Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KIMIA DASAR

“BIOCHAR PERTANIAN”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Kimia Dasar

Disusun Oleh :
Nama : Akhmad Ardiansyah
NIM : 4442190109
Kelas : I B Agroekoteknologi

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019

0
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Biochar merupakan materi padat yang terbentuk dari karbonisasi biomassa,
biasa disebut “arang aktif ”. Biomassa yang dapat digunakan untuk membuat
biochar dapat berasal dari beberapa limbah pertanian dan kehutanan seperti sekam
padi, jerami, tempurung kelapa, kayu bekas gergajian, ranting pohon, potongan
kayu, tongkol jagung, ampas sagu dan sejenisnya. Bentuk, warna dan proses
pembuatannya mirip dengan arang kayu yang sering kita jumpai di pasaran.
Teknologi biochar bukanlah merupakan teknologi baru, tetapi teknologi lama
yang diperkenalkan kembali karena fungsinya yang sangat penting di bidang
pertanian dan pengem-bangan energialternatif. Salah satu keuntungan biochar di
bidang pertanian yaitu sebagai ameliorant atau pembenah tanah. Fungsinya bukan
sebagai pupuk, namun dapat digunakan sebagai pendamping pupuk untuk
meningkatkan efisiensi pupuk bagi tanaman (Gani, 2009).
Biasanya bahan pembenah tanah yang sering digunakan oleh petani adalah
bahan organik, namun karena cepatnya proses dekomposisi, dan biasanya
mengalami mineralisasi menjadi karbon-dioksida (CO 2), bahan organik harus
ditambahkan setiap musim tanam untuk tetap dapat memper-tahankan
produktivitas tanah. Biochar atau arang hayati dapat mengatasi keterbatasan
tersebut dan menyediakan opsi bagi pengelolaan tanah. Manfaat biochar sebagai
pembenah tanah terletak pada dua sifat utamanya, yaitu mempunyai afinitas tinggi
terhadap hara dan persisten dalam tanah. Biochar bersifat persistensi dalam tanah
karena mengandung karbon (C) yang tinggi, lebih dari 50% dan tidak mengalami
pelapukan lanjut sehingga stabil sampai puluhan tahun di dalam tanah.
Sifat afinitas biochar terletak pada permukaan yang luas dan mengandung
banyak pori sehingga memiliki densitas yang tinggi. Sifat fisik demikian
memungkinkan biochar memiliki kemampuan mengikat air dan pupuk yang
cukup tinggi. Biochar juga dapat meningkatkan kandungan nitrogen (N) di dalam
tanah karena memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi biochar ?
2. Bagaimana pengaruh aplikasi biochar terhadap sifat kimia, fisika, dan
biologi tanah ?
3. Apa fungsi biochar sebagai amelioran tanah ?
4. Apa fungsi biochar dalam mengurangi dampak pemanasan global ?
5. Apa potensi sumber bahan baku biochar?
6. Bagaimana cara pembuatan biochar ?
7. Bagaimana taksonomi pada tanaman jagung

1
8. Apa saja yang menjadi syarat tumbuh tanaman jagung ?

2
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Biochar


Biochar merupakan bahan pembenah tanah yang telah lama dikenal dalam
bidang pertanian yang berguna untuk meningkatkan produktivitas tanah. Bahan
utama untuk pembuatan biochar adalah limbah-limbah pertanian dan
perkebunan seperti sekam padi, tempurung kelapa, kulit buah kakao, serta
kayu-kayu yang berasal dari tanaman hutan industri. Teknik penggunaan
biochar berasal dari basin Amazon sejak 2500 tahun yang lalu. Penduduk asli
Indian memasukkan limbah-limbah pertanian dan perkebunan tersebut ke
dalam suatu lubang di dalam tanah. Sebagai contoh yaitu “Terra Preta” yang
sudah cukup dikenal di Brazil. Tanah ini terbentuk akibat proses perladangan
berpindah dan kaya residu organik yang berasal dari sisa-sisa pembakaran kayu
hutan (Amonette, 2009).
Biochar diproduksi dari bahan-bahan organik yang sulit terdekomposisi,
yang dibakar secara tidak sempurna (pyrolisis) atau tanpa oksigen pada suhu
yang tinggi. Arang hayati yang terbentuk dari pembakaran ini akan
menghasilkan karbon aktif, yang mengandung mineral seperti kalsium (Ca)
atau magnesium (Mg) dan karbon anorganik. Kualitas senyawa organik yang
terkandung dalam biochar tergantung pada asal bahan organik dan metode
karbonisasi. Dengan kandungan senyawa organik dan inorganik yang terdapat
di dalamya, biochar banyak digunakan sebagai bahan amelioran untuk
meningkatkan kualitas tanah, khususnya tanah marginal (Hidayati, 2008).

