Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH BIOCHAR TONGKOL JAGUNG DAN PUPUK

NPK-MSG TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN CABAI


MERAH (CAPSICUM ANNUM L.)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani. Hal ini didukung dengan penggunan lahan kosong
yang digunakan sebagai lahan pertanian, selain itu kondisi tanah dan iklim di
Indonesia yang baik dapat membantu pertumbuhan tanaman. Salah satu tanaman
hortikultura yang menjadi unggulan pada sektor pertanian di Indonesia adalah
tanaman sayuran. Sayuran merupakan salah satu tanaman hortikultura yang
banyak diminati oleh masyarakat karena memiliki kandungan gizi tinggi dan
bermanfaat bagi kesehatan. Sayuran dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah atau
setelah diolah sesuai dengan kebutuhan yang akan digunakan. Salah satu komoditi
sayur yang sangat digemari oleh hampir seluruh masyarakat adalah cabai,
sehingga tidak mengherankan lagi jika peredaran cabai sangat besar dipasaran.
Produktivitas cabai merah di provinsi Kalimantan Barat dari tahun 20132014 mengalami penurunan dari 2,848 (ton) menjadi 2,200 (ton), karena itu para
petani juga mengupayakan peningkatan produksi cabai merah dengan melakukan
ekstensifikasi, diversifikasi dan intensifikasi.Intensifikasi merupakan usaha
peningkatan produksi tanaman tanpa memperluas areal pertanian panen karena
telah berkurangnya lahan pertanian yang sisebabkan oleh alih fungsi lahan.
Seperti penggunaan benih unggul,pemakaian pupuk, irigasi dan pestisida. Namun,
dengan cara ini produksi cabai merah telah mencapai hasil maksimum, sehingga
dengan teknologi yang ada produksi tidak dapat ditingkatkan lagi. Salah satu
peluang untuk menaikkan produksi adalah dengan penggunaan biochar tongkol
jagung, pupuk NPK dan monosodium glutamat (MSG).
Pemberian biochar mampu meningkatkan serapan nitrogen, fosfor, dan
kalium Adanya hara tanaman, luas permukaan, dan daya serap alami biochar yang

tinggi dan kapasitas biochar untuk bertindak sebagai media untuk mikroorganisme
diidentifikasi sebagai alasan utama biochar sebagai bahan untuk memperbaiki
sifat fisik (Chan et al. 2017). Steiner et al. (2007) menunjukkan bahwa aplikasi
biochar menurunkan kepadatan tanah, kekuatan tanah, Al dapat dipertukarkan,
dan Fe dan meningkatkan porositas, kanungan air tanah tersedia, C-organik, P
tersedia, KTK, K dan Ca dapat dipertukarkan. Atas dasar itu diperlukan inovasi
untuk memperbaiki kualitas dan kesehatan tanah melalui pemanfaatan tongkol
jagung dan sekam sebagai sumber daya lokal yang melimpah untuk diproduksi
sebagai biochar.
Pemakaian hormon perangsang pembungaan dapat diganti dengan
monosodium glutamat (MSG) pada tanaman dewasa. Karena adanya kandungan
pada monosodium glutamat (MSG) yang mempunyai peran yang sama dengan
hormon perangsang tumbuh atau giberelin (Sandra, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Tanah Aluvial yang memiliki pH yang rendah.
2. Kurangnya unsur-unsur yang diperlukan tanaman karena terikat dengan Al dan
Fe.
C. Hipotesa
Penggunaan Biochar Tongkol Jagung dan NPK-MSG dapat meningkatkan
produktivitas tanaman cabai.
D. Tujuan Penelitian
1. Dapat meningkatkan pH pada tanah Aluvial.
2. Dapat meningkatkan hasil produksi tanaman cabai merah.
E. Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian Biochar tongkol jagung dan NPKMSG terhadap produktivitas tanaman cabai.
2. Mengetahui pengaruh pemberian Biochar dengan takaran pupuk N, P, K
terhadap serapan hara dan efisiensi pemupukan N, P, K.
3. Dapat menjadi bahan acuan untuk penggunaan Biochar tongkol jagung dan
NPK-monosodium glutamat (MSG) dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman cabai merah dan sebagai bahan informasi pada pihak-pihak terkait.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Biochar merupakan bahan pembenah tanah yang telah lama dikenal dalam
bidang pertanian yang berguna untuk meningkatkan produktivitas tanah. Bahan
utama untuk pembuatan biochar adalah limbah-limbah pertanian dan perkebunan
seperti tongkol jagung.
Teknik penggunaan biochar berasal dari basin Amazon sejak 2500 tahun
yang lalu. Penduduk asli Indian memasukkan limbah-limbah pertanian dan
perkebunan tersebut ke dalam suatu lubang di alam tanah.Sebagai contoh yaitu
Terra Pretayang sudah cukup dikenal di Brazil. Tanah ini terbentuk akibat
proses perladangan berpindah dan kaya residu organik yang berasal dari sisa-sisa
pembakaran kayu hutan (Glaser dkk., 2002).
Menurut Lehmann dan Joseph (2009), biochar diproduksi dari bahanbahan organik yang sulit terdekomposisi, yang dibakar secara tidak sempurna
(pyrolisis)atau tanpa oksigen pada suhu yang tinggi. Arang hayati yang
terbentuk

