Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM

BPS3202
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOPROSES

Modul Praktikum:
Fermentasi (FER)
Dosen: Dr. Merry Meryam Martgrita, S.Si, M.Si
Adelina Manurung, S.Si, M.Sc

Asisten : Wilda Panjaitan, S.T

Kelompok : LABTEK/1819/01
Fernanda Siallagan (31S16027)
Nehemia Hutajulu (31S16024)
Romauli Pangaribuan (31S14007)

Tanggal Praktikum:
4-5 Maret 2019

PROGRAM STUDI TEKNIK BIOPROSES


FAKULTAS BIOTEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DEL
Maret 2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM
FERMENTASI

BPS3202 Laboratorium Teknik Bioproses


Tahun Ajaran 2018/2019

Catatan Pengampu Modul

Telah diperiksa oleh


Dosen Pengampu Modul

Dr. Merry Meryam Martgrita, S.Si, M.Si Adelina Manurung, S.Si, M.Sc

Tanggal :_______________
ABSTRAK

Fermentasi adalah proses penguraian senyawa-senyawa organik dengan bantuan enzim untuk
menghasilkan energi. Pada praktikum ini, fermentasi dilakukan secara aerob dengan
menggunakan media YPG (Yeast Extract Pepton Glyserol). Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui pertumbuhan sel, sisa gula pereduksi pada media, serta laju pertumbuhan spesifik.
Mikroba yang digunakan yaitu Saccharomyces cerevisiae dan Aspergillus niger. Untuk
masing-masing fermentor digunakan inokulum dengan konsentrasi 10%v/v dari volume kerja.
Adapun volume kerja untuk praktikum ini adalah 700 mL.
Berdasarkan percobaan diperoleh hasil bahwa konsentrasi sel semakin meningkat seiring
pada fermentor berisi kultur Saccharomyces cerevisiae dan fermentor berisi kultur Aspergillus
niger. Dengan Aspergillus niger mencapai titik awal fasa stasioner setelah 18 jam, sedangkan
titik awal fasa stasioner pada Saccharomyces cerevisiae belum ditentukan. Dari percobaan
diperoleh bahwa konsentrasi gula dalam masing-masing fermentor menurun, dengan konsumsi
gula oleh Aspergillus niger lebih tinggi dibandingkan Saccharomyces cerevisiae. Laju
pertumbuhan spesifik pada Aspergillus niger sebesar 0.7653 sel/jam dan Saccharomyces
cerevisiae sebesar 0.0671 sel/jam.

Kata Kunci : Saccharomyces cerevisiae , Aspergillus niger, Pertumbuhan sel, Sisa gula
pereduksi pada media, Laju pertumbuhan spesifik
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Tujuan Umum Percobaan


Percobaan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan praktikan dalam
melaksanakan proses fermentasi terendam (submerged fermentation) menggunakan fermentor
dan mengevaluasi kinerja kinetika fermentasi secara ‘black box’.

I.2 Tujuan Khusus Percobaan


Adapun tujuan khusus dari percobaan fermentasi adalah sebagai berikut:
a. Mengevaluasi laju pertumbuhan A. niger dan S. cerevisiae
b. Mengevaluasi gula pereduksi pada fermentasi dengan kultur A. niger dan S. cerevisiae
BAB II

TEORI DASAR

II.1. Pengertian
Fermentasi berasal dari Bahasa Latin yaitu ‘fervere’ yang berarti mendidih (to boil).
Arti kata ‘fervere’ tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih
yang disebabkan karena adanya aktivitas ragi. Gelembung-gelembung karbondioksida
dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula. Fermentasi mempunyai
beberapa pengertian. Menurut definisi dalam biokimia, fermentasi berarti proses konversi
glukosa secara anaerobik, walaupun dewasa ini, khususnya di teknologi bioproses, fermentasi
dapat diartikan sebagai seluruh proses konversi mikrobial dan enzimatik (Shuler dan Kargi,
2002).

Dewasa ini, fermentasi dilakukan dengan teknik padat teknologi dengan menggunakan
fermentor/bioreaktor canggih yang dilengkapi dengan sistem pengendalian kondisi operasi,
dan produk akhir yang ingin dicapai dapat berupa produk yang terdiferensiasi secara kimia.
Contoh produk-produk yang dihasilkan dengan teknologi fermentasi modern antara lain adalah
bioetanol, asam asetat, penisilin, mononatrium glutamat (MSG), dan enzim-enzim.

Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme pada substrat organik
yang sesuai. Aktivitas mikroorganisme dapat dilihat melalui kurva pertumbuhan
mikroorganisme tersebut yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1.1 Kurva pertumbuhan sel pada kultur batch (Mutia, 2007)
a. Fase adaptasi yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan pembentukan enzim-
enzim untuk mengurai substrat
b. Fase logaritmik merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak, aktivitas
sel meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting bagi kehidupan mikroba
c. Fase pertumbuhan statis yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati
relatif seimbang. Banyak senyawa metabolit sekunder yang dapat dipanen pada fase ini
d. Fase kematian yaitu fase dimana jumlah sel-sel yang mati lebih banyak daripada sel-
sel yang masih hidup

Pada fase logaritmik, laju pertumbuhan sel mengikuti laju pertumbuhan orde satu
berikut:

dX
= μX...........................................................Pers.1
dt

Nilai konstanta μ bersifat konstan dan biasanya dinyatakan dinyatakan sebagai laju
pertumbuhan sel spesifik. Sebagaimana laju reaksi kimia, laju pertumbuhan mikroba
bergantung pada konsentrasi nutrien. Dalam hubungan Monod-Type biasanya μ dinyatakan
sebagai fungsi konsentrasi substrat terbatas (S).

S
μ = μmax [(K ]...................................................Pers.2
s +S)

dimana , μ : laju pertumbuhan spesifik (jam−1 )

μmax : laju pertumbuhan maksimum (jam−1 )

S : konsentrasi substrat (gr/L)

Ks : konstanta Michaelis Menten/ konstanta saturasi (gr/L)

II.2. Pembentukan produk metabolit oleh mikroorganisme


Pembentukan produk metabolit bergantung pada jenis mikrooganisme yang digunakan
karena adanya perbedaan jenis lintasan metabolisme yang digunakan dan laju fluks setiap
tahap. Salah satu lintasan yang paling umum adalah lintasan glikolisis (Embden Meyerhof
Parnas), untuk memanfaatkan substrat. Beberapa mikroorganisme memanfaatkan lintasan lain,
misalnya lintasan Entner Doudoroff, Heksosa Monofosfat, dan Pentosa Fosfat (untuk substrat
gula beratom karbon 5). Setiap mikroorganisme juga biasanya memiliki lebih dari satu lintasan;
misalnya Saccharomyces cerevisiae yang menggunakan lintasan glukolisis dan siklus asam
trikarboksilat (TCA cycle). Laju fluks setiap tahap dapat bervariasi akibat sifat bawaan
mikroorganisme itu sendiri (sifat-sifat genetik yang berpengaruh ke pembentukan enzim) dan
kondisi lingkungan, seperti temperatur, pH, dan keberadaan oksigen. Konsentrasi oksigen
dapat sangat mengubah laju fluks metabolisme mikroorganisme seperti Saccharomyces
cerevisiae pada kondisi aerob akan menghasilkan sel dalam jumlah besar, sementara pada
kondisi anaerob akan menghasilkan sangat sedikit sel dan sedikit etanol. Oleh karena itu, sangat
rumit untuk menghitung kinetika pembentukan produk metabolit secara mekanistik, sehingga
lebih umum dilakukan menggunakan konsep black box.

