Anda di halaman 1dari 10

A.

Biogas
a. Pengertian
Biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup
dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar merupakan
metan dan karbon dioksida dan proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh
sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Biogas adalah gas yang mudah
terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik
oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada
dasarnya semua jenis bahan organik bisa di proses untuk menghasilkan biogas,
namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan
urine hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Jenis bahan organik
yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas di samping
parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan, dan kelembapan
udara. Feses ternak yang dimasukkan dalam tangki pengurai (digester) akan
mengalami pembusukan sehingga terbentuk gas yang mengandung metan, karbon
dioksida, hydrogen, nitrogen dan oksigen.
b. Tahapan Pembentukan Biogas
Gas methan (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan
bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu
sekitar 4800 sampai 6700 kkal/m³, sedangkan gas metana murni mengandung
energi 8900 Kcal/m³. Karena nilai kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat
dipergunakan untuk keperluan penerangan, memasak, menggerakkan mesin dan
sebagainya. Sistem produksi biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti:
(a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yang tidak
sedap, (c) sebagai pupuk dan (d) produksi daya dan panas.
Proses degradasi material organik dengan bakteri pada biogas ini tanpa
melibatkan oksigen disebut anaerobik digestion. Gas yang dihasilkan sebagian
besar (lebih 50 % ) berupa metana. Hal ini juga disampaikan oleh Nurhasanah, dkk
bahwa komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasi dalam pembentukan
biogas terbesar adalah gas methan (CH4) sekitar 54–70% serta gas karbondioksida
(CO2) sekitar 27–45%. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar, seperti
halnya gas alam, sementara campuran lumpur atau cairan biologis hasil fermentasi
dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tumbuhan. Biogas hanya dapat
terbakar apabila kandungan metana di dalamnya mencapai 45% atau lebih.

Material organik yang terkumpul pada digester (reaktor) akan diuraikan


menjadi dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri.
1) Tahap pertama material organik akan didegradasi menjadi asam asam lemah
dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan
sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi.
2) Tahap kedua dari proses anaerobik digestion adalah pembentukan gas metana
dengan bantuan bakteri pembentuk metana
seperti methanococus, methanosarcina, methanobacterium. Pada umumnya
ada tiga macam digester, yaitu digester fiber, plastik, dan semen.
Pembentukan biogas yang dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, meliputi
tiga tahap, yaitu :
1) Tahap hidrolisis,
Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan
pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan
struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer.
2) Tahap Pengasaman
Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk
pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk
asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan
asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas
karbondioksida, hidrogen dan amoniak.
3) Tahap Metanogenik
Pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan.

Pada proses anaerob, bahan organik didegradasikan menjadi metana dan


karbondioksida melalui tahap-tahap berlainan yang merupakan serangkaian
kegiatan metabolik dari kelompok-kelompok mikroorganisme yang berbeda.
Adapun tahap-tahap ini dapat dibedakan menjadi 4 tahap utama yaitu:
a. Hidrolisis dan Asidifikasi
Bakteri fermentatif akan menghidrolisis substrat polimer seperti polisakarida,
protein dan lemak menjadi monomer-monomer gula, asam amino dan peptida.
b. Asidogenesis
Pada tahap ini, hasil hidrolisis dari tahap sebelumnya akan difermentasikan
menjadi asam lemak volatil (asam asetat, asam butirat dan propionat) dan asam
lemak rantai panjang, CO2, format, H2, NH4+, HS–, alkohol.
c. Asetogenesis
Bakteri sintropik atau bakteri asetogenik pereduksi proton, menguraikan
propionat, asam lemak rantai panjang, alkohol, beberapa asam amino dan
senyawa aromatik, menjadi H, format dan asetat. Degradasi senyawa-senyawa
ini membentuk H2 biasanya dihindari, kecuali bila konsentrasi H2 atau format,
dipertahankan cukup rendah oleh bakteri pengguna H2 seperti metanogen
ataupun bakteri homoasetogenik yang mengubah H2 dan CO2 menjadi asetat.
Karena banyaknya variasi organisme yang terlibat dalam reaksi-reaksi di atas
dan kemampuan mereka untuk menjalankan tipe metabolisme yang lain seperti
fermentasi atau reduksi sulfat, organisme yang terlibat pada tahap ini disebut
pemetabolisme sintropik.
d. Metanogenesis
Tahap terakhir melibatkan 2 kelompok metanogen yang berbeda, yakni
metanogen hidrogenotropik yang menggunakan H2 dan format dari reaksi
sebelumnya untuk mereduksi CO2 menjadi CH4, dan metanogen asetotropik
yang menguraikan asetat menjadi CO2 dan CH4.

