Anda di halaman 1dari 26

STUDI KASUS

PENGELOLAAN SAMPAH
BIODIGESTER
KELOMPOK 2

IRDIANTO RAFANSYAH (25-2019-006)


GINA SALSABILA (25-2019-014)
ZIDAN FACHREZA FIRDAUS (25-2019-022)
ALIFIA BUDIAWARDANI (25-2019-023)
RAFLI AGUS DWI CAHYADI (25-2019-029)
ANDIKO WIDYADHANA (25-2019-038)
Tahapan Proses

Jenis
Biodigester Mikroorganisme
PENGELOLAAN
SAMPAH

Kelebihan Reaksi Biokimia


& oleh
Kekurangan Mikroorganisme
Biodigester
Anaerobik digester atau biodigester adalah suatu teknologi
BIODIGESTER yang memanfaatkan proses biologis dimana bahan organik
oleh mikroorganisme anaerobik terurai dalam ketiadaan
oksigen terlarut (kondisi anaerob). Mikroorganisme
anaerobik mencerna bahan masukan organik yang diubah
melalui degradasi anaerobik menjadi bentuk yang lebih
stabil, sementara gas campuran energi tinggi (biogas) yang
terutama terdiri dari metan (CH4) dan karbondioksida (CO2),
yang dihasilkan agar penguraian anaerobik terjadi
maksimal, produk harus berada pada kondisi tertentu
seperti tingkat suhu, kelembaban dan pH yang sesuai.
Suhu yang cocok untuk proses ini adalah antara 35-37oC
dan 60-80o C. Biogas dikumpulkan dan dimanfaatkan
sebagai sumber energi, Hampir semua bahan organik
dapat diproses dengan biodigester, termasuk kertas limbah
Source : www.researchgate.net dan kardus, rumput, sisa-sisa makanan, limbah industri,
limbah dan kotoran hewan.
SINGAPURA
SELF-SUSTAINING ANAEROBIC DIGESTION
SYSTEM FOR FOOD WASTE
Para peneliti di Universitas Nasional Singapura (NUS) mengobarkan perang terhadap limbah makanan.
Dipimpin oleh Associate Professor Tong Yen Wah, yang berasal dari Departemen Teknik Kimia dan
Biomolekuler di NUS Fakultas Teknik dan Direktur Program bersama E2S2-CREATE, para peneliti dari
NUS dan Shanghai Jiao Tong University bersama-sama mengembangkan sistem digester anaerob yang
mendaur ulang sisa makanan menghasilkan energi listrik dan panas. Sistem digester ini mandiri karena
listrik yang dihasilkan dan panas sepenuhnya memberi daya pada sistem dan prosesnya.
Sistem ini dikembangkan karena di Singapura limbah makanan dilaporkan menyumbang sekitar 10
persen dari total limbah yang dihasilkan di negara ini, sementara tingkat daur ulang limbah tersebut saat
ini sekitar 14 persen.
Sistem digester ini mudah dioperasikan, sekarang dapat menghasilkan listrik, panas, dan pupuk dari sisa
makanan yang seharusnya dibuang. Semua proses dalam sistem dapat dengan mudah dikontrol dan
dipantau untuk memastikan kinerja dan keamanan yang optimal. Misalnya, memiliki sensor yang
diprogram untuk mengirimkan pembaruan proses akhir dan menandai segala masalah keselamatan
secara langsung kepada tim melalui peringatan ponsel (Assoc Prof Tong, Investigator Utama di NUS
Lembaga Penelitian Lingkungan (NERI).
Proses serta
reaksi yang
terjadi pada
Self-
Sustaining
Anaerobic
Digestion
System For
Food Waste
1. BLENDER

Menggunakan blender
ini, sisa makanan
dihancurkan menjadi
potongan-potongan
kecil. Alat ini juga cukup
kuat untuk
menghancurkan tulang –
tulang seperti tulang
ayam.
2. Food Waste Storage
Tank