Umumnya, produk metabolit dikategorikan berdasarkan keterkaitan antara


pembentukannya dengan pertumbuhan sel. Produk yang dibentuk terkait pertumbuhan disebut
produk terkait-pertumbuhan (growth-associated product), produk yang pembentukannya tak
ada kaitannya dengan pertumbuhan produk disebut produk tak-terkait-pertumbuhan (non-
growth-associated product), dan produk yang terbentuk baik apabila ada maupun tak ada
pertumbuhan disebut produk terkait pertumbuhan campuran (mixed growth associated
product) (Shuler dan Kargi, 2002).

II.3. Teknik fermentasi


Secara industri, fermentasi dapat dilakukan pada sistem terendam (submerged
fermentation) dan pada sistem padat (solid-state fermentation). Fermentasi padat lebih sulit
untuk dioperasikan dalam skala besar dan biasanya hanya terbatas pada produk-produk
tradisional saja, walaupun demikian, dewasa ini sudah mulai dilakukan juga untuk produk-
produk bernilai tinggi, seperti enzim dan asam-asam organik. Fermentasi cair lebih mudah
untuk diterapkan, khususnya dalam aspek pencampuran.
Fermentasi fase padat atau sering disebut Solid State Fermentation (SSF) pertama kali
dikenalkan oleh Takagi et al., (1977), yang telah berhasil mengkombinasikan enzim selulase
dan Sacharomyces cerevisiae untuk fermentasi gula menjadi etanol. Fermentasi fase padat
dapat didefinisikan sebagai proses fermentasi yang melibatkan zat padat dalam suatu fasa cair
(Moo-Young et al., 1983). Proses SSF sebenarnya hampir sama dengan proses hidrolisis dan
proses fermentasi, tetapi proses hidrolisis dan fermentasi pada SSF dilakukan dalam satu
tempat. Proses SSF membutuhkan bahan mentah alami sebagai sumber karbon dan bahan inert
sebagai matriks padatan. Substrat padat (matrik) harus cukup akan kelembaban dan memiliki
area permukaan substrat yang lebar.
Holker et al., (2004) dan Pandey (2000) menguraikan beberapa aplikasi dari SSF secara
tradisional yang digunakan oleh banyak negara, antara lain :
a. Tempe, dimana tempe melibatkan kultivasi dari khamir Rhizopus oligosporus pada
kedelai yang direbus, kemudian digoreng dan dimakan sebagai pengganti daging.
Makanan fermentasi ini sangat terkenal di Indonesia.
b. Tahapan koji dalam pembuatan kecap yang melibatkan kultivasi dari khamir
Aspergillus oryzae dalam kedelai rebus. Proses SSF miselium khamir menutupi kedelai
dan menginjeksikan ke dalam campuran enzim. Kedelai hasil fermentasi kemudian
dipindahkan ke dalam air asin selama beberapa bulan sehingga akan menghasilkan saus
yang berwarna coklat tua.
c. “ang-kak” atau anggur merah melibatkan kultivasi dari khamir Monascus purpureus
pada beras yang direbus. Produksi khamir menghasilkan pigmen berwarna merah gelap,
pada tahap akhir fermentasi beras hasil fermentasi dikeringkan dan dihaluskan menjadi
bubuk yang akan digunakan sebagai pewarna saat memasak.

Selain aplikasi di atas, banyak ketertarikan pada proses teknologi SSF. Kebanyakan
dari aplikasi tersebut menghasilkan produk-produk seperti enzim, pigmen, senyawa aromatik,
senyawa kimia, antibiotik, dan agen pengontrol biologis. Selain itu banyak aplikasi
penggunaan mikroorganisme dalam SSF sebagai bagian dari proses perantara, yaitu pewarnaan
zat warna, biobleaching, biopulping, dan bioremediation.
Fermentasi terendam dilakukan dalam media cair menggunakan bioreaktor yang dapat
berupa labu yang diberi aerasi, labu yang digoyang dengan shaker atau fermentor.
Dibandingkan dengan medium padat, medium cair mempunyai beberapa kelebihan yaitu:

a. Jenis dan konsentrasi komponen-komponen medium dapat diatur sesuai dengan yang
diinginkan
b. Dapat memberikan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan
c. Pemakaian medium lebih efisien

Fermentasi terendam merupakan cara fermentasi yang sejak lama dipraktekkan untuk
memproduksi berbagai produk fermentasi, misalnya produksi asam asetat secara tradisional.
Fermentasi ini mulai ditinggalkan sejak fermentasi terendam terbukti lebih efisien, khususnya
dalam memproduksi produk-produk fermentasi yang bernilai ekonomis tinggi dan
menghendaki sterilitas yang tinggi seperti produksi antibiotik. Jenis-jenis fermentor industri
untuk sistem terendam umumnya terbagi menjadi jenis kolom (bubble column dan loop
reactor).
Diperlukan beberapa kelengkapan tertentu untuk suatu fermentor industri yaitu:

a. Utilitas : sistem penjagaan termperatur dengan pemanas atau pendingin


b. Sistem pengendalian : mengontrol variabel-variabel seperti temperatur, pH,
ketinggian cairan, pembentukan buih (foam) dan kadar oksigen
c. Sterilisasi; Sterilisasi bahan dilakukan dengan kontak langsung (direct contact)
atau sistem penukar panas (heat exchanger). Sterilisasi reaktor umumnya
dilakukan dengan injeksi kukus (steam injection)
(Shuler dan Kargi, 2002).

II.4. 3,5-Dinitrosalysilic acid (DNS)


DNS merupakan senyawa aromatis yang dapat bereaksi dengan gula reduksi
membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat, suatu senyawa yang mampu menyerap radiasi
gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang maksimum 540 nm (Adney and Baker,
2008). Semakin tinggi kadar gula reduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan semakin
banyak pula molekul asam 3-amino-5- nitrosalisilat yang terbentuk, sehingga absorbansi
sampel akan semakin tinggi.
Reaksi antara gula reduksi dengan DNS merupakan reaksi redoks pada gugus aldehid
gula dan teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sementara itu, DNS sebagai oksidator akan
tereduksi membentuk asam 3-amino dan 5- nitrosalisilat. Reaksi ini berlangsung dalam suasana
basa dan suhu tinggi sekitar 90-100 °C. Bila terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan
DNS yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga
menimbulkan warna jingga kemerahan (Kusmiati dan Agustini, 2010).
BAB III

LANGKAH-LANGKAH PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
Tabel III.1. 1 Daftar alat