dari pembakaran

ini akan

menghasilkan

karbon

aktif,

yang

mengandung mineral seperti kalsium (Ca) atau magnesium (Mg) dan karbon
anorganik.
Kualitas senyawa organik

yang terkandung dalam biochar tergantung

pada asal bahanorganik dan metode karbonisasi. Dengan kandungan senyawa


organik dan inorganik yang terdapat di dalamya, biochar banyak digunakan
sebagai bahan amelioran untuk meningkatkan kualitas tanah, khususnya tanah
marginal (Rondon dkk., 2007; Hunt dkk., 2010).
B. Pengaruh Biochar Terhadap Sifat-Sifat Tanah
Aplikasi Biochar berdampak positif terhadap sifat kimia, fisika dan biologi
tanah. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, efek positif Biochar diuraikan
sebagai berikut :

1. Sifat Kimia Tanah


Beberapa hasil penelitian yang telah banyak dilakukan menunjukkan
bahwa Biochar yang diaplikasikan ke dalam tanah secara nyata berpotensi
dalam meningkatkan beberapa sifat kimia tanah seperti pH tanah, KTK, dan
beberapa senyawa seperti C-organik, N-total, serta dapat mereduksi aktivitas
senyawa Fe dan Al yang berdampak terhadap peningkatan P-tersedia (Rondon
dkk., 2007; Novak dkk., 2009; Baronti dkk., 2010; Nigussie dkk., 2012).
Perbaikan sifat kimia yang diakibatkan oleh penambahan biochar secara tidak
langsung berdampak positif pula terhadap pertumbuhan tanaman yang tumbuh di
atasnya. Nigussie dkk. (2012) melaporkan bahwa aplikasi biochar yang berasal
dari tongkol jagung secara signifikan meningkatkan pH, electrical conductivity
(EC), C-organik, P-tersedia, N-total, dan KTK tanah yang tercemar maupun
yang tidak tercemar Kromium (Cr). Peningkatan ini terjadidisebabkan biochar
yang berasal dari bonggol jagung ini diketahui mengandung senyawa-senyawa
yang dibutuhkan tanaman, memiliki luas permukaan yang tinggi, porositas
yang tinggi, serta kandungan abu dalam biochar yang secara tidak langsung
dapat melarutkan senyawa-senyawa yang terjerap seperti Ca, K dan N yang
dibutuhkan oleh tanaman. Novak dkk. (2009) juga melaporkan bahwa setelah
67hari Biocharpada tanah berpasir menyebabkan pH, C-organik, Ca, K, Mn, dan P
meningkat. Namun, penambahan Biochar tidak meningkatkann KTK tanah.
2. Sifat Fisika Tanah
Penambahan