c. Faktor yang Berpengaruh dalam Pembentukan Biogas

Aktivitas metabolisme mikroorganisme penghasil metana tergantung pada faktor


temperatur,

a) Temperatur
Gas metana dapat diproduksi pada tiga range temperatur sesuai dengan
bakteri yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0–70C, bakteri mesophilic pada
temperatur 13–400C, sedangkan thermophilic pada temperatur 55–600C.
Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30–350C,
kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk
pertumbuhan bakteri dan produksi methana di dalam digester dengan lama
proses yang pendek. Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah
dipertahankan pada kondisi buffer yang mantap (well buffered) dan dapat
tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil, khususnya bila perubahan
berjalan perlahan. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 400C produksi
gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari itu
hanya akan diproduksi gas yang sedikit. Perubahan temperatur tidak boleh
melebihi batas temperatur yang diijinkan. Untuk bakteri psychrophilic selang
perubahan temperatur berkisar antara 20C/ jam, bakteri mesophilic 10C/ jam
dan bakteri thermophilic 0,50C/ jam.
b) Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi biologi dan
mempertahankan pH agar stabil penting untuk semua kehidupan.
Kebanyakan dari proses kehidupan memiliki kisaran pH antara 5–9. Nilai pH
yang dibutuhkan untuk digester antara 7–8,5. Pertumbuhan bakteri penghasil
gas metana akan baik bila pH bahannya pada keadaan alkali (basa). Bila
proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan anaerobik, maka
pH akan secara otomatis berkisar antara 7–8,5. Bila derajat keasaman lebih
kecil atau lebih besar dari batas, maka bahan tersebut akan mempunyai sifat
toksik terhadap bakteri metanogenik. Derajat keasaman dari bahan didalam
digester merupakan salah satu indikator bagaimana kerja digester. Untuk
bangunan digester yang kecil, pengukuran pH dapat diambil dari keluaran/
effluent digester atau pengambilan sampel dapat diambil di permukaan
digester apabila telah terpasang tempat khusus pengambilan sampel
c) Ketersediaan Unsur Hara

Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang


mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan
kobalt. Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang
dibutuhkan oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan
nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan
nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan
sisa sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah
pertumbuhan di dalam digester. Nutrisi yang penting bagi pertumbuhan
bakteri, dapat bersifat toksik apabila konsentrasi di dalam bahan terlalu
banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat penting untuk
mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester yang baik
tanpa adanya efek toksik.
d) Alkalinitas

Alkalinitas limbah cair dapat dihasilkan dari hidrokarbon, karbonat (CO32)


dan bikarbonat (HCO3-) yang berikatan dengan kalsium, magnesium, kalium
dan amonia. Alkalinitas limbah cair membantu mempertahankan pH agar
tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan asam. Selain itu,
alkalinitas juga mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan biologi serta
dibutuhkan sebagai nutrisi bagi mikroba. Kadar alkalinitas diperoleh dengan
menitrasi sampel dengan larutan standar asam dan diperoleh hasil dalam
satuan mg/L CaCO3.

B. Biomassa
a. Pengertian Biomassa
Biomassa merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat
digunakan sebagai sumber bahan bakar. Biomassa dapat digunakan secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam penggunaan tidak langsung, biomassa
diolah menjadi bahan bakar. Contohnya, kelapa sawit yang diolah terlebih dahulu
menjadi biodiesel untuk kemudian digunakan sebagai bahan bakar.
Biomassa adalah sumber daya hewan dan tumbuhan serta limbah yang
berasal darinya, di mana ia terkumpul dalam jangka waktu tertentu (tidak termasuk
sumber fosil). Seiring dengan itu, biomassa tidak hanya mencakup berbagai jenis
tanaman pertanian, kayu, tumbuhan perairan, pertanian konvensional yang lain,
kehutanan, sumber daya perikanan, tetapi juga mencakup lumpur pulp, sisa
fermentasi alkohol, dan limbah industri organik lain, sampah dapur, limbah kertas,
serta lumpur limbah. Biomassa yang ditanam di ladang atau diperoleh dari hutan
untuk tujuan tertentu disebut sebagai biomassa asli, sedangkan biomassa limbah
dari hasil produksi, konversi dan pemanfaatan dinamakan sebagai biomassa limbah
dan digunakan untuk tujuan lain. Misalnya, ampas tebu yang merupakan limbah
dari pemrosesan ekstraksi gula dan proses penyulingan etanol.
Biomassa dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam
penggunaan tidak langsung, biomassa diolah menjadi bahan bakar.
Potensi energi biomassa di Indonesia sangat besar. Limbah biomasaa yang dapat
digunakan untuk menghasilkan energi lsitrik bisa berasal dari tandan kosong
kelapa sawit, tongkol jagung, dan sekam padi. Sekam padi merupakan limbah
biomassa yang paling besar menghasilkan potensi listrik bagi Indonesia.
Dari sekian jenis energi alternatif yang ada, untuk kondisi di Indonesia saat
ini pemberdayaan energi biomassa disarankan sebagai prioritas utama di samping
pengembangan energi alternatif yang lain sebagai pendukung. Pemilihan energi
biomassa sebagai prioritas utama berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai
berikut.
a) Indonesia merupakan negara agraris yang besar yang dipastikan akan mampu
memasok sumber bahan baku biomassa dari limbah pertanian, perkebunan
dan peternakannya.
b) Energi biomassa merupakan energi yang ramah lingkungan.
c) Dalam penyediaan energi panas dapat digabung (mix) dengan batubara.
Energi biomassa merupakan energi yang ramah lingkungan karena gas
CO2 yang dihasilkan dari pembakarannya meskipun bersifat gas rumah kaca
(GHG), tetapi tidak diperhitungkan akan menyebabkan pemanasan global,
karena dianggap akan diserap kembali oleh tumbuh-tumbuhan melalui proses
fotosintesis guna membentuk senyawa carbon dan hydrogen dalam tanaman.
d) Pembakaran biomassa di dalam ruang bakar menggunakan boiler
mengurangi efek polusi asap karena pembakaran dalam industri
menggunakan peralatan kendali polusi untuk mengendalikan asap, sehingga
lebih efisien dan bersih daripada pembakaran langsung.

b. Jenis Biomassa
Biomassa memiliki jenis dan komposisi yang beragam. Beberapa komponen
utama biomassa adalah selulosa, hemiselulosa, lignin, kanji, dan protein. Pohon
biasanya mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin seperti tanaman herba
walaupun persen komponennya berbeda satu sama lain. Jenis biomassa yang
berbeda memiliki komponen yang berbeda, misalnya gandum memiliki kadar pati
yang tinggi, sedangkan limbah peternakan memiliki kadar protein yang tinggi.
Karena komponen ini memiliki struktur kimia yang berbeda, maka reaktivitasnya
juga berbeda. Dari segi penggunaan energi, biomassa berlignoselulosa yang
terutama mengandung selulosa dan lignin seperti pohon berada dalam jumlah yang
banyak dan memiliki potensi yang tinggi.
c. Teknologi Biomassa
Semua materi organik mempunyai potensi untuk dikonversi menjadi energi.
Biomassa dapat secara langsung dikonversi menjadi bahan padatan, cair atau gas
untuk menghasilkan panas dan listrik. Konversi ini dilakukan melalui teknologi
biomassa (Tambunan, 2007). Teknologi biomassa (biomass technologies) adalah
cara-cara untuk mengubah bahan baku biomassa menjadi energi yang lebih bersih
dan efisien. Teknologi biomassa meliputi sistem pembakaran langsung (direct
combustion), pembriketan (briquetting), perancangan tungku yang effisien
(improved stove), gasification, pirolysis, anaerobic digestion dan liquefaction.
1. Densifikasi (Pemeletan/ pembriketan)
Densifikasi adalah teknik konversi biomassa menjadi pelet atau briket.
Briket atau pellet akan memudahkan dalam penanganan
biomassa. Tujuannya agar meningkatkan densitas dan memudahkan
penyimpanan dan pengangkutan. Proses ini dapat menaikkan nilai kalori per
unit volume, mudah disimpan dan diangkut, mempunyai ukuran, dan kualitas
yang seragam.
Untuk bahan bakar disebut sebagai pelet kayu, ogalite (briket kayu), briket
batu bara, atau bahan bakar komposit. The Japan Institute of Energy (2008)
menyampaikan bahwa densifikasi melalui beberapa tahapan sebagaimana
contoh pemeletan kayu.
 Proses penggilingan
Bahan baku seharusnya digiling berdasarkan ukuran pelet. Untuk
keseluruhan kayu atau limbah berukuran besar, bahan baku akan
dihancurkan terlebih dahulu sebelum proses pengeringan supaya kadar
air seragam.
 Proses pemeletan
Alat yang digunakan terdiri atas pengumpan, penggulung, dan
lumping.
 Pendinginan
Karena pelet yang telah dibuat memiliki suhu yang tinggi dan
mengandung kadar air yang tinggi pula, maka diperlukan proses
pendinginan.
 Proses penapisan
Pelet yang berkualitas rendah akan dikeluarkan di dalam proses ini. ia
akan digunakan sebagai energi untuk pengeringan.
b. Direct Combustion
Teknologi direct combustion secara umum berlangsung menurut siklus
Rankine yang melibatkan turbin uap untuk menyalakan generator. Sistem ini
berkembang dengan baik dan sudah terdapat secara komersial di penjuru
dunia. Pada teknologi direct combustion, tekanan uap digunakan dalam
boiler untuk membakar biomassa padat (biomassa yang sudah dikeringkan,
dipipihkan, dibentuk menjadi pelet atau briket).
Pembakaran biomassa merupakan penggunaan biomassa termudah
untuk mendapatkan panas, dan digunakan secara luas karena penghasilan
NOx, SOx, HCl dan dioksin yang rendah, yang merupakan kelebihan
pembakaran biomassa dan juga karena kemampuan terbakarnya yang sangat
baik. Panas pembakaran digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik dan
produksi panas melalui pengembalian panas dari media pemindah panas
seperti uap dan air panas menggunakan ketel kukus atau konverter panas.
Dalam penyediaan air panas dan pusat energi untuk kompleks
industri, kogenerasi berbahan bakar dari sisa kayu dan pertanian digunakan
secara luas. Ada banyak pembangkit listrik dan pembangkit pemanfaatan
panas tanpa memperhatikan skala telah menggunakan sekam padi, ampas
tebu, sisa kayu, sisa kelapa sawit dan kotoran ayam, dan sebagainya.
c. Combine Heat and Power (CHP)
Produksi listrik dari panas dari satu sumber energi pada waktu yang
sama disebut panas dan daya tergabung (Combine Heat and Power (CHP)).
Untuk menghasilkan listrik dari biomassa, energi dari biomassa diubah
menjadi energi kinetik untuk menggerakkan dinamo dan sebagai akibatnya
energi listrik diperoleh. Metode utama untuk mengubah energi dari biomassa
menjadi energi kinetik adalah sebagai berikut.
1) Uap yang berasal dari panas pembakaran biomassa dan turbin uap
diputar.
2) Gas yang mudah terbakar dari hasil pirolisis atau degradasi mikroba
biomassa dan mesin gas atau turbin gas diputar menggunakan gas.

d. Gasifikasi
Gasifikasi merupakan konversi dengan menggunakan oksidasi parsial
pada suhu karbonisasi sehingga menghasilkan bahan bakar gas dengan level
panas berkisar antara 0,1-0,5 dari gas alam, tergantung proses gasifikasi
yang dilakukan. Produk gas yang dihasilkan merupakan campuran dari
hidrogen (H2), karbon moniksida (CO), metana (CH4), karbondioksida
(CO2), uap air, dan sejumlah kecil senyawa hidrokarbon.
d. Gasifikasi Hidrotermal
Gasifikasi hidrotermal merupakan perlakuan terhadap biomassa dalam
air panas terkompresi. Biasanya diatas 3500C dan di atas 20 Mpa untuk
mendapatkan gas yang mudah terbakar.
Gasifikasi hidrotermal cocok untuk perlakuan biomassa basah. Ketika
biomassa basah akan digasifikasi, gasifikasi termokimia tidak dapat
diterapkan karena kadar air tinggi. Di sisi lain, gasifikasi hidrotermal
menggunakan air sebagai media reaksi, dan dengan demikian biomassa basah
dapat ditangani tanpa pengeringan terlebih dahulu.

f. Pyrolisis
Pyrolisis merupakan pendegradasian panas pada biomassa tanpa
oksigen, untuk menghilangkan komponen volatil pada karbon. Hasil dari
proses ini selalu dalam bentuk gas, dan hasil penguapannya dapat
menghasilkan bahan bakar cair dan padatan sisa. Bahan bakar cair ini dapat
menghasilkan panas dan listrik apabila dibakar dalam ketel uap, mesin atau
turbin.
g. Karbonisasi
Karbonisasi merupakan teknologi yang mengubah biomassa menjadi
arang. Cara ini dapat mengantisipasi emisi karbon ke atmosfer yang biasa
dihasilkan oleh proses pembakaran biomassa. Karbonisasi dilakukan dengan
memanaskan biomassa padat seperti kayu, kulit kayu, bambu, sekam, padi,
dan lain-lain pada 400-6000C dalam kondisi hampir tidak ada atau sama
sekali tidak ada oksigen. Proses ini dapat menghasilkan tar, asam piroligneus,
dan gas mudah terbakar sebagai hasil samping produk. Karbonisasi
merupakan istilah umum untuk distilasi kering. Tujuan dari
karbonisasi adalah meningkatkan nilai kalor pada produk arang yang padat.
Reaksi karbonisasi pada dasarnya sama dengan reaksi pirolisis dalam
suatu gas yang lembam seperti nitrogen. Untuk kayu, hampir semua air
diuapkan pada suhu di bawah 2000C, tiga komponen utama yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin terdekomposisi untuk menghasilkan fraksi cair dan
fraksi gas, terutama terdiri atas CO dan CO2, pada 200-5000C oleh karena itu
mengalami penurunan berat yang cepat. Pada wilayah ini, tiap komponen
dari kayu melalui proses dehidrasi dan depolimerasi untuk mengulangi
pengikatan ulang secara intermolekuler dan intramolekuler, dan fragmen
berbobot molekul rendah.yang dihasilkan dipecah menjadi produk gas dan
cair. Sedangkan fragmen dengan bobot molekul tinggi yang terbentuk
melalui kondensasi diarangkan bersama dengan bagian yang tidak
terdekomposisi. Arang dapat digunakan sebagai bahan bakar padat.
Pada proses karbonisasi juga akan melepaskan zat yang mudah
terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana, formik, acetil acid serta
zat yang tidak terbakar seperti CO2, H2O, dan tar cair. Gas-gas yang dilepas
pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.

h. Proses Anaerobik
Proses anaerobik merupakan proses biologis yang mengkonversi
biomassa baik padatan maupun cairan menjadi gas tanpa oksigen. Proses
anaerobikmelibatkan mikroorganisme tanpa kehadiran oksigen dalam
suatu digester.
Gas yang dihasilkan didominasi oleh metana dan CO2. Hasil ikutan
berupa kompos dan pupuk untuk pertanian dan kehutanan (Tambunan, 2007).
Sisa pengolahan berupa limbah padat dan cair yang dihasilkan dari proses ini
dapat dimanfaatkan sebagai kompos.
Prosesini menghasilkan gas produk berupa metana (CH4) dan karbo
ndioksida (CO2) serta beberapa gas yang jumlahnya kecil, seperti H2, N2, dan
H2S. Proses ini bisa diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu
proses anaerobikkering dan basah. Perbedaan dari kedua proses anaerobik
ini adalah kandungan biomassa dalam campuran air. Pada anaerobik kering
memiliki kandungan biomassa 25-30% sedangkan untuk jenis basah
memiliki kandungan biomassa kurang dari 15%.
Proses anaerobik sangat efektif dalam mengolah limbah yang basah
dan lembab. Bahan-bahan yang dapat diperlakukan dengan proses anaerobik
adalah sampah organik pertanian dan industri serta fraksi organik dari
sampah padat lain.
Pengolahan/konversi biomassa secara anaerobik juga dapat
menghasilkan bioethanol. Etanol umumnya diproduksi dengan fermentasi
secara batch dan fed batch dengan menggunakan
mikroba Saccharomyces dan dapat menghasilkan etanol yang tinggi, sekitar
12-14% (v/v). Organisme termofilik potensial telah diteliti untuk produksi
etanol pada suhu inggi, seperti Clostridium
thermochelum dan Thermoanaerobacter spp. Konstruksi yeast
thermotolerant yang dapat mengekspresikan selulase termostabil juga telah
dilaporkan.
Metode perlakuan awal merupakan cara untuk pelarutan dan
pemisahan satu atau lebih empat komponen utama biomassa (hemiselulosa,
selulosa, lignin, dan ekstraktif lain) untuk membuat komponen biomassa
lebih sesuai untuk perlakuan secara kimiawi atau biologi. Hidrolisis (proses
sakarifikasi) memecah ikatan hidrogen dalam fraksi hemiselulosa dan
selulosa menjadi komponen gula: pentosa dan heksosa. Gula-gula ini
kemudian difermentasi menjadi bioetanol. Setelah proses perlakuan awal,
ada dua tipe proses untuk menghidrolisis biomassa untuk fermentasi menjadi
etanol. Proses yang umum digunakan adalah hidrolisis secara kimiawi
(hidrolisis secara lemah dankuat) dan hidrolisis secara enzimatis. Ada
metode lain tanpa menggunakan bahan kimia atau enzim, walaupun jarang
digunakan secara komersial, yaitu penggunaan sinar gamma atau iradiasi
dengan elektron, atau iradiasi dengan microwave.
i. Biomass Liquefaction
Biomass liquefaction adalah proses pengubahan biomassa menjadi
bahan energi cair.Teknologi ini dibedakan menjadi dua yaitu konversi secara
biokimia (biochemical conversion) untuk menghasilkan alkohol dan
konversi secara termokimia (thermochemical conversion) untuk
menghasilkan bio-oil.
Konversi secara biokimia biasanya menggunakan bahan nabati yang
banyak mengandung karbohidrat seperti pati, kentang, gula, dan lain-lain.
Konversi secara termokimia menggunakan bahan nabati minyak-lemak baik
yang bersifat alami pangan (edible seperti kelapa sawit, kelapa, kacang tanah,
kacang kecipir) maupun yang nonpangan (nonedible seperti jarak pagar,
kapok/ randu, nyamplung dan lain lain).

Anda mungkin juga menyukai