Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfaatan Limbah Peternakan


Pemanfaatan limbah peternakan khususnya kotoran ternak sapi
menjadi biogas mendukung konsep zero waste sehingga sistem pertanian
yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dicapai. Beberapa
keuntungan penggunaan kotoran ternak sebagai penghasil biogas sebagai
berikut :
1. Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah,
pencemaran udara (bau).
2. Memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas
yang dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk keperluan
rumah tangga.
3. Mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi
bagi kegiatan rumah tangga yang berarti dapat meningkatkan
kesejahteraan peternak.
4. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya
biogas untuk menjadi energi listrik untuk diterapkan di lokasi yang
masih belum memiliki akses listrik.
Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya
kegiatan ini sebagai usulan untuk mekanisme pembangunan bersih
(Clean Development Mechanism).
Kotoran sapi merupakan kotoran yang paling efisien digunakan
sebagai penghasil biogas karena setiap 10 - 20 kg kotoran perhari dapat
menghasilkan 2 m3 biogas. Dimana energi yang terkandung dalam 1 m 3
biogas sebesar 2000-4000 kkal atau dapat memenuhi kebutuhan memasak
bagi satu keluarga (4-5 orang) selama 3 jam (Suriawiria,2005). Setiap 1 m 3
kotoran sapi setara dengan 60 watt lampu bolam ≅ 100 candle power ≅ 620
lumen) dengan tekanan : 70 - 85 mmH2O. (Widodo and Hendriardi, 2005).

1
2.2. Pengolahan Limbah Peternakan Sapi Menjadi Biogas
Pengolahan limbah peternakan sapi menjadi biogas pada
prinsipnya menggunakan metode dan peralatan yang sama dengan
pengolahan biogas dari biomassa yang lain. Adapun alat penghasil biogas
secara anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-
19, riset untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh
Jerman dan Perancis pada masa antara dua Perang Dunia. Selama Perang
Dunia II, banyak petani di Inggris dan Benua Eropa yang membuat alat
penghasil biogas kecil yang digunakan untuk menggerakkan traktor.
Akibat kemudahan dalam memperoleh BBM dan harganya yang murah
pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini mulai ditinggalkan.
Tetapi, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang
murah dan selalu tersedia selalu ada. Oleh karena itu, di India kegiatan
produksi biogas terus dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara
berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua
Nugini telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat penghasil
biogas. Selain di negara berkembang, teknologi biogas juga telah
dikembangkan di negara maju seperti Jerman.
Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang
memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik
secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan gas
metan (Nandiyanto, 2007). Menurut Haryati (2006), proses pencernaan
anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan
bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik
pada kondisi tanpa udara, bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah
yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan
sampah organik rumah tangga. Gas metan adalah gas yang mengandung
satu atom C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas metan
yang dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga dihasilkan energi panas.
Bahan

2
organik yang bisa digunakan sebagai bahan baku industri ini adalah
sampah organik, limbah yang sebagian besar terdiri dari kotoran dan
potongan - potongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya
serta air yang cukup banyak.
Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N,
temperatur, keasaman juga jenis digester yang dipergunakan. Kondisi
optimum yaitu pada temperatur sekitar 32 – 35°C atau 50 – 55°C dan pH
antara 6,8 – 8 . Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan
organik dengan adanya air menjadi energi gas. Jika dilihat dari segi
pengolahan limbah, proses anaerobik juga memberikan beberapa
keuntungan lain yaitu menurunkan nilai COD dan BOD, total solid,
volatile solid, nitrogen nitrat dan nitrogen organic, bakteri coliform dan
patogen lainnya, telur insek, parasit, dan bau.
Proses pencernaan anaerobik, yang merupakan dasar dari reaktor
biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri
metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini
secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik,
seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga.
Menurut Haryati (2006), pembentukan biogas meliputi tiga tahap
proses yaitu:
1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik
mudah larut dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi
sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer
menjadi bentuk monomer).
2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula
sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan
makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan
gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat,
alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia.

3
3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas
metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang
akan mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen
sulfida.

Jika dilihat analisa dampak lingkungan terhadap lumpur keluaran


(slurry) dari digester menunjukkan penurunan COD sebesar 90% dari
kondisi bahan awal dan pebandingan BOD/COD sebesar 0,37 lebih kecil
dari kondisi normal limbah cair BOD/COD = 0,5. Sedangkan unsur utama
N (1,82%), P (0,73%) dan K (0,41%) tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata dibandingkan pupuk kompos (referensi: N (1,45%), P (1,10%) dan K
(1,10%) (Widodo dkk., 2006). Berdasarkan hasil penelitian, hasil samping
pupuk ini mengandung lebih sedikit bakteri patogen sehingga aman untuk
pemupukan sayuran/buah, terutama untuk konsumsi segar (Widodo dkk.,
2006).

Saat ini berbagai jenis bahan dan ukuran peralatan biogas


telah dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik
wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran ternak. Peralatan dan
proses pengolahan dan pemanfaatan biogas ditampilkan pada gambar

berikut.

Gambar 2. 1. Instalasi digestifikasi anaerobic (Waskito, D., 2011)

Digester dapat dibuat dari bahan plastik Polyetil Propilene (PP),


4
fiber glass atau semen, sedangkan ukuran bervariasi mulai dari 4 – 35 m3.

5
Biogas dengan ukuran terkecil dapat dioperasikan dengan kotoran ternak
3 ekor sapi.

Gambar 2. 2. Contoh digester anaerobic (Waskito, D., 2011)

Cara Pengoperasian Unit Pengolahan (Digester) Biogas seperti


terjabar dalam Seri Bioenergi Pedesaan Direktorat Pengolahan Hasil
Pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Departemen Pertanian tahun 2009 sebagai berikut :
1. Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2
(bahan biogas).
2. Masukkan bahan biogas ke dalam digester melalui lubang pengisian
(inlet) hingga bahan yang dimasukkan ke digester ada sedikit yang
keluar melalui lubang pengeluaran (outlet), selanjutnya akan
berlangsung proses produksi biogas di dalam digester.
3. Setelah kurang lebih 8 hari biogas yang terbentuk di dalam digester
sudah cukup banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang
menggunakan bahan plastik, penampung biogas akan terlihat
mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan.
Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar, kompor biogas
dapat dioperasikan.
4. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu
sebanyak kira-kira 10% dari volume digester. Sisa pengolahan bahan
biogas berupa sludge secara otomatis akan keluar dari lubang
pengeluaran (outlet) setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa
hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan sebagai
pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun
kering.
6
Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik
atau digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan
generator listrik, patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur
dan lain sebagainya.
Untuk memanfaatkan kotoran ternak sapi menjadi biogas, diperlukan
beberapa syarat yang terkait dengan aspek teknis, infrastruktur,
manajemen dan sumber daya manusia. Bila faktor tersebut dapat dipenuhi,
maka pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas sebagai penyediaan
energi di pedesaan dapat berjalan dengan optimal.