biochar

memengaruhi

sifat

fisika

tanah

peningkatan kapasitas menahan air, sehingga dapat mengurangi

melalui

run-off dan

pencucian unsur hara. Selain itu, amandemen Biocharjuga dapat memperbaiki


struktur, porositas dan formasi agregat tanah (Lehmann dan Joseph, 2009; Baronti
dkk., 2009; Zhang dkk., 2011; Southavong, 2012). Biocharberpengaruh langsung
terhadap tanaman.Perbaikan sifat fisika menyebabkan jangkauan perakaran
tanaman semakin luasSehingga memudahkan tanaman untuk mendapatkan
nutrisi dan air yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya (Dou dkk., 2012).

3. Sifat Biologi Tanah


Biocharjuga dapat memengaruhi populasi dan aktivitas mikroorganisme
tanah. Menurut hasil penelitian Graber dkk. (2010), kehadiran Biochardapat
merangsang populasi

rhizobakteria dan

fungi

yang menguntungkan

bagi

pertumbuhan tanaman. Ini diakibatkan oleh perubahan komposisi dan aktivitas


enzim di daerah sekitar

perakaran

yang meningkat

dengan penambahan

Biochar(21HLOO GNN., 2009). Selain itu, daya tumbuh (viabilitas) bakteri


mengalami peningkatan setelah ditambahkan biochar selama 12 bulan masa
simpan pada Ultisols Taman Bogo. Menurut Santi dan Goenadi (2010), hal ini
disebabkan karena pH Biocharasalcangkang kelapa sawit sesuai dengan pH
untuk pertumbuhan optimal bakteri,sehingga akibatnya populasi bakteri dapat
dipertahankan. Ini

sesuai

dengan penelitian Rondon dkk. (2007),

yang

menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam memperbaiki fiksasi N secara


biologi (BNF) pada tanaman kacang- kacangan. Ini ditunjukkan dengan
semakin meningkatnya koloni bakteri pada akar tanaman.
C. Cabai Merah
Cabai mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin (A, C), damar, zat
warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, clan lutein. Selain
itu, juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin.
Zat aktif kapsaisin berkhasiat sebagai stimulan. Jika seseorang mengonsumsi
kapsaisin terlalu banyak akan mengakibatkan rasa terbakar di mulut dan keluarnya
air mata. Selain kapsaisin, cabai juga mengandung kapsisidin. Khasiatnya untuk
memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi sistem pencernaan.
Unsur lain di dalam cabai adalah kapsikol yang dimanfaatkan untuk mengurangi
pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas, dan gatal-gatal.
Cabai termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan
tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi.
Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung
minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan
kehangatan panas bila digunakan untuk rempah- rempah (bumbu dapur).

Hal-hal yang mempengaruhi tumbuh baik tanaman cabai merah secara


umum adalah iklim, ketinggian tempat dan jenis tanah. Suhu yang ideal untuk
budidaya cabai adalah 24-280 C. Pada suhu tertentu seperti 150C dan lebih dari
320C akan menghasilkan buah cabai yang kurang baik. Pertumbuhan akan
terhambat jika suhu harian di areal budidaya terlalu dingin. (Tjahjadi, 1991)
mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh pada musim kemarau apabila
dengan pengairan yang cukup dan teratur. Penyinaran secara penuh oleh matahari
dan curah hujan yang dikehendaki yaitu 800-2000 mm/tahun.
Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah adalah dibawah 1400 m
dpl. Berarti cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai dataran tinggi (1400
m dpl). Di daerah dataran tinggi tanaman cabai dapat tumbuh, tetapi tidak mampu
berproduksi secara maksimal . Tanaman cabai juga dapat tumbuh dan beradaptasi
dengan baik pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat
(Harpenas, 2010). Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada
tanah dengan pH 6-7.(Tjahjadi, 1991) tanaman cabai dapat tumbuh disegala
macam tanah, akan tetapi tanah yang cocok adalah tanah yang mengandung
unsur-unsur pokok yaitu unsur N dan K, tanaman cabai tidak suka dengan air
yang menggenang.

