Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN BESAR

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN


“Pupuk Raja Jowas”

Oleh:
Kelas O
Kelompok O2

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
LAPORAN BESAR
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN

Anggota Kelompok:

No Nama NIM
1 Andre Susilo 155040201111182
2 Maratus Noer Fitriana 155040201111137
3 Rico Suyono Catur P 155040201111139
4 Eyik Widyansyaficha M 155040201111173
5 Mohammad Rangga Ramasandy 155040201111185
6 Jihan Anggun Lestari 155040201111210
7 Risa Setia Aji 155040201111200
8 Hasna Luthfyyan Febriandani 155040201111215
9 Moh. Fathur Rizqi 155040201111221
10 Ivan Fardiansyah 155040201111255
11 Rokibatun Daniyah 155040201111256
12 Nur Affina 155040201111261
13 Ravika Trio Andika 155040201111268
14 Retno Sumiarti Siregar 155040201111271
15 Sandi Lazuardi 155040207111024
16 Agung Bagaskara 155040207111088
17 Katonawang Gellar B 155040207111030
18 Ashim Najib Lil Muharom 155040207111050
19 Novan Rozaq Girindranata 155040207111100
20 Prita Kurnia Natalia 155040207111105
21 Dwi Mertin Kurniawati 155040207111157
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di masyarkat terdapat dua istilah yaitu kompos dan pengomposan, tetapi


masih banyak ditemukan kesulitan untuk membedakan istilah tersebut. Kompos
dan pengomposan adalah dua istlah yang berbeda. Menurut, Crawford (2003)
kompos merupakan hasil penguraian dari campuran bahan-bahan organik yang
dapat dipercepat oleh berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang
hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan untuk pengomposan
sendiri adalah proses bahan organik mengalami penguraian secara biologis. Pupuk
merupakan salah satu penunjang peningkatan produktivitas tanah baik secara
fisika, kimia, dan biologi tanah. Pentingnya pemupukan adalah untuk menambah
hara dalam tanah agar tanaman yang tumbuh tetap memperoleh hara yang cukup
dari hasil pemupukan.
Hampir seluruh aktivitas pertanian pasti memerlukan pupuk, hal ini
diharapkan mampu meningkatkan hasil pertanian. Dalam proses pupuk dan
pemupukan ini petani lebih memilih pupuk anorganik untuk diaplikasikan ke
lahan. Meskipun pupuk anorganik memiliki banyak manfaat tetapi pupuk
anorganik juga memiliki kekurangan yang akan berdampak buruk pada lahan
pertanian, tidak hanya pada lahan tetapi juga akan berdampak buruk pada
lingkungannya. Oleh karena itu, kita memerlukan pupuk organik untuk
memperbaiki struktur tanah dan memenuhi kebutuhan tanaman.
Bahan yang digunakan dapat digunakan dalam pembuatan pupuk organik
adalah kotoran ayam dan paitan karena kedua bahan tersebut memiliki kandungan
P yang relatif tinggi.Selain itu, ada jerami dan kotoran kandang lainnya. Proses
pembuatan kompos meliputi pengeringan bahan, penghancuran bahan,
penambahan bioaktivator untuk mempercepat pengomposan, pengomposan,
pengecekan suhu, kadar air dalam 3 hari sekali, pematangan, penyaringan, dan
pengemasan.
1.2 Tujuan

a. Untuk memahami proses pembuatan kompos.


b. Untuk memahami pengaruh berbagai kombinasi bahan dan
penggunaan urea terhadap kualitas kompos (pH, kadar air, c-organik,
N total dansuhu).
1.3 Manfaat

a. Mampu memahami proses pembuatan kompos.


b. Mampu menentukan komposisi bahan dan penggunaan urea untuk
menghasilkan kualitas kompos yang baik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pupuk