Selusosa

3. Tahap Hidrolisis

Glukosa

2. Tahap Pengasaman

Asam Lemah &


Alkohol

11. Tahap Metagonik Metan + Co2

Gambar 2. 3. Tahap pembetukan biogas (Sulistiyo, A.,2010)

2.3. Digestifikasi Anaerobik


Digestifikasi anaerobik adalah proses pembusukan bahan organik
oleh bakteri anaerobik pada kondisi tanpa udara, yang menghasilkan
biogas dan

7
pupuk cair. Ada dua jenis digestifikasi anaerobik, yaitu alamiah dan
buatan, seperti terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 4. Proses digestifikasi anaerobic (Sulistiyo, A.,2010)

Biogas adalah gas campuran yang mudah terbakar dengan komposisi,


seperti terlihat pada Tabel 2.4, dan digunakan untuk memasak, lampu
biogas, dan bahan bakar mesin.

2.4. Tahap Pembentukan Biogas


Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak
kambing merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan
untuk menghasilkan biogas. Namun di sisi lain perkembangan atau
pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan
seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya didalamnya limbah
peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran
ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand),
bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air
bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu dan bau yang
ditimbulkannya.

8
Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan
bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil
seperti minyak tanah dan gas alam (Houdkova et.al., 2008). Biogas juga
sebagai salah satu jenis bioenergi yang didefinisikan sebagai gas yang
dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran
manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau
mengalami proses metanisasi (Hambali E., 2008).
Gas metan ini sudah lama digunakan oleh warga Mesir, China, dan
Roma kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil panas.
Sedangkan proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini
pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776). Hasil identifikasi gas
yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun 1806. Dan
Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang
pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas
metan.
Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah
biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi
energi melalui proses anaerobik digestion. Biogas yang terbentuk dapat
dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan (CH4) dalam
persentase yang cukup tinggi. Komponen biogas tersajikan pada Tabel 2.1.

9
Tabel 2. 1. Komposisi Penyusun Biogas
Presentase
Jenis Gas

Metan (CH4) 50-70%

30-40%
Korbondioksida (CO2)

0,3%
Air (H2O)

Sedikit sekali
Hidrogen Sulfide (H2S)

Nitrogen (N2) 1-2%

5-10%
Hidrogen

Sumber : Bacracharya, dkk.,1985

2.4.1. Parameter Proses Pencernaan Limbah organik


Ada tiga kondisi digestifikasi anaerobik bersasarkan suhu digesternya,
antara lain:
a. Kondisi Psikoprilik
Pada kondisi ini suhu digester antara 10° - 180° C, dan sampah cair
terdigestifikasi selama 30-52 hari.
b. Kondisi Mesopilik
Pada kondisi ini suhu digester antara 20° - 450° C, dan sampah cair
terdigestifikasi selama 18-28 hari. Dibandingkan digester kondisi
termopilik, digester kondisi mesopilik pengoperasiaanya lebih mudah,
tapi biogas yang dihasilkan lebih sedikit dan volume digester lebih
besar.
c. Kondisi Termopilik
Pada kondisi ini suhu digester antara 50-700 C, dan sampah cair
terdigestifikasi selama 11-17 hari. Digester pada kondisi termopilik
menghasilkan banyak biogas, tapi biaya investasinya tinggi dan
pengoperasiannya rumit. (Wenner, K., 1999)

10
2.4.2. Nutrisi dan Penghambat bagi Bakteri Anaerob.
Bakteri Anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber
energi untuk proses reaksi anaerob seperti mineral-mineral yang
mengadung Nitrogen, Fosfor, Magnesium, Sodium, Mangan, Kalsium,
Kobalt. Nutrisi ini dapat bersifat toxic (racun) apabila konsentrasi di
dalam bahan terlalu banyak. Ion mineral, logam berat dan detergen
adalah beberapa material racun yang mempengaruhi pertumbuhan
normal bakteri patogen didalam reactor pencerna. Ion mineral dalam
jumlah kecil (sodium, potasium, kalsium, amonium dan belerang) juga
merangsang pertumbuhan bakteri, namun bila ion-ion ini dalam
konsentrasi yang tinggi akan berakibat meracuni. Sebagai contoh,
NH4 pada konsentrasi 50 hingga 200 mg/l merangsang pertumbuhan
mikroba, namun bila konsentrasinya diatas 1500 mg/l akan
mengakibatkan keracunan. Di bawah ini table konsentrasi kandungan
kimia mineral-mineral atau Tingkatan racun dari beberapa zat
penghambat yang terdapat dalam proses pencernaan/digestion limbah
organik, yaitu:

Tabel 2. 2. Tingkatan racun dari beberapa zat penghambat


Sulfat (SO4-2) 5,000 ppm
Sodium klorida atau garam (NaCl) 40,000 ppm

Cyanide Below 25 mg/l

Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) 40 ppm

Ammonia 3000 mg/l

Nitrat (dihitung sebagai N) 0.05 mg/l

Tembaga (Cu+2) 100 mg/l

Khrom (Cr+3) 200 mg/l

11
Nikel (Ni+3) 200-500 mg/l

Sodium (Na+) 3,500-5,500 mg/l

Potasium (K+) 2,500-4,500 mg/l

Kalsium (Ca+2) 2,500-4,500 mg/l

Magnesium (Mg+2) 1,000-1,500 mg/l

Mangan (Mn+2) Diatas 1,5001 500 mg/l

Sumber : Chengdu Research Institute, Chengdu, China, 1989

Selain karena konsentrasi mineral-mineral melebihi ambang batas


di atas, polutan-polutan yang juga menyebabkan produksi biogas
menjadi terhambat atau berhenti sama sekali adalah ammonia,
antibiotik, pestisida, detergen, and logamlogam berat seperti chromium,
nickel, dan zinc.