No Nama Ukuran Jumlah


1 Erlenmeyer 2L 2 buah
2 Erlenmeyer 500 mL 4 buah
3 Erlenmeyer 250 mL 6 buah
4 Batang Pengaduk - 3 buah
5 Spatula - 5 buah
6 Kawat oose - 1 buah
7 Falkon 15 mL 83 buah
8 Kuvet - 1 kotak
9 Tabung Reaksi Bertutup - 2 kotak
10 Rak Tabung Reaksi - 8 buah
11 Bunsen - 2 buah
12 Gelas Kimia 500 mL 3 buah
13 Gelas Kimia 250 mL 3 buah
14 Termometer - 3 buah
15 Pemantik - 2 buah
16 Corong - 2 buah
17 Magnetik stirrer - 11 buah
18 Penjepit Tabung - 2 buah
19 Botol Alkohol - 1 buah
20 Statif dan Klem - 2 buah
21 Mikropipet 1000 mL 3 buah
22 Tip - 1 kotak
23 Gelas Ukur 100 mL 3 buah
24 Stop watch - 2 buah
25 Botol kaca gelap - 1 buah
26 Jeregen air 5L 1 buah
27 Micro tube 1,5 mL 1 plastik besar
28 Hot plate - 5 unit
29 Spektrofotometer UV – VIS - 3 unit
30 Sentrifuga - 1 unit
31 Oven - 1 unit
32 Water shaker bath - 1 unit
33 Inkubator - 1 unit
34 Auto clave - 1 unit
.
Tabel III.1. 2 Daftar bahan

No. Nama Jumlah


1 Yeast Extract 7 gram
2 Gliserol 14 ml
3 3,5 – DNS 3,75 gram
4 NaOH 7 gram
5 Garam Rochelle 108 gram
6 Pepton 14 gram
7 Aquades 5000 mL
8 NaCl 2,5 gram

III.2 Tahapan-Tahapan Percobaan


Adapun langkah percobaan yang di laksanakan adalah sebagai berikut:
III.2.1. Peremajaan Kultur
Tahap ini dilakukan paling lama dua hari sebelum pembuatan inokulum.

Stok kultur
S. cerevisiae

Secara aseptis, diinokulasikan kultur


kedalam media PDA

Diinkubasi dalam inkubator pada


temperatur yang sesuai selama 24 - 48 jam

Kultur S.
cerevisiae yang
telah diremajakan

Gambar III.2. 1 Diagram alir peremajaan kultur S.cerevisiae


Stok kultur
A.niger

Secara aseptis, diinokulasikan kultur


kedalam media PDA

Diinkubasi dalam inkubator pada


temperatur yang sesuai selama 24 - 48 jam

Kultur A.niger
yang telah
diremajakan

Gambar III.2. 2 Diagram alir peremajaan kultur A.niger

III.2.2 Sterilisasi Media dan Fermentor


Tahap ini harus dilakukan paling lambat (1+n/24) hari sebelum praktikum, dengan n
adalah waktu tipikal mikroorganisme mencapai keadaan stasioner ( dalam jam ).

Air ; nutrisi
; substrat

Nutrisi dan substrat ditakar untuk volume


kerja 700mL

Substrat dilarutkan masing-masing ke


dalam 2 erlenmeyer 2L berisi media
dengan komposisi masing-masing :
Yeast Extract : 7 g
Gliserol : 14 ml
Pepton : 14 g
Aquades : 700 ml

A
A

Larutan diambil 10%v/v dan dipindahkan


ke dalam erlenmeyer 250mL

Disiapkan larutan NaCl 1% volume 200 mL


pada erlenmeyer

Semua saluran pada erlenmeyer ditutup


menggunakan kapas dan aluminium foil,
lalu diikat

Semua bahan dan alat yang diperlukan dimasukkan


pada keranjang autoclave lalu disterilisasi

Alat dan bahan


yang telah
disterilkan

Gambar. III.2.3 Diagram alir sterilisasi media dan fermentor

III.2.3 Persiapan Inokulum untuk Fermentasi


Tahap ini harus dilakukan paling lambat sesuai dengan waktu tipikal mikroorganisme
mencapai keadaan stasioner.

Sel S.
cerevisiae

Diinokulasikan pada medium, lalu


ditutup dengan kapas

A
A

Inokulum diinkubasi selama 13 jam pada


shaker orbital

Inokulum

Gambar III.2.4 Diagram alir persiapan inokulum untuk fermentasi S.cerevisiae

Sel A.niger

Diinokulasikan pada medium, lalu


ditutup dengan kapas

Inokulum diinkubasi selama 13 jam pada


shaker orbital

Inokulum

Gambar III.2.5 Diagram alir persiapan inokulum untuk


fermentasi A.niger

III.2.4 Persiapan Inokulum untuk Kurva Baku Sel


Tahap ini harus dilakukan paling lambat sesuai dengan waktu tipikal mikroorganisme
mencapai keadaan stasioner.
Sel S.
cerevisiae

Diinokulasikan pada medium, lalu


ditutup dengan kapas

Inokulum diinkubasi selama 48 jam pada


shaker orbital

Inokulum

Gambar III.2.6 Diagram alir persiapan inokulum untuk pembuatan kurva baku sel
S.cerevisiae

Sel A.niger

Diinokulasikan pada medium, lalu


ditutup dengan kapas

Inokulum diinkubasi selama 48 jam pada


shaker orbital

Inokulum

Gambar III.2.7 Diagram alir persiapan inokulum untuk pembuatan


kurva baku sel A.niger
III.2.5 Prosedur Percobaan Fermentasi
Tahap ini dapat dimulai setelah praktikan memulai sesi praktikum formal. Praktikum
dianjurkan untuk memeriksa kondisi inokulum setidaknya satu jam sebelumnya.
Diukur pada
10 mL diambil spektrofotometer UV
Medium
sebagai blanko VIS dengan λ = 600
nm

Dimasukkan ke
Inokulum dalam fermentor

Diambil 10 mL untuk diukur


absorbansi pada to sampai
dengan stasioner dengan
interval waktu 1 jam

Disentrifugasi dengan
kecepatan ω = 6000 rpm Pellet

Supernatan

Dianalisis gula
pereduksinya

Gambar III.2.8 Diagram alir fermentasi.

III.2.6 Prosedur Pembuatan Kurva Baku Sel


Prosedur ini bertujuan untuk menghasil absorbansi dan konsentrasi sel. Data absorbansi
dan konsentrasi sel kemudian diplot untuk menghasilkan kurva baku sel.
Tabung falcon
ditimbang

Dimasukkan sampel dengan 8 variasi


pengenceran
1). 14 mL inokulum + 1 mL NaCl 1%
2). 13 mL inokulum + 2 mL NaCl 1%
3). 12 mL inokulum + 3 mL NaCl 1%
4). 11 mL inokulum + 4 mL NaCl 1%
5). 10 mL inokulum + 5 mL NaCl 1%
6). 9 mL inokulum + 6 mL NaCl 1%
7). 8 mL inokulum + 7 mL NaCl 1%
8). 7 mL inokulum + 8 mL NaCl 1%

Diukur absorbansi variasi pengenceran


dengan λ = 600 nm

Sampel yang telah diukur absorbansinya


dimasukkan kembali ke dalam falcon lalu Supernatan
disentrifuga t=15menit, ω=6000rpm

Pelet

Dikeringkan pada oven


T=60oC, t=24 jam

Ditimbang

Berat
kering sel

Gambar III.2.9 Diagram alir pembuatan kurva baku sel


III.2.7 Prosedur Pembuatan Kurva Baku Glukosa
Prosedur ini bertujuan untuk menghasil absorbansi glukosa. Data absorbansi dan
konsentrasi glukosa kemudian diplot untuk menghasilkan kurva baku glukosa.

Larutan induk glukosa diencerkan


dengan buffer sitrat dengan
perbandingan 1 : 0.5 mL

Dipanaskan dalam penangas air pada


T=50oC, t=5 menit

Ditambahkan DNS sebanyak 3 mL

Dipanaskan pada penangas air pada T


T=100oC, t=5 menit

Didinginkan dengan air mengalir


selama 15 menit

Diukur absorbansi dengan spektrofotometer


UV - VIS pada λ = 540 nm

Kurva baku glukosa

Gambar III.2.10 Diagram alir pembuatan kurva baku glukosa


III.2.8 Prosedur Uji Sisa Gula Pereduksi dengan Metode DNS
Prosedur ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi sisa gula pereduksi pada media.
Nilai absorbansi yang diperoleh disubtitusi ke dalam persamaan linier kurva baku glukosa
untuk mendapatkan konsentrasi sisa gula pereduksi.

Sampel kurva tumbuh


sel dari t=0 hingga
stasioner

Disentrifuga dengan
kecepatan 6000 rpm selama Pelet
15 menit

Supernatan

Ditambahkan 3 mL larutan DNS

Dipanaskan dalam penangas air


T=100oC, t=5 menit

Didinginkan dengan air mengalir


selama 15 menit

Diukur nilai Absorbansi nya dengan


menggunakan spektrofotometer UV-
Vis λ= 540 nm

Nilai absorbansi yang diperoleh


disubtitusi ke persamaan linier yang
diperoleh dari dari kurva baku glukosa

Nilai konsentrasi sisa gula


pereduksi pada media

Gambar III.2.8 Diagram alir uji sisa gula pereduksi dengan metode DNS
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Fermentasi dapat didefinisikan sebagai proses biologikal yang terjadi tanpa adanya
keterlibatan rantai respirasi, baik dengan oksigen ataupun nitrat sebagai akseptor elektron
terakhirnya. Dalam keadaan tersebut, yang terjadi hanyalah oksidasi parsial dari senyawa
organik dan hanya sejumlah kecil energi yang dibebaskan, sedangkan sisanya berada di dalam
produk.
Pada percobaan ini, dilakukan fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme A.
niger dan S. cerevisiae dalam media cair YPG (Yeast extract, Pepton, Gliserol). Variasi pada
percobaan ini adalah mikroba yang digunakan dengan jumlah nutrisi yang diberikan sama dan
perlakuan serta kondisi lingkungan yang sama. Pada praktikum ini, dilakukan perhitungan
secara tidak langsung yaitu dengan alat spektrofotometer yang menghasilkan data absorbansi.
Data absorbansi dikonversi menjadi konsentrasi sel dan konsentrasi glukosa tiap waktu dengan
menggunakan kurva baku sel dan kurva baku glukosa. Nilai konsentrasi yang diperoleh
selanjutnya diplot terhadap waktu untuk memperoleh kurva tumbuh A. niger dan S. cerevisiae
selama proses fermentasi.

IV.1 Kurva Baku Pertumbuhan A. niger dan S. cerevisiae


Untuk memperoleh kurva pertumbuhan A. niger dan S. cerevisiae, diplot terlebih
dahulu kurva baku sel. Kurva baku sel diperoleh dengan menggunakan variasi pengenceran
sampel sel dengan larutan NaCl, untuk selanjutnya diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Tujuan dari kurva baku sel adalah untuk menentukan konsentrasi sel
(g/mL) yang akan digunakan pada penentuan kurva pertumbuhan A. niger dan S. cerevisiae.
Berdasarkan Gambar IV.1 dan Gambar IV.2 maka dapat diketahui persamaan regresi hubungan
absorbansi sel (y) dengan konsentrasi sel (x) yaitu y = 156.88x + 0.0529 untuk A. niger dan y
= 644.37x + 0.0269 untuk S. cerevisiae.
0,4
0,35 y = 156,88x + 0,0529
R² = 0,9576
0,3
Absorbansi (nm)
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 0,0005 0,001 0,0015 0,002
Konsentrasi sel (g/ml)

Gambar IV. 1 Kurva baku Aspergillus niger

0,8
0,7
0,6
y = 644,37x + 0,0269
Absorbansi

0,5
R² = 0,9958
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,001 0,0012
Konsentrasi sel (g/ml)
Gambar IV. 2 Kurva baku Saccharomyces cerevisiae

IV.2 Kurva Pertumbuhan A. niger dan S. cerevisiae


Data untuk kurva pertumbuhan A. niger dan S. cerevisiae disajikan pada lampiran D.3.1
dan D.3.2 yang berguna untuk menghasilkan kurva pertumbuhan A. niger dan S. cerevisiae
ditunjukkan oleh Gambar IV.3 berikut ini.
0,0045
0,004
Konsentrasi Sel (g/ml) 0,0035
0,003
0,0025
0,002
Kurva
0,0015 Pertumbuhan
0,001 Aspergillus niger
Kurva
0,0005
pertumbuhan S.
0 cerevisiae
0 10 20 30
-0,0005
-0,001
Waktu (jam)

Gambar IV.3 Kurva Pertumbuhan A. niger dan S. cereviciae

Dari grafik pada gambar IV.3, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan A. niger
meningkat seiring berjalannya waktu. Saat t=0 jam sampai t=6 jam, A. niger berada pada fasa
lag (fasa adaptasi). Kemudian pada t=7 jam sampai t=12 jam mengalami pertumbuhan sel (fasa
logaritmik/eksponensial). Selama pertumbuhan sel, produktivitas sel akan semakin berkurang
sehingga terdapat suatu keadaan dimana jumlah sel yang hidup dan jumlah sel yang mati relatif
seimbang atau disebut dengan fasa stasioner. Keadaan tersebut dimulai dari t=13 jam hingga
t=24 jam.

Laju pertumbuhan S.cerevisiae juga dapat diamati melalui grafik pada gambar IV.3.
S.cerevisiae mengalami fasa lag (fasa adaptasi) saat t=0 jam sampai t=6 jam. Kemudian fasa
pertumbuhan sel (fasa logaritmik/eksponensial) terjadi saat t=7 jam sampai t=24 jam.

