BPS3202
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOPROSES
Modul Praktikum:
Distilasi Biner (DIS)
Dosen: Ellyas Alga Nainggolan, S.TP.,M.Sc
Asisten : FBA. Fitriani
Kelompok : LABTEK/1819/006
Fernanda Siallagan (31S16027)
Nehemia Hutajulu (31S16022)
Romauli Pangaribuan (31S14007)
Tanggal Praktikum:
09 April 2019
Destilasi didefinisikan sebagai sebuah proses dimana campuran dua atau lebih zat liquid
atau vapor dipisahkan menjadi komponen fraksi yang murni, dengan pengaplikasian dari
perpindahan massa dan panas. Proses pemisahan ini didasarkan oleh perbedaan kemudahan
menguap relatif antara komponen yang akan dipisahkan. Praktikum ini bertujuan untuk
melakukan proses distilasi sederhana dan distilasi fraksinasi dengan variasi ketinggian
packing 20 dan 35 cm. Larutan induk yang digunakan adalah aseton: air dengan
perbandingan 1:1 dengan massa kerja 150 gram. Untuk mendapatkan kurva baku digunakan
refraktometer yang mengukur indeks bias larutan. Pada praktikum ini diperoleh persamaan
regresi kurva baku yaitu: y = 0,0297 x + 1,3324 dengan R2=0,9505. Massa feed yang
digunakan adalah 146,13 gram untuk distilasi sederhana, 145,48 gram untuk distilasi
dengan ketinggian packing 20 cm, dan 145,95 gram untuk distilasi dengan ketinggian
packing 35 cm. Massa bottom yang diperoleh yaitu sebesar 58,8 gram untuk distilasi
sederhana, 59,83 gram untuk disitilasi dengan ketinggian packing 20 cm, dan 64,35 gram
untuk distilasi dengan ketinggian packing 35 cm. Massa distilat dapat diperoleh dengan
mengurangi feed dengan massa bottom. Percobaan pada distilasi sederhana memiliki error
sebesar 1,58% berdasarkan persamaan Rayleigh.
Kata kunci : Distilasi, indeks bias, fraksinasi, Persaman Rayleigh, Larutan Aseton-Air.
BAB I
PENDAHULUAN
TEORI DASAR
Distilasi didefinisikan sebagai sebuah proses dimana campuran dua atau lebih zat
liquid atau vapor dipisahkan menjadi komponen fraksi yang murni, dengan pengaplikasian
dari perpindahan massa dan panas. Pemisahan campuran liquid dengan distilasi bergantung
pada perbedaan volatilitas antar komponen. Komponen yang memiliki relative volatility yang
lebih besar akan lebih mudah pemisahannya (Leily et al., 2009). Distilasi dapat dilakukan jika
titik didih senyawa-senyawa dalam campuran memiliki perbedaan yang berarti (Sattler dan
Feindt, 1995). Titik didih adalah temperatur pada saat cairan berubah menjadi uap pada
tekanan atmosfer atau temperatur pada saat tekanan uap dari cairan tersebut sama dengan
tekanan gas atau uap yang berada di sekitarnya.
Dalam praktikum ini digunakan 2 jenis distilasi yaitu distilasi sederhana dan distilasi
fraksionasi.
1. Distilasi Sederhana
Distilasi sederhana atau distilasi biasa adalah teknik pemisahan kimia untuk
memisahkan dua atau lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh. Suatu
campuran dapat dipisahkan dengan distilasi biasa ini untuk memperoleh senyawa murni.
Senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap saat mencapai titik didih masing-
masing (Walangare et al., 2013).
2. Distilasi Fraksionasi
Gambar II.1 (a) Distilasi Sederhana, (b) Distilasi Fraksionasi (Walangare et al., 2013)
Larutan biner merupakan larutan yang terdiri atas 2 zat. Larutan biner dapat berupa
larutan gas dalam gas, larutan gas dalam cairan, larutan zat padat dalam cairan, larutan cairan
dalam cairan, larutan padat dalam gas, larutan cairan dalam gas, larutan zat padat dalam zat
padat Sistem biner dapat bersifat ideal maupun tidak. Syarat larutan ideal antara lain
homogen pada seluruh sistem, tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-
komponen dicampur membentuk larutan (∆Hmix = 0), volume larutan sama dengan jumlah
komponen yang dicampurkan (∆Vmix = 0), memenuhi hukum Raoult : P1 = X1.P o. Jika
suatu komponen (pelarut) mendekati murni, komponen itu berperilaku sesuai dengan Hukum
Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol (Sukardjo, 2013). Bila
sistem biner bersifat non ideal maka akan meyimpang dari hukum Raoult. Beberapa larutan
yang menyimpang jauh dari hukum Roult seperti etanolair, air-tetrahidrofuran, metanol-
dimetil karbonat membentuk larutan non ideal (Castellan, 1983).
Sistem kesetimbangan dua fasa pada tekanan konstan dapat dikarakterisasi melalui
kurva kesetimbangan sebagai fungsi dari komposisi fasa uap-cair (fraksi mol) dan temperatur.
Kurva temperatur versus komposisi untuk hipotesis campuran ideal dan non ideal
ditunjukkan pada Gambar II.2.
(a) (b) (c)
Gambar II.2 Kurva temperatur versus komposisi sistem biner. (a) Sistem ideal; (b) Sistem
nonideal deviasi negatif; (c) Sistem nonideal deviasi positif (Sukardjo, 2013).
II.3 Neraca Massa Distilasi Batch dan Persamaan Reyleigh untuk Distilasi Sederhana
Batch
F=D+W
D = jumlah distilat
Neraca komponen A :
dW dxA,W
= (x
W A,D −xA,W )
Wf dW x dxA,W
∫Wi = ∫x A,Wf (x
W A,Wi A,D −xA,W )
W x dxA,W
ln (Wf) = ∫x A,Wf (x
i A,Wi A,D −xA,W )
Dimana, D merupakan jumlah produk atas, W jumlah produk bawah, xA,W komposisi
bottom, xA,D kompisisi distilat, 𝑊𝑖 jumlah produk bawah mula-mula, 𝑊𝑓 jumlah produk
bawah pada akhir proses distilasi, 𝑥𝐴,𝑊𝑖 komposi si produk bawah mula-mula, dan 𝑥𝐴,𝑊𝑓
𝑊𝑓 𝑥𝐴,𝑊𝑓
dxA,W
ln ( ) = ∫
𝑊𝑖 𝑥𝐴,𝑊 (xA,D − xA,W )
𝑖
Kecenderungan zat-zat tertentu untuk larut dalam pelarut (zat padat, cair, atau gas
lainnya) untuk membentuk larutan homogen mempengaruhi seberapa baik suatu zat
dapat dipisahkan melalui distilasi. Dua substansi yang sama, pada titik didih khususnya,
semakin sulit dipisahkan. Kelarutan berubah dengan suhu dan tekanan, yang berarti
mungkin menjadi lebih sulit untuk memisahkan dua zat seiring berlangsungnya distilasi.
4. Luas Permukaan
Luas permukaan yang optimal untuk cairan dan uap yang ada dalam kolom distilasi
memaksimalkan efisiensi kolom distilasi. Saat cairan menyebar, jumlah luas permukaan
meningkat, membuatnya lebih mudah untuk mendidihkan cairan dan memungkinkan
lebih banyak kontak antara molekul cair dan uap.
BAB III
LANGKAH-LANGKAH PERCOBAAN
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aseton 500 mL dan akuades
secukupnya.