2.4.3. Waktu yang dibutuhkan untuk Proses Pencernaan


Waktu yang dibutuhkan untuk Proses Pencernaan (Hydraulic
Retention Time-HRT) adalah jumlah hari proses pencernaan/digesting
pada tangki anaerob terhitung mulai pemasukan bahan organik sampai
proses awal pembentukan biogas dalam digester anaerob. HRT meliputi
70-80% dari total waktu pembentukan biogas secara keseluruhan.
Lamanya waktu HRT sangat tergantung dari jenis bahan organik dan
perlakuan terhadap bahan organik (feedstoock substrate) sebelum
dilakukan proses pencernaan/digesting diproses. (Craig, F., et al.2005)

2.4.4. Derajat Keasaman (pH)


Mempunyai efek terhadap aktivasi mikroorganisme. Konsentrasi
derajat keasamam (pH) yang ideal antara 6,6 dan 7,6. Bila pH lebih
kecil atau lebih besar maka akan mempunyai sifat toksit terhadap
bakteri

12
metanogenik. Bila proses anaerob sudah berjalan menuju pembentukan
biogas, pH berkisar 7-7,8. (Craig, F., et al.2005)

2.4.5. Kandungan Nitrogen dan Rasio Karbon Nitrogen


Karbon dan Nitrogen adalah sumber makanan utama bagi
bakteri anaerob, sehingga pertumbuhan optimum bakteri sangat
dipengaruhi unsur ini, dimana Karbon dibutuhkan untuk mensuplai
energi dan Nitrogen dibutuhkan untuk membentuk struktur sel bakteri.
Nitrogen amonia pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat
proses fermentasi anaerob. Konsentrasi yang baik berkisar 200 – 1500
mg/lt dan bila melebihi 3000 mg/lt akan bersifat toxic. Proses
fermentasi anaerob akan berlangsung optimum bila rasio C:N bernilai
30:1, dimana jumlah karbon 30 kali dari jumlah nitrogen. (Craig, F., et
al.2005)
Untuk menentukan bahan organik digester adalah dengan
melihat rasio / perbandingan antara Karbon (C) dan Nitrogen (N).
Beberapa percobaan menunjukkan bahwa metabolisme bakteri
anaerobik akan baik pada rasio C/N antara 20-30. Jika rasio C/N tinggi,
Nitrogen akan cepat dikonsumsi bakteri anaerobik guna memenuhi
kebutuhan proteinnya, sehingga bakteri tidak akan bereaksi kembali
saat kandungan Karbon tersisa. Jika rasio C/N rendah, Nitrogen akan
terlepas dan berkumpul membentuk amoniak sehingga akan
meningkatkan nilai PH bahan. Nilai PH yang lebih tinggi dari 8,5 akan
dapat meracuni bakteri anaerobik. Untuk menjaga rasio C/N, bahan
organik rasio tinggi dapat dicampur bahan organik rasio C/N rendah.
Rasio C/N beberapa bahan organik dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2. 3. Rasio C/N beberapa bahan organik


Bahan Organik Rasio C/N
Kotoran bebek 8
Kotoran manusia 8

13
Kotoran ayam 10
Kotoran kambing 12
Kotoran babi 18
Kotoran domba 19
Kotoran kerbau/sapi 24
Enceng Gondok (water hyacinth) 25
Kotoran gajah 43
Jerami (jagung) 60
Jerami (padi) 70
Jerami (gandum) 90
Sisa gergajian diatas 200

Sumber : Karki and Dixit (1984)

Kotoran hewan terutama sapi, memiliki nilai C/N rata-rata berkisar 24.
Material dari tumbuhan seperti serbuk gergaji dan jerami mengandung
persentase C/N yang lebih tinggi, sedangkan kotoran manusia memiliki
nilai rasio C/N 8. Limbah organik yang bernilai C/N tinggi dapat
dicampur dengan yang lebih rendah sehingga diperoleh nilai rasio C/N
yang ideal, seperti pencampuran limbah jerami (straw) kedalam limbah
toilet (latrine waste) untuk mencapai kadar C/N yang ideal atau
mencampurkan kotoran gajah dengan kotoran manusia sehingga
mendapat jumlah rasio C/N yang seimbang dan produksi biogas dapat
berjalan optimum.

2.4.6. Total Solid Content ( TS )


Pengertian total solid content (TS) adalah jumlah materi padatan
yang terdapat dalam limbah pada bahan organik selama proses digester
terjadi dan ini mengindikasikan laju penghancuran/pembusukan
material padatan limbah organik. TS juga mengindikasikan banyaknya
padatan dalam bahan organik dan nilai TS sangat mempengaruhi
lamanya proses pencernaan/digester (HRT) bahan organik. (Craig, F.,
et al.2005)

14
2.4.7. Volatile Solid ( VS )
Merupakan bagian padatan (total solid-TS) yang berubah
menjadi fase gas pada tahapan asidifikasi dan metanogenesis
sebagaimana dalam proses fermentasi limbah organik. Dalam pengujian
skala laboratorium, berat saat bagian padatan bahan organik yang hilang
terbakar (menguap dan mengalami proses gasifikasi) dengan
pembakaran pada suhu 538º C, disebut sebagai volatile solid. Atau
Potensi produksi biogas atau disebut juga persentase volatile solid
untuk beberapa bahan organik yang berbeda seperti diperlihatkan pada
tabel di bawah ini. (Craig, F., et al.2005)

Tabel 2. 4. Kandungan Bahan Kering dan Potensi Biogas yang dihasilkan


Setiap Jenis Kotoran

Kandungan Biogas yang


Banyak Tinja
Jenis Bahan kering- dihasilkan
(Kg/hari)
BK (%) (m3/kg.BK)
Gajah 30 18 0,018-0,025
Sapi/Kerbau 25-30 20 0,023-0,040
Kambing/Domba 1,48 26 0,040-0,059
Ayam 0,18 28 0,065-0,116
Itik 0,34 38 0,065-0,116
Babi 7 9 0,040-0,059
Manusia 0,25-0,4 23 0,020-0,028

Sumber : Balai Besar pengembangan mekanisme pertanian, Badan


Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, 2008

2.4.8. Pengadukan Bahan Organik


Pengadukan sangat bermanfaat bagi bahan yang berada di dalam
digester anaerob karena memberikan peluang material tetap tercampur
dengan bakteri dan temperatur terjaga merata diseluruh bagian. Dengan
pengadukan potensi material mengendap di dasar digester semakin
kecil, konsentrasi merata dan memberikan kemungkinan seluruh
material mengalami proses fermentasi anaerob secara merata. (Craig,
F., et al.2005)

15
2.4.9. Pengaturan Tekanan
Semakin tinggi tekanan di dalam digester, semakin rendah
produksi biogas di dalam digester terutama pada proses hidrolisis dan
acydifikasi. Selalu pertahankan tekanan diantara 1,15-1,2 bar di dalam
digester. (Craig, F., et al.2005)

2.4.10. Penjernihan Biogas


Kandungan gas atau zat lain dalam biogas seperti air, karbon
dioksida, asam sulfat H2S, merupakan polutan yang mengurangi kadar
panas pembakaran biogas bahkan dapat menyebabkan karat yang
merusakan mesin. Banyak cara pemurnian biogas diantaranya Physical
Absorption (pemasangan water trap di pipa biogas), chemical
absorption, pemisah membrane permiabel, hingga penyemprotan air
atau oksigen untuk mengikat senyawa sulfur atau karbon diogsida. Bila
biogas digunakan untuk bahan bakar kendaraan atau bahan bakar
pembangkit listrik, gas H2S yang berpotensi menyebabkan karat pada
komponen mesin harus dibuang melalui peralatan penyaring/ filter
sulfur. (Craig, F., et al.2005)

2.5. Persamaan – Persamaan Pembentukan Biogas


Berikut beberapa persamaan yang menentukan proses
pembentukan biogas dari fermentasi limbah organik pada digester
anaerob.