IV.3. Laju Pertumbuhan Spesifik A. niger dan S. cerevisiae


Dari grafik kurva pertumbuhan A. niger dan S. cerevisiae dapat ditentukan laju
pertumbuhan spesifik A. niger dan S. cerevisiae. A. niger mengalami fase eksponensial pada
pengambilan sampel t = 7 jam sampai t = 12 jam dan S. cerevisiae mengalami fase eksponensial
pada pengambilan sampel t = 7 jam dan t = 24 jam. Oleh sebab itu, untuk mencari laju
pertumbuhan spesifik A. niger dan S. cerevisiae dapat diplot grafik ln konsentrasi sel pada fase
eksponensial terhadap waktu. Grafik laju pertumbuhan A. niger dan S. cerevisiae ditampilkan
dalam Gambar IV.5 dan Gambar IV.6.
0
0 2 4 6 8 10 12 14
-2
Ln Konsentrasi Sel

-4
y = 0,7653x - 14,248
-6 R² = 0,8152

-8

-10

-12
Waktu (jam)

Gambar IV.5 Laju pertumbuhan spesifik A. niger

-7,2
0 5 10 15 20 25 30
-7,4
-7,6
Ln Konsentrasi Sel

-7,8
-8 y = 0,0671x - 9,0085
R² = 0,9509
-8,2
-8,4
-8,6
-8,8
Waktu (jam)
Gambar IV.6 Laju pertumbuhan spesifik S.cerevisiae

Dari persamaan laju pada masing-masing variasi substrat, dapat ditentukan laju
pertumbuhan sel dalam waktu 1 jam dengan persamaan Monod:

ln X = μt + ln X0
Melalui persamaan Monod, dapat ditentukan nilai konstanta 𝜇 yang bersifat konstan
dan dinyatakan laju yang spesifik untuk satu nilai konsentrasi awal untuk setiap konsentrasi
substrat.
Tabel IV.1 Laju pertumbuhan spesifik A. niger dan S. cerevisiae
Mikroorganisme Persamaan regresi fase Korelasi μ (jumlah sel/jam)
eksponensial
A. niger y = 0.7653x - 14.248 0.8152 0.7653
S. cerevisiae y = 0.0671x - 9.0085 0.9509 0.0671

Dari nilai korelasi pada masing-masing mikroorganisme, dapat dilihat bahwa nilai µ
pada A. niger lebih tinggi daripada nilai µ pada S.cerevisiae sehingga dapat disimpulkan bahwa
A. niger dapat bertumbuh lebih baik pada media YPG (Yeast extract, pepton, gliserol)
dibandingkan S. cerevisiae.

IV.4. Laju penurunan gliserol pada A. niger dan S. cerevisiae


Gula reduksi adalah gula yang memiliki kemampuan untuk mereduksi karena adanya
gugus aldehid atau keton bebas. (Sastrohamidjojo, 2005). Dalam pengujian kadar gula
pereduksi digunakan DNS. DNS sebagai oksidator akan tereduksi membentuk asam 3-amino
dan 5- nitrosalisilat. Bila terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan DNS yang awalnya
berwarna kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga menimbulkan warna jingga
kemerahan (Kusmiati dan Agustini, 2010). Semakin tinggi kadar gula reduksi yang terdapat
dalam sampel, maka akan semakin banyak pula molekul asam 3-amino-5- nitrosalisilat yang
terbentuk, sehingga absorbansi sampel akan semakin tinggi.

Pada praktikum ini, ditentukan kurva sisa gula pereduksi pada Fermentor berisi kultur
Saccharomyces cereviseae dan Aspergillus niger. Kurva sisa gula pereduksi merupakan kurva
yang menghubungkan nilai antara konsentrasi sisa gula pereduksi terhadap waktu fermentasi.
Konsentrasi sisa gula pereduksi ditentukan berdasarkan nilai absorbansi yang diperoleh dari
alat spektrofotometer.

Kurva sisa gula pereduksi ditentukan dari persamaan kurva baku glukosa, selanjutnya
ditentukan konsentrasi gula setiap jam. Profil sisa gula pereduksi pada Fermentor berisi kultur
Saccharomyces cereviseae dan fermentor berisi kultur Aspergillus niger yang ditunjukkan oleh
gambar IV.7 sebagai berikut.
30
Konsentrasi (g/ml) 25 Kurva sisa gula
pereduksi
20 Aspergillus niger
15
Kurv sisa gula
10 pereduksi
Saccharomyces
5 cerevisiae
0
0 10 20 30
Waktu (jam)

Gambar IV.7 Kurva Sisa Gula Pereduksi pada fermentor berisi kultur Saccharomyces
cereviseae dan fermentor berisi kultur Aspergillus niger

Pada grafik di atas, diperoleh kurva sisa gula pereduksi pada fermentor berisi kultur
Saccharomyces cereviseae dan fermentor berisi kultur Aspergillus niger semakin lama
semakin menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa selama fermentasi berlangsung terdapat
penggunaan gliserol oleh Saccharomyces cerevisiae dan Aspergillus niger sebagai sumber
karbon dan sumber energi untuk pertumbuhannya, sehingga konsentrasi gliserol semakin
berkurang seiring pertambahan waktu fermentasi hingga akhirnya substrat habis (konsentrasi
substrat 0).

Tabel IV.2 Penggunaan gliserol oleh A. niger dan S. cerevisiae


∆t (jam) ∆C (g/mL) ∆C/∆t (g/mL.jam)
A.niger 5 1,926 0,3852
S.cerevisiae 17 8,735 0,5138

Penggunaan gliserol oleh A.niger dan S.cerevisiae dapat dilihat pada tabel di atas
dengan ∆t adalah selisih waktu awal dan akhir fasa pertumbuhan, ∆C adalah selisih konsentrasi
sel awal dan akhir selama fasa pertumbuhan, dan ∆C/∆t adalah jumlah penggunaan gliserol.
Perhitungan tabel di atas dapat dilihat pada Lampiran B.6. Pada tabel di atas dapat dilihat
penggunaan gliserol oleh A.niger dan S.cerevisiae tidak jauh berbeda tiap jam.
Selama pertumbuhan diperlukan nutrisi. Semakin besar pertumbuhan maka semakin
banyak jumlah nutrisi yang dikonsumsi. Melalui grafik pada gambar IV.7 terlihat bahwa
jumlah gliserol yang dikonsumsi selama fermentasi oleh Aspergillus niger berbeda namun
tidak terlalu jauh dibandingkan Saccharomyces cereviseae.

Tabel IV.3 Penggunaan gliserol dan laju pertumbuhan spesifik A. niger dan S. cerevisiae
∆C/∆t (g/mL.jam) μ (jumlah sel/jam)
A.niger 0,3852 0.7653
S.cerevisiae 0,5138 0.0671

Namun, penggunaan gliserol oleh Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae


tidak sesuai dengan laju pertumbuhannya. Laju pertumbuhan Aspergillus niger sangat tinggi
dibandingkan Saccharomyces cereviseae yang dapat dilihat pada tabel IV.3. Hal ini disebabkan
karena proses metabolisme A. niger dan S. cerevisiae yang juga berbeda artinya penggunaan
nutrisi untuk membangun tubuh lebih efisien pada A. niger dibandingkan S. cerevisiae.
Menurut literatur, A. niger dan S. cerevisiae dapat tumbuh baik pada media gliserol. Gliserol
yang masuk kedalam sel akan masuk ke jalur glikolisis melalui dihidroksiaseton-fosfat dan
kemudian diubah menjadi piruvat yang akan lanjut ke tahap prep-step dan siklus kreb.