Setelah sisa makanan
dihancurkan, sisa
makanan disalurkan
ke tangki
penyimpanan limbah
makanan.
3. Anaerobic Biodigester
Digester anaerob berfungsi seperti perut
biokimia yang memecah bahan organik di
lingkungan bebas oksigen (anaerob). Dengan
menggunakan campuran mikroorganisme
anaerob yang diformulasikan secara khusus,
sistem digester secara efisien memecah limbah
makanan menjadi biogas yang kemudian diubah
menjadi energi panas dan listrik. Proses
biologis yang terjadi pada digester anaerobik
merupakan proses alami pembusukan dan
peluruhan material organik, dimana bahan
organik dipecah menjadi komponen
sederhana dibawah kondisi anaerobik.
Mikroorganisme anaerobik mencerna bahan
organik  untuk menghasilkan metana dan
karbon sebagai produk akhir yang ideal.
Reaksi kimia dari hidrolisis

Dimana molekul-molekul organik kompleks yang dipecah menjadi


gula sederhana, asam amino, dan asam lemak dengan
penambahan gugus hidroksil. Bakteri hidrolitik terlibat dalam
tahap ini dan mengeluarkan enzim yang akan mendekomposisi
materi dengan cara biokimia.
Proses biologi sacidogenesis

Dengan acidogens menjadi molekul sederhana, asam lemak volatil


(VFAs) terjadi, memproduksi amonia, karbondioksida dan hydrogen
sulfida sebagai produk sampingan oleh fermentasi bakteri (pembentuk
asam) menjadi asam lemak lebih rendah (asam asetat, asam propionat
dan asam butirat) bersama dengan karbon dioksida dan hidrogen.
Selain itu, jumlah kecil dari asam laktat dan alkohol juga terbentuk.
Proses biologi sacetogenesis

Dimana molekul sederhana dari acidogenesis lebih lanjut dicerna


oleh bakteri acetogenic untuk menghasilkan karbondioksida,
hydrogen dan terutama asam asetat (Bakteri acetogenic kemudian
mengubah asam organik menjadi asam asetat, dengan produk
samping berupa amonia, hidrogen dan karbondioksida).
Proses biologis metanogenesis

Semua asam asetat, hidrogen dan karbon dioksida diubah menjadi


metana oleh mikroorganisme metanogen dalam kondisi sangat
anaerobik.
Metanogen adalah mikroorganisme yang menghasilkan metana sebagai produk sampingan metabolik dalam kondisi anoxic. Makhluk ini
digolongkan sebagai arkea, suatu kelompok kehidupan yang cukup berbeda dari bakteri. Mereka umumnya hidup di lingkungan basah
dan umumnya gas yang terjadi pada daerah rawa-rawa dan metana dari bersendawa pada hewan ruminansia dan perut kembung
pada manusia.Pada sedimen laut biomethanation umumnya terbatas pada daerah yang kandungan sulfatnya sudah tidak ada lagi,
yaitu di bawah lapisan atas.Jenis yang lain juga ditemukan di lingkungan seperti ventilasi hidrotermal air panas dan kapal selam serta
pada bebatuan lapisan luar dari kerak bumi (rock solid), beberapa kilometer di bawah permukaan air laut. Metanogen memiliki
beberapa sifat khusus yang membedakannnya beberapa prokariota lainnya, yaitu:
1. Anaerob
2. Biasanya ditumbuhkan pada garam mineral dengan kondisi atmosfer
3. Pada umumnya mesofilik, beberapa ekstremofilik (suhu sangat tinggi, sangat rendah, kondisi garam tinggi)
Beberapa jenis metanogen, disebut sebagai hydrogenotrophic, menggunakan karbon dioksida (CO2) sebagai
sumber karbon dan hidrogen. Beberapa CO2 direaksikan dengan hidrogen untuk menghasilkan metana yang dapat menghasilkan
gradien elektrokimia melintasi membran, digunakan untuk menghasilkan ATP (adenosine triphosphate) melalui proses kemiosmosis.
Produk yang
dihasilkan
(Kelebihan
&
Kekurangan)
BIOGAS

Biogas adalah campuran gas yang terdiri dari sebagian besar metana dan karbondioksida, tetapi
juga mengandung sejumlah kecil hidrogen dan hidrogen sulfida. Metana dalam biogas dapat
dibakar untuk menghasilkan listrik, biasanya dengan mesin reciprocating atau microturbine karena
gas tidak dibuang langsung ke atmosfer sehingga tidak memberikan kontribusi untuk meningkatkan
konsentrasi karbondioksida atmosfer, karena itu dianggap menjadi sumber energi yang ramah
lingkungan. Para peneliti menghitung bahwa satu ton limbah makanan dapat menghasilkan sekitar
200 kilowatt-jam hingga 400 kilowatt-jam listrik, tergantung pada komposisi limbah makanan.
Makanan dengan konsentrasi karbohidrat, protein, dan lemak yang lebih tinggi akan menghasilkan
lebih banyak biogas, menghasilkan lebih banyak energi listrik. Selain itu, sistem ini mampu
mengubah sekitar 80 persen dari limbah makanan yang dimasukkan ke dalamnya menjadi nutrient-
rich digestate, yang dapat diproses menjadi pupuk cair untuk keperluan pertanian dan hortikultura.
DIGESTATE

Anaerobik Digester menghasilkan residu padat dan cair yang disebut digestate yang dapat
digunakan sebagai vitamin tanah. Jumlah biogas dan kualitas digestate  yang diperoleh akan
bervariasi sesuai dengan bahan baku yang digunakan. Lebih banyak gas akan diproduksi jika
bahan baku adalah mudah membusuk. Beberapa diantaranya adalah Acidogenic digestate yang
merupakan bahan organik yang stabil sebagian besar terdiri dari lignin dan kitin tetapi juga dari
berbagai komponen mineral dalam matriks sel-sel bakteri mati.Kemudian methanogenic digestate
yang kaya nutrisi dan dapat digunakan sebagai pupuk tergantung pada kualitas bahan yang
sedang dicerna. 
LISTRIK

Panas digunakan kembali untuk menghasilkan air panas yang akan disalurkan kembali ke jacket
layer yang mengelilingi tangki digester anaerob untuk memastikan bahwa pencernaan
dipertahankan pada suhu kerja optimal sekitar 50 derajat Celcius. Dari komputer kontrol, sensor,
dan lampu, hingga engine, pompa, dan kipas ventilasi, setiap komponen sistem beroperasi
sepenuhnya menggunakan listrik yang dihasilkan dari sistem mandiri. Kelebihan energi listrik
disimpan dalam baterai yang dapat digunakan untuk memberi daya atau mengisi daya perangkat
elektronik seperti ponsel dan tablet. Berdasarkan perhitungan tim, satu ton limbah makanan dapat
menghasilkan antara 200 kilowatt-jam (kWh) hingga 400 kWh listrik, tergantung pada komposisi
limbah makanan. Misalnya, limbah makanan yang tinggi karbohidrat, protein dan kandungan
lemak menghasilkan lebih banyak biogas, sehingga menghasilkan lebih banyak energi listrik.
AIR LIMBAH

Hasil akhir dari sistem pencernaan anaerobik adalah air. Air ini berasal
baik dari kandungan air limbah asli yang diolah juga mencakup air yang
dihasilkan selama reaksi mikroba dalam sistem pencernaan. Air ini dapat
dilepaskan dari dewatering dari digestate atau mungkin. Ini biasanya
akan berisi BOD dan COD yang tinggi yang akan memerlukan
pengolahan lebih lanjut sebelum dilepaskan kesaluran pembuangan air.
Bakteri hidrolitik
◦ Bakteri Hidrolitik merupakan kelompok bakteri anaerobik memecah molekul organik komplek (protein,
cellulose, lignin, lipids) menjadi molekul monomer yang terlarut seperti asam amino, glukosa, asam
lemak, dan gliserol. Molekul monomer ini dapat langsung dimanfaatkan oleh kelompok bakteri
berikutnya. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease,
dan lipase. Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi terbatas dalam
penguraian limbah sellulolitik yang mengandung lignin (Polprasert, 1989; Speece, 1983).
◦ Selama tahap pertama, yaitu tahap hidrolisis, senyawa kompleks bahan awal (seperti karbohidrat, protein
dan lemak) dipecah menjadi senyawa organik sederhana (mis asam amino, gula dan asam lemak).
Bakteri hidrolitik terlibat dalam tahap ini dan mengeluarkan enzim yang akan mendekomposisi materi
dengan cara biokimia.
Bakteri asidogenik
◦ Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam organik
(seperti asam asetat, propionik, formik, lactik, butirik, atau suksinik), alkohol dan keton (seperti etanil, metanol, gliserol,
aseton), asetat, CO2 dan H2. Asetat adalah produk utama dalam fermentasi karbohidrat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi
tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur seperti temperatur, pH, potensial redok.
◦ Tahap asidogenesis memegang peranan penting pada proses penguraian limbah cair tahu secara anaerob. Hal ini dikarenakan
produk hasil tahap asidogenesis berupa asam asetat yang merupakan substrat utama bagi bakteri metanogenesis untuk
memproduksi gas metana pada tahap selanjutnya. Bakteri asidogenik (penghasil asam) merubah monomer-monomer hasil
tahap hidrolisis seperti gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam-asam organik (asam asetat, propionat, butirat, laktat,
format) alkohol dan keton (etanol, methanol, gliserol dan aseton), CO2 dan H2. Bakteri asidogenik tumbuh cepat (waktu
regenerasi 30 menit) pada temperatur 35oC. Contoh bakteri asidogenik meliputi Clostridium, Bacteroides, Ruminococcus,
Butyribacterium, Propionibacterium, Eubacterium, Lactobacillus, Streptococcus, Pseudomonas, Desulfobacter, Mikrococcus,
Bacillus dan Escherichia .
Bakteri asetogenik
◦ Bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei (McInernay
et al., 1981) merubah asam lemak (seperti asam propionat, asam butirat) dan alkohol menjadi asetat, hidrogen, dan karbon
dioksida, yang digunakan oleh bakteri pembentuk metan (metanogen). Kelompok ini membutuhkan ikatan hidrogen rendah
untuk merubah asam lemak; dan oleh karenanya diperlukan monitoring hidrogen yang ketat.
◦ Ada beberapa hal yang mempengaruhi kondisi reaktor UASB selama prose pengoalahan limbah terjadi, antara lain Jika
reaktor UASB terlalu asam maka akan mengakibatkan kondisi reaktor overload. Hal ini terjadi karena menurunnya volatil
fatty acids (VFAs) yang di produksi oleh bakteri asitogenik dan asetagenik dan energi kinetik antara bakteri produsen asam
dan pemakannya. Sebaliknya jika pH menurun atau dalam kondisi basa akan menyebabkan kondisi reaktor menjadi toxic atau
beracun. Oleh karena itu kondisi pH harus normal berdasarkan aturan kenormalan pH air limbah agar tidak overload bahkan
toxic atau beracun. Selain pH yang mempengaruhi kondisi reaktor UASB adalah produksi biogas yaitu metana. Jika produksi
biogas rendah bisa berpotensi mengakibatkan overload pada reaktor jika pH nya dalam kondisi asam, jika pH dalam kondisi
basa akan mengakibatkan toxic pada reaktor. Dengan demikian agar kondisi reaktor normal maka pH harus dalam keadaan
normal sesuai aturan kenormalan pH air limbah dan produksi biogas juga harus sedang.
Source :
https://enero.co.id/anaerobic-digester-bio-digester-dan-biogas/
https://news.nus.edu.sg/highlights/powering-mobile-phones-food-waste?utm_source=yearinreview&utm_medium=highlight
&utm_campaign=Powering+mobile+phones+with+food+waste
https://news.nus.edu.sg/press-releases/food-waste-digester#_ftn1
https://lordbroken.wordpress.com/2011/09/30/proses-mikrobiologi-di-dalam-penguraian-limbah-secara-anaerob/
http://industria.ub.ac.id
http://seminar.uny.ac.id

Anda mungkin juga menyukai