2.5.1. Persamaan lama waktu Penguraian


Produksi energi pada biogas sebanding dengan produksi gas
metan. Biogas terdiri atas gas metana (CH4) sekitar 55-80% yang
diproduksi dari kotoran hewan yang mengandung energi 4800-6700
Kcal/m3, sedangkan gas metana murni mengandung energi 8900
Kcal/m3. Sistem produksi biogas mempunyai beberapa keuntungan

16
seperti mengurangi pengaruh gas rumah kaca, mengurangi polusi bau
yang tidak sedap, sebagai pupuk dan produksi daya dan panas.
(Wahyuni, 2009).
Secara teoritis merupakan waktu material organik berada di
dalam tangki digester. Selama proses ini terjadi pertumbuhan bakteri
anaerob pengurai, proses penguraian matrial organic, dan stabilasi
pembentukan biogas menuju kepada kondisi optimumnya. Secara
keseluruhan, lama waktu penguraian (Hydraulic Retention Time-HRT)
mencakup 70%-80% dari keseluruhan waktu proses pembentukan
biogas bila siklus pembentukan biogas berjalan ideal yakni 1 kali proses
pemasukan matrial organik langsung mendapatkan biogas sebagai
proses akhirnya. HRT dapat dirumuskan menjadi persamaan berikut:

Volume Digester (m3)


HRT = ....... Rumus 2. 1.
HRT ( days ) =
Laju Penambahan Organik Harian (m3/days)

Jika material padatan kering (Dry Matery-DM atau disebut juga


Total Solid-TS) berkisar 4-12 %, maka waktu penguraian optimum
(Optimum Retention Time) berkisar 10-15 hari Jika nilai DM lebih besar
dari nilai persentasi matrial padatan kering di atas, berarti matrial
organik memiliki konsentrasi lebih padat sehingga lama waktu
penguraiain menjadi spesifik, sehingga berlaku persamaan lama waktu
penguraian spesifik (specific retention time-SRT) berikut :

Masa Padatan Organik dalam Digester Anaerob (kg)


SRT =............................................................................................................. Rumus 2. 2.
Laju Pembuangan Padatan Sisa Digester (kg/days)

Untuk bahan organik spesifik seperti diatas, laju penambahan


limbah organik (Specific Loading Rate-SLR) dapat diketahui
sebagai berikut:

17
Bahan Organik yang di tambahkan (kg ODM/day)
SLR = Rumus 2. 3.
......
Volume Digester (m )
3

Kedalaman tangki digester sangat mempengaruhi nilai SLR dan


bila parameter lain dapat dijaga pada kondisi ideal, nilai optimum SLR
didapat berkisar 3-6 kg ODM/m3-day. (Craig, F., et al.2005)

2.5.2. Persamaan produksi biogas spesifik


Produksi Biogas Spesifik (Specific Biogas Production- SBP)
merupakan nilai indikator efisiensi digester. Kondisi minimal 1,5 dan
target ideal bernilai 2,5.
Rumus 2. 4.
SBP (day-1) = Biogas Production (m3/day) ............
Digester Volume (m3)

2.5.3. Persamaan produksi gas metan spesifik


Produksi Metan Spesifik (Specific Methane Production-SMP),
berhubungan dengan jumlah energi yang diproduksi terhadap potensi
energi yang dimiliki limbah organik (feedstock). Untuk limbah organik
dari tumbuhan/biji- bijian bernilai energi antara 0.3 – 0.4 (%) dan untuk
beberapa jenis kotoran hewan dapat bernilai sampai 0.8%. (Craig, F., et
al.2005) Rumus 2. 5.
....... .
Volume gas CH4
SMP (m3 CH4 /kg ODM) =
Laju penambahan bahan organik (kg ODM/day)

2.6. Konversi Energi Biogas dan Pemanfaatannya


Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai sumber
energi alternatif untuk penggerak generator pembangkit tenaga listrik serta
menghasilkan energi panas. Pembakaran 1 kaki kubik (0,028 m3) biogas
menghasilkan energi panas sebesar 10 Btu (2,25 kcal) yang setara dengan
6

18
kWh/m3 energi listrik atau 0,61 L bensin, 0,58 L minyak tanah, 0,55 L
diesel, 0,45 L LPG (Natural Gas), 1,50 Kg kayu bakar, 0,79 L bioethanol.
(Craig, F., et al.2005)

2.6.1. Konversi energi biogas untuk ketenagalistrikan


Konversi energi biogas untuk pembangkit tenaga listrik dapat
dilakukan dengan menggunakan gas turbine, microturbines dan Otto Cycle
Engine. Pemilihan teknologi ini sangat dipengaruhi potensi biogas yang
ada seperti konsentrasi gas metan maupun tekanan biogas, kebutuhan
beban dan ketersediaan dana yang ada. (Craig, F., et al.2005)
Dalam Buku Renewable Energy Conversion, Transmsision and
Storage karya Bent Sorensen, bahwa 1 Kg gas methane setara dengan 6,13
x 107 J, sedangkan 1 kWh setara dengan 3,6 x 107 Joule. Untuk massa
jenis gas metan 0,656 kg/m3 Sehingga 1 m3 gas metane menghasilkan
energi listrik sebesar 11,17 kWh.

Tabel 2. 5. Konversi energi gas metan menjadi energi listrik


Jenis Energi Setara Energi Referensi
1 kg gas metan 6,13 x 10 J
7
Renewable energy
1 kWh 3,6 x 106 J Conversion,
1 m gas metan massa
3
4,0213 x 10 J
7
Transmisision and
jenis gas metan adalah 11,17 kWh Storage, Bent
0,656 kg/m 3
Sorensen
1 m3 gas metan
Sumber : Renewable energy Conversion, Transmisision and Storage, Bent
Sorensen.

Diagram alur Penentuan Kapasitas Biogas (Produksi Gas Metan)


dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLT Biogas) dapat dilihat pada
gambar 2.5.