Dari grafik pada gambar IV.3, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan A. niger lebih
tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan S. cerevisiae. Artinya A. niger lebih mudah
menggunakan gliserol sebagai sumber karbon dibandingkan S. cerevisiae. Jika dilihat dari
penurunan kadar glukosa, laju penurunan kadar glukosa antara S. cerevisiae dan A. niger,
penurunan keduanya tidak terlalu berbeda. Walaupun kadar nutrisi yang oleh mikroba yang
berbeda adalah sama, pertumbuhan dan perkembangannya belum tentu sama. Hal ini mungkin
dipengaruhi oleh faktor metabolisme kedua organisme tersebut yang berpengaruh pada
efisiensi pengubahan nutrisi menjadi energi yang digunakan untuk pertumbuhan. Sehingga
menyebabkan laju pertumbuhan A. niger lebih tinggi dibandingkan S. cerevisiae.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Laju pertumbuhan A. niger pada media YPG(Yeast extract, pepton, gliserol) lebih
tinggi dibandingkan laju pertumbuhan S. cerevisiae pada media YPG.
2. Konstanta laju pertumbuhan spesifik A. niger lebih tinggi dibandingkan laju
pertumbuhan spesifik S. cerevisiae.
3. Laju penurunan gliserol pada A. niger lebih tinggi dibandingkan laju penurunan
gliserol pada S. cerevisiae.
4. Laju pertumbuhan A. niger dan S. cerevisiae sebanding dengan laju penurunan
gliserol pada media YPG sebagai sumber karbon.
5. Laju pertumbuhan dan penurunan gliserol pada A. niger lebih tinggi dibandingkan
dengan laju pertumbuhan dan penurunan gliserol pada S. cerevisiae.

V.2 Saran
Agar tujuan praktikum dapat dicapai dengan baik, maka ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu:
• Ketelitian praktikan dalam hal pengukuran, baik dalam mengukur (menimbang) berat
sel ataupun dalam penggunaan spektrofotometer.
• Pengambilan sampel harus tepat pada waktu yang telah ditentukan yaitu satu jam sekali,
agar diperoleh nilai absorbansi dan kurva tumbuh sel yang lebih akurat.
• Pengadukan fermentor agar tidak terlalu cepat dan merata, agar sel bakteri tidak stress
dan bertumbuh dengan maksimal.
• Pengaturan suhu fermentor yang statis (tetap) pada suhu optimum pertumbuhan yaitu
370C A. niger dan S. cerevisiae
DAFTAR PUSTAKA

Adney, B., and Baker, J. 2008. Measurement of Cellulase Activities-Laboratory Analytical


Procedur (LAP). Technical Report.
Blazejak,S. ,Duszkiewicz Reinhard,W.,Gniewosz,M.,RostkowDemner,E.,Domurad,E., 2002
The Study of Saccharomyces cerevisiae Brewery Yeast Strain Capacityof Binding with
Magnesium in Dinamic Condition. Electronic Jurnal of Polish Agricultural University.
Kusmiati dan Agustini N.W.S. 2010. Pemanfaatan Limbah Onggok untuk Produksi Asam
Sitrat dengan Penambahan Mineral Fe dan Mg pada Substrat Menggunakan Kapang
Trichoderma Sp dan Aspergillus Niger. Seminar Nasional Biologi. 856-866.
Moo-Young M.,A.Moriera, and R.Tengerdy.1983.Principle of solid state fermentation, Dalam
The Filamentous Fungi, Vol.4, Fungal Technology, JE Smith, DR Berry, & B Kristiansen
(eds), Edward Arnold Publisher, London
Pandey, A., Nigam, P., Soccol, C.R., Soccol, V.T., et al. (2000) Advances in microbial
amylases. Biotechnology and Applied Biochemistry, 31, 135-152.
Purkan, Purnama H. D. , Sumarsih S.. 2015. Produksi Enzim Selulase dari Aspergillus niger
Menggunakan Sekam Padi dan Ampas Tebu sebagai Induser. Jurnal Ilmu Dasar, 16(2),
95-102.
Shuler, M., & Kargi, F. (2002). Bioprocess Engineering Basic Concepts (2 ed.) New Jersey :
Prestince Hall
Takagi, M., S. Abe, H.Suzuki, G.Emer, dan N.Yata. 1977. A method for production of alcohol
direct from cellulose using cellulase and yeast. Proceedings of Bioconversion
Symposium IIT, Delhi 551-571.
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR

A.1 Taksonomi A. niger

Domain: Eukaryota

Kingdom: Fungi

Filum: Ascomycota

Subfilum: Pezizomycotina

Kelas: Eurotiomycetes

Ordo: Eurotiales

Famili: Trichocomaceae

Genus: Aspergillus

Spesies: A. niger
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN

B.1 Perhitungan Volume Kerja Inokulum


Penentuan volume kerja inokulum didasarkan pada penugasan yang diberikan yaitu
inokulum yang dikerjakan adalah 10% dari volume kerja total fermentasi yaitu 700 mL.
10
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑖𝑛𝑜𝑘𝑢𝑙𝑢𝑚 = × 700 𝑚𝐿
100

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑖𝑛𝑜𝑘𝑢𝑙𝑢𝑚 = 70 𝑚𝐿

B.2 Perhitungan Volume Media Fermentor


Dalam praktikum ini, fermentor pertama dan kedua diisi dengan YPG (Yeast Extract ,
pepton, gliserol). Penentuan volume media fermentor didasarkan pada:

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑚𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟 + 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑖𝑛𝑜𝑘𝑢𝑙𝑢𝑚


700 𝑚𝐿 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑚𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟 + 70 𝑚𝐿

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑚𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟 = 630 𝑚𝐿

Sehingga untuk campuran nutrien dan substrat dibuat sebanyak 630 mL dalam masing-
masing fermentor sesuai substrat yang ditugaskan.

B.3 Perhitungan Kurva Tumbuh Sel


Perhitungan kurva tumbuh sel dilakukan setelah memperoleh kurva baku sel.
Persamaan linier yang diperoleh pada kurva baku sel akan menjadi landasan dalam
penghitungan kurva tumbuh sel.

Persamaan yang diperoleh : 𝑦 = 88.759𝑥 − 0.2035 , dimana y = absorbansi dan x =


konsentrasi sel.
Contoh perhitungan (menggunakan data absorbansi rata-rata substrat glukosa 5% pada
t = 9 jam.
Dik : 𝑦 = 88.759𝑥 − 0.2035 ; 𝑦 = 0.211
Dit : x
Jawab : 0.211 = 88.759𝑥 − 0.2035
0.211 + 0.2035
𝑥= = 0.004669
88.759
Maka konsentrasi sel pada substrat glukosa 5%b/v pada t = 9 jam adalah 0,0012674
B.4 Perhitungan Laju Pertumbuhan Spesifik Sel
Perhitungan laju pertumbuhan sel dilakukan dengan memplot waktu fermentasi
terhadap ln konsentrasi sel. Dimana ln konsentrasi sel (ln [Sel]) diperoleh dari nilai kosentrasi
sel pada kurva baku sel.

Contoh Perhitungan laju pertumbuhan sel pada substrat glukosa 5%b/v.

Dik : persamaan kurva laju pertumbuhan spesifik sel : 𝑦 = 0.0378𝑥 − 5.7601 dimana
persamaan tersebut sama dengan persamaan Monod : ln 𝑋 = 𝜇𝑡 + ln 𝑋0 dimana

Ln X = y ; 𝑡 = 𝑋 ; 𝐿𝑛 𝑋0 = 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝𝑡 = −5.7601

𝜇 = 0.0378 sel/jam

B.5 Perhitungan Sisa Gula Pereduksi


Perhitungan sisa gula pereduksi diperoleh dari persamaan kurva baku glukosa.

Contoh perhitungan konsentrasi sisa gula pereduksi pada substrat laktosa 5%b/v pada t
= 3 jam

Dik : Persamaan kurva baku glukosa : 𝑦 = 0.0169𝑥 + 0.0361, dimana y = absorbansi dan x =
konsentrasi

Absorbansi (y) = 0.883

Dit : [Sel]

Jawab : 0.883 = 0.0169𝑥 + 0.0361

0.883 − 0.0361
𝑥= = 50.1124
0.0169

Jadi, konsentrasi sel pada substrat laktosa 5%b/v pada t = 3 jam adalah 50.1124.

B.6 Perhitungan Penggunaan Gliserol


Pada A.niger, fasa pertumbuhan terjadi pada t=7 jam sampai t=12 jam.
∆t = 12 − 7 = 5 jam
∆C = 17,897 − 15,971 = 1,926 g/mL
∆C 1,926
= = 0,3852
∆t 5
Pada S.cerevisiae, fasa pertumbuhan terjadi pada t=7 jam sampai t=24 jam.
∆t = 24 − 7 = 17 jam
∆C = 17,853 − 9,118 = 8,735
∆C 8,735
= = 0,5138
∆t 17
LAMPIRAN C
KURVA KALIBRASI

C.1 Kurva Baku Aspergillus niger

0,4
0,35 y = 156,88x + 0,0529
R² = 0,9576
0,3
Absorbansi (nm)

0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 0,0005 0,001 0,0015 0,002
Konsentrasi sel (g/ml)

Gambar C.1.1 Kurva Baku Sel A. niger

0,8
0,7
0,6
Absorbansi

0,5 y = 644,37x + 0,0269


R² = 0,9958
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,001 0,0012
Konsentrasi sel (g/ml)

Gambar C.1.2 Kurva Baku Sel S. cerevisiae


C.2 Kurva Baku Glukosa

0,180 y = 0,0169x + 0,0361


R² = 0,9726
0,160
0,140
Konsentrasi Gula (g/mL)

0,120
0,100
0,080
0,060
0,040
0,020
0,000
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (jam)

Gambar C. 2 Kurva Baku Glukosa


LAMPIRAN D
DATA MENTAH

D.1 Tekanan dan Temperatur Laboratorium

Tabel D.1.1 Tekanan dan temperatur laboratorium masuk


Tanggal P (mmHg) T (oC)
4 Maret 2019 71.1 ± 0,05 24 ± 0,5
4 Maret 2019 71.1 ± 0,05 24 ± 0,5

Tabel D.1.2 Tekanan dan temperatur laboratorium keluar


Tanggal P (mmHg) T (oC)
5 Maret 2019 71.1 ± 0,05 24 ± 0,5
5 Maret 2019 71.1 ± 0,05 24 ± 0,5

D.2 Data Kurva baku sel


Tabel D.2.1 Data Kurva Baku Sel A. niger

Suspensi Berat Berat Berat


Berat konsentrasi ABS
falcon + kering kering sel
Inokulum NaCl Falcon sel (g/ml) 600 nm
sel (g) sel (g) (g)
1 5.9511 5.9782 0.0271
14 1 0.0273 0.00182 0.347
2 5.9508 5.9783 0.0275
1 5.9847 6.0107 0.026
13 2 0.0264 0.00176 0.326
2 5.9848 6.0105 0.0257
1 5.9612 5.9869 0.0257
12 3 0.02505 0.00167 0.318
2 5.9607 5.9877 0.027
1 5.9326 5.9653 0.0327
11 4 0.0222 0.00148 0.289
2 5.9327 5.9649 0.0322
1 5.945 5.9709 0.0259
10 5 0.01935 0.00129 0.257
2 5.9445 5.9711 0.0266
1 5.945 5.9644 0.0194
9 6 0.0186 0.00124 0.228
2 5.9449 5.9647 0.0198
1 5.9411 5.96 0.0189
8 7 0.0159 0.00106 0.206
2 5.941 5.9601 0.0191
1 5.9576 5.9689 0.0113
7 8 0.01185 0.00079 0.195
2 5.9565 5.969 0.0125
Tabel D.2.2 Data Kurva Baku Sel S. cerevisiae

Suspensi Berat
Berat Berat Berat ABS
falcon Konsentrasi
Falcon kering kering 600
Inokulum NaCl + sel sel (g/mL)
(g) sel (g) sel (g) nm
(g)
1 5.9359 5.953 0.01663
14 1 0.01665 0.00111 0.7472
2 5.9355 5.952 0.01667
1 5.9194 5.935 0.01544
13 2 0.01545 0.00103 0.687
2 5.9193 5.935 0.01546
1 5.9522 5.967 0.01455
12 3 0.01455 0.00097 0.641
2 5.9523 5.967 0.01455
1 5.8784 5.891 0.01231
11 4 0.01232 0.00082 0.5605
2 5.8784 5.891 0.01233
1 5.9393 5.949 0.00946
10 5 0.00945 0.00063 0.447
2 5.9395 5.949 0.00944
1 5.9478 5.956 0.00855
9 6 0.00855 0.00057 0.406
2 5.9477 5.956 0.00855
1 5.945 5.953 0.00794
8 7 0.00795 0.00053 0.352
2 5.9445 5.952 0.00796
1 5.9385 5.945 0.00628
7 8 0.0063 0.00042 0.293
2 5.9387 5.945 0.00632

D.3. Data Kurva Pertumbuhan Sel


Tabel D.3.1 Data Pertumbuhan Sel A. niger

Absorbansi Konsentrasi sel


Waktu Ln Konsentrasi Sel
I II Mean (g/mL)
0 0.015 0.018 0.0165 -0.000226403
1 0.032 0.015 0.0235 -0.00018176
2 0.015 0.013 0.014 -0.000242347
3 0.023 0.013 0.018 -0.000216837
4 0.002 0.006 0.004 -0.000306122
5 0.005 0.002 0.0035 -0.000309311
6 0.015 0.053 0.034 -0.000114796
7 0.078 0.042 0.06 5.10204E-05 -9.883284845
8 0.139 0.132 0.1355 0.000532526 -7.537879755
9 0.223 0.219 0.221 0.001077806 -6.832827672
10 0.384 0.393 0.3885 0.002146046 -6.144128238
11 0.582 0.573 0.5775 0.003351403 -5.698376197
12 0.545 0.54 0.5425 0.003128189 -5.767301108
13 0.572 0.568 0.57 0.003303571 -5.712751145
14 0.584 0.571 0.5775 0.003351403 -5.698376197
Absorbansi Konsentrasi sel
Waktu Ln Konsentrasi Sel
I II Mean (g/mL)
15 0.591 0.582 0.5865 0.003408801 -5.681394656
16 0.625 0.629 0.627 0.003667092 -5.608356346
17 0.647 0.643 0.645 0.003781888 -5.577531988
18 0.635 0.638 0.6365 0.003727679 -5.591969606
19 0.638 0.635 0.6365 0.003727679 -5.591969606
20 0.642 0.636 0.639 0.003743622 -5.587701567
21 0.656 0.639 0.6475 0.003797832 -5.573324998
22 0.643 0.628 0.6355 0.003721301 -5.593681935
23 0.637 0.641 0.639 0.003743622 -5.587701567
24 0.646 0.625 0.6355 0.003721301 -5.593681935

Tabel D.3.2 Data Pertumbuhan Sel S. cerevisiae

Absorbansi Konsentrasi sel Ln Konsentrasi


Waktu
I II Mean (g/mL) sel
0 0.011 0.014 0.0125 -3.19514E-05
1 0.018 0.021 0.0195 -1.00885E-05
2 0.02 0.025 0.0225 -5.43225E-06
3 0.035 0.04 0.0375 1.78488E-05 -10.9335727
4 0.053 0.052 0.0525 4.11299E-05 -10.098775
5 0.076 0.071 0.0735 7.37234E-05 -9.515190024
6 0.103 0.106 0.1045 0.000121838 -9.01282111
7 0.134 0.135 0.1345 0.0001684 -8.689169562
8 0.141 0.147 0.144 0.000183144 -8.605235111
9 0.16 0.167 0.1635 0.00021341 -8.452295818
10 0.179 0.179 0.179 0.000237467 -8.345481814
11 0.194 0.208 0.201 0.000271613 -8.211133761
12 0.224 0.221 0.2225 0.000304982 -8.095257304
13 0.228 0.237 0.2325 0.000320503 -8.045619323
14 0.255 0.254 0.2545 0.000354648 -7.944383525
15 0.264 0.254 0.259 0.000361633 -7.924881282
16 0.275 0.278 0.2765 0.000388794 -7.852460815
17 0.277 0.281 0.279 0.000392674 -7.842530246
18 0.292 0.294 0.293 0.000414403 -7.788671077
19 0.313 0.323 0.318 0.000453205 -7.699165933
20 0.326 0.297 0.3115 0.000443117 -7.721677706
21 0.344 0.317 0.3305 0.000472606 -7.657248648
22 0.336 0.361 0.3485 0.000500543 -7.599816599
23 0.389 0.356 0.3725 0.000537793 -7.528036916
24 0.401 0.413 0.407 0.000591339 -7.43312036
D.4. Data Gula Pereduksi A. niger

Tabel D.4.1 Data Sisa Gula pada A. niger

Absorbansi Konsentrasi
Waktu 1/Konsentrasi
I II Mean (g/mL)
0 0.869 0.872 0.8705 24.63235294 0.040597015
1 0.859 0.865 0.862 24.38235294 0.041013269
2 0.845 0.86 0.8525 24.10294118 0.041488713
3 0.792 0.789 0.7905 22.27941176 0.044884488
4 0.781 0.77 0.7755 21.83823529 0.045791246
5 0.741 0.752 0.7465 20.98529412 0.047652418
6 0.657 0.643 0.65 18.14705882 0.055105348
7 0.64 0.643 0.6415 17.89705882 0.055875103
8 0.615 0.617 0.616 17.14705882 0.058319039
9 0.61 0.593 0.6015 16.72058824 0.059806508
10 0.591 0.554 0.5725 15.86764706 0.063021316
11 0.59 0.585 0.5875 16.30882353 0.061316501
12 0.582 0.57 0.576 15.97058824 0.062615101
13 0.56 0.565 0.5625 15.57352941 0.06421152
14 0.545 0.56 0.5525 15.27941176 0.065447546
15 0.531 0.542 0.5365 14.80882353 0.067527309
16 0.511 0.523 0.517 14.23529412 0.070247934
17 0.503 0.514 0.5085 13.98529412 0.07150368
18 0.496 0.501 0.4985 13.69117647 0.073039742
19 0.47 0.492 0.481 13.17647059 0.075892857
20 0.482 0.488 0.485 13.29411765 0.075221239
21 0.463 0.472 0.4675 12.77941176 0.078250863
22 0.432 0.46 0.446 12.14705882 0.082324455
23 0.42 0.442 0.431 11.70588235 0.085427136
24 0.319 0.43 0.3745 10.04411765 0.099560761

Tabel D.4.2 Data Sisa Gula pada S. cerevisiae

Absorbansi
Waktu Konsentrasi 1/Konsentrasi
I II Mean
0 0.835 0.842 0.8385 23.69117647 0.042209808
1 0.812 0.82 0.816 23.02941176 0.043422733
2 0.763 0.775 0.769 21.64705882 0.046195652
3 0.74 0.737 0.7385 20.75 0.048192771
4 0.718 0.708 0.713 20 0.05
5 0.693 0.69 0.6915 19.36764706 0.051632498
6 0.681 0.676 0.6785 18.98529412 0.052672347
Absorbansi
Waktu Konsentrasi 1/Konsentrasi
I II Mean
7 0.638 0.642 0.64 17.85294118 0.05601318
8 0.57 0.584 0.577 16 0.0625
9 0.545 0.531 0.538 14.85294118 0.067326733
10 0.498 0.51 0.504 13.85294118 0.072186837
11 0.472 0.475 0.4735 12.95588235 0.077185017
12 0.469 0.473 0.471 12.88235294 0.077625571
13 0.432 0.443 0.4375 11.89705882 0.084054388
14 0.442 0.452 0.447 12.17647059 0.082125604
15 0.425 0.43 0.4275 11.60294118 0.086185044
16 0.423 0.42 0.4215 11.42647059 0.087516088
17 0.391 0.399 0.395 10.64705882 0.093922652
18 0.395 0.388 0.3915 10.54411765 0.094839609
19 0.391 0.385 0.388 10.44117647 0.095774648
20 0.371 0.382 0.3765 10.10294118 0.098981077
21 0.375 0.38 0.3775 10.13235294 0.098693759
22 0.351 0.362 0.3565 9.514705882 0.105100464
23 0.344 0.35 0.347 9.235294118 0.108280255
24 0.341 0.345 0.343 9.117647059 0.109677419

D.5. Data Kurva Baku Glukosa


Tabel D.5 Data Absorbansi Glukosa

Absorbansi Absorbansi Konsentrasi


No
I II Rata-rata (g/ml)
1 0.142 0.163 0.1525 3.35
2 0.098 0.13 0.114 2.5
3 0.086 0.1 0.093 1.65
4 0.057 0.08 0.0685 1

Anda mungkin juga menyukai