2.2 Pengaruh Aplikasi Biochar terhadap Sifat Kimia, Fisika, dan


Biologi Tanah
Aplikasi biochar berdampak positif terhadap sifat kimia, fisika, dan
biologi tanah. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, efek positif biochar
diuraikan sebagai berikut:

2.2.1 Sifat Kimia Tanah


Beberapa hasil penelitian yang telah banyak dilakukan
menunjukkan bahwa biochar yang diaplikasikan ke dalam tanah secara
nyata berpotensi dalam meningkatkan beberapa sifat kimia tanah seperti
pH tanah, KTK, dan beberapa senyawa seperti C-organik, N-total, serta
dapat mereduksi aktivitas senyawa Fe dan Al yang berdampak terhadap
peningkatan P-tersedia (Rondon dkk., 2007; Novak dkk., 2009; Baronti
dkk., 2010; Nigussie dkk., 2012). Perbaikan sifat kimia yang diakibatkan

3
oleh penambahan biochar secara tidak langsung berdampak positif pula
terhadap pertumbuhan tanaman yang tumbuh di atasnya.
Nigussie dkk. (2012) melaporkan bahwa aplikasi biochar yang
berasal dari bonggol jagung dengan dosis 10 ton ha -1 secara signifikan
meningkatkan pH, electrical conductivity (EC), C-organik, P-tersedia, N-
total, dan KTK tanah yang tercemar maupun yang tidak tercemar
Kromium (Cr). Peningkatan ini terjadi disebabkan biochar yang berasal
dari bonggol jagung ini diketahui mengandung senyawa-senyawa yang
dibutuhkan tanaman, memiliki luas permukaan yang tinggi, porositas
yang tinggi, serta kandungan abu dalam biochar yang secara tidak
langsung dapat melarutkan senyawa-senyawa yang terjerap seperti Ca, K,
dan N yang dibutuhkan oleh tanaman. Novak dkk. (2009) juga
melaporkan bahwa setelah 67 hari biochar pada tanah berpasir
menyebabkan pH, C-organik, Ca, K, Mn, dan P meningkat. Namun,
penambahan biochar tidak meningkatkan KTK tanah.

2.2.2 Sifat Fisika Tanah


Penambahan biochar memengaruhi sifat fisika tanah melalui
peningkatan kapasitas menahan air, sehingga dapat mengurangi run-off
dan pencucian unsur hara. Selain itu, amandemen biochar juga dapat
memperbaiki struktur, porositas, dan formasi agregat tanah (Lehmann dan
Joseph, 2009; Baronti dkk., 2009; Zhang dkk., 2011; Southavong, 2012).
Biochar berpengaruh langsung terhadap tanaman. Perbaikan sifat
fisika menyebabkan jangkauan perakaran tanaman semakin luas sehingga
memudahkan tanaman untuk mendapatkan nutrisi dan air yang
dibutuhkan dalam pertumbuhannya (Dou dkk., 2012).

2.2.3 Sifat Biologi Tanah


Biochar juga dapat memengaruhi populasi dan aktivitas
mikroorganisme tanah. Menurut hasil penelitian Graber dkk. (2010),
kehadiran biochar dapat merangsang populasi rhizobakteria dan fungi
yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Ini diakibatkan oleh
perubahan komposisi dan aktivitas enzim di daerah sekitar perakaran
yang meningkat dengan penambahan biochar (O’Neill dkk., 2009). Selain
itu, daya tumbuh (viabilitas) bakteri mengalami peningkatan setelah
ditambahkan biochar selama 12 bulan masa simpan pada Ultisols Taman
Bogo.
Menurut Santi dan Goenadi (2010), hal ini disebabkan karena pH
biochar asal cangkang kelapa sawit sesuai dengan pH untuk pertumbuhan
optimal bakteri, sehingga akibatnya populasi bakteri dapat dipertahankan.