19
Mulai Data Potensi BahanPerhitungan
Baku Biogasjumlah
(Kotoran
Total
sapi)
Solid (TS) Volatile Solid (VS) dalam prose

Perhitungan potensi Perhitungan jumlah


Selesai energi listrik yang dihasilkan volume gas metan yang dihasilkan

Gambar 2. 5. Diagram alur penentuan kapasitas biogas dan PLT Biogas

Langkah-langkah Kapasitas Biogas dan PLT Biogas, yaitu:


1. Penentuan data potensi Bahan Baku Biogas (Kotoran sapi) (Ps), dalam
penelitian ini data yang digunakan adalah data pemanfaatan potensi
Kotoran ternak sapi di KTBU (Ton/hari atau Kg/hari).
2. Perhitungan jumlah dari total solid (TS) volatile solid (VS) dalam proses
anaerobic digestion.

TS = 3,095% (4) x Ps Kg..........................Rumus 2. 6.


VS = 85% (4) x TS Kg…..................Rumus 2. 7.
Ps = Data Potensi Bahan baku biogas (Kg/hari) TS = total solid
(Kg/hari)
VS = volatile solid (Kg/hari).
3. Perhitungan jumlah volume gas metan

Vgm = 0,417 x VS m3............................Rumus 2. 8.


Vgm = Jumlah volume gas metan (m3)
Vs = Volatile Solid (kg/day)
4. Perhitungan Potensi Energi Listrik

E = Vgm x FK kWh..................................Rumus 2. 9.
E = Produksi Energi Listrik (kWh)

20
Vgm = Jumlah volume gas Metan (m3) FK = Faktor Konversi ( kWh/
m3)

2.6.2. Komponen Utama PLT Biogas


Sistem PLTBiogas secara lengkap terdiri dari digester anaerob,
feedstock, biogas conditioning (untuk memurnikan kandungan metan
dalam biogas), Engine- Generator (microturbines), Heat Recovery Use,
Exhaust Heat Recovery dan Engine Heat Recovery. Berikut ini gambar
sistem penyaluran energi listrik dan
panas PLTBiogas. (Craig, F., et al.2005)

Gambar 2. 6. Sistem Penyaluran Tenaga Listrik dari PLTBi ogas (Craig, F.,2005)
a.Feedstock, b. Digester, c. Biogas Tank,
d. Engine-Generator (Microturbines)

 Sumber Pasokan Limbah Organik (Feedstock)

Sumber pasokan limbah organik adalah tempat asal bahan organik


seperti peternakan, tempat sampah atau tempat proses akhir dari proses
pengolahan bahan hasil pertanian. Didalam feedstock terdapat juga tangki
pemasukan bahan organik (inlet feed substrate/feedstock) merupakan
wadah penampungan yang terhubung ke digester melalui saluran dengan
kemiringan tertentu. (Craig, F., et al.2005)

Di dalam feedstock juga bisa terdapat proses pengecilan dimensi


limbah organik dengan peralatan crusher (pencacah), proses pencampuran

21
(mixing) dan pengenceran untuk mempermudah penyaluran ke tangki
digester. (Craig, F., et al.2005)

 Tangki Pencernaan (Digester)

Digester merupakan tempat reaksi fermentasi anaerob limbah


organic menjadi biogas terjadi. Berdasarkan bentuk tangki digesternya,
secara umum dikenal 3 (tiga) tipe utama reaktor biogas yakni tipe balon
(balloon type), tipe kubah tetap (fixed - dome type) dan tipe kubah penutup
mengambang (floatingdrum type), seperti gambar di bawah ini:

Gambar 2. 7. Reaktor Biogas Berdasarkan Bentuk Tangki Digester


(Craig, F.,2005)
(a) balloon plant, (b) fixed-dome plant, (c) floating-drum plant.

Berdasarkan proses pengolahan limbah organik dikenal beberapa


tipe digester seperti Batch Digester, Plug Flow Digester dengan proses
daur

22
ulang, Digester pengadukan penuh (CFSTR), dan digester Anaerob dengan
pengadukan berkala (CSTR), seperti ditunjukkan gambar 2.8.
Proses pengolahan limbah organic dengan digester tipe batch
dilakukan sekali proses yakni pemasukan limbah organik, digestion dan
penghasilan biogas dan slury (lumpur) kompos yang kaya nutrisi bagi
tanah. Digester tipe plug flow dapat melakukan proses digestion
(pencernaan limbah organik) beberapa kali.
Biogas Biogas

Effluent Inffluent
Inffluent Effluent
Plug

(a) Batch digester


(b) Plug flow digester with recycle
Gas Headspace

Biogas Biogas

Inffluent Inffluent Effluent


Effluent
Aerobic
Anaerob

Sludge recycle
(c) CFSTR

Gambar 2. 8. Reaktor Biogas Berdasarkan Proses Pengolahan


(a) Batch Digester, (b) Plug Flow Digester, (c) Digester CFSTR,
(d) Digester CSTR. (Craig, F.,2005)

Sementara digester tipe CFSTR dan CSTR menggunakan


pengadukan untuk mempercepat waktu cerna (HRT) dalam tangki digester
anaerob. (Craig, F., et al.2005)
Dalam beberapa kondisi, pada digester anaerob dilengkapi dengan
mesin pengaduk lumpur (Slurry Mixture Machine) sehingga konsentrasi
material merata disetiap bagian digester. Dengan pengadukan potensi
material mengendap di dasar digester semakin kecil, konsentrasi merata
dan memberikan kemungkinan seluruh material mengalami proses
fermentasi anaerob secara merata. (Craig, F., et al.2005)

23
 Katub Penampung Gas (Biogas Tank)

Tangki penyimpanan biogas adalah tangki yang digunakan untuk


menyimpan dan menyalurkan, seluruh biogas hasil produksi dari biogas
digester. Tangki ini bisa terbuat dari plastik, sement atau baja stainless
stell tahan karat yang dilapisi epoxy dan dilengkapi regulator pengukur
tekanan gas. Untuk reaktor biogas skala kecil, penampung biogas (Gas
Holder) berada di bagian atas digester biogas dan pada digester model
floating drum plant, volume biogas yang dihasilkan mendoromg tutup gas
atas digester dan menjadi indikator tahap metanogesis sudah terjadi.
(Craig, F., et al.2005)

 Generator Pembangkit Tenaga Listrik (Microturbines Generator)

Microturbines adalah generator listrik kecil yang membakar gas


atau bahan bakar cair untuk menciptakan rotasi kecepatan tinggi untuk
mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Perkembangan teknologi
microturbine dewasa ini adalah hasil dari pengembangan pembangkit
stasioner skala kecil dan turbin gas otomotif peralatan utama pembangkit
listrik dan turbochargers, yang sebagian besar dikembangkan pada sektor
industri otomotif dan pembangkit tenaga listrik. (Craig, F., et al.2005)

Pemilihan teknologi pembangkit mikroturbin karena pembangkit


ini sesuai dengan potensi sumber energi kecil yakni untuk daya keluaran
berkisar 25 kW sampai dengan 400 kW.