BAB III
METODE PENELITIAN
A.WAKTU DAN TEMPAT
Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Jalan Gusti Hamzah Gang
Pancasila II dan pengukuran hasil penelitian akan dilakukan di Lab Biologi
fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.
1.ALAT
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, karung, tali, plastik,
tray pembibitan, polybag ukuran 5 kg, ayakan 5 mm, beaker glas 1000 ml, spidol,
grinder, timbangan, dan alat-alat laboratorium lainnya.
2.BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah aluvial , tongkol
jagung, MSG, pupuk NPK, lainnya untuk analisis pembuatan biochar dan
perlakuan tanah aluvial yang dilakukan pada polybag.
Metode yang digunakan
1.pertama adalah penambahan takaran NPK, yaitu : N = NPK
5 kg bobot tanah N1 = 5%
5 kg bobot tanah N2 = 10%
5 kg bobot tanah N3 = 15%
5 kg bobot tanah N4 = 20%
5 kg bobot tanah N5 = 25 %
2.kedua adalah takaran biochar, yaitu : B0 = Biochar
5 kg bobot tanah B1 = 5% Biochar
5 kg bobot tanah B2 = 10% Biochar
5 kg bobot tanah B3 = 15% Biochar

5 kg bobot tanah B4 = 20% Biochar


5 kg bobot tanah B5 = 25% Biochar
3. ketiga adalah penambahan takaran garam yaitu : TO = garam
T0 = 0 gr garam

+ 1 Liter air

T1 = 3 gr garam

+ 1 Liter air

T2 = 6 gr garam

+ 1 Liter air

T3 = 9 gr garam

+ 1 Liter air

T4 = 15 gr garam

+ 1 Liter air

dari 5 kg bobot tanah Dari perlakuan di atas diperoleh 5 kombinasi perlakuan


yang diulang sebanyak 3 kali. Data yang dihasilkan ditabulasi dan dievaluasi
homogenitas ragamnya dengan Uji Bartlett dan aditivitasnya dengan Uji Tukey.
Setelah asumsi dipenuhi 18 data diolah dengan analisis ragam pada taraf nyata 1%
dan 5% dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata 5%.

Pelaksanaan
1. Penyiapan Biochar yang digunakan berasal dari tongkol jagung yang diperoleh
dari pabrik sisa pembuatan pakan ternak yang tidak terpakai, Pembakaran arang
atau biochar menggunakan pirolisator untuk pembakaran tongkol jagung.
2. Tongkol jagung dimasukkan ke dalam pirolisator yang terlebih dahulu dipasang
rongga, Ke dalam rongga-rongga tersebut dimasukkan arang kayu yang telah
membara atau dibakar. Rongga tersebut digunakan agar pembakaran dapat
berlangsung merata.
3.Selanjutnya pirolisator ditutup, Apabila asap mulai keluar melalui cerobong,
berarti pembakaran sudah berjalan dengan baik. Setelah 3,5 jam dan sudah tidak
mengeluarkan banyak asap lagi, arang dikeluarkan dan langsung disemprot air
agar tidak menjadi abu atau terjadi pembakaran sempu rna.