4
Ini sesuai dengan penelitian Rondon dkk. (2007), yang menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam memperbaiki fiksasi N secara biologi
(BNF) pada tanaman kacang-kacangan. Ini ditunjukkan dengan semakin
meningkatnya koloni bakteri pada akar tanaman.

2.3 Fungsi Biochar sebagai Amelioran Tanah


Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah baik
melalui perbaikan sifa t fisik maupun kimia (Kartikawati dan Setyanto, 2011).
dala tanah, biochar menyediakan habitat yang baik bagi mikroba tanah, tapi
tidak dapat dikonsumsi mikroba seperti bahan organik lainnya. Dalam jangka
panjng biochar tidak mengganggu keseimbangan karbon-nitrogen, bahkan mampu
menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih tersedia bagi tanaman. Di samping
menurangi emisi dan menambah pengikatan gas rumah kaca, kesuburan tanah
dan produksi tanaman pertanian juga dapat ditingkatkan. Dua hal utama potensi
biocar untuk bidang pertanian adalah afinitasnya yang tinggi terhadap unsur
hara dan persistensinya. Biochar lebih persisten dalam tanah, sehingga semua
manaat yang berhubungan dengan retensi hara dan kesuburan tanah dapat
berjalan lebih lama dibanding bahan organik lain yang biasa diberikan (Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009).
Aplikasi biochar ke tanah meningkatkan ketersediaan kation utama dan
fosfor, total nitrogen dan kapasitas tukar kation tanah. Ketersediaan hara yang
cukup tinggi bagi tanama merupakan dampak dari bertambahnya nutrisi secara
langsung dari biochar dan meningkatnya retensi hara, disamping perubahan
dinamika mikroba tanah. Hidayati (2008) melaporkan aplikasi biochar + 0,5
dosis rekomendasi meningkatkan kandungan nitrogen pada daun karet sebesar 4,13
% N dibandingkan dengan aplikasi tanpa biochar dan aplikasi dosis pemupukan
sesuai rekomendasi yakni 2,80 % N. Hal ini menunjukkan peningkatan
efisiensi pemupukan nitrogen (urea) sebesar 32%.
Keuntungan jangka panjang dari aplikasi biochar bagi ketersediaan hara
tanaman berhubungan dengan stabilitas karbon organik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan organik yang biasa digunakan dalam budidaya per tanian.
Pengaruh biochar terhadap produktivitas tanaman bergantung pada jumlah
penggunaannya. Penelitian menunjukkan, pemberian 0,4 – 8,0 ton karbon
(biochar) perhektarmeningkatkan produktivitas tanaman sebesar 20 – 220 %,
bergantung dengan komoditas ya n g dibudidayakan (Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi, 2009).
Biochar adalah bahan yang menjanjikan untuk amelioran tanah terdegradasi
karena sifat kimianya (Amonette dan Joseph, 2009), sifat hara (Chan dan Xu,
2009) dan biologis (Thies dan Rillig, 2009) serta stabilitas pada tanah (Lehmann,
et al., 2009).

5
2.4 Fungsi Biochar dalam Mengurangi Dampak Pemanasan Global
Penyerapan karbon pada dasarnya adalah proses transformasi CO2 atmosfer
menjadi biomassa melalui fotosintesis dan penggabungan biomassa ke dalam
tanah sebagai humus. Secara global, tanah memiliki kapasitas untuk menarik
CO 2 secara substansial dari atmosfer oleh fotosintesis di tanaman (Izaurralde,
et al., 2001).
Aplikasi biochar ke dalam tanah merupakan pendekatan baru dan untuk
menjadikan suatu penampung (sink) bagi CO2 atmosfir jangka panjang dalam
ekosistem darat. Dalam proses pembuatannya, sekitar 50% dari karbon yang ada
dalam bahan dasar akan terkandung dalam biochar, dekomposisi biologi
biasanya kurang dari 20% setelah 5-10 tahun, sedangkan pada pembakaran hanya
3% karbon yang tertinggal (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009).
International Biochar Initiative (2011a), melaporkan biochar dapat
menyimpan karbon dalam tanah selama ratusan bahkan ribuan tahun. Biochar
juga meningkatkan kesuburan tanah, merangsang pertumbuhan tanaman, yang
kemudian mengkonsumsi CO2 lebih dalam efek umpan balik. Energi yang
dihasilkan sebagai bagian dari produksi biochar dapat menggantikan energi karbon
positif dari bahan bakar fosil. Efek tambahan dari penambahan biochar
ketanahakan mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan penyimpanan
karbon dalam tanah. Adapun prosesnya sebagai berikut:
• Biochar mengurangi kebutuhan pupuk sehingga mengurangi emisi dari
produksi pupuk. Biochar meningkatkan kehidupan makintanah, sehingga
penyimpanan lebih banyak karbon di tanah.
• Biochar mengurangi emisi gas rumah kaca (NO 2 ) melalui peningkatan
efisiensi pemupukan khususnya pupuk N.
•Mengubah limbah pertanian menjadi biochar dapat mengurangi metana
yang dihasilkan oleh dekomposisi alami dari limbah.

Sejalan dengan International Biochar Initiative, Gaunt dan Cowie (2009)


melaporkan bahwa biochar dapat mengurangi jumlah emisi melalui mekanisme
berikut :
• Menghindari emisi dari dekomposisi biomassa, melalui pengurangan
potensi emisi metana ketika biomassa dibiarkan membusuk atau
terdekomposisi.
• Menghindari emisi N2O danCH4 dari tanah, dengan
meningkatnya efisiensi pemupukan khususnya N maka akan mengurangi
emisi N2O, NO2 dan CH4.
• Pengurangan pupuk dan input pertanian, dengan meningkatnya efisiensi

6
pemupukan maka emisi yang dihasilkan dari proses pembuatan pupuk
tersebut akan berkurang.
• Peningkatan hasil - hasil pertanian, dengan meningkatnya hasil pertanian
maka transformasi CO2 dari atmosfer menjadi biomassa meningkat.

Peningkatan emisi nitro-oksida (N2O) di lahan persawahan ditentukan


oleh : a) proses denitrifikasi pada kondisi tanah anaerobik dan proses nitrifikasi
pada kondisi tanah aerobik, yang laju reaksinya tergantung pada perubahan
kondisi tanah, dan
b) proses pelepasan nitro-oksida dari tanah ke udara yang dipengaruhi oleh proses
difusi dalam tanah dan kapasitas tanah untuk konsumsi nitro-oksida, yang
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: tapak produksi dalam profil tanah,
tekstur tanah, dan kandungan air tanah. Denitrifikasi merupakan proses tahap akhir
dalam siklus hara nitrogen dalam suasana anaerobik yang mengembalikan
nitrogen terfiksasi ke atmosfir dalam bentuk N2.
Gas nitro-oksida juga dapat dihasilkan dari proses nitrifikasi, yang merupakan
proses aerobik baik dilakukan oleh jasad renik autotrop maupun heterotrop di
dalam tanah. Proses nitrifikasi berlangsung dua tahap secara terpisah, yaitu: a)
oksidasi amonia menjadi nitrit dengan hasil antara berupa hidroksida amin , yang
dilakukan oleh bakteri pengoksidasi ammonia seperti Nitrosomonas sp, dan b)
oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri pengoksidasi nitrit seperti
Nitrobacter sp. (Wihardjaka, 2004). Tahapan reaksi nitrifikasi menurut Spotte
(1979) dalam Pranoto (2007).

2.5 Potensi Sumber Bahan Baku Biochar


Penanganan kayu dan tunggul yang dihasilkan dalam program
peremajaan dan perluasan kebun karet masih menjadi masalah serius. Saat ini
limbah kayu dan tunggul belum dimanfaatkan secara maksimal dan secara
konvensional biasanya dilakukan pembakaran yang tidak terkendali sehingga
menimbulkan pencemaran lingkungan, di samping itu bila tidak ditangani dengan
baik dapat menimbulkan penyakit terutama jamur akar putih (Situmorang,
2004). Limbah biomassa berbasis kebun karet dinilai potensial sebagai bahan baku
pembuatan biochar. Suwardin, et al., (2010) melaporkan potensi limbah kebun
3
karet dalam kegiatan peremajaan mencapai 5% per tahun (34 juta m ), hal ini
menunjukkan tingginya potensi pemanfaatan limbah biomassa kebun karet
untuk dijadikan bahan baku pembuatan biochar.
Setiap tahunnya limbah kehutanan, perkebunan, pertanian dan peternakan
yang mengandung karbon mencapai ratusan juta ton dan sering menjadi masalah
dalam hal pembuangannya. Limbah jenis ini merupakan bahan sangat potensial

7
diubah menjadi biochar dalam berbagai tingkat teknologi produksi. Sebagai
gambaran sederhana, dari 50 juta ton produksi gabah tiap tahunnya ikut dihasilkan
sekitar 60 juta ton merupakan "limbah" (jerami dan sekam padi) yang dapat
diproses menjadi biochar (Gani, 2010).

2.6 Pembuatan Biochar


Biochar dapat diproduksi melalui sistem pirolisis atau gasifikasi. Pada
sistem pirolisis, biochar diproses tanpa oksigen dan menggunakan sumber panas
dari luar. Sistem gasifikasi menghasilkan biochar dalam jumlah yang kecil dan
proses pembuatannya menggunakan sumber panas langsung dari udara yang
dialirkan. Produksi biochar akan lebih optimal pada kondisi tanpa oksigen (Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009).
Beberapa teknik pembuatan biochar telah tersedia dari yang tradisional
sampai maju. Cara mana yang terbaik tergantung pada ketersediaan sumber daya
dan skala usaha.
Bahan dasar yang digunakan akan mempengaruhi sifat-sifat biochar itu
sendiri dan mempunyai efek yang berbeda-beda terhadap produktivitas tanah dan
tanaman. Bahan baku pembuatan biochar umumnya adalah residu biomasa
pertanian atau kehutanan, termasuk potongan kayu, tempurung kelapa,
tandan kelapa sawit, tongkol jagung dan sekam padi atau kulit buah kacang-
kacangan, kulit-kulit kayu, sisa-sisa usaha perkayuan, serta bahan organik daur-
ulang lainnya. Bila limbah tersebut mengalami pembakaran dalam keadaan tanpa
oksigen akan dihasilkan 3 substansi, yaitu:
a) metana dan hidrogen yang dapat dijadikan bahan bakar
b) bio-oil yang dapat diperbaharui, dan
c) arang hayati (biochar).
Pada kondisi produksi terkontrol, karbon biomasa diikat dalam biochar
dengan hasil samping berupa bioenergi dan bio-product lainnya. Biochar dapat
dihasilkan dari sistem pirolisis atau gasifikasi. Kedua sistem produksi tersebut
dapat dijalankan melalui unit-unit yang mobil atau menetap. Sistem pirolisis dan
gasifikasi skala kecil yang dapat digunakan di lapang atau industri kecil
mempunyai kapasitas 50-1.000 kg/hari. Pada tingkat lokal atau regional, unit-unit
pirolisis dan gasifikasi dapat dioperasikan oleh operasi atau industri yang besar,
dan dapat memproses sampaikg biomassa per jam (Gani, 2010).

2.7 Taksonomi Tanaman Jagung


Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman pangan biji-bijian yang
berasal dari famili rumput-rumputan. Tanaman ini berasal dari Amerika yang
menyebar ke Asia dan Afrika. Penyebaran jagung di Indonesia dimulai pada

8
abad ke-16, yang dibawa oleh orang Portugal. Orang Belanda menamakannya
mais, sedangkan orang Inggris menamakannya corn (Kartikawati, 2011).
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80 – 150 hari. Separuh pertama dari siklus merupakan tahap
pertumbuhan vegetatif dan separuh berikutnya untuk tahap pertumbuhan
generatif. Jagung merupakan tanaman berbiji tunggal (monokotil), berakar
serabut, dan memiliki bunga jantan dan betina yang terpisah dalam satu
tanaman. Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, sedangkan bunga
betina tersusun dalam tongkol (Izaurralde, 2001).
Izaurralde (2001). menyatakan jenis jagung dapat dikelompokkan
menurut umur dan bentuk biji.

a) Menurut umur, dibagi menjadi 3 golongan:


1. Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: Genjah
Warangan, Genjah Kertas, Abimanyu dan Arjuna.
2. Berumur sedang (tengahan): 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1,
Hibrida CP 1 dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2,
Malin,Metro dan Pandu.
3. Berumur panjang: lebih dari 120 hari, contoh: Kania Putih,
Bastar, Kuning, Bima dan Harapan.

b) Menurut bentuk biji, dibagi menjadi 7 golongan:


1. Dent Corn
Tipe biji Dent ini bentuknya besar, pipih dan berlekuk. Bagian pati keras
pada tipe biji Dent berada di bagian sisi biji, sedangkan pati lunaknya di tengah
sampai ke ujung biji. Pada waktu biji mengering, pati lunak kehilangan air
lebih cepat dan lebih mengerut daripada pati keras, sehingga terjadi lekukan
(dent) pada bagian atas biji.

2. Flint Corn
Biji jagung tipe mutiara berbentuk bulat, licin, mengkilap, dan keras
karena bagian pati yang keras terdapat di bagian atas biji. Pada waktu masak,
bagian atas dari biji mengerut bersama-sama, sehingga menyebabkan
permukaan biji bagian atas licin dan bulat. Tipe biji ini biasanya disukai oleh
petani, karena tahan hama gudang.

3. Sweet Corn
Bentuk biji jagung manis pada waktu masak keriput dan transparan. Biji
jagung manis yang belum masak mengandung kadar gula lebih tinggi daripada
pati.

9
4. Pop Corn
Pada tipe jagung Pop, proporsi pati lunak dibandingkan dengan pati keras
jauh lebih kecil daripada jagung tipe Flint. Biji jagung akan meletus jika
dipanaskan karena mengembangnya uap air dalam biji. Hasil biji jagung tipe
Pop pada umumnya lebih rendah daripada jagung Flint atau Dent.

5. Flour Corn
Zat pati yang terdapat dalam endosperma jagung tepung semuanya pati
lunak, kecuali di bagian sisi biji yang tipis adalah pati keras. Pada umumnya
tipe jagung tepung ini berumur panjang.

6. Pod Corn
Setiap biji jagung pod terbungkus dalam kelobot, dan seluruh tongkolnya
juga terbungkus dalam kelobot. Endosperma bijinya mungkin flint, dent, pop,
sweet atau waxy.

7. Waxy Corn
Endosperma pada tipe jagung waxy seluruhnya terdiri dari amilopektin,
sedangkan jagung biasa mengandung ± 70 % amylopectine dan 30 % amilosa.
Jagung waxy digunakan sebagai bahan perekat selain sebagai bahan makanan.

2.8 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung


Menurut Kimetu, dkk (2008), tanaman jagung merupakan salah satu
tanaman yang mampu beradaptasi dengan iklim yang bervariasi. Suhu optimum
untuk pertumbuhan tanaman jagung berkisar antara 24 – 30ºC. Jagung
merupakan tanaman C4, yang dalam pertumbuhannya menghendaki cuaca yang
panas dan membutuhkan sinar matahari penuh agar dapar berfotosintesis
dengan sempurna. Curah hujan yang cocok untuk pertumbuhan jagung yaitu
antara 250-5000 mm. Tanaman jagung membutuhkan media tumbuh yang
gembur dan subur, dengan drainase dan aerasi yang baik. pH yang baik untuk
tanaman jagung yaitu berkisar antara 5,5 – 7,0 dengan ketinggian 0 – 1300 m
dpl.
Pemeliharaan tanaman jagung meliputi penyulaman, penjarangan,
penyiangan, pembumbunan, serta pengendalian hama dan penyakit. Hama yang
sering menyerang tanaman jagung yaitu Lalat Bibit (Atherigona exigua Stein),
dan Ulat Pemotong (Ulat agrotis). Sedangkan penyakit yang sering menyerang
yaitu penyakit Bulai (Downy Mildew), penyakit Bercak Daun (Leaf Bligh),
penyakit Karat Daun (Rust), dan penyakit Busuk Tongkol dan Busuk Biji
(Kimetu, 2008).

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peningkatan emisi gas rumah kaca sudah menjadi perhatian dunia dan
upaya meminimalisir dampaknya telah banyak dilakukan namun belum mampu
memberikan hasil yang nyata sehingga perlu lebih banyak lagi alternatif lain
dalam menangani masalah tersebut.
Dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa biochar merupakan
salah satu alternatif dalam peningkatan produktivitas lahan-lahan pertanian serta
mendukung terwujudnya pertanian yang berkelanjutan. Peran biochar dalam
menurunkan emisi gas rumah kaca sangat besar melalui mekanisme-mekanisme,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Perkebunan karet berpotensi besar dalam menyediakan bahan baku pembuatan
biochar
3.2 Saran
Untuk usaha pembuatan biochar, perlu adanya perhatian dan kerja sama
dengan lembaga pemerintah seperti koperasi dan perindustrian, pertanian,
kehutanan berkembang ke arah industri. Penelitian lanjutan juga perlu dilakukan
untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi biochar melalui willingness to adopt
atau studi willingness to pay untuk menduga potensi permintaan biochar.
Penyuluhan tentang pentingnya penggunaan biochar juga perlu terus dilakukan
melalui demplot/ demfarm untuk lebih menarik minat petani dalam menggunakan
biochar sehingga permintaan biochar akan meningkatkan dan mampu
menumbuhkan industri rumah tangga.

11
DAFTAR PUSTAKA

Amonette, J. E. and S. Joseph. 2009 Characteristics of biochar: microchemical


properties. J. Lehmann and S. Joseph (Eds). Biochar for
Environmental Management: Science and Technology. Earthscan,
London.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Biochar penyelamat lingkungan.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 31 No: 6.
Chan, K. and Z. Xu. 2009. nutrient properties and their enhancement. Biochar
for Environmental Management: Science and Technology. Earthscan, London.
Gani, A. 2010. Multiguna arang - hayati biochar. Sinar Tani Edisi 13–19 Oktober
2010.
Gaunt, J. and A. Cowie. 2009. Biochar, greenhouse gas accounting and emissions
trading. J. Lehmann and S. Joseph (Eds). Biochar for Environmental
Management: Science and Technology. Earthscan, London.
Hidayati, U. 2008. Pemanfaatan arang cangkang kelapa sawit untuk memperbaiki
sifat fisika tanah yag mendukung pertumbuhan tanaman karet. Jurnal
Penelitian Karet, 2008, 26 (2) : 166-175.
International Biochar Initiative. 2011a. How much carbon can biochar systems
offset-- a n d w h e n ? . h t t p : / / w w w. b i o c h a r - international.org.
Didownload 17 Desember 2018.
Izaurralde, R. C., N. J. Rosenberg, and R. Lal. 2001. Mitigation of climatic
change by soil carbon sequestration: issues of science, monitoring, and
degraded lands. Advances in Agronomy 70, 1-75.
Kartikawati, R. dan P. Setyanto. 2011. Ameliorasi tanah gambut meningkatkan
produksi padi dan menekan emisi gas rumah kaca. Sinar Tani, 2 Maret
2011.
Kimetu, J. M., J. Lehmann, S. O. Ngoze, D. N. Mugendi, J. Kinyangi, S. J. Riha, L.
Verchot, J. W. Recha, and A. N. Pell. 2008. Reversibility of soil
productivity decline with organic matter of differing quality along a
degradation gradient. Ecosystems 11, 726-739.

12

Anda mungkin juga menyukai