Gambar 2. 9. Microturbine dengan siklus Combain Heat Power- CHP


(Craig, F.,2005)

3
Siklus kombinasi daya dan panas merupakan proses pemanfaatan
energy yang dihasilkan dari pembakaran biogas. Dalam siklus
sebagaimana gambar di atas terlihat bahwa panas yang dihasilkan dari
membakar biogas digunakan untuk memutar turbin dan turbin dikopel
dengan generator untuk menghasilkan energy listrik yang dialirkan ke
beban. Panas sisa yang dihasilkan setelah dimanfaatkan turbin digunakan
kembali oleh recuperator dan exhaust heat recovery sebagai pemanas air.

2.7.Digester Biogas
Digester merupakan komponen utama dalam produksi biogas.
Digester merupakan tempat dimana bahan organik diurai oleh bakteri
secara anaerob (tanpa udara) menjadi gas CH4 dan CO2. Digester harus
dirancang sedemikian rupa sehingga proses fermentasi anaerob dapat
berjalan dengan baik. Pada umumnya produksi biogas terbentuk pada 4-5
hari setelah digester diisi. Produksi biogas menjadi banyak pada 20-35
hari. (Wenner, K., 1999)

Gambar 2. 10. Digester Biogas (Wenner, K., 1999)

32
2.7.1. Jenis-jenis Digester Biogas
Terdapat beberapa jenis digester yang dapat dilihat berdasarkan
konstruksi, jenis aliran, dan posisinya terhadap permukaan tana. Jenis
digester yang dipilih dapat didasarkan pada tujuan pembuatan digester
tersebut. Hal yang penting adalah apapun yang dipilih jenisnya, tujuan
utama adalah mengurangi kotoran dan menghasilkan biogas yang
mempunyai kandungan CH4 tinggi. Dari segi konstruksi, digester
dibedakan menjadi :

a. Fixed Dome (kubah tetap)

Digester jenis ini mempunyai volume tetap. Seiring dengan


dihasilkannya biogas, terjadi peningkatan tekanan dalam digester.
Karena itu, dalam konstruksinya digester jenis kubah tetap, gas yang
terbentuk akan segera dialirkan ke pengumpul gas di luar reaktor.
Indikator produksi gas dapat dilakukan dengan memasang indikator
tekanan. Skema digester jenis kubah dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2. 11. Tipe Digester Fixed Dome (Sulistyo, A.,2010)

Digester jenis kubah tetap mempunyai kelebihan dan


kekurangan seperti pada Tabel 2.6 sebagai berikut :

33
Kelebihan Kekurangan

1. Konstruksi sederhana dan dapat 1. Bagian dalam digester tidak


dikerjakan dengan mudah. terlihat (khususnya yang dibuat di
2. Biaya konstruksi rendah. dalam tanah) sehingga kebocoran
3. Tidak terdapat bagian tidak terdeteksi.
yang bergerak. 2. Tekanan gas berfluktuasi dan
4. Dapat dipilih dari material bahkan fluktuasinya sangat tinggi.
yang tahan karat. 3. Temperatur digester rendah.
5. Umurnya panjang.
6. Dapat dibuat didalam tanah
sehingga menghemat tempat
Tabel 2. 6. Kelebihan dan Kekurangan Digester Tipe Fixed Dome (kubah tetap)

b. Floating Dome (kubah apung)

Pada digester tipe ini terdapat bagian yang reaktor yang dapat
bergerak seiring dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian
kubah dapat dijadikan indikasi bahwa produksi biogas sudah mulai
atau sudah terjadi. Bagian yang bergerak juga berfungsi sebagai
pengumpul biogas. Dengan model ini, kelemahan tekanan gas yang
berfluktuasi pada reaktor biodigester jenis kubah tetap dapat diatasi
sehingga tekanan gas menjadi konstan. Kelemahannya adalah
membutuhkan teknik khusus untuk membuat tampungan gas bergerak
seiring naik atau turunnya produksi biogas. Kelemahan lainnya adalah
material dari tampungan gas yang dapat bergerak harus dipilih yang
mempunyai sifat tahan korosi, hal tersebut menyebabkan harganya
relatif lebih mahal.

34
Gambar 2. 12. Digester Tipe Floating Dome (Wenner, K., 1999)

Berdasarkan aliran bahan baku untuk reaktor biogas, digester dibedakan


menjadi:
a. Bak (Batch)
Pada digester tipe bak, bahan baku ditempatkan di dalam suatu wadah
atau bak dari sejak awal hingga selesainya proses digestion. Digester
jenis ini umumnya digunakan pada tahap eksperimen untuk
mengetahui potensi gas dari limbah organik atau digunakan pada
kapasitas biogas yang kecil.
b. Mengalir (continuous).
Untuk digester jenis mengalir, aliran bahan baku dimasukkan dan
residu dikeluarkan pada selang waktu tertentu. Lamanya bahan baku
berada dalam reaktor digester disebut waktu retensi (retention
time/RT).

Berdasarkan segi tata letak penempatan, digester dibedakan menjadi:

a. Seluruh digester diatas permukaan tanah


Biasanya digester jenis ini dibuat dari tong-tong bekas minyak tanah
atau aspal. Kelemahan tipe ini adalah volume yang kecil, sehingga
biogas yang dihasilkan hanya mampu digunakan untuk kebutuhan
sebuah rumah tangga. Kelemahan lain adalah kemampuan material
yang rendah untuk menahan korosi sehingga tidak tahan lama. Untuk

35
skala yang besar, digester jenis ini juga memerlukan luas lahan yang
besar juga.
b. Sebagian tangki biogas diletakkan dibawah permukaan tanah.
Digester ini terbuat dari campuran semen, pasir, kerikil dan kapur
yang dibentuk seperti sumur dan ditutup dari plat baja atau konstruksi
semen. Volume tangki dapat dibuat untuk skala besar ataupun skala
kecil sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Kelemahan pada
sistem ini jika ditempatkan pada daerah yang memiliki suhu dingin
(rendah) suhu dingin yang diterima oleh plat baja merambat ke bahan
baku biogas, sehingga memperlambat proses bekerjanya bakteri,
seperti diketahui bakteri akan bekerja optimum pada rentang
temperatur tertentu saja.
c. Seluruh tangki digester diletakkan dibawah permukaan tanah.
Model ini merupakan model yang paling populer di Indonesia, dimana
seluruh instalasi digester dibuat di dalam tanah dengan konstruksi
permanen. Selain dapat menghemat tempat lahan, pembuatan digester
di dalam tanah juga berguna mempertahankan suhu digester stabil dan
mendukung pertumbuhan bakteri methanogen. Kekurangannya jika
terjadi kebocoran gas dapat menyulitkan untuk memperbaikinya.