4. Selanjutnya arang dijemur dan dihaluskan dengan menggunakan grinder dan


setelah itu arang diayak tembus diameter 5 mm.
5. Media Tanam Contoh tanah yang digunakan adalah tanah aluvial yang diambil
di Jalan Gusti Hamzah Gang Pancasila II . Percobaan pada polybag. Contoh
tanah kemudian dikeringudarakan, dihaluskan, dan diayak dengan tembus
diameter 5 mm. Takaran arang hayati (biochar) dan tanah yang disediakan dalam
masing-masing polybag, Campuran arang tongkol jagung (biochar) dan tanah
tersebut kemudian diberi pupuk
6. Sebelumnya benih cabai harus disemaikan terlebih dahulu. Proses penyemaian
ini gunanya untuk menyeleksi pertumbuhan benih, memisahkan benih yang
tumbuhnya kerdil, cacat atau berpenyakit. Selain itu juga untuk menunggu
kesiapan bibit sampai cukup tahan ditanam di tempat yang lebih besar. Tempat
persemaian bisa berupa polybag ukuran kecil (89 cm), baki (tray) persemaian,
atau petakan tanah.Setelah benih disemai lalu disiram agar tanah basah, tutup lagi
dengan tanah.Setelah bibir berumur sekitar 2 sampai 3 minggu atau hingga
tumbuh beberapa helai, barulah dipindah ke polybag.
7. Ketika bibit siap dipindahkan, siapkan polybag yang sudah beri tanah dengan
campuran pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Lakukan pengayakan pada
tanah agar tanah halus. Beri lubang juga pada polybag untuk pembuangan air pada
polybag.
8. Sebagai tahap perawatan, lakukan pemupukan dengan menambahkan Biochar
NPK untuk setiap polybagnya, pemberian dilakukan setelah tanaman berumur 1
bulan.Adapun cara pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
monosodium glutamat (MSG) yang telah di larutkan. Kemudian lakukan proses
penanaman,lalu bandingkan tingkat kesuburan tanah dan tanaman pada tiap
sample dengan pengujian lapangan dan laboratorium. Pemberian MSG dilakukan
pada saat tanaman cabai telah berumur 14 HST, 21 HST, 40 HST. Penyiraman
dilakuan setiap hari pada pagi atau sore hari.

DAFTAR PUSTAKA

Glaser B, J Lehmann & W Zech (2002). Ameliorating physical and chemical


properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal A review.
Biol & Fertility of Soils 35, 219230.
Halpern, B.P. 2002. What`s in a name ? Are MSG and Umami the same ? Chem.
Sense 27; 845-846, 2002.
Harpenas, Asep & R. Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Husada,

Wira.

2007.

Monosodium

Glutamate

dalam

Makanan.

http://www.husadawira.blog.friendster.com.html. Diakses 20 Maret 2009


Lehmann J & S Joseph (2009). Biochar for Environmental Management: Science
and Technology. Earthscan-UK. p, 7178.
Panji. 2008. Apakah Pengaruh Monosodium Glutamat Terhadap Kesuburan
Bunga. http://www.id.answers.yahoo.com Diakses 20 Maret 2009
Rondon, M. A.,Lehmann, J., Raminez, J. & Hurtado, M., 2007. Biological
nitrogen fixation by common beans ( Phaseolus vulgaris L.) Increases with
biochar additions. Biology and Fertility of Soils,43, 699-708.
Sandra, Edi. 2008. Hormon Auksin dan Giberelin Bekerja Secara Sinergis,
Bagaimana

Prosesnya?

http://id.answer.yahoo.com/question/index?qid

=20080817210332AAR3pxA Diakses 20 Maret 2009


Santi LP dan Goenadi DH. 2010. Pemanfaatan bio-char sebagai pembawa
mikroba untuk pemantap agregat tanah Ultisol dari Taman BogoLampung. Balai Penelitian Bioteknologi PerkebunanBogor Indonesia.
Soelaeman, Yoyo dkk. 2003. Penggunaan Pupuk Cair Limbah Pabrik
Monosodium Glutamat (MSG) pada Tanaman Pangan di Propinsi
Lampung. http://www.pustaka-deptan.go.id Diakses 20 Maret 2009
Sukmana, O. 2001. http://www. Tempo.co.id//harian/focus/56/2,1,26,id html
Diakses 20 Maret 2009
Tjahjadi, Nur. 1991. Bertanam Cabai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai