Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum
Judul praktikum Pengendalian Limbah Industri acara 1 ini adalah Produksi
Biogas dari Limbah Industri.

B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mengetahui sumber limbah industri yang potensial sebagai
bahan baku produksi biogas.
2. Mahasiswa memahami proses dan desain produksi biogas dari limbah
industri.
3. Mahasiswa mampu menghitung nilai tambah dari produksi biogas.

C. Manfaat Praktikum
1. Praktikan mengetahui sumber limbah yang potensial untuk dijadikan
bahan baku biogas.
2. Praktikan mengetahui proses pembuatan biogas.
3. Praktikan dapat menghitung nilai tambah dari produksi biogas.
BAB II
DASAR TEORI

Limbah cair dan padat yang dihasilkan dari perkotaan dan industri termasuk
pemotongan hewan, penyamakan kulit, dan lain-lain menyebabkan masalah
lingkungan yang serius. Limbah padat umumnya dikumpulkan dan dibuang di
lubang-lubang dan kemudian terbawa ke tempat pembuangan akhir sehingga
memicu dampak lingkungan primer, sekunder, dan tersier termasuk emisi gas
rumah kaca hijau untuk lingkungan. Selain itu, sumber daya yang memiliki
potensi besar untuk pembangkit energi menjadi terbuang. Lumpur yang dihasilkan
dari limbah-limbah tersebut memiliki potensi besar untuk biomethanation. Potensi
generasi biogas dari limbah padat rumah potong hewan sangat besar karena
kandungan organik tinggi tanpa zat beracun. Residu dari pabrik biogas, yang akan
kaya nutrisi, akan dikeringkan dan dapat digunakan sebagai pupuk. Dengan
demikian akan memungkinkan untuk menggunakan kedua limbah padat dan cair
dan hal ini menguntungkan untuk menghasilkan energi (Singh, 2003).
Energi berperan penting dalam hampir seluruh aktivitas manusia dan tidak
dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Pemanfaatan energi yang tidak dapat
diperbaharui secara berlebihan dapat menimbulkan masalah krisis energi. Salah
satu gejala krisis energi saat ini adalah kelangkaan bahan bakar minyak terutama
minyak tanah, bensin, dan solar, akibat terjadinya peningkatan kebutuhan setiap
tahunnya. Untuk mengurangi konsumsi energi tersebut, maka dikembangkanlah
program biogas sebagai sumber energi baru pengganti dari bahan bakar minyak
bumi (Rahayu, 2012).
Biogas adalah salah satu sumber energi terbarukan yang bisa menjawab
kebutuhan akan energi sekaligus dapat menyediakan kebutuhan hara tanah dan
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesulitan masyarakat akibat
kenaikan harga bahan bakar minyak, teknologi ini bisa segera diaplikasikan
terutama untuk kalangan petani/peternak. Energi biogas dapat diperoleh dari air
limbah rumah tangga; kotoran cair dari peternakan ayam, sapi, babi; sampah
organik dari pasar; industri makanan dan sebagainya. Pemanfaatan energi biogas
dengan digester biogas memiliki banyak keuntungan, yaitu mengurangi efek gas
rumah kaca, mengurangi bau yang tidak sedap, mencegah penyebaran penyakit,
menghasilkan panas dan daya (mekanis/listrik) serta hasil samping berupa pupuk
padat dan cair (Hozairi, 2012).
Prinsip pembuatan biogas adalah menciptakan proses fermentasi bahan
organik secara anaerobik (dalam ruang kedap udara disebut alat pencerna atau
digester). Dalam proses tersebut terjadi interaksi yang kompleks dari sejumlah
bakteri yang berbeda-beda, diantaranya bakteri Methanobacterium, dan
Methanobacillus. Adanya gas metan (CH4) dalam biogas menyebabkan biogas
dapat dibakar. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi
gas metan tersebut. Semakin tinggi kandungan gas metan maka semakin besar
kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil
kandungan metana semakin kecil nilai kalor. (Moenir, 2011).
Produksi metana oleh bakteri metanogenik terjadi dengan baik pada kisaran
pH 5,5-8,3. Apabila pH limbah dalam reaktor anaerobik kurang dari 5,5 maka
aktivitas mikrobia dalam mendegradasi bahan organik dan mengubah menjadi
biogas kurang optimum. Oleh karena itu bila limbah yang diolah terlalu asam
maka dinaikkan dahulu pHnya dengan larutan kapur pada permukaannya saja
sampai kondisi steady state, setelah itu biasanya pH akan stabil (Wagiman, 2007).
Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa
parameter yaitu menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air dan
karbondioksida (CO2). Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi

anaerob yang meliputi tiga tahap yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman dan
tahap metanogenik. Bakteri anaerob membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi.
Level nutrisi harus lebih dari konsentrasi optimal yang dibutuhkan oleh bakteri
metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat
bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana
seperti glukosa, buangan industri, dan sisa tanaman terkadang diberikan dengan
tujuan untuk menambah pertumbuhan di dalam digester (Padang, 2011).
Biogas dibuat di dalam digester. Limbah kotoran ternak yang dicampur
dengan potongan-potongan kecil sisa tanaman, seperti jerami, sekam, dicampur
dengan air yang cukup banyak. Campuran tersebut selalu ditambah setiap hari dan
sesekali diaduk. Waktu yang dibutuhkan untuk membentuk gas awal kurang lebih
dua minggu sampai satu bulan. Campuran yang telah diolah dikeluarkan melalui
saluran pengeluaran. Sisa dari limbah yang telah dicerna oleh bakteri metana atau
bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur, memiliki kandungan hara yang
sama dengan pupuk organik yang telah matang sehingga langsung digunakan
untuk memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau diperjualbelikan dapat
dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung
(Abdurahman, 2008).
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara
anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian
besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida.
Gas yang terbentuk disebut gas rawa atau biogas. Proses dekomposisi anaerobik
dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu yang baik
untuk proses fermentasi adalah 30O-55O C. Pada suhu tersebut mikroorganisme
dapat bekerja secara optimal merombak bahan-bahan organik (Simamora, 2006).
Anaerobik sangat cocok untuk mengolah limbah cair yang mengandung
bahan organik kompleks seperti limbah dari industri makanan, minuman, bahan
kimia, dan obat-obatan. Bahan organik tersebut dapat didegradasi menjadi
senyawa sederhana dan stabil melalui empat tahap yaitu hidrolisis, asidogenesis,
asetogenesis, dan methanogenesis. Metana merupakan hasil akhir proses
anaerobik sehingga dapat digunakan sebagai parameter atau indikator
keberhasilan proses tersebut (Wagiman, 2014).
Biogas merupakan gas bersih yang diproduksi oleh proses dekomposisi
bahan organik yang dilakukan oleh mikroba. Tidak ada bahan kimia tambahan
maupun katalis yang digunakan dalam pembuatan biogas. Bahan bakar dari
biogas memiliki beberapa keuntungan dibandingkan bahan bakar lain, yaitu
memberikan efek positif untuk kesehatan, sanitasi, dan keamanan, memberikan
keuntungan bagi pertanian dan penggunaan lahan yang berkelanjutan karena
lumpur yang mengandung biogas merupakan nutrien yang sangat baik untuk
meningkatkan kesuburan tanah, memberikan keuntungan bagi lingkungan dengan
mengurangi penggundulan hutan sehingga secara tidak langsung akan membantu
menjaga keseimbangan ekosistem, serta memberikan keuntungan sosial karena
dalam proses pengolahan biogas memerlukan banyak tenaga kerja yang memiliki
skill tinggi sehingga masyarakat bisa mendapatkan pekerjaan dan uang dari proses
produksi biogas ini (Chhetri, 2008).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


1. Jerigen 1 buah
2. Selang +/- 30 cm
3. Gelas ukur
4. Malam
5. Limbah industri ( 18 liter )
6. Sayuran dan buah-buahan busu ( 1 kg )

B. Prosedur Praktikum
PROSEDUR HASIL
1. Menyiapkan limbah cair dan starter. Limbah cair dan starter siap
digunakan.

2. Mengukur pH limbah cair. Limbah cair telah diketahui


pHnya.

3. Memasukkan limbah cair (jika perlu limbah Limbah cair berada dalam
diencerkan terlebih dahulu) ke dalam jerigen jerigen.
(20 L) sampai volume 17,1 L.

4. Menambahkan starter sebanyak 0,9 L. Starter tercampur dalam


jerigen berisi limbah cair.

5. Menyusun instalasi produksi biogas seperti Instalasi produksi biogas


pada gambar di modul praktikum. tersusuk seperti pada gambar
dalam modul praktikum.

6. Melakukan pengamatan secara periodik dan Waktu munculnya gas


menentukan kapas gas mulai muncul. diketahui.
7. Mencatat produksi biogas selama 7 hari Produksi biogas selama 7 hari
sejak kemunculan gas pertama kali. diketahui.

8. Menghitung laju produksi biogas, jumlah Besar laju produksi biogas,


biogas yang dihasilkan, besar energi yang jumlah biogas yang
dihasilkan, dan menganalisis potensi dihasilkan, besar energi yang
ekonomisnya. dihasilkan, dan potensi
ekonomis dari biogas telah
diketahui.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum
1. Tabel data pengamatan volume biogas
Volume
Volume cairan Volume
per
NO Tanggal dalam gelas kenaikan gas Minggu
minggu
ukur (ml) (ml)
(ml)
1 Selasa, 18 Maret 2014 32,00 0,00
2 Rabu, 19 Maret 2014 33,00 1,00

Minggu ke-1
3 Kamis, 20 Maret 2014 33,50 0,50
4 Jumat, 21 Maret 2014 35,00 1,50 4,00
5 Sabtu, 22 Maret 2014 35,00 0,00
6 Minggu, 23 Maret 2014 35,50 0,50
7 Senin, 24 Maret 2014 36,00 0,50
8 Selasa, 25 Maret 2014 36,00 0,00
9 Rabu, 26 Maret 2014 36,50 0,50

Minggu ke-2
10 Kamis, 27 Maret 2014 38,00 1,50
11 Jumat, 28 Maret 2014 38,00 0,00 2,50
12 Sabtu, 29 Maret 2014 38,00 0,00
13 Minggu, 30 Maret 2014 38,50 0,50
14 Senin, 31 Maret 2014 38,50 0,00
15 Selasa, 1 April 2014 38,50 0,00
16 Rabu., 2 April 2014 39,00 0,50
Minggu ke-3

17 Kamis, 3 April 2014 39,00 0,00


18 Jumat, 4 April 2014 40,00 1,00 3,50
19 Sabtu, 5 April 2014 40,50 0,50
20 Minggu, 6 April 2014 41,00 0,50
21 Senin, 7 April 2014 42,00 1,00
22 Selasa, 8 April 2014 42,00 0,00
23 Rabu, 9 April 2014 42,00 0,00
Minggu ke-4

24 Kamis, 10 April 2014 42,00 0,00


0,50
25 Jumat, 11 April 2014 42,00 0,00
26 Sabtu, 12 April 2014 42,50 0,50
27 Minggu, 13 April 2014 42,50 0,00
TOTAL VOLUME (ml) 10,50
RATA-RATA VOLUME (ml) 0,39
2. Grafik pertambahan volume biogas yang terbentuk
a. Grafik volume gas yang terbentuk per hari
1.60

1.40

1.20
Volume gas (ml)

1.00

0.80

0.60

0.40

0.20

0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Hari ke-

b. Grafik volume gas yang terbentuk per minggu


4.5

4.0

3.5

3.0
Volume gas (ml)

2.5

2.0

1.5

1.0

0.5

0.0
1 2 3 4
Minggu ke-
B. Analisa dan Pembahasan
Biogas merupakan hasil akhir dari proses anaerobik dengan komponen
utama CH4 dan CO2, H2, N2, dan gas lain seperti H2S (Wagiman, 2006).
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi
dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan
hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap
limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik (Rosdi, 2011).
Komponen yang terdapat dalam biogas ditunjukkan pada tabel berikut
(Simamora, 2006) :

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik


secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas
yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan
karbon dioksida (Simamora, 2006). Berikut adalah proses pembentukan
biogas secara umum (Wahyuni, 2011) :

mikroorganisme anaerobik
Bahan organik CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S

Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob


yang meliputi tiga tahap yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman dan tahap
metanogenik (Padang, 2011). Berikut ini merupakan tahapan dalam proses
pembentukan biogas (Krisno, 2011) :
a. Hidrolisis
Hidrolisis merupakan penguraian senyawa kompleks atau senyawa
rantai panjang menjadi senyawa yang sederhana. Pada tahap ini,
bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan protein
didegradasi menjadi senyawa dengan rantai pendek, seperti peptida,
asam amino, dan gula sederhana. Kelompok bakteri hidrolisa,
seperti Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa
jenis Enterobactericeae yang melakukan proses ini.
b. Asidogenesis
Asidogenesis adalah pembentukan asam dari senyawa sederhana.
Bakteri asidogen, Desulfovibrio, pada tahap ini memproses senyawa
terlarut pada hidrolisis menjadi asam-asam lemak rantai pendek yang
umumnya asam asetat dan asam format.
c. Metanogenesis
Metanogenesis ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan
bakteri pembentuk gas metan seperti Methanobacterium,
Methanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus. Tahap ini
mengubah asam-asam lemak rantai pendek menjadi H2, CO2, dan
asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2,
kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk
akhir, yaitu metan (CH4) dan karbondioksida (CO2).

Bahan yang dapat dijadikan biogas biasanya merupakan limbah


organik. Limbah organik ini dapat berupa limbah padat maupun limbah cair.
Bahan organik tersebut contohnya kotoran hewan ternak, limbah pertanian,
sisa dapur, dan sampah organik (Simamora, 2006). Sampah organik yang
biasa digunakan adalah sisa konsumsi rumah tangga, rumah makan, maupun
supermarket seperti sampah sayur-sayuran, buah-buahan, nasi, daging, ikan,
serta hasil konsumsi rumah tangga lainnya (Saragih, 2010). Kotoran ternak
yang paling umum digunakan adalah feses dan urine sapi (Simamora, 2006).
Limbah industri yang biasa digunakan untuk bahan pembuat biogas antara
lain limbah cair industri tapioka, industri nata de coco, industri kecap, dan
industri tahu (Dirjen IKM, 2007). Limbah lain yang berpotensi untuk
dijadikan biogas adalah limbah yang didapatkan dari Pabrik Kelapa Sawit
(PKS), yang mengolah Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit
menjadi Crude Palm Oil (CPO). Dalam proses pengolahannya, PKS
menghasilkan limbah biomassa dengan jumlah yang cukup besar dalam
bentuk limbah organik berupa tandan kosong kelapa sawit (Tankos),
cangkang dan sabut, serta limbah cair (palm oil mill effluent/POME)
(Wibowo, 2013).
Proses yang terjadi selama pembentukan biogas terbagi dalam 3 tahap
yaitu hidrolisis, asidogenesis atau pengasaman, dan metanogenesis. Proses
yang terjadi pada masing-masing tahapan adalah sebagai berikut (Wahyuni,
2011) :
a. Pada tahap hidrolisis, reaksi yang terjadi adalah penguraian bahan-bahan
organik kompleks yang mudah larutatau senyawa rantai panjang seperti
lemak, protein, dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Tahap hidrolisis merupakan perubahan struktur bentuk polimer menjadi
bentuk monomer di antaranya senyawa asam organik, glukosa, etanol,
CO2, dan hidrokarbon. Reaksi kimia pada tahap hidrolisis adalah :
(C6H10O5)n + nH2O  n(C6H12O6)
b. Pada tahap pengasaman atau asidogenesis, senyawa monomer yang
terbentuk dari tahap hidrolisis dijadikan sumber energi bagi bakteri
pembentuk asam. Bakteri tersebut menghasilkan senyawa asam seperti
asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat, serta produk
sampingan berupa alkohol, CO2, hidrogen, dan amonia. Reaksi kimia
yang terjadi adalah :

c. Proses terakhir adalah pembentukan gas metan yang terjadi pada tahap
metanogenesis. Bakteri metanogen seperti Methanococcus,
Methanosarcina, dan Methanobacterium mengubah produk lanjutan dari
tahap pengasaman menjadi metan, karbondioksida, dan air yang
merupakan komponen penyusun biogas. Berikut adalah reaksi yang
terjadi pada tahap metanogenesis :

Biogas mempunyai peranan penting dalam pengendalian limbah


industri. Selain dapat mengurangi limbah yang dibuang ke lingkungan,
biogas juga dapat dijadikan sumber energi alternatif. Dengan pengolahan
limbah menjadi biogas, maka jumlah limbah dapat dikurangi karena
sebagian besar digunakan untuk bahan baku pembuat biogas.
Dalam pengendalian limbah industri, biogas memiliki beberapa
kekurangan dan kelebihan. Kelebihan penggunaan biogas antara lain :
1. Sebagai bahan bakar pengganti.
2. Tempat selalu bersih, tidak seperti penggunaan kayu bakar yang selalu
menghasilkan abu dan asap.
3. Menghemat biaya produksi pertanian karena sudah tersedia pupuk
organik yang lebih baik.
4. Tidak merusak lingkungan karena limbah yang dihasilkan masih dapat
dimanfaatkan.
5. Biogas memberi perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui 3 cara
yaitu:
a) Biogas memberikan subtitusi atau pengganti dari bahan bakar fosil
untuk penerangan, kelistrikan, memasak dan pemanasan.
b) Methana (CH4) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran yang
menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah
kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2. Pembakaran methana
pada Biogas mengubahnya menjadi CO2 sehingga mengurangi
jumlah methana di udara.
Sedangkan, kekurangan biogas adalah biogas hanya dapat
dimanfaatkan untuk beberapara kegiatan rumah tanggan sehingga bentuknya
tidak dapat diturunkan ke bentuk yang lebih banyak lagi. Selain itu,
perlunya suatu pengendalian khusus untuk mencegah terjadinya
kemungkinan resiko bahaya akibat kerusakan instalasi biogas.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan biogas pada
praktikum pengendalian limbah industri ini adalah sebagai berikut. Pertama
limbah cair berupa limbah nata de coco sebanyak 18 liter dan starter berupa
buah-buahan serta sayur-sayuran busuk sebanyak 1 kg disiapkan. Sebelum
dilakukan proses selanjutnya, pH limbah cair diukur yang bertujuan untuk
menentukan kondisi optimum di dalam pembuatan biogas. Pengukuran pH
dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dengan hasil 5,5 ; 5,6 ; dan 5,7
sehingga dirata-rata menjadi 5,6. Hal ini berarti limbah dalam kondisi asam.
Produksi metana oleh bakteri metanogenik terjadi dengan baik pada kisaran
pH 5,5-8,3. Apabila pH limbah dalam reaktor anaerobik kurang dari 5,5
maka aktivitas mikrobia dalam mendegradasi bahan organik dan mengubah
menjadi biogas kurang optimum (Wagiman, 2006).
Karena limbah sudah berbentuk cair, maka limbah sebanyak 17,1 L
dimasukkan ke dalam jerigen. Kemudian, starter sebanyak 0,9 L juga
dimasukkan ke dalam jerigen sebanyak 0,9 L sehingga volume total bahan
biogas adalah sebanyak 18 L. Sebelumnya, buah dan sayuran busuk
dicacah-cacah hingga mencapai ukuran yang sekecil mungkin. Tujuan
pencacahan agar reaksi yang terjadi menjadi semakin mudah karena
ukurannya yang kecil. Volume jerigen yang digunakan adalah 20 L,
sedangkan volume bahan biogas adalah 18 L, dengan begitu terdapat sisa
ruang kosong sebanyak 2 L untuk tempat terbentuknya gas.
Selanjutnya adalah melakukan penyusunan instalasi produksi biogas.
Penyusunan dilakukan dengan bahan dan alat yang telah disediakan. Peratan
utama yang digunakan dalam instalasi biogas ini adalah jerigen yang berisi
bahan isian biogas tadi, ember berisi air, gelas ukur sebagai tempat melihat
kenaikan volume gas, kemudian selang sebagai penghubung antara ember
dengan jerigen berisi bahan biogas, dan plastisin yang berfungsi untuk
menutup celah antara selang dengan lubang pada tutup jerigen. Lubang
sekecil apapun harus ditutup agar tidak ada udara luar yang mengintervensi
proses pembentukan biogas.
Setelah instalasi selesai maka dapat mulai dilakukan pengamatan
secara periodik. Pengamatan setiap hari dimulai dari waktu pertama
munculnya gas dimana waktu pengamatan yang konstan bertujuan agar hasil
yang didapatkan valid. Selanjutnya, dilakukan analisis dengan menghitung
laju produksi biogas, jumlah biogas yang dihasilkan, dan energi yang
dihasilkan.
Dari hasil praktikum yang sudah dilakukan selama 27 hari,
diperoleh hasil total volume biogas sebanyak 10,50 ml sehingga jika dirata-
rata produksi gas per harinya adalah 0,39 ml. Untuk minggu pertama,
volume yang dihasilkan adalah 4,0 ml, minggu kedua sebanyak 2,5 ml,
minggu ketiga sebanyak 3,5 ml, dan minggu terakhir sebanyak 0,5 ml. Pada
minggu keempat ini hanya terjadi penambahan volume sebanyak 1 kali
yaitu pada hari kelima sebanyak 0,5 ml. Kecepatan produksi gas tergantung
pada kinerja bakteri metanogen yang dipengaruhi oleh pH, suhu, kandungan
nutrien, keberadaan faktor penghambat dan waktu retensi (Wagiman, 2006).
Dari grafik perubahan volume biogas (waktu vs volume) dapat
dilihat bahwa penambahan volume biogas yang terjadi cukup fluktuatif.
Sebanyak 13 kali pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada pernambahan
volume gas, sementara pengamatan lain menunjukkan angka penambahan
volume di atas 0,4 ml bahkan ada yang mencapai penambahan sebanyak 1,5
ml. Untuk minggu keempat hanya terjadi penambahan sebanyak 1 kali saja
(pada grafik ditunjukkan di hari ke-26). Tidak adanya penambahan volume
di hari-hari terakhir ini kemungkinan dikarenakan mikrobia yang melakukan
proses fermentasi di dalamnya sudah kekurangan nutrisi.
Penerapan dari instalasi biogas dalam kehidupan nyatanya adalah
dalam rangka pemenuhan keperluan energi rumah tangga khususnya di
perdesaan maka perlu dilakukan upaya yang sistematis untuk menerapkan
berbagai alternatif energi yang layak bagi masyarakat. Sehubungan dengan
hal tersebut maka salah satu upaya terobosan yang dilakukan adalah
melaksanakan program Bio Energi Perdesaan (BEP),yaitu suatu Program
BEP-Biogas Skala Rumah Tangga. Upaya pemenuhan energi secara
swadaya (self production) oleh masyarakat khususnya di perdesaan,
termasuk bagi masyarakat di desa-desa terpencil seperti di daerah
pedalaman dan kepulauan. Pelaksanaan program BEP juga terkait dengan
upaya-upaya pengembangan agribisnis dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Secara garis besar tujuan program BEP adalah berkembangnya swadaya
masyarakat dalam penyediaan dan penggunaan bio energi (biogas, bio
massa, dan bio fuel) bagi keperluan rumah tangga termasuk untuk kegiatan
usaha industri rumah tangga khususnya di pedesaan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Sumber yang potensial sebagai bahan baku produksi biogas adalah bahan
organik seperti kotoran hewan ternak, limbah pertanian, sisa dapur, dan
sampah organik. Sumber limbah industri yang potensial untuk dijadikan
biogas adalah limbah cair industri tapioka, industri nata de coco, industri
kecap, industri tahu, dan industri pengolahan kelapa sawit.
2. Proses produksi biogas terdiri dari 3 tahap yaitu hidrolisis, asidogenesis,
dan metanogenesis. Pembentukan gas metan oleh bakteri anaeronik terjadi
pada tahapan metanogenesis.
3. Dalam waktu 27 hari, didapat volume biogas sebanyak 10,50 ml sehingga
jika dirata-rata, volume biogas per hari yang diperoleh adalah 0,39 ml.

B. Saran
Jenis starter yang digunakan berbeda untuk tiap kelompoknya agar hasil
yang didapat lebih bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Deden. 2006. Biologi Kelompok Pertanian dan Kesehatan untuk


Sekolah Menengah Kejuruan Kelas XI. Jakarta: Grafindo Media Pratama.

Chhetri, A.B., dan M. Rafiqul Islam. 2008. Inherently-sustainable Technology


Development. Nova Publishers. Canada.

Dirjen Industri Kecil dan Menengah. 2007. Pemanfaatan Limbah Menjadi Biogas.
Dalam http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-
terbarukan/bioenergy/pengolahan-limbah-tahu-menjadi-biogas/ diakses
pada 15 April 2014 pukul 18.15 WIB.

Hozairi, dkk. 2012. Pemanfaatan Kotoran Hewan Menjadi Energi Biogas Untuk
Mendukung Pertumbuhan UMKM di Kabupaten Pamekasan. Dalam
Prosiding InSINas Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat. Universitas Islam Madura. Pamekasan.

Krisno, Agus. 2011. Biogas Secara Umum. Dalam


http://aguskrisno.blogspot.com/ diakses pada 15 April 2014 pukul 18.17
WIB.

Moenir, Misbachul dan Rustiana Yuliasni. 2011. Penerapan Teknologi Bio-


Desulfurisasi Gas Hidrogen Sulfida (H2s) Pada Ipal Industri Tahu Sebagai
Upaya Pengambilan Kembali (Recovery) Sulfur. Dalam Jurnal Riset
Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Vol 1, No. 4: 244-250.

Padang, Yesung Allo, dkk. 2011. Meningkatkan Kualitas Biogas dengan


Penambahan Gula. Dalam Jurnal Teknik REKAYASA, Vol 12 No. 1: 54-62.

Simamora, Suhut, dkk. 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak
dan Gas dari Kotoran Ternak. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Singh, Vijay P., dan Ram Narayan Yadava. 2003. Wastewater Treatment and
Waste Management. Allied Publishers Pvt. New Delhi.

Wagiman. 2007. Identifikasi Potensi Produksi Biogas dari Limbah Cair Tahu
Dengan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB). Dalam
Jurnal Bioteknologi, Vol 4 No.2: 41-45.
Wagiman. 2014. Modul Praktikum Pengendalian Limbah Industri Program Studi
Strata I. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Wahyuni, Sri. 2011. Menghasilkan Biogas Dari Aneka Limbah. Jakarta: PT


Agromedia Pustaka.

Wibowo, Ari. 2013. Potensi Biogas adari Limbah Cair Kelapa Sawit. Dalam
http://test.lpp.ac.id/wordpress/potensi-biogas-dari-pengolahan-limbah-cair-kelapa-
sawit/ diakses pada 15 April 2014 pukul 19.00 WIB.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Limbah berupakan benda (Padat, Cair, Gas, B3) yang tidak diperlukan
dan dibuang, limbah pada umumnya mengandung bahan pencemar dengan
konsentrasi bervariasi. Bila dikembalikan ke alam dalam jumlah besar, limbah ini
akan terakumulasi di alam sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem Alam
Penumpukan limbah di alam menyebabkan ketidak seimbangan
ekosistem tidak dikelolah dengan baik. Pengelolahan limbah ini merupakan upaya
merencanakan melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi pendaya gunaan
limbah, serta pengendalian dampak yang ditimbulkannya
Upaya pengelolahan limbah tidak mudah dan memerlukan pengetahuan
tentang limbah ( Padat, Cair, Gas, B3) unsur-unsur yang terkandung serta
penanganan limbah agar tidak mencemari lingkungan selain itu perlu
keterampilan mengelolah limbah menjadi ekonomis dan mengurang jumlah
limbah yang terbuang ke alam.
Makalah ini akan membahas tentang pengelolahan limbah dengan tata
cara yang baik dan benar. Diharapkan dengan dilaksanakan pembelajaran ini
dapat dikembangkan manajemen limbah, khususnya limbah Padat, Cair, Gas,
serta berbahaya dan beracun (B3)

B. Tujuan
Dengan adanya makalah ini mudah mudahan pembaca dapat menambah
wawasan tentang materi pengelolahan limbah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengelolaan Limbah Padat
1. Penimbunan Terbuka
Terdapat dua cara penimbunan sampah yang umum dikenal, yaitu metode
penimbunan terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill. Pada metode
penimbunan terbuka. Di lahan penimbunan terbuka, berbagai hama dan kuman
penyebab penyakit dapat berkembang biak. Gas metan yang dihasilkan oleh
pembusukan sampah organik dapat menyebar ke udara sekitar dan menimbulkan
bau busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur dengansampah dapat
merembes ke tanah dan mencemari tanah serta air.

2. Sanitary Landfill
Pada metode sanitary landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang dialasi
iapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke
tanah. Pada landfill yang lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem Iapisan ganda
(plastik – lempung – plastik – lempung) dan pipa-pipa saluran untuk
mengumpulkan cairan serta gas metan yang terbentuk dari proses pembusukan
sampah. Gas tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan listrik.

3. Insinerasi
Insinerasi adalah pembakaran sampah/limbah padat menggunakan suatu
alat yang disebut insinerator. Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume
sampah berkurang sangat banyak (bisa mencapai 90 %). Selain itu, proses
insinerasi menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
listrik atau untuk pemanas ruangan.

4. Pembuatan kompos padat dan cair


Metode ini adalah dengan mengolah sampah organic seperti sayuran, daun-
daun kering, kotoran hewan melalui proses penguraian oleh mikroorganisme
tertentu. Pembuatan kompos adalah salah satu cara terbaik dalam penanganan
sampah organic. Berdasarkan bentuknya kompos ada yang berbentuk padat dan
cair. Pembuatannya dapat dilakukan dengan menggunakan kultur
mikroorganisme, yakni menggunakan kompos yang sudah jadi dan bisa
didapatkan di pasaran seperti EMA efectif microorganism 4.EMA merupakan
kultur campuran mikroorganisme yang dapat meningkatkan degaradasi limbah
atau sampah organic.

5. Daur Ulang
Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi
bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat
menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru,
mengurangi penggunaanenergi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan
emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru.
Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas
kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan
produk / material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah
modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, and
Recycle). Material-material yang dapat didaur ulang dan prosesnya diantaranya
adalah:
a. Bahan bangunan
Material bangunan bekas yang telah dikumpulkan dihancurkan
denganmesin penghancur, kadang-kadang bersamaan dengan aspal, batu
bata, tanah, danbatu. Hasil yang lebih kasar bisa dipakai menjadi pelapis jalan
semacam aspal dan hasil yang lebih halus bisa dipakai untuk membuat bahan
bangunan baru semacam bata.
b. Baterai
Banyaknya variasi dan ukuran baterai membuat proses daur ulang bahan
ini relatif sulit. Mereka harus disortir terlebih dahulu, dan tiap jenis memiliki
perhatian khusus dalam pemrosesannya. Misalnya, baterai jenis lama masih
mengandungmerkuri dan kadmium, harus ditangani secara lebih serius demi
mencegah kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Baterai mobil umumnya
jauh lebih mudah dan lebih murah untuk didaur ulang.
c. Barang Elektronik
Barang elektronik yang populer seperti komputer dan handphone
umumnya tidak didaur ulang karena belum jelas perhitungan manfaat
ekonominya. Material yang dapat didaur ulang dari barang elektronik misalnya
adalah logam yang terdapat pada barang elektronik tersebut
(emas, besi, baja, silikon, dan lain-lain) ataupun bagian-bagian yang masih dapat
dipakai (microchip, processor, kabel, resistor,plastik, dan lain-lain). Namun tujuan
utama dari proses daur ulang, yaitu kelestarian lingkungan, sudah jelas dapat
menjadi tujuan diterapkannya proses daur ulang pada bahan ini meski
manfaat ekonominya masih belum jelas.
d. Logam
Besi dan baja adalah jenis logam yang paling banyak didaur ulang di
dunia. Termasuk salah satu yang termudah karena mereka dapat dipisahkan dari
sampah lainnya dengan magnet. Daur ulang meliputi proses logam pada
umumnya; peleburan dan pencetakan kembali. Hasil yang didapat tidak
mengurangi kualitas logam tersebut. Contoh lainnya adalah alumunium, yang
merupakan bahan daur ulang paling efisien di dunia. Namun pada umumnya,
semua jenis logam dapat didaur ulang tanpa mengurangi kualitas logam tersebut,
menjadikan logam sebagai bahan yang dapat didaur ulang dengan tidak terbatas.
e. Bahan Lainnya
1) Kacadapat juga didaur ulang. Kaca yang didapat dari botol dan lain sebagainya
dibersihkan dair bahan kontaminan, lalu dilelehkan bersama-sama dengan
material kaca baru. Dapat juga dipakai sebagai bahan bangunan dan jalan. Sudah
ada Glassphalt, yaitu bahan pelapis jalan dengan menggunakan 30% material kaca
daur ulang.
2) Kertas juga dapat didaur ulang dengan mencampurkan kertas bekas yang telah
dijadikan pulp dengan material kertas baru. Namun kertas akan selalu mengalami
penurunan kualitas jika terus didaur ulang. Hal ini menjadikan kertas harus didaur
ulang dengan mencampurkannya dengan material baru, atau mendaur ulangnya
menjadi bahan yang berkualitas lebih rendah.
3) Plastik dapat didaur ulang sama halnya seperti mendaur ulang logam. Hanya saja,
terdapat berbagai jenis plastik di dunia ini. Saat ini di berbagai produk plastik
terdapat kode mengenai jenis plastik yang membentuk material tersebut sehingga
mempermudah untuk mendaur ulang. Suatu kode di kemasan yang berbentuk
segitiga 3R dengan kode angka di tengah-tengahnya adalah contohnya. Suatu
angka tertentu menunjukkan jenis plastik tertentu, dan kadang-kadang diikuti
dengan singkatan, misalnya LDPE untuk Low Density Poly Etilene, PS
untuk Polistirena, dan lain-lain, sehingga mempermudah proses daur ulang.
B. Pengelolaan Limbah Cair
Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah
dikembangkan sangat beragam. Limbah cair dengan kandungan polutan yang
berbeda kemungkinan akan membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula.
Proses- proses pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan,
berupa kombinasi beberapa proses atau hanya salah satu. Proses pengolahan
tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau faktor finansial.

1. Pengolahan Primer (Primary Treatment)


Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses
pengolahan secara fisika.
a. Penyaringan (Screening)
Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring
menggunakan jeruji saring. Metode ini disebut penyaringan. Metode penyaringan
merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat
berukuran besar dari air limbah.
b. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau
bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain
yang berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber
dan cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel –
partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk
proses selanjutnya.
c. Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke
tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan
utama dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah
cair. Di tangki pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel – partikel padat
yang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Enadapn
partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air
limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain metode pengendapan,
dikenal juga metode pengapungan (Floation).
d. Pengapungan (Floation)
Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak
atau lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat
menghasilkan gelembung- gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron).
Gelembung udara tersebut akan membawa partikel –partikel minyak dan lemak ke
permukaan air limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan.
Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan
melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses
pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan).
Namun, bila limbah tersebut juga mengandung polutan yang lain yang sulit
dihilangkan melalui proses tersebut, misalnya agen penyebab penyakit atau
senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke
proses pengolahan selanjutnya.

2. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)


Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis,
yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi
bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan
yaitu metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif
(activated sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons) .
a. Metode Trickling Filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi
bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya
berupa serpihan batu atau plastik, dengan dengan ketebalan ± 1 – 3 m. limbah
cair kemudian disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan merembes
melewati media tersebut. Selama proses perembesan, bahan organik yang
terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes
sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung
dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan.
Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses
pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme
dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan
limbah lebih lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan atau
disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan
b. Metode Activated Sludge
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan
ke sebuah tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya
akan bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama
beberapa jam, dibantu dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian
oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah.
Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses
pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke
tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui
proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih
dperlukan.
c. Metode Treatment ponds/ Lagoons
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan
metode yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode
ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh
dipermukaan kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut
kemudian digunakan oleh bakteri aero untuk proses penguraian/degradasi bahan
organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama
proses degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami proses pengendapan.
Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan didasar kolam, air limbah
dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut.

3. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)


Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder
masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi
lingkungan atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya
pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair /
air limbah. Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses
pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti
nitrat, fosfat, dan garam- garaman.
Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced
treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika.
Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan
pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan
dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan
limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses
pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.

4. Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau
mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Meknisme
desinfeksi dapat secara kimia, yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu,
atau dengan perlakuan fisik. Dalam menentukan senyawa untuk membunuh
mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Daya racun zat
b. Waktu kontak yang diperlukan
c. Efektivitas zat
d. Kadar dosis yang digunakan
e. Tidak boleh bersifat toksik terhadap manusia dan hewan
f. Tahan terhadap air
g. Biayanya murah
Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin
(klorinasi), penyinaran dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon (Oз).Proses
desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah
selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum limbah
dibuang ke lingkungan.

5. Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)


Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun
tersier, akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak
dapat dibuang secara langsung, melainkan pelu diolah lebih lanjut. Endapan
lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai/dicerna
secara aerob (anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif,
yaitu dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk
kompos, atau dibakar (incinerated).

C. Pengelolaan Limbah Gas


Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat
bantu yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya
dapat berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah
bersama gas tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani
pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawah
bersamanya.

1. Mengontrol Emisi Gas Buang


Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida,
dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas
sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan
caradesulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber).
Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada
pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat,
karena filter basah juga digunakan untuk menghilangkan materi partikulat.
Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan
bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon
monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat
dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter)
untuk menyempurnakan pembakaran.
Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat
dikurangi kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber
bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan
polutan.

2. Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan


a. Filter Udara
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau
stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang
saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap
diamati (dikontrol), kalau sudah jenuh (sudah penuh dengan abu/ debu) harus
segera diganti dengan yang baru.
Jenis filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang
keluar dari proses industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau
bersifat alkalis dan lain sebagainya
b. Pengendap Siklon
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu
yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu.
Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara /
gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon
sehingga partikel yang relatif “berat” akan jatuh ke bawah. Ukuran partikel /
debu / abu yang bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 u – 40 u. Makin besar
ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan
c. Filter Basah
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip
kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara
menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor dari bagian
bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut
semprotkan air turun ke bawah.Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat
juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan menjadi satu.
Penggabungan kedua macam prinsip kerja tersebut menghasilkan suatu alat
penangkap debu yang dinamakan.
d. Pegendap Sistem Gravitasi
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor
yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 u atau lebih. Cara kerja alat
ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat
yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan
secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya
beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi
alatnya.
e. Pengendap Elektrostatik
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang
kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah
aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara
yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih.
Alat pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC) yang
mempunyai tegangan antara 25 – 100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung
silinder di mana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada
sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi
muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan
corona discharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara
kotor seolah – olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif
sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju ke
elektroda yang sesuai. Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding
tabung sedangkan udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan
kemudian terhembus kelu

Mikroba di alam secara umum berperan sebagai produsen, konsumen, maupun


redusen. Jasad produsen menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik
dengan energi sinar matahari. Mikroba yang berperan sebagai produsen adalah
algae dan bakteri fotosintetik. Jasad konsumen menggunakan bahan organik yang
dihasilkan oleh produsen. Contoh mikroba konsumen adalah protozoa. Jasad
redusen menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup yang mati menjadi
unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik), sehingga di alam terjadi siklus
unsur-unsur kimia. Contoh bakteri redusen adalah bakteri dan jamur.
Mikroba terdapat dimana-mana di sekitar kita, ada yang menghuni tanah
air dan atmosfer planet kita. Adanya mikroba di planet lain diluar bumi telah
diselidiki pula, namun sejauh ini di ruang angkasa belum menampakkan adanya
mikroba. studi tentang mikroba yang ada di lingkungan alamiahnya disebut
ekologi mikroba. Ekologi merupakan bagian biologi yang berkenaan dengan studi
mengenai hubungan organisme atau kelompok organisme dengan lingkungannya.
A. Penguraian/ Biodegradasi Bahan Pencemar (Polutan)
Pencemaran lingkungan akhir-akhir ini menjadi permasalahan global yang
menuntut pengelolaan yang efektif dan efisien dalam waktu yang relatif cepat.
Pencemaran lingkungan dapat terjadi karena adanya polutan industri, domestik,
pertanian, peternakan, rumah sakit dan lain sebagainya. Pengelolaan pencemaran
lingkungan bertujuan agar suatu kegiatan sedapat mungkin menghasilkan polutan
sesedikit mungkin atau menjadikan polutan tersebut tidak berbahaya lagi sehingga
tidak menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Pengelolaan tersebut
dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi. Pengelolaan lingkungan secara
biologi dapat dilakukan dengan bantuan mikroba.
I. Bakteriologi Lingkungan
Akhir-akhir ini mikroba banyak dimanfaatkan di bidang lingkungan,
terutama untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan (bioremidiasi), baik di
lingkungan tanah maupun perairan. Bahan pencemar dapat bermacam-macam
mulai dari bahan yang berasal dari sumber-sumber alami sampai bahan sintetik,
dengan sifat yaang mudah dirombak (biodegradable) sampai sangat sulit bahkan
tidak bisa dirombak (rekalsitran/nonbiodegradable) maupun bersifat meracun
bagi jasad hidup dengan bahan aktif tidak rusak dalam waktu lama (persisten).
1. Penggunaan Mikroba dalam pembersihan air
Dalam air baik yang kita anggap jernih, sampai terhadap air yang
keadaannya sudah kotor atau tercemar, di dalamnya akan terkandung sejumlah ke-
hidupan, yaitu misalnya yang berasal dari sumur biasa, sumur pompa, sumber
mata-air dan sebagai-nya, di dalamnya terdiri dari bakteri, yaitu :
 Kelompok bakteri besi (misalnya Crenothrix dan Sphaerotilus) yang mampu
mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri. Akibat kehadirannya, air sering
berubah warna kalau disimpan lama yaitu warna kehitam-hitaman, kecoklat-
coklatan, dan sebagainya.
 Kelompok bakteri belerang (antara lain Chromatium dan Thiobacillus) yang
mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S. Akibatnya kalau air disimpan
lama akan tercium bau busuk seperti bau telur busuk.
 Kelompok mikroalge (misalnya yang termasuk mikroalga hijau, biru dan kersik),
sehingga kalau air disimpan lama di dalamnya akan nampak jasad-jasad yang
berwarna hijau, biru atau pun kekuning-kuningan, tergantung kepada dominasi
jasad-jasad tersebut serta lingkungan yang mempengaruhinya.
Kehadiran kelompok bakteri dan mikroalga tersebut di dalam air, dapat
menyebabkan terjadinya penurunan turbiditas dan hambatan aliran, karena
kelompok bakteri besi dan belerang dapat membentuk serat atau lendir. Akibat
lainnya adalah terjadinya proses korosi (pengkaratan) terhadap benda-benda
logam yang berada di dalamnya, menjadi bau, berubah warna, dan sebagainya.
Mikroba yang terdapat dalam air limbah kebanyakan berasal dari tanah
dan saluran pencernaan. Bakteri colon (coliforms) terutama Escherichia
coli sering digunakan sebagai indeks pencemaran air. Bakteri tersebut berasal dari
saluran pencernaan manusia dan hewan yang dapat hidup lama dalam air,
sehingga air yang banyak mengandung bakteri tersebut dianggap tercemar. Untuk
mengurangi mikroba pencemar dapat digunakan saringan pasir atau trickling
filter yang segera membentuk lendir di permukaan bahan penyaring, sehingga
dapat menyaring bakteri maupun bahan lain untuk penguraian. Penggunaan
lumpur aktif juga dapat mempercepat perombakan bahan organik yang tersuspensi
dalam air.
Banyak mikroba yang terdapat dalam air limbah meliputi mikroba aerob,
anaerob, dan anaerob fakultatif yang umunya bersifat heterotrof. Mikroba tersebut
kebanyakan berasal dari tanah dan saluran pencernaan. Bakteri colon (coliforms)
terutama Escherichia coli sering digunakan sebagai indeks pencemaran air.
Bakteri tersebut berasal dari saluran pencernaan manusia dan hewan yang dapat
hidup lama dalam air, sehingga air yang banyak mengandung bakteri tersebut
dianggap tercemar. Untuk mengurangi mikroba pencemar dapat digunakan
saringan pasir atau trickling filter yang segera membentuk lendir di permukaan
bahan penyaring, sehingga dapat menyaring bakteri maupun bahan lain untuk
penguraian. Penggunaan lumpur aktif juga dapat mempercepat perombakan bahan
organik yang tersuspensi dalam air.
Biofilm (lapisan kumpulan mikroorganisme) berperan dalam pengolahan
air limbah atau limbah cair baik pada lagoon system (sistem kolam), activated
sludge system (sistem lumpur aktif), down flow sand filter system (sistem filter
pasir aliran ke bawah) dan up flow sand filter system (sistem filter aliran ke atas).
Salah satu fungsi biofilm tersebut adalah mendekomposisi protein menjadi
amonia, nitrit, dan nitrat.
Secara kimia digunakan indeks BOD (biological oxygen demand). Prinsip
perombakan bahan dalam limbah adalah oksidasi, baik oksidasi biologis maupun
oksidasi kimia. Semakin tinggi bahan organik dalam air menyebabkan kandungan
oksigen terlarut semakin kecil, karena oksigen digunakan oleh mikroba untuk
mengoksidasi bahan organik. Adanya bahan organik tinggi dalam air
menyebabkan kandungan oksigen terlarut semakin kecil, karena oksigen
digunakan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Adanya bahan
organik tinggi dalam air menyebabkan kebutuhan mikroba akan oksigen akan
meningkat, yang diukur dari nilai BOD yang meningkat. Untuk memperdcepat
perombakan umumnya diberi aerasi untuk meningkatkan oksigen terlarut,
misalnya dengan aeraror yang disertai pengadukan. Setelah terjadi perombakan
bahan organik maka nilai BOD menurun sampai nilai tertentu yang menandakan
bahwa air sudah bersih.
Dalam suasana aerob bahan-bahan dapat dirubah menjadi sulfat, fosfat,
amonium, nitrat, dan gas CO2 yang menguap. Untuk menghilangkan sulfat,
ammonium dan nitrat dari air dapat menggunakan berbagai cara. Dengan
diberikan suasana yang anaerob maka sulfat direduksi menjadi gas H2S,
ammonium dan nitrat dirubah menjadi gas N2O atau N2.
2. Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Detergen
Alkil benzil sulfonat (ABS) adalah komponen detergen, yang merupakan
zat aktif yang dapat menurunkan tegangan muka sehingga dapat digunkan sebagai
pembersih. ABS mempunyai Na-sulfonat polar dan ujung alkil non-polar. Pada
proses pencucian, ujung polar ini menghadap ke kotoran (lemak) dan ujung
polarnya menghadap ke luar (ke-air). Bagian alkil dari ABS ada yang linier dan
non-linier (bercabang). Bagian yang bercabang ABS-nya lebih kuat dan berbusa,
tetapi lebih sukar terurai sehingga menyebabkan badan air berbuih. Sulitnya
peruraian ini disebabkan karena atom C tersier memblokir beta-oksidasi pada
alkil. Hal ini dapat dihindari apabila ABS mempunyai alkil yang linier. Namun
ada beberapa bakteri yang dapat menguraikan ABS meskipun memakan waktu
yang cukup lama.
3. Penggunaan Mikroba dalam Menguraikan Plastik
Plastik banyak kegunaannya tetapi polimer sintetik plastik sangat sulit
dirombak secara alamiah. Hal ini mengakibatkan limbah yang plastik semakin
menumpuk dan dapat mencemari lingkungan. Akhir-akhir ini sudah mulai
diproduksi plastik yang mudah terurai.
Plastik terdiri atas berbagai senyawa yang terdiri dari polietilen, polistiren,
dan polivinil klorida. Bahan-bahan tersebut bersifat inert dan rekalsitran. Senyawa
lain penyusun plastik yang disebut plasticizersterdiri: (a) ester asam lemak (oleat,
risinoleat, adipat, azelat, dan sebakat serta turunan minyak tumbuhan, (b) ester
asam phthalat, maleat, dan fosforat. Bahan tambahan untuk pembuatan plastik
seperti Phthalic Acid Esters (PAEs) dan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) sudah
diketahui sebagai karsinogen yang berbahaya bagi lingkungan walaupun dalam
konsentrasi rendah.
Dari alam telah ditemukan mikroba yang dapat merombak plastik, yaitu
terdiri dari dari bakteri, actynomycetes, jamur, dan khamir yang umumnya dapat
menggunakan plasticizers sebagai sumber C, tetapi hanya sedikit mikroba yang
telah ditemukan mampu merombak polimer plastiknya yaitu jamur Aspergillus
fischeri dan Paecilomyces sp. Sedangkan mikroba yang mampu merombak dan
menggunakan sumber C dari plsticizers yaitu jamur Aspergillus niger, A.
Versicolor,
Clasdosporium sp., Fusarium sp.,Penicillium sp., Trichoderma sp., Verticillium sp
., dan khamir Zygosaccharomyces drosophilae, Saccharomyces cerevisiae, serta
bakteri Pseudomonas aeruginosa,
Brevibacterium sp., danactynomycetes Streptomyces rubrireticuli.
Untuk dapat merobak plastik, mikroba harus dapat mengkontaminasi
lapisan plastik melalui muatan elektrostatik dan mikroba harus mampu
menggunakan komponen di dalam atau pada lapisan plastik sebagai nutrien.
Plasticizers yang membuat plastik bersifat fleksibel seperti adipat, oleat,
risinoleat, sebakat, dan turunan asam lemak lain cenderung mudah digunakan,
tetapi turunan asam phthalat dan fosforat sulit digunakan untuk nutrisi. Hilangnya
plasticizers menyebabkan lapisan plastik menjadi rapuh, daya rentang meningkat
dan daya ulur berkurang.
4. Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Minyak bumi
Minyak bumi tersusun dari berbagai macam molekul hidrokarbon alifatik,
alisiklik, dan aromatik. Mikroba berperan penting dalam menguraikan minyak
bumi ini. Ketahanan minyak bumi terhadap peruraian oleh mikroba tergantung
pada struktur dan berat molekulnya.
Fraksi alkana rantai C pendek, dengan atom C kurang dari 9 bersifat
meracun terhadap mikroba dan mudah menguap menjadi gas. Fraksi n-alkana
rantai C sedang dengan atom C 10-24 paling cepat terurai. Adanya rantai C yang
bercabang pada alkana akan mengurangi kecepatan peruraian, karena atom C
tersier atau kuarter mengganggu mekanisme biodegradasi.
Apabila dibandingkan maka senyawa aromatik akan lebih lambat terurai
daripada alkana linier. Sedang senyawa alisiklik sering tidak dapat digunakan
sebagai sumber C untuk mikroba, kecuali mempunyai rantai samping alifatik yang
cukup panjang. Senyawa ini dapat terurai karena kometabolisme beberapa strain
mikroba dengan metabolisme saling melengkapi. Jadi walaupun senyawa
hidrokarbon dapat diuraikan oleh mikroba, tetapi belum ditemukan mikroba yang
berkemampuan enzimatik lengkap untuk penguraian hidrokarbon secara
sempurna.
Bakteri juga telah dimanfaatkan untuk mengatasi limbah minyak bumi di
daerah kilang minyak (terutama kilang minyak lepas pantai) atau pada kecelakaan
kapal pengangkut minyak bumi. Golongan Pseudomonas, seperti Pseudomonas
putida mampu mengkonsumsi hidrokarbon yang merupakan bagian utama dari
minyak bumi dan bensin. Gen yang mengkode enzim pengurai hidrokarbon
terdapat pada plasmid. Bakteri yang mengandung plasmid rekombinan dikultur
dalam jerami dan dikeringkan. Jerami berongga yang telah berisi kultur bakteri
kering dapat disimpan dan digunakan jika diperlukan. Pada serat jerami
ditaburkan di atas tumpahan minyak, mula-mula jerami akan menyerap minyak
dan bakteri akan menguraikan tumpahan minyak itu menjadi senyawa yang tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan polusi. Bakteri ini juga digunakan untuk
membersihkan limbah minyak (lemak) di pabrik-pabrik pengolahan daging.
Kemampuan bakteri menguraikan minyak juga dimanfaatkan untuk
membersihkan pipa-pipa yang salurannya sering mengalami penyumbatan oleh
minyak (lemak) pada pabrik pengolahan daging tersebut.
5. Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Pestisida/herbisida
Macam pestisida kimia sintetik yang telah digunakan sampai sekarang
jumlahnya mencapai ribuan. Pestisida yang digunakan untuk memberantas hama
maupun herbisida yang digunakan untuk membersihkan gulma, sekarang sudah
mengakibatkan banyak pencemaran. Hal ini disebabkan sifat pestisida yang sangat
tahan terhadap peruraian secara alami (persisten). Contoh pestisida yang
persistensinya sangat lama adalah DDT, Dieldrin, BHC, dan lain-lain. walaupun
sekarang telah banyak dikembangkan pestisida yang mudah terurai
(biodegradable), tetapi kenyataannya masih banyak digunakan pestisida yang
bersifat rekalsitran. Walaupun dalam dosis rendah, tetapi dengan terjadinya
biomagnifikasi maka kandungan pestisida di lingkungan yang sangat rendah akan
dapat terakumulasi melalui rantai makanan, sehingga dapat membahayakan
kehidupan makhluk hidup termasuk manusia.
Untuk mengatasi pencemaran tersebut, sekarang banyak dipelajari
biodegradasi pestisida/ herbisida. Proses biodegradasi pestisida dipengaruhi oleh
struktur kimia pestisida, sebagai berikut:
a. Semakin panjang rantai karbon alifatik, semakin mudah mengalami degradasi.
b. Ketidak jenuhan dan percabangan rantai hidrokarbon akan mempermudah
degradasi.
c. Jumlah dan kedudukan atom-atom C1 pada cincin aromatik sangat
mempengaruhi degradasi. Misal 2,4 D (2,4-diklorofenol asam asetat) lebih mudah
dirombak di dalam tanah dibandingkan dengan 2,4,5-T (2,4,5- triklorofenoksi
asam asetat).
d. Posisi terikatnya rantai samping sangat menetukan kemudahan degradasi
pestisida.
Aspergilus niger merupakan salah satu spesies bakteri yang dapat
dikembangkan untuk memetabolisme pestisida tertentu seperti endosulfan dan
karbofuran.
6. Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Logam Berat
Limbah penambangan emas dan tembaga (tailling) yang banyak
mengandung logam berat terutama air raksa (Hg), industri logam dan penyamakan
kulit banyak menghasilkan limbah logam berat terutama cadmium (Cd), serta
penggunaan pupuk (misalnya pupuk fosfat) yang mengandung logam berat seperti
Hg, Pb, dan Cd sekarang banyak menimbulkan masalah pencemaran logam berat.
Logam berat dalam konsentrasi rendah dapat membahayakan kehidupan karena
afinitasnya yang tinggi dengan sistem enzim dalam sel, sehingga menyebabkan
inaktivasi enzim dan berbagai gangguan fisiologi sel.
Bakteria dapat menghasilkan senyawa pengkhelat logam yang berupa
ligan berberat molekul rendah yang disebut siderofor. Siderofor dapat membentuk
kompleks dengan logam-logam termasuk logam berat. Umumnya pengkhelatan
logam berat oleh bakteri adalah sebagai mekanisme bakteri untuk
mempertahankan diri terhadap toksisitas logam. Bakteri yang tahan terhadap
toksisitas logam berat mengalami perubahan terhadap sistem transport di
membran selnya, sehingga terjadi penolakan atau pengurangan logam yang masuk
ke dalam sitoplasma. Dengan demikian logam yang tidak dapat melewati
membran sel akan terakumulasi dan diendapkan atau dijerap di permukaan sel.
Untuk mengambil logam berat yang sudah terakumulasi oleh bakteri,
dapat dilakukan dengan beberapa macm cara. Logam dari limbah cair dapat
dipisahkan dengan memanen mikroba. Logam yang berada dalam tanah lebih sulit
untuk dipisahkan, tetapi ada cara pengambilan logam dengan menggunakan
tanaman pengakumulasi logam berat. Tanaman yang termasuk sawi-sawian
(misal Brassica juncea) dapat digunakan bersama-sama dengan rhizobacteria
pengakumulasi logam (misal Pseudomonas flurescens) untuk mengambil logam
berat yang mencemari tanah. Selanjutnya logam yang telah terserap tanaman
dapat dipanen dan dibakar untuk memisahkan logam beratnya.
Limbah pabrik yang banyak mengandung logam berat dapat dibersihkan
oleh mikroorganismeyang dapat menggunakan logam berat sebagai nutrien atau
hanya menjerab (imobilisasi) logam berat. Mikroorganisme yang dapat digunakan
diantaranya adalah Thiobacillus ferrooxidans dan Bacillus subtilis. Thiobacillus
ferrooxidans mendapatkan energi dari senyawa anorganik seperti besi sulfida dan
menggunakan energi untuk membentuk bahan-bahan yang berguna seperti asam
fumarat dan besi sulfat.Bacillus subtilis memiliki kemampuan mengikat beberapa
logam berat seperti Pb, Cd, Cu, Ni, Zn, Al dan Fe dalam bentuk nitrat. Logam-
logam tersebut dapat dilarutkan kembali setelah bakterinya dilisiskan. Logam
tersebut dapat digunakan kembali oleh industri-industri logam. Kemampuan
remobilisasi (pelarutan kembali) logam di sini untuk Pb dapat mencapai 79%,
untuk Cd dapat mencapai 67% dan untuk Ni hanya dapat mencapai 17%.
Keberhasilan ini dipengaruhi oleh larutan remobilisasi (seperti NaOH atau Ca),
bahan pengekstraksi (seperti asam nitrit).
7. Penggunaan Mikroba dalam Menguraikan Limbah Organik
Penggunaan mikroba dalam mengolah limbah organik dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu menjadikannya pupuk organik dan menjadikannya biogas.
a. Produksi pupuk organik
Pupuk organik merupakan hasil penguraian bahan organik oleh jasad
renik atau mikroorganisme yang berupa zat-zat makanan yang dibutuhkan
oleh tanaman. Misal Kompos, pupuk kandang, dan pupuk hijau. Kompos atau
pupuk kandang sudah cukup lama dikenal dan dipergunakan, tetapi baru
sebatas menggunakan apa adanya, belum sampai pada usaha untuk
meningkatkan kualitas dari kompos dan pupuk kandang tersebut. Rakitan
teknologi pembuatan pupuk alternatif mulai membudaya di masyarakat kita,
yaitu upaya pembuatan kompos.
- Kompos
Kompos adalah bahan organik hasil proses dekomposisi dan mempunyai
susunan yang relatif stabil. Kompos banyak digunakan untuk memperbaiki sifat
fisik dan kimia tanah. Secara alami kompos dapat terjadi dari peruraian sisa-sisa
tumbuhan dan hewan. Pengomposan secara alami berlangsung dengan lambat,
tetapi dengan berkembangnya bioteknologi maka proses pengomposan dapat
dipercepat.
Pada proses pengomposan terjadi proses biokonversi bahan organik oleh
berbagai kelompok mikroba heterotrof. Mikroba yang berperan dalam proses
tersebut adalah bakteri, jamur actynomycetes dan protozoa. Peranan mikroba yang
bersifat selulolitik dan lignilolitik sangat besar pada proses dekomposisi sisa
tanaman yang banyak mengandung lignoselulosa.
Selama pengomposan terjadi proses oksidasi C-organik menjadi CO2 yang
dapat membebaskan energi dalam bentuk panas. Dalam pengomposan tertutup,
suhunya dapat mencapai 65-75oC. Pada suhu tersebut aktifitas mikroba pada
umumnya turun, danproses perombakannya dilanjutkan oleh mikroba termofil
yang mulai berkembang apabila suu meningkat sampai 50oC. Setelah suhu turun
kembali akan ditumbuhi lagi oleh mikroba mesofil, dan merupakan pertanda
bahwa kompos sudah mulai matang.
Dari uraian di atas maka diketahui bahwa terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi proses pengomposan, seperti nisbah C/N bahan yang akan
dikomposkan, ukuran bahan, kelembaban dan aerasi, suhu, kemasaman (pH),
adanya mikroba, dan lain sebagainya.
Nisbah C/N yang ideal untuk pengomposan adalah 30-40, apabila nisbah
terlalu rendah banyak nitrogen yang hilang (tidak efisien) dan apabila terlalu
tinggi proses pengomposan lambat. Ukuran bahan yang lebih kecil akan
memperbesar luas permukaan, sehingga memperbesar kontak dengan mikroba.
Ukuran yang terlalu halus dan kandungan lengasnya terlalu tinggi menyebabkan
keadaan anaerob, sehingga sebaiknya dicampur dengan bahan kasar untuk
menciptakan keadaan yang aerob. Kelembaban optimum yang baik antara 50-
60%. Pengomposan akan berjalan baik jika pH awal sedikit asam (pH 6), dan
selama pengomposan pada keadaan netral, setelah pH meningkat pH sedikit
alkalis (pH 7,5-8,5).pengomposan dapat dipercepat dengan inokulasi mikroba
seperti mikroba termofil, selulolotik, lignilolitik, dan sebagainya.
Tanda-tanda kompos yang telah matang adalah berwarna coklat sampai
kehitaman, tidak larut dalam air dan sebagian dapat tersuspensi kolodial, ekstrak
dalam larutan basa berwarna gelap (mengandung asam humat, fulvat, dan humin),
nisbah C/N antara 15-20, KPK dan kapasitas adsorpsi air besar.
- Bokhasi
Bokhasi adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses fermentasi
menggunakan bakteri (microorganisme). Sampah organik dengan proses
fermentasi dapat menjadi pupuk organik yang bermanfaat meningkatkan kualitas
tanah.
b. Produksi biogas
Limbah-limbah organik dan peternakan yang diuraikan oleh bakteri
kelompok metanogen dapat menghasilkan biogas yang sebagian besar berupa
metana. Biogas (metana) dapat terjadi dari penguraian limbah organik yang
mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Penguraian ini dilakukan untuk
fermentasi oleh bakteri anaerob sehingga bejana yang digunakan untuk fermentasi
limbah ini harus ditutup.
Ada tiga tahap dalam pembuatan biogas, yaitu sebagai berikut:
- Tahap pertama adalah reduksi senyawa organik yang komplek menjadi senyawa
yang lebih sederhana oleh bakteri hidrolitik. Bakteri hidrolitik ini bekerja pada
suhu antara 30-40oC untuk kelompok mesophilik dan antara 50-60oC untuk
kelompok termophilik. Tahap pertama ini berlangsung dengan pH optimum antara
6 sampai 7.
- Tahap kedua adalah perubahan senyawa sederhana menjadi asam organik yang
mudah menguap seperti asam asetat, asam butirat, asam propionat dan lain-lain.
dengan terbentuknya asam organik maka pH akan terus menurun, namun pada
waktu yang bersamaan terbentuk buffer yang dapat menetralisir pH. Di sisi lain
untuk mencegah penurunan pH yang drastis maka perlu ditambahkan kapur
sebagai buffer sebelum tahap pertama berlangsung. Bakteri pembentuk asam-
asam organik tersebut diantaranya adalahPseudomonas, Flavobacterium,
Escherichia dan Aerobacter.
- Tahap ketiga adalah konversi asam organik menjadi metana, karbondioksida dan
gas-gas lain seperti hidrogen sulfida, hidrogen dan nitrogen.
Bahan organik CH4 + CO2 + H2S + H2 + N2
Konversi ini dilakukan oleh bakteri metan,seperti Methanobacterium
omelianskii, Methanobacterium sohngenii, Methanobacterium suboxydans,
Methanobacterium propionicum, Methanobacterium formicium,
Methanobacterium ruminantium, Methanosarcina barkeril, Methanococcus
vannielli dan Methanococcus mazei. Bakteri metana ini sangat sensitif terhadap
perubahan suhu dan pH, oleh karenanya kedua parameter ini harus dikendalikan
dengan baik. PH optimum adalah antara 7, 0-7, 2, sedangkan pada pH 6,2 bakteri
metana akan mengalami keracunan.
Bakteri-bakteri yang terlibat dalam ketiga tahap tersebut pada umumnya
telah terdapat dalam limbah bahan-bahan organik, tetapi untuk meningkatkan
kinerja produksi biogas maka perlu ditambahkan bakteri metanogen yang telah
direkayasa.
Secara lebih ringkas, dapat dinyatakan bahwa bakteri yang berperan dalam
perombakan bahan organik dalam produksi biogas ada dua macam, yaitu bakteri
pembentuk asam dan bakteri pembentuk gas metan. Bakteri pembentuk asam
merombak bahan organik dan menghasilkan asam lemak. Proses ini dilakukan
oleh bakteri-bakteri Pseudomonas, Flavobacterium, Alkaligenes,
Escherichia, danAerobacter. Selanjutnya asam lemak ini akan dirombak oleh
bakteri metan dan menghasilkan gas bio (sebagian besar menghasilkan gas
metan). Bakteri-bakteri tersebut adalah Methanobacterium,
Methanosarchina dan Methanococcus. Disamping itu juga ada bakteri lain yang
memanfaatkan unsur sulfur (S) dan membentuk H2S yaitu bakteri Desulvovibrio.
Proses produksi biogas biasanya dilakukan secara semi sinambung
(substrat dimasukkan satu kali di dalam selang waktu tertentu), tetapi untuk
mendapatkan kemungkinan metode produksi optimal, sistem banch (substrat
hanya dimasukkan sekali saja) juga dapat digunakan. Kecepatan produksi biogas
dalam sistem batch mula-mula akan naik sehingga mencapai kecepatan
maksimum dan akhirnya akan turun lagi ketika sejumlah besar bahan telah
dirombak.
Fermentasi atau perombakan tersebut adalah proses mikrobiologik yang
merupakan himpunan proses metabolisme sel. Fermentasi bahan organik ini dapat
terjadi dalam keadaan aerobik maupun anaerobik. Untuk proses fermentasi
aerobik akan menghasilkan gas-gas amonia (NH3) dan karbondioksida (CO2).
Proses dekomposisi anaerobik dari bahan organik akan menghasilkan gas bio.
Proses produksi gas bio ini juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, diantaranya
adalah suhu, pH, total padatan, dan rasio C/N.
- Suhu
Terdapat dua selang suhu optimum untuk produksi biogas, yaitu selang mesofilik (30-
40oC) dan selang termofilik (50-60oC). Secara umum, pada suhu yang lebih tinggi
didapatkan produksi biogas yang lebih tinggi pula.
- Besarnya pH
PH optimum untuk memproduksi biogas adalah netral. Di kedua sisi pH netral
tersebut, maka akan muncul gangguan dalam produksi biogas.
- Total padatan
Kandungan total padatan yang mampu mendukung produksi biogas yang optimal
adalah antara 7-9%. Kandungan padatan yang lebih tinggi atau lebih rendah akan
menimbulkan gangguan terhadap produksi biogas.
- Rasio C/N
Rasio C/N substrat yang optimum untuk produksi biogas adalah berkisar 25: 1 dan 30:
1. Besaran rasio C/N yang terlalu tinggi akan menaikkan kecepatan perombakan
tetapi buangannya (sludge) akan mempunyai kandungan nitrogen yang tinggi.
Substrat dengan rasio C/N yang terlalu rendah akan menyiasakan banyak nitrogen
yang akan berubah menjadi amonia dan meracuni bakteri. Pencampuran limbah
pertanian dengan kotoran ternak akan merubah rasio C/N untuk produksi gas yang
lebih baik.
8. Penggunaan Bakteri dalam Pengolahan Limbah yang Kaya Protein
Limbah-limbah yang kaya protein jika terdekomposisi oleh bakteri
dekomposer akan menghasilkan nitrat, nitrit dan amonia. Ketiga hasil
dekomposisi ini dapat mengakibatkan permasalhan lingkungan dan kesehatan.
Nitrit jika bereaksi dengan senyawa amin akan menjadi senyawa nitrosamin yang
merupakan senywa karsinogenik bagi lambung. Untuk mengatasi hal tersebut
harus ditambahkan bakteri denitrifikan yang telah direkayasa seperti Alcaligens
faecalis, Bacillus lichemiformis, Pseudomonas denitrifikasi, Pseudomonas
stutzeri, micrococcus denitrificans dan Thiobacillus denitrificans. Bakteri-bakteri
ini mengubah nitrat menjadi nitrogen bebas yang tidak berbahaya bagi lingkungan
dan kesehatan manusia. Denitrifikasi ini dapat terjadi dalam filter pasir aliran ke
atas (moving bed upflow sand filter) maupun filter pasir ke bawah (moving bed
down flow sand filter). Penambahan etanol sebagai sumber karbon tambahan
sebanyak 3,3 – 3,5g CH3OH/g NO3-Neq dengan hydraulic loading rate sebesar 10
m/jam serta sand turnover rate sebesar 3,8 bed/ d akan menghasilkan kinerja
denitrifikasi menjadi baik sehingga nitrogen efluen akan baik ( <1,0 g/m3 )
dengan waktu yang dibutuhkan selama 13 jam.
9. Penggunaan bakteri untuk mengolah limbah PCP
Bakteri dari kelompok Coryneform dan Arthrobacter sp. Yang telah
diaklimatisasi (telah terbiasa hidup di medium treatmen) juga telah digunakan
untuk mengolah limbah yang mengandung PCP (parachlorophenol) dengan
metode bioaugmentasi. Bioaugmentasi adalah penambahan suplemen
mikroorganisme teraklimatisasi yang dapat menghasilkan kinerja pengolahan
limbah yang lebih baik. PCP secara alami mampu mnghambat pertumbuhan
mikroorganisme indigenous (bakteri yang telah ada dalam limbah) kecuali pada
bakteri yang telah teraklimatisasi tersebut maka pertumbuhan bakteri indigenous
menjadi lebih baik sehingga proses dekomposisi limbah secara alami lebih baik.
Agar kinerja sistem bioaugmentasi ini lebih baik perlu ditambahkan sumber
karbon tambahan.

II. MIKOLOGI LINGKUNGAN


Banyak kelompok jamur yang dapat digunakan dalam bidang lingkungan,
salah satunya adalahAspergillus niger. Aspergillus niger dapat dikembangkan
untuk memetabolisme pestisida tertentu seperti endosulfan dan karbofuran.
Penggunaan biopestisida ini dalam budidaya pertanian sangat menguntungkan
dari segi lingkungan. Hal ini dikarenakan biopestisida dapat didegradasi oleh
mikroorganisme tanah atau air menjadi komponen kimiawi yang lebih sederhana
yang tidak lagi mempunyai efek toksik kepada manusia maupun hewan.
III. VIROLOGI LINGKUNGAN
Beberapa virus telah dikembangkan agar dapat digunakan dalam bidang
lingkungan, salah satunya adalah untuk bioinfektan melalui mekanisme
bakteriophage. Virus ini akan menginfeksi bakteri yang patogen pada tanaman
sehingga akan mengurangi penggunaan bahan kimia sintetik untuk memberantas
penyakit tanaman. Penggunaan bioinfektan ini dalam budidaya pertanian sangat
menguntungkan dari segi lingkungan.
B. Peran Lain Mikroba Untuk Mengatasi Masalah Pencemaran
1. Biopestisida
Pestisida mikroba termasuk biopestisida yang telah banyak digunakan
untuk menggantikan pestisida kimia sintetik yang banyak mencemari lingkungan.
Penggunaan pestisida mikroba merupakan bagian dari pengendalian hama secara
hayati menggunakan parasit, hiperparasit, dan predator. Salah satu keuntungan
pestisida yang dikembangkan dari mikroba adalah:
a. Dapat berkembang biak secara cepat dalam jasad inangnya (hospes).
b. Dapat bertahan hidup di luar hospes.
c. Sangat mudah tersebar di alam.
Mikroba yang telah dikembangkan untuk biopestisida adalah berbagai
macam mikroba sebagai berikut:
a. Virus penyebab penyakit hama, seperti NPV (nuclear polyhidrosis virus), CPV
(cytoplasmic polyhidrosis virus), dan GV (granulosis virus) untuk mengendalikan
Lepidoptera. Baculovirus untuk mengendalikan Lepidoptera, Hymenoptera, dan
diptera.
b. Bakteri yang dapat mematikan serangga hama, yang terkenal adalah Bacillus
thuringiensis (Bt). bakteri ini dapat digunakan untuk mengendalikan Lepidoptera,
Hymenoptera, diptera, dan coleoptera. Bakteri ini dapat menghasilkan kristal
protein toksin yang dapat mematikan serangga hama. Selain itu ada bakteri lain
seperti Pseudomonas aeruginosa dan Proteus vulgaris untuk mengendalikan
belalang,Pseudomonas septica dan Bacillus larvae untuk hama kumbang, Bacillus
sphaericus untuk mengendalikan nyamuk, dan B. Moritai untuk mengendalikan
lalat.
c. Jamur yang termasuk entomophagus dapat digunakan untuk mengendalikan
hama. Sebagai contohMetarhizium anisopliae dapat digunakan untuk
mengendalikan kumbang Rhinoceros dan belalang cokelat. Beauveria
bassiana untuk mengendalikan kumbang kentang, Nomurea rilevi untuk
mengendalikan lepidoptera, Paecylomyces lilacinus dan Gliocladium
roseum dapat digunakan untuk mengendalikan nematoda.
2. Biofertilizer/ Pupuk Hayati
Beberapa mikroorganisme tanah seperti Rhizobium, Azospirillum,
Azootobacter, mikoriza, bakteri pelarut fosfat, mikoriza perombak selulosa, CM
(Crops Mikrobia) dan Effective microorganisme (EM) bila dimanfaatkan secara
tepat dalam sistem pertanian organik akan membawa pengaruh yang positif baik
bagi ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman, lingkungan edapik, maupun
upaya pengendalian beberapa jenis penyakit. Sehingga akan dapat diperoleh
pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal dan hasil panen yang lebih
sehat. Mikroorganisme tersebut sering disebut sebagai biofertilizer atau pupuk
hayati.
- Bakteri Rhizobium
Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang
berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bakteri ini biasanya
bersimbiosis dengan tanaman legum dengan cara menginfeksi akar tanaman dan
membentuk buntil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen
atmosfer bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium
terhadap pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan
nitrogen bagi tanaman inangnya.
- Azospirillum dan Azotobacter
Ada beberapa jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan
perakaran tanaman. Bakteri yang mampu meningkatkan hasil tanaman tertentu
apabila diinokulasikan pada tanah pertanian dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis, yaitu Azospirillum dan Azotobacter.
Azosperillum merupakan salh satu mikroba perakaran. Infeksi yang
disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran,
meningkatkan jumlah akar rambut, dan menyebabkan percabangan akar lebih
berperan dalam penyerapan hara. Keuntungan lain dari bakteri ini adalah pada
saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat menambat nitrogen, maka
pengaruhnya adalah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di dalam tanah.
Azotobacter sp. Juga merupakan bakteri non-simbiosi yang hidup di
daerah perakaran.Azotobacter sp. Hampir ditemui pada semua jenis tanah, tetapi
populasinya relatif rendah. Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk menambat
nitrogen dan menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan
hormon pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur
tertentu, sehingga bakteri ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melaui
pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan
mikroba lain atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk
pertumbuhan tanaman. Bakteri ini berpengaruh positif pada perkecambahan benih
dan memperbaiki pertumbuhan tanaman.
- Mikrobia pelarut fosfat
Beberapa mikroba tanah mempunyai kemampuan untuk melarutkan fosfat
yang tidak larut dalam air dan menjadikannya tersedia bagi tanaman. Mikrobia ini
merubah bentuk P di alam untuk mencegah proses terjadinya fiksasi P. Dalam
proses pelarutan P oleh mikroba berhubungan dengan diproduksinya asam yang
sangat erat berhubungan dengan proses metabolisme.
Ada beberapa jenis fungi dan bakteri yang mampu melarutkan P yang
tidak larut menjadi tersedia bagi tanaman. Organisme-organisme tersebut
diantaranya adalah Bacillus striata, Aspergillus awamori,dan Penicllium
digitatum. Jumlah bakteri pelarut P dalam tanah sekitar 104-106 tiap gram.
- Mikoriza
Asosiasi simbiotik antara jamur dan sisten perakaran tanaman tinggi
diistilahkan dengan mikoriza. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan
mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada
infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman.
Berdasarkan tempat berkembangnya, jamur mikoriza dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Ektomikoriza merupakan jamur
yang berkembang di permukaan luar akar dan diantara sel-sel korteks akar.
Endomikoriza merupakan jamur yang berkembang di dalam akar di antara dan di
dalam sel-sel korteks akar. Jamur yang dapat bersimbiosis dengan akar tanaman
ini contohnya adalah kelompok Endogonales.
- CM (Crops Mikrobia)
CM (Crops Mikrobia) mengandung bakteri gram positif yang dapat hidup
di permukaan akar yang mempunyai strain spesifik yang jelas dan terkendali.
Bakteri tersebut adalah bakteri dari genus Bacillus, diantaranya adalah Bacillus
chitinosporous, Bacillus subtilis, Bacillus pumulus dan Bacillus
lateroporous. Bacillus chitinosporous, yang memproduksi metabolit enzim
chitinase yang mampu menghancurkan, mengurai dan mencerna zat kitin yang
terdapat pada sel telur nematoda, kulit serangga, larva dan pupa serangga. Bacillus
subtilis dan Bacillus pumulus yang memproduksi metabolit yang menghambat
fungi (cendawan). Bacillus lateroporous yang memproduksi metabolit spesifik
(auksin dan gibrelin) yang mampu menstimulir benih, akar, batang, bunga dan
buah.
- EM (Efective Microorganism)
Efektif mikroorganisme merupakan kultur campuran berbagai jenis
mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi,
actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan
untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah. EM merupakan kultur jaringan
berbagai jenis mikrobia yang berasal dari lingkungan alami dan secara genetika
bersifat asli (tidak dimodifikasi).Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kualitas
tanah dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman.

Anda mungkin juga menyukai