BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kulit (hides and skin) menjadi bahan kulit atau tersamak (leather) dengan
“Pengolahan kulit mentah menjadi bahan tersamak akan menyebabkan kulit tahan
S., 2006).
dan setiap tahapan menggunakan air maupun bahan kimia (UPT, 2012). Berikut
Proses pengerjaan basah (Beam House) adalah proses awal yang dilakukan
dalam industri penyamakan kulit. Fungsi dari proses ini adalah mempersiapkan
tidak perlu, dan memperbesar pori kolagen sehingga bahan penyamak dapat
masuk. Pada proses ini terdiri dari empat tahapan yaitu perendaman (soaking),
sebagai berikut:
hilang selama proses pengeringan sebelumnya karena kulit basah lebih mudah
garam yang masih melekat pada kulit serta mengembalikan sifat kulit mentah
menjadi lemas dan lunak. Bahan kimia yang digunakan adalah air, teepol, dan
soda abu. Limbah dari perendaman ini adalah desinfektan dan kotoran-kotoran
dari kulit.
kimia yang digunakan yaitu air, natrium sulfida dan kapur. Tahapan ini dapat
(Magnalitting). Fungsi dari tahap ini adalah untuk membelah kulit menjadi dua
bagian yang mana kulit atasan diperoleh dari penipisan kulit mentah
menggunakan mesin belah (Magnalitting Machine). Proses ini dapat dilihat pada
timbulnya endapan kapur yang dilakukan pada pH 3-3,5 dimana kulit dalam
keadaan tidak bengkak. Bahan kimia yang digunakan adalah asam-asam organik
lemah seperti asam formiat dan asam laktat. Pengasaman dilakukan karena pada
proses pengapuran terdapat sisa-sisa kapur pada kulit. Ini akan mengganggu
a. Kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi kalsium tannat yang
berwarna agak gelap dan keras ketika kulit disamak nabati, akibatnya kulit
menjadi pecah.
yang diakibatkan oleh Na2S dan menghilangkan noda putih akibat pengendapan
CaCO3 yang menyebabkan cat dasar tidak merata. Pengasaman ini menghasilkan
mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktivitas mikroorganisme, kimia,
atau fisik menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh
akhir yang diperoleh. Ada 3 jenis bahan penyamak yang dapat digunakan serta
mineral, dan minyak. Bahan penyamak nabati dapat berasal dari kulit
lebih lembut/lemas, daya tarik tinggi dan lebih tahan terhadap panas
dan bakteri.
3. Bahan penyamak dari minyak dapat berasal dari minyak ikan hiu atau
ikan lainnya.
cromosal B dan formalin. Proses penyamakan ini dapat dilihat seperti pada
Dari proses ini akan diperoleh kulit yang tersamak dengan logam krom.
Kulit ini ditumpuk selama 1-2 hari. Untuk menghilangkan kadar air yang masih
diatur ketebalan kulit agar rata dengan mesin ketam. Tahapan ini disebut
pengetaman (Shaving). Tahapan ini dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini:
Tahapan ini bertujuan agar tidak menggangu tahapan selanjutnya karena kulit
yang tersamak bersifat asam dengan pH 3-4. Bahan kimia yang digunakan adalah
memberikan warna dasar pada kulit agar cat pada kulit tidak mudah pecah. Bahan
yang digunakan adalah air, cat dasar dan asam formiat. Tahapan ini dapat dilihat
Untuk mencegah warna kulit gelap dan permukaan yang mudah pecah bila
ditekuk maka harus dilakukan pelumasan (Oiling). Hal ini dilakukan untuk
bagian air.
Selanjunya kulit diperas dengan mesin atau tangan lalu dikeringkan agar
Setelah kulit kering, kulit akan diregang untuk memperoleh kulit yang
dilakukan dengan tangan ataupun mesin regang. Proses peregangan ini dapat
permukaan kulit serta menutup cacat atau warna cat dasar yang tidak rata.
cair dan gas (bau)” (Aningrum, S., 2006). Limbah industri penyamakan kulit juga
ditentukan oleh penggunaan bahan bakunya baik kulit besar maupun kulit kecil,
tahan proses, kapasitas sampai kepada jenis produk yang dihasilkan. Sumber
protein dan minyak, sisa-sisa pengguntingan kulit, sisa spliting dan bahan-
Sifat dan karakteristik limbah cair penyamakan kulit menurut tahapannya dapat
Tabel 2.1 Sifat dan Karakteristik limbah cair penyamakan kulit menurut
tahapannya
Input Proses Limbah
2.3 Koagulasi
pengaruh dari proses ini adalah karakterisasi larutan, jenis polutan, koagulan dan
yang berbentuk garam akan mengalami disosiasi dalam larutan melalui hidrolisis
dari kation aluminium (dan berhubungan dengan anion larutan) yang diukur
2.4 Elektrokoagulasi
Salah satu metode yang sudah digunakan secara luas untuk pengolahan
yang berpengaruh.
polutan, baik bahan organik maupun anorganik. Mollah, M.Y.A., Schennach, R.,
J.R (2001) menyatakan bahwa “elektrokoagulasi adalah teknologi yang saat ini
umum keuntungan dari metode ini adalah efisiensi pemisahan yang lebih tinggi,
yang tertutup tanpa aliran (gambar 2.10). Sedangkan elektrokoagulasi sistem flow
(alir) adalah proses elektrokoagulasi dalam wadah tertutup yang mana terjadi
aliran air/limbah (gambar 2.11). Dua sistem di atas dapat dilihat seperti pada
Gambar 2.11. Proses Elektrokoagulasi Sistem Alir (Susetyaningsih, R., dkk, 2008)
ataupun besi. Besi dan aluminium merupakan sacrificial electrode yang telah
flok. Jumlah arus listrik yang mengalir berbanding lurus dengan bahan
b. Waktu
c. Tegangan
tahanan listrik pada medium lebih besar dari logam, maka yang perlu
d. Kadar keasaman ( pH )
waktu kontak yang digunakan, maka semakin cepat juga pembentukan gas
hidrogen dan ion hidroksida, apabila ion hidroksida yang dihasilkan lebih
e. Ketebalan plat
dalam mereduksi dan mengoksidasi ion logam dalam larutan akan semakin
besar.
dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang
dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia (gejala
dekomposisi elektrolit) yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima
elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan
elektrokoagulasi, yaitu:
coagulation)
ukurannya relatif kecil. Semakin banyak kotoran yang terangkat ke atas maka
dipisahkan karena sebagian besar berasal dari oksida logam. Selain itu,
flok yang berasal dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok dari
Dissolved Solid) lebih sedikit, sehingga mengurangi biaya recovery bila air
1. Pada metode ini, elektroda yang digunakan harus diganti secara teratur.
terjadinya oksidasi.
elektroda.
pemecahan larutan logam dari anoda dengan pembentukan secara spontan ion
hidroksil dan gas hidrogen pada katoda.” Elektrokoagulasi adalah teknologi air
koagulan aktif berupa ion Al3+ atau Fe3+ ke dalam larutan. Besi dan aluminium
laboratorium dengan reaktor batch (tanpa aliran) dan flow (alir) menggunakan
listrik yang baik, ketahanan karat yang tinggi, tidak beracun, tidak magnetis,
merupakan reflektor (pemantul balik) yang baik untuk panas, cahaya, dan
Pada katoda akan terjadi reaksi-reaksi reduksi terhadap kation, yang termasuk
1. Ion H+ dari suatu asam dalam larutan akan direduksi menjadi gas hidrogen
Reaksi : 2H+ + 2e H2
2. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, alkali tanah, maka ion-ion ini
tidak dapat direduksi dari larutan. Oleh karena itu, yang akan mengalami
reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas hidrogen (H2) pada katoda.
terhadap air limbah lebih mudah berlangsung dari pada reduksi terhadap
pelarutnya (air). K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Zn, Cr, Fe, Cd, Co, Ni, Sn, Pb, Sb, Bi,
3. Ion-ion logam dalam larutan akan direduksi menjadi logamnya dan terdapat
Reaksi :
potensial logam (deret Volta) mulai dari unsur yang memiliki E0 terkecil hingga
juga terjadi presipitasi. Proses pembentukkan kation ini sangat penting untuk
dalam air karena setelah itu terjadi reaksi spontan yang menghasilkan dimeric,
Pada awalnya, ion logam aluminium di dalam air akan mengikat enam
atom oksigen dari air disekelilingnya. Namun ikatan atom oksigen dan hidrogen
pada air yang relatif lemah menyebabkan ion H+ terlepas atau mengalami
aluminium dalam larutan (α) dengan nilai pH pada larutan dapat digambarkan
dengan grafik pada Gambar 2.14. Pada diagram tersebut, distribusi yang ada
dan diagram kelarutan dari aluminium hidroksida dapat dilihat dalam gambar 2.15
terjadi antara kandungan aluminium yang dominan dalam larutan pada pH tertentu
terjadi pada nilai pH 6,3 dan nilai kelarutan bertambah ketika larutan menjadi
Kation logam aktif yang dihasilkan pada anoda akan bereaksi dengan ion
elektrokoagulasi:
Gambar 2.18 Skema reaktor elektrokoagulasi dengan pengoperasian kontinyu (Hudori dan P.
Soewondo, 2009)
2.7 Kromium
logam, bivalen, trivalen, dan heksavalen. Kromium logam memiliki massa jenis
sebesar 7,19 g/cm3 pada suhu 20oC, titik leleh sebesar 1875oC, titik didih sebesar
2658oC, dan tergolong logam yang mengkilap, keras serta tahan karat sehingga
Logam kromium larut dalam asam klorida encer atau pekat. Jika tidak
terkena udara, akan terbentuk ion-ion kromium (II) atau kromium bivalen.
Kromium bivalen termasuk senyawa pereduksi kuat. Dengan adanya oksigen dari
trivalen. Dalam bentuk heksavalen, kromium terdapat sebagai CrO42- dan Cr2O72- ,
Cr2O3) larutan dan gas (uap dikromat). Kromium dalam larutan biasanya
berbentuk trivalen (Cr3+) dan ion heksavalen (Cr6+). Dalam larutan yang bersifat
senyawaan anionik, sangat larut dalam perairan dan relatif stabil meskipun
senyawaan ini merupakan agen pengoksidasi yang kuat di dalam larutan asam.
tubuh. Dampak kelebihan kromium pada tubuh akan terjadi pada kulit, saluran
pernafasan, ginjal dan hati. Pengaruh terhadap saluran pernafasan yaitu iritasi
paru-paru akibat menghirup debu kromium dalam jangka panjang dan mempunyai
efek juga terhadap iritasi kronis, polyp, tracheobronchitis dan pharingitis kronis.
Reaksi asma lebih sering terjadi akibat Cr (VI) daripada Cr (III). Pada pekerja
chrome-plating plants dan penyamakan kulit sering terjadi kasus pada mucosa
hidung. Krom heksavalen (Cr6+) dari buangan industri penyamakan kulit biasanya
terdapat dalam bentuk kromat (CrO4). Keracunan kromat ini dapat menimbulkan
teknik flow (alir). Sampel yang diuji diambil dari limbah radioaktif cair simulasi
yang mengandung kontaminan logam Pb. Dalam penelitian ini diharapkan dapat
diperoleh data teknis yang berupa data awal unjuk kerja tentang proses
radioaktif serta dapat diaplikasikan pada industri kimia. Variabel yang dicoba
adalah kuat arus dan waktu operasi dan sebagai uji kualitas proses digunakan
pembanding standar nilai baku yang ditetapkan untuk limbah cair industri kimia
KPTS/1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Di Propinsi
unsur timbal sebesar 0,30 mg/l serta untuk TSS sebesar 50 mg/l.
dengan debit 1,5 liter/menit, dan untuk analisis Pb digunakan perangkat AAS.
gravimetri.
terbesar dicapai pada kuat arus (I) 5,0 Ampere dan waktu kontak 120 menit. Pada
kondisi ini kadar Pb dalam filtrat sebesar 0,184 ppm dengan nilai efisiensi
teknik batch. Parameter yang diuji adalah bahan organik dalam bentuk Chemical
mengetahui pengaruh kuat arus, jarak elektroda dan waktu kontak pada metode
elektrokagulasi terhadap kadar COD, warna, TSS dan minyak lemak secara
elektrokoagulasi.
dibuat dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm dan tinggi 30 cm. Bak ini
terbuat dari kaca dengan tebal 0,5 cm. Elektrokoagulasi ini menggunakan 3 buah
lempengan Stainless Steel sebagai anoda bermuatan positif dan 3 buah lempengan
aluminium sebagai katoda yang bermuatan negatif sebagai elektroda dan masing-
masing berukuran lebar 6 cm, panjang 10 cm dan tebal 8 mm. Katoda dialiri arus
listrik searah dan disusun secara pararel. Penelitian ini mengolah limbah cair batik
di dalam reaktor dan dialiri listrik supaya ion-ion yang ada pada limbah cair batik
teradsorbsi oleh ion-ion pengikat yang dilepaskan oleh elektroda pada alat
elektrokoagulasi sehingga akan terjadi ikatan antara ion senyawa organik yang
ada pada limbah cair batik dengan ion yang disebabkan oleh proses
elektrokoagulasi. Sampel diambil dari limbah asli yang berasal dari tampungan
hasil proses pembatikan pada salah satu industri batik di Yogyakarta. Parameter
yang diuji adalah bahan organik dalam bentuk Chemical Oxigen Demand (COD),
SK SNI M-68-19990-03.
tertinggi mencapai 29,75 % terjadi pada menit ke 60, kuat arus 25 Volt, dengan
jarak elektroda 3 cm, dimana limbah cair batik dalam suasana basa serta rata-rata
adalah 64,46% pada menit ke 30, 12 Volt, jarak elektroda 1,5 cm. Dan kadar
menggunakan tegangan 25 volt dengan jarak elektroda 1,5 cm sebesar 8 ppm dari
terbesar pada kuat arus 1 Ampere terjadi pada saat menggunakan tegangan 25 volt
dengan jarak elektroda 1,5 cm yaitu sebesar 77%. Penurunan COD, warna, TSS,
dan minyak-lemak dipengaruhi oleh waktu kontak, kuat arus dan jarak antar
elektroda yang digunakan pada saat melakukan pengolahan limbah cair batik
Pengolahan kimia pada pengolahan limbah radioaktif cair fase air biasanya hanya
beningan over flow biasanya masih mengandung sedikit logam berat dan zat padat
dapat menjadi pilihan metode pengolahan limbah radioaktif cair fase air alternatif
kontaminan logam berat (Pb, Cd dan TSS). Sunardi berharap data teknis tentang
limbah radioaktif serta dapat diaplikasikan pada industri kimia. Variabel yang
dicoba adalah tegangan listrik dan kecepatan aliran dan sebagai standarnya
maksimum yang diijinkan untuk Pb 0,15 ppm, Cd 0,05 ppm dan nilai TSS sebesar
100 ppm.
TSS) dalam limbah terbesar dicapai pada tegangan 12 volt (V) dengan kadar
logam berat dalam filtrat Pb sebesar 0,034 ppm, Cd 0,037 ppm dan TSS 24,905
sebesar 98,938 % dan TSS sebesar 95,004 %. Penurunan dari ketiga kadar logam