III.1.3 Skema Alat
Alat utama percobaan distilasi ini adalah kolom distilasi. Bagian-bagian kolom
dijelaskan melalui gambar berikut ini:
Termometer
Kondensor
Adaptor
Saluran
air masuk
Wadah
Kolom distilasi penampung
berisi packing distilat
Saluran
air keluar
Labu
distilasi
Heating
mantle
III.2 Tahapan-tahapan Percobaan
III.2.1 Perhitungan Densitas Senyawa Volatil
Perhitungan densitas senyawa volatil dilakukan untuk memperoleh data densitas,
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Mulai
Piknometer 25 mL
Massa piknometer
Ditimbang
kosong
Selesai
Mulai
Refraktometer dinyalakan
Selesai
III.2.3 Distilasi Sederhana
Distilasi sederhana dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Mulai
Selesai
III.2.4 Distilasi Fraksinasi
Distilasi fraksinasi (menggunakan packing) dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
Mulai
Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Destilasi didefinisikan sebagai sebuah proses dimana campuran dua atau lebih zat
liquid atau vapor dipisahkan menjadi komponen fraksi yang murni, dengan pengaplikasian
dari perpindahan massa dan panas. Proses pemisahan ini didasarkan oleh perbedaan
kemudahan menguap relatif antara komponen yang akan dipisahkan (Leily, 2009). Pada
praktikum ini dilakukan percobaan distilasi untuk memurnikan aseton dengan menggunakan
tiga variasi distilasi yaitu distilasi sederhana dan distilasi fraksinasi dengan ketinggian packed
20 dan 35 cm. Larutan induk yang digunakan adalah campuran air-aseton dengan volume
kerja 50% w/w sebanyak 150 g. Praktikum ini dilakukan secara duplo untuk mendapatkan
hasil yang akurat. Temperatur yang digunakan pada praktikum ini adalah ± 70℃ berdasarkan
hasil perhitungan hambatan pertukaran panas yang mempengaruhi proses pemanasan pada
distilasi.
IV.1 Penentuan Neraca Massa Distilasi
Adapun persamaan neraca massa secara umum untuk proses distilasi adalah:
𝐼𝑛 − 𝑂𝑢𝑡 + 𝐺𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 − 𝐶𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑝𝑡𝑖𝑜𝑛 = 𝐴𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 (1)
Pada praktikum ini tidak ada reaksi pada saat proses distilasi terjadi dan sistem yang
digunakan adalah sistem batch sehingga, tidak ada proses pembentukan senyawa baru
(generation) dan pengurangan senyawa untuk membentuk senyawa lain (consumption),
sehingga persamaan neraca masssa untuk proses distilasi ini adalah:
𝐹 =𝐷+𝑊 (2)
dengan F adalah Feed atau umpan yang dimasukkan ke dalam boiler atau labu distilasi, D
adalah Distilat atau hasil dari distilasi dan W adalah Waste atau larutan yang tersisa pada labu
distilasi. Adapun nilai Feed, Distilat dan Waste dari ketiga variasi distilasi dapat dilihat pada
tabel IV.1 dibawah ini:
Tabel IV.1 Nilai Feed, Waste dan Distilat pada Proses Distilasi
Berdasarkan Tabel IV.1 dapat dilihat bahwa jumlah distilat pada distilasi sederhana
lebih tinggi dibandingkan pada packing 20 dan 35 cm. Hal ini disebabkan karena pengaruh
ada tidaknya packing. Saat tidak ada packing (distilasi sederhana), maka tidak ada cairan (air)
yang dikembalikan ke labu distilasi dengan artian semua senyawa yang menguap langsung
dikondensasi dan masuk sebagai distilat (Sunil,2017). Hal tersebut akan membuat distilat
memiliki massa yang tinggi. Sedangkan saat ada packing (distilasi fraksinasi), akan ada
cairan (air) yang dikembalikan ke labu distilasi karena adanya proses pemanasan dan
pendinginan berulang pada packed sehingga memperbanyak buttom dan mengurangi jumlah
distilat. Hal lain yang mempengaruhi jumlah distilat sederhana lebih tinggi dibandingkan
packing 20 dan 35 cm adalah tinggi kolom distilasi. Pada distilasi sederhana tinggi kolom
yang digunakan sekitar 10 cm. Sedangkan tinggi kolom distilasi fraksinasi yaitu sekitar 50
cm. Semakin pendek kolom distilasi maka akan semakin banyak pula jumlah senyawa yang
menguap yang langsung dikondensasi (Nur Isti, 2015). Hal tersebut akan membuat semakin
banyak jumlah distilat yang didapatkan jika dibandingkan dengan kolom distilasi yang lebih
tinggi. Oleh sebab itulah jumlah distilat pada distilasi sederhana lebih tinggi dibandingkan
packing 20 dan 35 cm. Jika dibandingkan antara packing 20 dengan 35 cm, jumlah distilat
packing 20 cm lebih banyak dibandingkan jumlah packing 35 cm. Hal ini disebabkan oleh
semakin tinggi packed yang digunakan, semakin banyak pula air yang dikondensasikan atau
dikembalikan ke labu destilasi sekaligus mengurangi jumlah distilat yang didapatkan. Hal ini
akan sebanding dengan semakin murninya aseton yang didapatkan karena adanya proses
pemisahan aseton dan air sepanjang packed. Karena aseton yang didapatkan lebih murni pada
distilat, maka akan lebih rendah pula massa distilat yang didapatkan karena adanya
pengurangan jumlah air.
IV.2 Hubungan Fraksi Mol Distilat dan Waste Aseton terhadap Waktu
Jika diplot hubungan antara fraksi mol distilat aseton pada distilasi sederhana, distilasi
dengan packing 20 cm serta packing 35 cm terhadap waktu, maka akan dihasilkan gambar
IV. 1 dibawah ini:
0,6
0,5
0,4 Distilasi
Xd
0,3 Sederhana
0,2 Packing 35 cm
0,1
Packing 20 cm
0
0 20 40 60 80
waktu (menit)
Gambar IV. 1 Grafik Hubungan Waktu terhadap Fraksi Mol Aseton Distilat.
Berdasarkan gambar IV.1, dapat dilihat bahwa fraksi mol aseton yang dihasilkan oleh
distilasi fraksinasi lebih tinggi dibandingkan distilasi sederhana. Hal ini disebakan karena
adanya packing dapat meningkatkan daerah kontak antara cairan dan uap sehingga zat dapat
dipisahkan dengan lebih baik. Semakin tinggi packing, semakin tinggi pula fraksi aseton yang
didapatkan pada distilat dikarenakan kontak antara uap dan cairan semakin lama sehingga
fraksi mol destilat yang dihasilkan pada packing yang lebih tinggi akan bernilai lebih tinggi
dibandingkan dengan paking yang lebih pendek (Nur Isti, 2015). Hal ini sesuai dengan
gambar IV.1 dimana fraksi mol aseton yang didapatkan lebih tinggi pada packing 35 cm
dibandingkan dengan packing 20 cm.
Melalui gambar IV.1 dapat juga dilihat bahwa semakin lama proses distilasi maka
semakin menurun fraksi mol aseton pada distilat yang dihasilkan. Hal ini terjadi dikarenakan
semakin lama waktu distilasi maka semakin rendah konsentrasi aseton yang terdapat di dalam
labu destilasi sehingga fraksi mol aseton yang didapatkan pada distilat pun seiring
bertambahnya waktu akan semakin sedikit atau kecil.
Gambar IV.2 fraksi mol etanol pada distilat seiring waktu
(Clark W.M., 2008)
Berdasarkan literatur pada gambar IV.2 di atas, fraksi mol senyawa pada distilat juga
semakin lama semakin menurun. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang didapatkan dari
percobaan distilasi aseton air. Dimana literatur menjelaskan bahwa semakin lama fraksi mol
senyawa yang dipisahkan (etanol) semakin lama akan semakin menurun seiring waktu
diakibatkan fraksi mol senyawa yang ada di bottom yang semakin sedikit akibat adanya
penguapan dan karena air yang juga mulai ikut menguap.
Jika diplot hubungan antara fraksi mol waste (bottom) aseton pada distilasi sederhana,
distilasi dengan packing 20 cm serta packing 35 cm terhadap waktu, maka akan dihasilkan
gambar IV. 2 dibawah ini:
0,9
0,85
0,8
0,75
Xw
Gambar IV. 3 Grafik Hubungan Waktu terhadap Fraksi Mol Aseton Waste (Bottom)
Dapat dilihat pada gambar IV.3, jumlah fraksi mol aseton pada bottom distilasi sederhana
lebih tinggi dibandingkan jumlah fraksi mol aseton pada bottom distilasi fraksinasi. Hal ini
disebabkan oleh distilasi fraksinasi lebih baik memisahkan aseton dengan air dibandingkan
dengan distilasi sederhana karena memperluas kontak antara uap dengan air sehingga terjadi
pemanasan dan pendinginan berulang sehingga didapatkan aseton yang lebih murni pada
distilat. Sedangkan pada distilasi sederhana kontak antara uap dan cairan tidak terjadi
sehingga pemisahan aseton dan air menjadi kurang baik yang sekaligus menyebabkan
banyaknya fraksi mol aseton yang tertinggal di bottom. Hubungan antara fraksi mol aseton
destilat dengan fraksi mol aseton waste dapat dilihat pada persamaan (3).
𝑋𝑤 + 𝑋𝑑 = 1 (3)
Jika fraksi mol distilat tinggi, maka fraksi mol waste akan lebih rendah dibangdingkan fraksi
mol distilat. Oleh karena itu, pada distilasi sederhana, fraksi mol aseton distilat paling rendah
dibandingkan fraksi mol aseton distilat pada distilasi fraksinasi. Sedangkan, fraksi mol
aseton bottom distilasi sederhana paling tinggi dibandingkan fraksi mol aseton pada distilasi
fraksinasi.
Melalui gambar IV.3 dapat juga dilihat bahwa semakin lama proses distilasi semakin
meningkat jumlah fraksi mol aseton yang tertinggal pada bottom seiring pertambahan waktu.
Hal ini disebabkan semakin lama proses pemanasan terjadi, maka semakin sedikit fraksi
aseton yang menguap, semakin banyak pula fraksi aseton yang tertinggal di bottom.
mengintegralkan persamaan yang diperoleh pada kurva melalui hubungan antara 𝑥𝑤 dengan
𝑑𝑥𝑤
dimana persamaan polinomial yang diperoleh melalui kurva yaitu y = – 95,278x2 +
𝑥𝑑 −𝑥𝑤
155,95x + 65,149 dengan menghitung secara integrasi maka diperoleh perbedaan nilai antara
𝐹 𝑥 𝑑𝑥𝑤
nilai ln 𝑊 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 ∫𝑥 𝑤 𝑥
𝑓 𝑑 −𝑥𝑤
III.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum ini adalah:
1. Kurva baku aseton-air menggunakan 8 larutan dengan variasi konsentrasi yaitu
0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 60%. Diperoleh persamaan regresi linear
kurva baku yaitu: y=0,0297x + 1,3324.
2. Hubungan fraksi mol aseton distilat (XD) berbanding terbalik terhadap waktu yaitu
semakin lama proses distilasi berlangsung maka semakin kecil nilai dari fraksi
mol aseton distilat.
3. Hubungan fraksi mol aseton waste (Xw) berbanding lurus terhadap waktu yaitu
semakin lama proses distilasi maka semakin besar nilai dari fraksi mol aseton
waste.
4. Didapatkan bahwa jenis distilasi berpengaruh terhadap konsentrasi distilat yang
dihasilkan. Konsentrasi distilat yang dihasilkan oleh distilasi fraksinasi lebih baik
dibandingkan distilasi sederhana.
5. Diperoleh bahwa tinggi packing memiliki pengaruh terhadap konsentrasi distilat
yang dihasilkan. Konsentrasi aseton distilat yang dihasilkan pada packing 35 cm
lebih besar dibandingkan pada packing 20 cm.
6. Distilasi sederhana memiliki error sebesar 1,58% yang diperoleh dari persamaan
Rayleigh.
III.2 Saran
Sebaiknya proses pembuatan campuran air harus seakurat mungkin agar konsentrasi
yang diperoleh lebih baik. Juga, saat pengambilan sampel yang akan diukur dengan
refractometer harus langsung ditutup agar fraksi aseton tidak sempat menguap ke udara dan
mengurangi nilai konsentrasi yang seharusnya didapatkan. Harus dijaga juga temperatur
proses distilasi konstan agar hasil yang didapatkan tidak berbeda antar proses distilasi
maupun duplonya.
DAFTAR PUSTAKA
Castellan, G. W. 1982. Physical Chemistry Third Edition. General Graphic Services. New
York.
Clark, W.M. (2008). Modeling Batch Distilation. Jurnal Integrasi Proses, 6, 143-156.
Hartanto, Y., Santoso, H., Wijaya, S., & Mardone, A. (2017). Distilasi Ekstraksi pada
Pemisahan Aseton dan Metanol. Jurnal Integrasi Proses, 6 , 168-175.
N. K., Leily, Ramdja, A. F., & Leonard, N. (2009). Tinjauan Teoritis Perancangan Kolom
Distilasi untuk Pra-Rencana Pabrik Skala Industri. Jurnal Teknik Kimia, 16.
Nuristi, A. (2015). Pengaruh Panjang Kolom Distilasi Bahan Isian terhadap Hasil Produk
Cair Sampah Plastik. 2:1, 21-27.
Perry, R., Green, D. W., & Maloney, J. O. (1984). Perry's Chemical Engineers Handbook (6
ed.). Japan: McGraw-Hill.
Sattler, K., & Feindt, H. J. (1995). Thermal Separation Process. Weinheim: Wiley-VCH.
Walangare, K., Lumenta, A., Wuwung, J., & Sugiarso, B. (2013). Rancang Bangun Alat
Konversi Air Laut menjadi Air Minum dengan Proses Destilasi Sederhana
Menggunakan Pemanas Elektrik. Jurnal Teknik Elektro dan Komputer.
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR
2. Air
Rumus Molekul : H2O
Titik Didih ; 100℃
Berat Molekul : 18,0153 gram/mol
(Perry, 1984)
LAMPIRAN B
DATA LITERATUR
40,0324 g − 20,4372 g
ρaseton =
25 ml
45,5133 g − 20,6999 g
ρaquades =
25 ml
50 % x ρaseton − 50 % x ρaquades
Volume kerja Aseton = 50 % x x 168,9 mL
ρaseton
50 % x 0.7838 − 50 % x 0,9925
Volume kerja Aseton = 50 % x x 168,9 mL
0,7972
50 % x ρaseton − 50 % x ρaquades
Volume kerja Aseton = 10 % x x 10 mL
ρaseton
50 % x 0,7838 − 50 % x 0,9925
Volume kerja Aseton = 10 % x x 10 mL
0,7972
W = 77,25 gram
D=F–W
Xw = 0.041758
F. xf = D. xD + W. xW
147,75 x 0,5 = 70,5 xD + 77,25 x 0,041758
xD = 0,815
Perhitungan 𝑥𝐷 pada menit ke 10 diperoleh indeks bias rata-rata 1,36255
B.4.2 Perhitungan Nilai F, W, D, Xw, dan Xd pada Menit ke 10 pada Distilasi Packing
20 cm
F = 145,955 gr
W = 58,805gr
D=F–W
Xw = 0,034066
𝐹. 𝑥𝑓 = 𝐷. 𝑥𝐷 + 𝑊. 𝑥𝑊
145,955 𝑥 0,5 = 87,15 𝑥𝐷 + 58,805 𝑥 0,034066
𝑥𝐷 = 0,8144
𝑦−1,3324
x= 0,0297
1,3434−1,3342
x= 0,0297
x = 0,310
𝑥𝑤
𝑑𝑥𝑤 1 1
∫ = (−95,278)𝑥3 + (155,95)𝑥2 + 65,149𝑥
𝑥𝑓 𝑥𝑑 − 𝑥𝑤 3 2
𝑥𝑤
𝑑𝑥𝑤 1 1
∫ = (−95,278)(0,01221)3 + (155,95)(0,01221)2 + 65,149(0,01221)
𝑥𝑓 𝑥𝑑 − 𝑥𝑤 3 2
𝑥𝑤
𝑑𝑥𝑤
∫ = 0,807
𝑥𝑓 𝑥𝑑 − 𝑥𝑤
Diketahui :
F (Feed) = 149,89 gr
W (Bottom) = 64,36 gr
𝐹 149,89
ln = 𝑙𝑛 ( )
𝑊 64,36
𝐹
ln
= 0,82
𝑊
𝑥𝑤
𝐹 𝑑𝑥𝑤
ln = ∫
𝑊 𝑥𝑓 𝑥𝑑 − 𝑥𝑤
B.6 Perhitungan untuk Hambatan yang terjadi pada Pemanasan saat Distilasi
Diketahui:
𝐶𝑝 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 = 75,39 𝐽/𝑚𝑜𝑙𝐾
q = mCp ∆T
J
q = 3,2608 mol x 82,355 x(351 − 294)
molK
q = 17,13J/k
q=q
17,13 = −16,613 x (351 − T)
T = 352 K
T = 80oC
LAMPIRAN C
KURVA KALIBRASI
1,355
y = 0,0297x + 1,3324
1,35
R² = 0,9505
indeks bias
1,345
1,34
1,335
1,33
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
% w/w aseton
-4,0000
-5,0000
-6,0000
-7,0000
-8,0000
-9,0000
Xw
DATA MENTAH