dan BioDiesel yang mampu 100% menggantikan fungsi bensin
dan solar. Ramah lingkungan, biodegradable, dan terbaharui.
Fungsi Bioethanol
Kegunaan bioethanol secara teknis sebagai bahan bakar minyak
alternative yang secara umum telah banyak digunakan dan
dikonsumsi oleh pabrik makanan, minuman, kosmetik, cat dan
lain sebagainya. Bioethanol bersifat multi-guna karena dicampur
dengan bensin pada komposisi berapapun memberikan dampak
yang positif. Pencampuran bioethanol absolut sebanyak 10 % dengan bensin
(90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol singkatan dari gasoline (bensin)
plus alkohol (bioethanol). Ethanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117,
sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara proporsional memiliki
ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioethanol dikenal sebagai
octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara- negara
maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl
Tertiary Buthyl Ether (MTBE).
Ketersediaan Bioethanol dapat diolah dari berbagai jenis tanaman berpati
(ubikayu, jagung, sorgum biji, sagu), tanaman bergula (tebu, sorgum manis,
bit) serta serat (jerami, tahi gergaji, ampas tebu). Seluruh jenis bahan baku
ini, pada kondisi harga minyak mentah saat ini biaya produksinya kompetitif
terhadap bensin. Untuk tanaman berpati dan bergula, dengan produktifitas
rata-rata bioethanol 5.000 liter/ha per- tahun, konsumsi seluruh bensin
sebesar 16 juta kilo per-tahun (tahun 2005) dapat diproduksi dengan
budidaya bahan baku seluas 3,2 juta hektar saja (1,7% dari luas daratan
Indonesia). Jika dalam waktu dekat ini, bahan baku serat selulosa (jerami dan
sejenisnya) dapat bersaing dengan pati-patian dan gula, jumlah lahan yang
digunakan menjadi lebih sedikit.
Daya saing terhadap bensin biaya produksi bioethanol terkait dengan bahan
bakar yang digunakan dalam proses produksinya. Biaya produksi bioethanol
di Brazil termurah karena listrik dan steam yang digunakan dalam proses
dapat dipenuhi melalui pembakaran ampas tebu, sehingga biaya produksinya
cuma separuh harga bensin. Sedangkan di AS, karena menggunakan gas alam
sebagai bahan bakar proses, mengalami penigkatan biaya produksi karena gas
alam juga ikut naik bersama kenaikan harga minyak. Sebagai gambaran, per-
30 Agustus 2005, ketika harga minyak mentah US$69,81/barel, harga bensin
Rp 6.500,-/liter dan bioethanol Rp 5.600,-/liter (asumsi 1US$1 = Rp10.000).

Pelarangan MTBE merupakan topik hangat dalam pembahasan Energy Bill di


Kongres dan Senat negara-negara bagian di AS. Pencampuran sampai dengan
24 % masih dapat menggunakan mobil bensin konvensional. Di atas itu,
diperlukan mobil khusus yang telah banyak diproduksi di AS maupun Brazil.
Yang populer dan diminati saat ini adalah Flexible- Fuel Vehicle (FFV). Ini
sejenis "mobil cerdas" karena dilengkapi dengan sensor dan panel otomatisasi
yang dapat mengatur mesin untuk menggunakan campuran bensin-
bioethanol pada komposisi berapapun.Ethanol teknis (95 % ethanol, 5 % air)
juga digunakan pada mobil khusus alkohol di Brazil, meskipun akhir-akhir ini
kalah pamor dengan mobil FFV.

Kompetisi bahan baku atau peningkatan kesejahteraan petani ? Tanpa


dibarengi dengan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan, industri bioethanol
akan berkompetisi secara langsung dengan pengguna tebu/molases, ubikayu,
jagung dan bahan baku lainnya. Pada kondisi kritis ini, industri bioethanol
lebih sensitif terhadap peningkatan harga dibandingkan dengan industri
pangan, karena biaya produksi 1 liter bioethanol hampir sama dengan harga 1
kg produk industri pangan. Padahal 1 liter ethanol memerlukan 2 kg bahan
baku setara 2 kg produk industri pangan. Jadi, industri bioethanol pasti akan
kalah bersaing dan mencari bahan baku alternatif yang lebih murah. Dengan
kata lain, karena kebutuhan bahan baku yang besar, industri bioethanol
sesungguhnya dapat berperan sebagai penyangga harga komoditas pertanian.
Petani tidak perlu cemas harga jatuh, sementara ketahanan pangan menjadi
meningkat karena produksi yang berlimpah.

Industri bioethanol mungkin dapat dianalogikan dengan ikan sapu-sapu di


kolam. Dengan gerak lamban, dia membalikkan badan menyorongkan
mulutnya menampung sisa-sisa makanan ikan lain, tetapi ketika tidak tersisa
makanan di permukaan air, lumut yang melekat di dinding kolampun
dimakan. Kebutuhan Investasi versus Penghematan Devisa tidak ada batasan
yang tegas, berapa skala komersial minimal pabrik bioethanol. Dari 83 buah
pabrik bioethanol di AS, skalanya berkisar dari 2,5 kl /hari sampai dengan
1.000 kL/hari, meskipun pada umumnya di atas 100 kL/hari. Secara hitungan
kasar, setiap kelipatan 10 kali kapasitasnya, biaya investasinya menurun
separuhnya. Biaya investasi kilang bioethanol kapasitas 100 kL/hari berkisar
antara Rp 2-3 milyar per-kiloliternya. Dengan harga ethanol yang dihitung
sama dengan bensin saja, pembangunan 1 pabrik ukuran ini akan menghemat
devisa untuk impor bensin sebesar 33.000 kL/tahun x Rp 5.450,- /liter atau
Rp 179.850.000.000,-.
Gambaran yang rada nakal tapi serius adalah bagaimana kalau subsidi bensin
tahun 2008 digunakan untuk membangun pabrik bioethanol? Seperempat
BBM kita adalah bensin. Kalau disepakati subsidi untuk BBM Rp 89.2 triliun,
maka diperoleh angka Rp 22,3 triliun yang dapat digunakan untuk
membangun pabrik bioethanol 89 buah @ kapasitas 100 kL/hari. Bioethanol
yang dihasilkan adalah 2.937.000 kL/tahun atau mensubsitusi hampir 20 %
kebutuhan bensin di tanah air dengan penghematan devisa Rp 89,2 triliun !
Bioethanol sebanyak ini membutuhkan lahan seluas 587.000 hektar kualitas
biasa sampai marjinal yang dapat ditanami singkong, tebu, sorgum atau
jagung sebagai bahan baku bioethanol. Selanjutnya, silakan anda bayangkan
sendiri lapangan pekerjaan yang tercipta di kawasan pertanian- perdesaan.

Kuncinya pada komitmen dan pasar pembangunan fisik pabrik bioethanol


butuh waktu 2 tahun, sehingga "mimpi" di atas kalau dimulai awal tahun
2006 akan menghasilkan bioethanol pengganti hampir 20 % konsumsi bensin
pada tahun 2008-2009. Sebagai contoh riil, Cina pada tahun 2001 belum
memproduksi ethanol grade bahan bakar, tetapi dengan komitmen
pemerintah Cina yang kuat, maka tanpa terlalu memperhitungkan pasar, pada
tahun 2008 negara Cina telah berhasil memproduksi 2 juta kiloliter
bioethanol grade bahan bakar per-tahun.
Kita berada pada momentum yang tepat untuk memilih (atau tidak memilih
sekalian) untuk memproduksi bioethanol sebagai pengganti (sebagian)
bensin, karena pasar sedang berpihak pada bioethanol. Harga minyak
mungkin akan fluktuatif, tetapi pengalaman Brazil dan AS membuktikan
pilihan mereka tidak salah ketika mereka meneruskan Program bioethanol
meskipun harga minyak sering turun tajam pada kurun 1970-2008.
Bagaimanapun minyak bumi akan habis, sehingga fluktuatif sekalipun, tren
harga minyak akan cenderung meningkat.

Sekilas Teori Pembuatan Bioethanol


Pada prinsipnya pembuatan bioethanol melalui fermentasi untuk
memecah protein dan destilasi alias penyulingan yang relatif
mudah sehingga gampang diterapkan. Berbeda dengan proses produksi
biodiesel yang harus melampaui teknologi esterifikasi dan transesterifikasi.
Apalagi sebetulnya bioethanol bukan barang baru bagi masyarakat Indonesia.
Pada zaman kerajaan Singosari-700 tahun silam-masyarakat Jawa sudah
mengenal ciu alias bioethanol dari tetes tebu. Itu yang dibawa oleh tentara
Mongolia. Pembuatan bioethanol terdiri dari tiga tahap ; Penyediaan bahan
baku, Fermentasi dan ditilasi atau penyulingan.

Penyediaan Bahan Baku

Bahan baku untuk produksi bioethanol bisa di dapat dari beragai bahan
tanaman baik yang langsung menghasilkan gula sederhana stub dan sorghum
atau yang mengahasilkan tepung seperti singkong, jagung, gandum, sagu atau
bahan baku dari rumput dan jerami. Persiapan bahan baku beragam
tergantung banyak tidaknya persedian pasokan.
Bahan baku yang menghasilkan tepung harus digilang atau diparut yang
fungsinya untuk mengekstrak gula-tepung dan selulosa harus dihancurkan
untuk memecah susunan tepungnya agar bias berinteraksi dengan air secara
baik, pemasakan tepung dikonversi menjadi gula melalui liquefaction (proses
pemecahan menjadi gula kompleks) dan sakarifikasi. Dengan penambahan
enzyme alfa amylase dan beta amylase.
Tahap liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut;
Pencampuran tepung dengan air secara merata hingga menjadi bubur -
pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kinerja enzyme - penambahan
enzyme alfa amylase dan beta amylase dengan perbandingan yang tepat
pemanasan bubur hingga kisaran 80-90 C0 diamana tepung-tepung yang
terbebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti jelly) seiring dengan
kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzyme akan bekerja memecah
struktur tepung secara kimiawi menjadi gula kompleks (dekstrin). Proses
liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses
menjadi lebih cair seperti sup.
Tahap sakarifikasi yaitu pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana
dengan pendinginan bubur sampai suhu optimum enzyme sakarifikasi bekerja
yaitu pada suhu 50-60 C.

Fermentasi

Pada tahap ini tepung telah sampai pada titik telah berubah
menjadi gula sederhana (glukosa dan fruktosa), dimana proses
selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakan pada
ragi (Yeast) agar dapat bekerja mengurai gula sederhana menjadi
ethanol.
Proses fermentasi ini akan menghasilkan ethanol dan karbon
dioksida. Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi
dan didinginkan pada suhu 27-32 C dan membutuhkan ketelitian
agar tidak terkontaminasi dengan mikroba atau mikrorganisme
lainnya.
Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan
ethanol dalam tangki 8-12% (biasa kita sebut cairan alcohol) dan
ragi akan menjadi tidak aktif karena kelebihan ethanol akan
mengakibatkan racun bagi ragi.

Distilasi atau penyulingan

Tahap berikutnya adalah distilasi atau penyulingan yang fungsinya


untuk memisahkan antara cairan alkohol dan ethanol. Namun
sebelum proses destilasi perlu dilakukan dilakukan pemisahan
padatan dan cairan yang fungsinya untuk menghindari terjadinya
clogging selama proses distilasi.Distilasi atau penyulingan
dilakukan untuk memisahkan ethanol dan alkohol sebagai besar
adalah air dan ethanol titik murni didih ethanol murni adalah 78 C
sedangkan air 100 C dengan memanaskan larutan pada suhu
tersebut maka ethanol yang akan pertama menguap lewat pipa
penyulingan, dan melalui kondensasi ini akan dihasilkan ethanol
dengan kandungan 95%.
Dampak positip-negatip terhadap lingkungan produksi bioethanol dari
tanaman dan penggunaannya pada mesin mobil akan menciptakan
keseimbangan siklus karbondioksida, yang berarti akan mengurangi laju
pemanasan global. Pembakaran bensin yang lebih sempurna ketika dicampur
bioethanol 10% saja akan memperbaiki kualitas udara di kota-kota padat lalu
lintas. Di Indonesia hal ini menjadi krusial, karena aditif timbal (TEL) masih
digunakan di luar Jawa-Bali. Tidak murah menggantikan TEL dengan aditif
HOMC (High Octane Mogas Component) karena biaya produksinya sangat
mahal. Pengalaman banyak negara menunjukkan, bioethanol menjadi pilihan
yang paling murah.
Sisi negatifnya, produksi bioethanol secara besar-besaran berpotensi
menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati melalui monokultur bahan
baku berikut praktek-praktek pertanian yang merusak kualitas lahan. Ini
bukan masalah baru dan harus diatasi bersama-sama agroindustri lainnya
melalui penerapan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) yang
terintegrasikan dengan sistem bioindustri nir- limbah. Integrasi budidaya
bahan baku dengan pabrik bioethanol dan peternakan sapi telah terbukti
menurunkan biaya investasi, yang dapat menurunkan kapasitas minimal
pabrik. Selain itu, penggunaan aneka ragam bahan baku juga tidak akan
banyak berpengaruh terhadap investasi awal karena prosesnya lebih
sederhana dibandingkan dengan proses fermentasi, distilasi dan dehidrasi.

Anda mungkin juga menyukai