2.7.2. Komponen utama digester


Komponen-komponen digester cukup banyak dan bervariasi.
Komponen yang digunakan untuk membuat digester tergantung dari jenis
digester yang digunakan dan tujuan pembangunan digester. Secara umum
komponen digester terdiri dari empat komponen utama sebagai berikut:
1. Saluran masuk slurry (bahan organik).
Saluran ini digunakan untuk memasukkan slurry (campuran sampah
organik dan air) kedalam rekator utama biogas. Tujuan pencampuran
adalah untuk memaksimalkan produksi biogas, memudahkan
mengallirkan bahan baku dan menghindari endapan pada saluran
masuk.
2. Ruang digestion (ruang fermentasi)

36
Ruangan digestion berfungsi sebagai tempat terjadinya fermentasi
anaerobik dan dibuat kedap udara. Ruangan ini dapat juga dilengkapi
dengan penampung biogas.
3. Saluran keluar residu (sludge)
Fungsi saluran ini adalah untuk mengeluarkan kotoran (sludge) yang
telah mengalami fermentasi anaerobik oleh bakteri. Saluran ini bekerja
berdasarkan prinsip kesetimbangan hidrostatik. Residu yang keluar
pertama kali merupakan slurry masukan yang pertama setelah waktu
retensi. Slurry yang keluar sangat baik untuk pupuk karena
mengandung kadar nutrisi yang tinggi.
4. Tangki penyimpanan biogas
Tujuan dari tangki penyimpan biogas adalah untuk menyimpan biogas
yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerobik. Jenis tangki
penyimpan biogas ada dua, yaitu tangki bersatu dengan unit reaktor
(fixed dome) dan terpisah dengan reaktor (floated dome). Untuk tangki
terpisah, konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan
yang dihasilkan dalam tangki seragam.

2.7.3. Komponen Pendukung Digester

Selain empat komponen utama tersebut diatas, pada sebuah


digester perlu ditambahkan beberapa komponen pendukung untuk
menghasilkan biogas dalam jumlah banyak dan aman. Beberapa
komponen pendukung adalah:

1. Katup pengaman tekanan (control valve)


Fungsi dari katup pengaman adalah sebagai pengaman digester dari
lonjakan tekanan biogas yang berlebihan. Bila tekanan dalam tabung
penampung biogas lebih tinggi dari tekanan yang diijinkan, maka
biogas akan dibuang keluar. Selanjutnya tekanan dalam digester akan
turun kembali. Katup pengaman tekanan cukup penting dalam reaktor
biogas yang besar dan sistem kontinu, karena umumnya digester

37
dibuat dari material yang tidak tahan tekanan yang tinggi supaya
biaya konstruksi digester tidak mahal. Semakin tinggi tekanan di
dalam digester, semakin rendah produksi biogas di dalam digester
terutama pada proses hidrolisis dan acydifikasi. Selalu pertahankan
tekanan diantara 1,15-1,2 bar di dalam digester.
2. Sistem pengaduk
Pada digester yang besar sistem pengaduk menjadi sangat penting.
Tujuan dari pengadukan adalah untuk menjaga material padat tidak
mengendap pada dasar digester. Pengadukan sangat bermanfaat bagi
bahan yang berada di dalam digester anaerobik karena memberikan
peluang material tetap tercampur dengan bakteri dan temperatur
terjaga merata diseluruh bagian. Dengan pengadukan potensi material
mengendap di dasar digester semakin kecil, konsentrasi merata dan
memberikan kemungkinan seluruh material mengalami proses
fermentasi anaerob secara merata. Selain itu dengan pengadukan dapat
mempermudah pelepasan gas yang dihasilkan oleh bakteri
menuju ke bagian penampung biogas. Pengadukan dapat dilakukan
dengan :
a. Pengadukan mekanis, yaitu dengan menggunakan poros yang
dibawahnya terdapat semacam baling-baling dan digerakkan
dengan motor listrik secara berkala.
b. Mensirkulasi bahan dalam digester dengan menggunakan pompa
dan dialirkan kembali melalui bagian atas digester.

Pada saat melakukan proses pengadukan hendaknya dilakukan dengan


pelan. Sebagaimana diketahui bahwa tumbuhnya bakteri
membutuhkan media yang cocok. Media yang cocok sendiri terbentuk
dari bahan organik secara alami dan membutuhkan waktu tertentu
sehingga pengadukan yang terlalu cepat dapat membuat proses
fermentasi anaerobik justru terhambat.

38
3. Saluran biogas
Tujuan dari saluran biogas adalah untuk mengalirkan biogas yang
dihasilkan digester. Bahan untuk saluran gas disarankan terbuat dari
polimer untuk menghindari korosi. Untuk pemanfaatan biogas sebagai
bahan bakar masak, pada ujung saluran pipa dapat disambung dengan
pipa yang terbuat dari logam supaya tahan terhadap temperatur
pembakaran yang tinggi.

2.7.4. Teknik pencucian biogas


Biogas mengadung unsur-unsur yang tidak bermanfaat untuk
pembakaran khususnya H2O dan H2S. Pada saat biogas dimanfaatakan
untuk bahan bakar kompor gas rumah tangga, maka kedua unsur tersebut
secara praktis tidak perlu dibersihkan. Hal ini disebabkan karena koompor
hanya kontak dengan biogas pada saat dipakai saja. Alasan lain adalah
proses pencucian merupakan kegiatan yang membutuhkan biaya.
Tetapi jika biogas digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik,
maka proses pencucian menjadi sangat penting. Pencucian terhadap H2O
dan H2S dapat memperpanjang umur dari komponen mesin pembangkit.
Metode pencucian biogas terhadap H2O dan H2S adalah sebagi berikut:
1.
Pencucian biogas dari unsur H2O
Tujuan dari pencucian HO adalah karena kondensat yang
terbentuk dapat terakumulasi dalam saluran gas dan dapat juga
membentuk larutan asam yang korosif ketika H2S larut dalam air
(Wellinger, 2001). Pengurangan kadar H2O yang sederhana dilakukan
dengan cara melewatkan biogas pada suatu kolom yang terdiri dari
silika gel atau karbon aktif. H2O selanjutnya dapat diserap oleh silika
gel atau karbon aktif.

39
biogas keluar
Silika gel

biogas masuk
Regenerasi silika gel

Gambar 2. 13. Teknik Pencucian Biogas dari H20 dengan Silika


Gel
2.
Pencucian biogas dari unsur H2S
Secara umum, pencucian (pengurangan) H2S dari biogas dapat
dilakukan secara fisika, kimia dan biologi (Zicari, 2003). Pemurnian
secara fisika misalnya penyerapan dengan air, pemisahan dengan
menggunakan membran atau absorbsi dengan absorben misalnya
dengan menggunakan karbon aktif. Metode fisika ini relatif mahal
karena absorben sulit diregenarasi dan efektifitas pengurangan H2S
yang rendah. H2S yang dipisahkan larutan. Tujuan dari pencucian
biogas terhadap H2S pada dasarnya adalah (Wellinger, 2001):
a. Mencegah korosi
b. Menghindari keracunan H2S (maksimum yang diperbolehkan
ditempat kerja adalah 5 ppm).
c. Mencegah kandungan sulfur dalam biogas, yang jika terbakar
menjadi SO2 atau SO3 yang lebih beracun dari H2S.
d. Mengurangi SO2 yang terbawa oleh gas buang biogas
menyebabkan turunnya titik embun gas dalam cerobong.
e. Meminimalisasi terbentuknya H2SO3 yang bersifat sangat korosif.

40
Biogas yang sudah dicuci

Air Masuk
Kompresor

Biogas Masuk

Air ke Generasi

Gambar 2. 14. Teknik Pencucian Biogas dari H2S dengan Scrubber Air
(Zicari, 2003)

Pemurnian H2S dengan scrubber air dapat juga digunakan untuk


mengurangi konsentrasi CO2 dalam biogas (Gambar 2.14.). Metode
pemurnian H2S dengan Scrubber air dapat terjadi karena H2S mempunyai
kelarutan yang tinggi dalam air dibandingkan kelarutan CO2. Air yang
mengandung H2S dan CO2 kemudian dapat diregenerasi dan dialirkan
kembali ke dalam kolom Scrubber. Regenenerasi dapat dilakukan dengan
de-pressurizing atau dengan melepaskan udara dalam kolom yang sama.
Namun demikian, pelepasan udara tidak direkomendasikan ketika
kandungan H2S cukup tinggi karena air akan dengan cepat terkontaminasi
H2S (Wellinger, 2001). Pelepasan udara yang berlebihan juga berbahaya.
Biogas yang bercampur dengan udara dapat meledak jika konsentrasinya
mencapai 6- 12% (tergantung dari kandungan CH4 dalam biogas).
Pemurnian dengan cara biologi yaitu dengan menggunakan bakteri
yang mampu menguraikan H2S menjadi sulfat. Kebanyakan
mikroorganisme yang digunakan untuk menguraikan H2S adalah dari
keluarga thiobacillus. Metode biologi ini efektif untuk mengurangi
kandungan H2S dalam biogas, tetapi metode ini selain sulit dalam

41
pengoperasian juga sangat mahal. Metode ini juga dapat menambah
jumlah oksigen dalam biogas.
Pemurnian biogas dari kandungan H2S yang sering dilakukan
adalah diserap secara kimiawi. Pada metode ini H2S berekasi dengan
larutan absorben. Selanjutnya absorben yang kaya H2S diregenerasi untuk
kembali melepas H2S- nya dalam bentuk gas atau sulfur padat (Kohl,
1985). Absorben yang digunakan pada umunya adalah larutan nitrit,
larutan garam alkali, slurry besi oksida atau seng oksida dan iron chelated
solution (Zicari, 2003; Wellinger, 2001).

2.7.5. Perancangan Ukuran Digester


Ukuran tangki digester biogas tergantung dari jumlah, kualitas dan
jenis limbah organik yang tersedia dan temperatur saat proses fermentasi
anaerobik. Jumlah bahan baku biogas yang dimasukkan dalam digester
terdiri dari kotoran sapi dan air, sehingga pemasukan bahan baku sangat
tergantung dengan seberapa banyak air yang dimasukkan kedalam
digester. Pencampuran bahan organik untuk kotoran hewan dengan air
dibuat perbandingan antara 1:3 dan 2:1. Sebelum dimasukkan kedalam
digester, kotoran kambing/domba dalam keadaan segar, dicampur dengan
air dengan perbandingan 1:1 berdasarkan unit volume (air dan kotoran sapi
dalam volume yang sama). Namun, jika kotoran sapi dalam bentuk kering,
jumlah air harus ditambah sampai kekentalan yang diinginkan (bervariasi
antara 1:1,25 sampai 1:2). (Widodo and Hendriadi, 2005).

Jumlah bahan baku Q = jumlah kotoran sapi + air............................Rumus 2. 10.

Di bawah ini gambar bentuk penampang silender digester anaerob


(Cylindrical Shaped Bio-Gas Digester Body) dengan penjelasan sebagai
berikut:

42
Gambar 2. 15. Penampang Digester Silinder (Klaus V.M., 1998)

Keterangan:
Vc – Volume Ruangan penampungan gas (gas collecting chamber)
Vgs – Volume Ruangan Penyimpanan Gas (gas storage chamber)
Vf – Volume Ruangan Fermentasi (fermentation chamber)
VH – Volume Ruangan Hidrolik (hydraulic chamber)
Vs – Volume lapisan penampungan lumpur (sludge layer)

Total volume digester V =Vc +Vgs +Vf +Vs)....................... Rumus 2. 11.

Berdasarkan jumlah volume bahan baku (Q), maka dapat


ditentukan volume kerja digester (working volume digester) yang
merupakan penjumlahan volume ruangan penyimpanan (Vgs) dan volume
ruangan fermentasi (Vs).
Volume kerja digester = Vgs + Vf
dimana:

Vgs + Vf = Q x HRT (waktu digestifikasi).............Rumus 2. 12.

43
Untuk mendisain tangki digester biogas, dapat dilihat pada gambar
dimensi geometrikal tangki digester di bawah ini:

Gambar 2. 16. Dimensi Geometrikal Tanki Digester (Klaus V.M., 1998)

Berdasarkan gambar dimensi geometrikal tangki digester diatas


berlaku ketentuan bentuk geometrikal ruangan-ruangan digester sebagai
berikut :
Tabel 2. 7. Dimensi Geometrika Ukuran Tangki Digester Silinder
(Klaus V.M., 1998)
ISI DIMENSI GEOMATRIKAL

Vc ≤ 5%V Vs ≤ 15%V D =1,3078 X V1/3


Vgs+Vf = 80% V V1=0,0827 D3
V2 = 0,05011 D3
Vgs = 0.5 ( Vgs + Vf + Vs ) K V3 = 0,3142
D3 R1 = 0,725 D
Dimana K = laju produksi gas R2 = 1,0625 D
tiap m3 per hari
f1 = D/5
f2 = D/8
S1 = 0,911 D2
S2 = 0,8345 D2

44

Anda mungkin juga menyukai