Pupuk adalah suatu bahan yang diberikan ke tanah yang akan ditanami
maupun yang sudah ditanami untuk memenuhi kandungan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman. Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah
sifat fisik, kimia, biologi sehingga lebih subur bagi pertumbuhan tanaman.
(Rasmarkam, 2002). Pupuk adalah bahan-bahan organic ataupun anorganik yang
diberikan pada tanah untuk memperbaiki keadaan fisik tanah sekaligus
melengkapi substansi anorganik esensial bagi tanaman. (Santoso, 2006).
Fertilizer are materials added to soils to supply element-element essential for
plant growth (Hadisuwito, 2006). Pupuk adalah bahan yang ditambahkan kedalam
tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman.
Fertilizer are materials made up as additional media on plant nutrient elements
countained there in (Kloepper, 1993). Pupuk adalah bahan yang tersusun sebagai
tambahan media pada tanaman yang mengandung unsur-unsur hara didalamnya.

2.2 Macam-Macam Pupuk

2.2.1. Berdasarkan sumber bahan baku


Menurut Rosmarkam(2002), berdasarkan sumber bahan baku, pupuk
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pupuk organic
Pupuk organikmerupakanpupuk yang berasal dari senyawa organik.
Kebanyakan pupuk alam tergolong pupuk organik, macam-macam pupuk organic
yaitu pupuk kandang, pupuk kompos, dan guano.
2. Pupuk anorganik atau mineral
Pupuk anorganik merupakan pupuk yang berasal dari senyawa anorganik.
Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik. Jenis pupuk anorganik
ada dua, yaitu pupuk tunggal yaitu pupuk yang mengandung satu jenis unsur hara.
Dan pupuk pupuk majemuk yaitu pupuk yang mengandung beberapa jenis unsur
hara.

2.2.2. Berdasarkan bentuk fisik


Rosmarkam(2002), juga berpendapat bahwa pupuk dapat dibedakan
berdasarkan bentuk fisiknya, yaitu:
1. Pupuk padat, yakni pupuk yang umumnya mempunyai kelarutan beragam
mulai yang mudah Larut air sampai yang sukar larut air.
2. Pupuk cair, yakni pupuk berupa cairan yang cara penggunaannya dilarutkan
terlebih dahulu dengan air. Umumnya, pupuk ini disemprotkan kedaun. Karena
mengandung banyak hara, baik makro maupun mikro, harga pupuk ini relative
mahal. Pupuk amoniak merupakan pupuk yang memiliki kadar N sangat tinggi,
yakni sekitar83%. Penggunaan pupuk ini lewat tanah dengan cara diinjeksikan
dari tangki bertekanan.

2.1 Pupuk Kompos (pengertian dan fase pengomposan)

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-


bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan
aerobik atau anaerobic (Prasetya B, 2011). Menurut Djurnaini (2005), fase
pengomposan adalah sebagai berikut :
a. Fase Mesofili
Pada fase ini media mempunyai pH dan temperature sesuai dengan bahan dan
lingkungan yang ada yaitu pada pH kurang lebi 6 dan temperature 18 0 C-220 C.
sejalan dengan adanya aktivitas mikroorganisme khususnya bakteri yang berasal
dari bahan kompos itu sendiri maka temperature mulai naik dan akan
menghasilkan asam organik. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya nilai pH.
b. Fase Termofilik
Pada fase ini kenaikan temperature hingga diatas 400 C. aktivitas bakteri
mpsofilik terhenti kemudian diganti oleh kelompok bakteri termofilik. Bersamaan
dengan pergantian ini, akan dihasilkan amoniak dan gas nitrogen sehingga nilai
pH akan berubah menjadi basa. Aktivitas mikroba termofilik, jamur termofilik
akan mati akibat kenaikan temperature diatas 600 C dan diganti oleh kelompok
aktinimycetes dan bakteri termofilik sampai batas temperature 850 C.
c. Fase Pendinginan
Setelah temperature maksimal telah tercapai hampir seluruh kehidupan
didalamnya mengalami kematian selanjutnya temperature akan menurun kembali
hingga akhirnya berkisar seperti pada temperature awal yaitu 180 C-220 C.
d. Fase Masak
Pada fase ini hasil kompos siap untuk digunakan dan sudah aman dari
mikroorganisme. Beberapa mikroba yang berperan aktif dalam proses
pengomposan adalah dari jenis mikroorganisme dan mikrofauna. Mikroorganisme
terdiri dari kelompok bakteri aktinomycetes, jamur, microalgae, dan virus.
Sedangkan dari kelompok mikrofauna terdiri dari protozoa, nematode, cacing dan
serangga.

2.2 Pengertian bahan green dan bahan brown

Bahan pembuat kompos terbuat dari bahan bahan yang banyak mengandung
unsur hara. Dan sesuai dengan bahan pembuatnya, kompos dibagi menjadi dua
tipe bahan pembuatan yang sesuai dengan pernyataan Lukitaningsih(2008) bahan
pembuat kompos dibagi menjadi 2 macam yaitu :
1. Bahan Brown / Sampah Coklat (mengandung unsur C carbon tinggi). Terdiri
dari Daun kering, Rumput kering, Serbuk gergaji serutan kayu, sekam
padi, Kertas , Kulit jagung, Jerami, dan Tangkai sayuran.
2. Bahan Green / Sampah Hijau (mengandung unsur N nitrogen tinggi).
Terdiri dari Sayuran, Buah-buahan, Potongan rumput, Daun segar, Sampah
dapur, Bubuk teh dan kopi, Kulit telur serta Pupuk kandang (feses ayam, itik,
sapi dan kambing).
Bahan yang kaya unsur Carbon ( C ) mempunyai fungsi sebagai sumber
makanan bagi mikroba , dan mempunyai tanda sebagai berikut: kering, kasar,
berserat dan berwarna coklat. Sedangkan bahan yang kaya unsur Nitrogen (N)
dibutuhkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang.
Sebaiknya dalam pembuatan pupuk kompos perbandingan penggunaan bahan
Green : Bahan Brown = 3:1. Dan bila hanya menggunakan bahan coklat saja maka
akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses pengomposannya.

2.1 Bahan yang digunakan masing-masing kelompok beserta kelebihannya


(Kelompok O1 dan Kelompok O2)

Salah satu bahan yang digunakan untuk pembuatan pupuk yaitu pupuk
kandang ayam karena mengandung bahan organik. Di samping itu, pupuk
kandang ayam juga mengandung unsur hara dan hormon tumbuh. Simanungkalit,
et al. (2006) menjelaskan, bahwa pupuk kandang ayam yang diaplikasikan di
dalam tanah akan mengalami dekomposisi dan menghasilkan asam humat.
Manfaat pupuk kandang ayam telah banyak diteliti dan memberikan efek yang
sangat besar terhadap pertumbuhan tanaman bahkan lebih besar dari kotoran
hewan besar (Hakim, et al., 2006). Pupuk ini di samping mengandung unsur hara
makro juga mengandung unsur mikro seperti Cu dan sejumlah kecil Mn, Co dan
Bo yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman . Lebih lanjut hasil penelitian
Husin cit. Purnamasari (2009) yang dilakukan pada tanah Ultisol, menunjukkan
bahwa pemberian pupuk kandang ayam sebesar 15 ton/ha dapat meningkatkan pH
tanah sebesar 0,37, N total sebesar 0,242% dan P tersedia sebesar 5,9 ppm,
sedangkan Al-dd tanah menurun sebesar 1,78 me/100 g tanah. Meskipun unsur
hara dalam pupuk kandang ayam lengkap, namun dalam waktu cepat tidak dapat
langsung menyediakan hara untuk tanaman karena harus mengalami dekomposisi
terlebih dahulu. Sehingga penggunaan pupuk kandang ayam sebaiknya disertai
dengan penggunaan pupuk anorganik.
Bahan lain yang digunakan sebagai pembuatan pupuk organik yaitu tanaman
paitan (Tithonia diversifolia L.) adalah tumbuhan perdu dari golongan
Asteraceae T.diversifolia mempunyai kelebihan yaitu waktu dekomposisi yang
lebih cepat daripada tanaman lain serta unsur hara yang terkandung dalam
tajuk. Berdasarkan hasil penelitian oleh Oyerinde (2009) diketahui bahwa
pertumbuhan parameter (tinggi, bobot segar, bobot kering, luas daun) dari Zea
mays yang diberikan perlakuan T.diversifolia secara signifikan memiliki
pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara parameter yang lebih baik
dibandingkan dengan tanaman kontrol. Oleh karena itu, kandungan unsur hara
dalam T.diversifolia dapat digunakan sebagai alternatif media dan nutrisi dalam
produksi sawi. Jenis tanaman tersebut terbukti mengandung metabolit sekunder
pada bagian akar maupun daun.

2.2 Ciri-Ciri Kompos yang Sudah Matang

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya


Tanaman, kriteria kematangan kompos antara lain C/N rasio, ph, KTK, warna, suhu, dan
aroma pupuk kompos selama prosesn pengomposan bahan organik mentah mengalami
perombakan oleh mikroorganisme berupa fungi dan bakteri. Suhu dalam tumpukan
kompos (hip) akan meningkat sejalan dengan aktivitas dekomposisi, demikian pula kadar
total karbon akan menurun sementara kandungan nitrogen meningkat. Pada akhir proses
pengomposan dimana telah terbentuk kompos yang matang, suhu akan menurun, dan C/N
rasio menurun. Pemakaian kompos yang kurang matang akan merugikan pertumbuhan
tanaman karena pengaruh panas yang tinggi serta adanya senyawa yang bersifat
fitotoksik.
Kematangan kompos menurut Harada et al. (1993) sangat berpengaruh
terhadap mutu kompos. Kompos yang sudah matang akan memiliki kandungan
bahan organik yang dapat didekomposisi dengan mudah, nisbah C/N yang rendah,
tidak menyebarkan bau yang intensif, kandungan kadar airnya memadai dan tidak
mengandung unsur-unsur yang merugikan tanaman. Oleh sebab itu, kematangan
kompos merupakan faktor utama dalam menentukan kelayakan mutu kompos.
2.3 Pengaruh Pemberian Urea Terhadap Proses Dekomposisi

Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena
perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N
tanah. Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dan nitrogen
(N). Rasio C/N tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organikmempunyai
rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, makabahan tersbut dapat
digunakan tanaman. Namun pada umumnya bahan organik segar mempunyai
rasio C/N tinggi (jerami 50-70; dedaunan tanaman 50-60; kayu-kayuan >400; dan
lain-lain).
Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik
hingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik
maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Waktu yang
dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberapa tahun tergantung bahan
dasar. Proses perombakan bahan organik terjadi secara biofisiko-kimia,
melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna. Secara alami proses
peruraian tersebut bisa dalam keadaan aerob (dengan O2) maupun anaerob (tanpa
O2).
Proses perombakan tersebut, baik secara aerob maupun anaerob akan
menghasilkan hara dan humus, proses bisa berlangsung jika tersedia Urea (N),
Fosfor (P), dan Kalium(K). Penguraian bisa berlangsung cepat apabila
perbandingan antara kadar C (C-organik):N:P:K dalam bahan yang terurai setara
30:1:0,1:0,5. Hal ini disebabkan N, P, dan K dibutuhkan untuk aktivitas
metabolisme sel mikroba dekomposer (Gaur, 1980). Oleh karena itu penggunaan
bahan organik segar (belum mengalami proses dekomposisi)(nilai C/N >25)
secara langsung yang dicampur/dibenam di dalam tanahakan mengalami proses
penguraian secara aerob (pemberian bahan organik di lahan kering) atau anaerob
(pemberian bahan organik di lahan sawah) lebih dahulu. Hal ini menyebabkan
ketersediaan hara N, P, dan K tanah menurun, karena diserap dan digunakan oleh
mikroba dekomposer untuk aktivitas peruraian bahan organik. Akibatnya terjadi
persaingan antara tanaman dengan mikroba dekomposer dalam pengambilan
unsur N, P, dan K. Selain terjadi persaingan dalam pengambilan hara, proses
peruraian aerob juga menghasilkan enersi/suhu sehingga suhu tanah
meningkat.Kedua hal tersebut dapat menyebabkan tanaman kekurangan hara
(pertumbuhan tanaman terhambat) atau bahkan tanaman mati, oleh karena itu
penggunaan bahan organik yang mempunyai kadar C tinggi tetapi kadar N, P, dan
K rendah, sebaiknya sebelum digunakan diproses lebih dahulu sampai bahan
organik tersebut menjadi kompos. Pada bahan organik yang telah terdekomposisi
(menjadi kompos) telah terjadi proses mineralisasi unsur hara dan terbentuk
humus yang sangat bermanfaat bagi kesuburan dan kesehatan tanah.
BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

a. Pembuatan Kompos
Pada Praktikum pembuatan pupuk kompos, kegiatan ini bertempat di UPT.
Kompos Universitas Brawijaya Malang. Pembuatan dilakukan pada tanggal 10
Oktober 2016 yaitu penghancuran daun Paitan, pencampuran dengan kotoran
ayam dan pemberian EM4 beserta Molase. Kemudian pengukuran suhu yang
dilakukan setiap 3 hari sekali.
b. Pengukuran Kadar C-Organik, N-Total, dan PH Kompos
Kegiatan ini dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah I, Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya yaitu Pengukuran Kadar C-Organik pada 21
Desember 2016, N-Total pada 21 Desember 2016, Pukul 10.25 – 12.00 WIB, dan
PH Kompos : 21 Desember 2016.
c. Pembuatan Pupuk Granular dan Pupuk Cair
Kegiatan ini dilakukan setelah pupuk bisa dikatakan matang yang dilakukan di
UPT. Kompos Universitas Brawijaya Malang pada tanggal 28 November 2012,
Pukul 09.00-Selesai.

3.2 Alat dan Bahan (+ Fungsi)

a. Pembuatan Kompos
Pada pembuatan kompos, Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
Timbangan : untuk mengitung berat daun paitan dan kotoran ayam
Mesin penghancur : sebagai alat untuk menghaluskan daun paitan dan kotoran
ayam
Gelas ukur : sebagai tempat pereaksi molase dan EM4
Tabung sprayer : mempermudah pengaplikasian EM4 dan Molase
Termometer : sebagai alat mengukur suhu
Garu : sebagai alat pembolak-balik
Box kayu : sebagai tempat pengkomposan
Label : memberi tanda pada kemasan
Kamera : mendokumentasikan
Alat tulis : sebagai alat untuk mencatat hasil
Kertas : media penulisan
Kemudian, pada pembuatan kompos bahan-bahan yang dipakai adalah
sebagai berikut:
Daun paitan(20 kg) : bahan utama pembuatan kompos
Kotoran Ayam (20 kg): bahan utama pembuatan kompos
Bakteri EM4 (10 ml) : sebagai bioaktivator saat pengkomposan
Molase (60 ml) : sebagai campuran EM4 dan sumber nutrisi atau makanan
bakteri EM4
Air : untuk membasahi jerami
b. Pengukuran Kadar C-Organik, N-Total, dan PH Kompos
Pada pengukuran Kadar C-Organik, alat-alat yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Timbangan : untuk menimbang bahan
Erlenmeyer : tempat pereaksi
Pipet : mengambil cairan dalam jumlah kecil
Kjedahl : digunakan untuk menyuling larutan dalam
perhitungan N-total
Pengaduk (stirer) : sebagai pengaduk
Kamera : untuk mendokumentasikan
Kemudian pada pengukuran kadar C-Organik, bahan-bahan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Pupuk kompos : bahan perlakuan
K2Cr2O7 (10 ml) : untuk mengikat rantai karbon
H2SO4 (20 ml) : dapat memisahkan rantai karbon
H3PO4 85% (10 ml) : dapat menghilangkan pengaruh Fe3+
FeSO4 : digunakan untuk metiltrasi
Pada pengukuran Kadar N-Total, alat-alat yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Timbangan : untuk menimbang bahan
Labu Kjeldahi : tempat mereaksikan dalam perhitungan N- total
Alat dektruksi : untuk membakar hingga asapnya hilang
Pengaduk (stirer) : sebagai pengaduk
Kamera : untuk mendokumentasikan
Kemudian Bahan-bahan untuk pengukuran Kadar N-Total adalah sebagai
berikut :
Pupuk kompos : sebagai bahan perlakuan
H2O murni : untuk menghentikan reaksi H2PO4
Selen : dapat membantu pembakaran
Larutan H2SO4 pekat : dapat membantu proses pembakaran
NaOH 40% : untuk campuran proses penyulingan
Asam Borat : untuk campuran proses penyulingan
Pada pengukuran Kadar PH Kompos, alat alat yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Botol film : tempat pencampuran kompos dengan

aquades untuk mengukur pH Kompos

Timbangan : untuk menimbang bahan

pH meter : mengukur pH kompos

Kamera : untuk mendokumentasikan


Kemudian pada pengukuran kadar PH kompos, bahan-bahan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Pupuk kompos : sebagi bahan perlakuan
Larutan buffer : untuk menetralkan pH meter
H2O murni : untuk campuran larutan
c. Pembuatan Pupuk Granular dan Pupuk Cair
Pada pembuatan Pupuk Granular, alat-alat yang digunakan adalah sebagai
berikut :

Plastik : tempat pupuk granule yang sudah jadi


Wadah : untuk tempat cairan kompos
Granulator : alat untuk membentuk pupuk menjadi granule
Kamera : untuk mendokumentasikan kegiatan
Pada pembuatan Pupuk Cair, alat-alat yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Saringan : untuk menyaring pupuk cair
Alat pengaduk cairan : mengaduk atau meratakan cairan kompos\\
Botol plastik : untuk wadah pupuk cair
Kamera : untuk mendokumentasikan kegiatan
Kemudian pada pembuatan Pupuk Granular, bahan-bahan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Pupuk kompos : sebagai bahan perlakuan
Molase 100ml : mempercepat dalam proses penggranulan
Bubuk arang hitam : sebagai campuran dalam pembuatan pupuk granule
Pada pembuatan Pupuk Cair, bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Air 1 liter : campuran pembuatan pupuk cair
Pupuk kompos : sebagai bahan perlakuan

3.3 Cara Kerja

3.3.1. Pembuatan Kompos


Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Menghaluskan bahan

Menimbang bahan kompos sejumlah 40 kg dan menyiapkan EM410 ml dan


Molase 60 ml
Mencampurkan EM4 dan Molase dengan air sebanyak 5000 ml

Meratakan bahan pupuk yang sudah disiapkan dengan disiram campuran 3 bahan
(EM4, Molase, dan air)

Mengaduk hingga rata dan memasukkan ke dalam kotak kayu

Menempatkan kotak di tempat yang teduh

Mengamati suhu dan kadar air (kelembaban) tiap 3 hari sekali

3.3.2. Pengukuran Kadar Air, Analisis pH, C-Organik, dan N-Total,


1. Pengukuran Kadar Air
Menimbang sampel kompos hasil ayakan 0,02 mm sebanyak 0,5 g dan
memasukkan ke cawan

Memasukkan cawan yang berisi bahan kompos ke dalam oven (suhu 105o)
selama 24 jam

Menimbang bahan kompos yang sudah kering dan memasukkan data ke


lembar pengamatan
2. Pengukuran pH Kompos
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Menimbang 5 gram kompos (yang lolos melalui ayakan 0,5 mm)

Memasukkan ke dalam botol fial film dan menambahkan aquades


Memasukkan botol fial film ke dalam mesin pengocokdan dikocok selama 15
menit

Mendiamkan fial film selama 15 menit

Menyalakan pH meter

Mengukur pH dari larutan kompos dengan menggunakan pH meter

Mencatat hasil pH kompos

3. Pengukuran C-Organik Kompos


Menimbang 0,1 g contoh kompos halus dan memasukkan ke dalam labu
erlenmeyer 500 ml

Menambahkan larutan K2CrO7 1N sebanyak 10 ml ke dalam labu erlenmeyer dan


digoyang-goyangkan perlahan

Mendiamkan campuran selama 20-30 menit

Mengencerkan larutan dengan air sebanyak 200 ml dan menambahkan H3PO4


85% sebanyak 10 ml dan 30 tetes penunjuk difenilamina

Menitrasi larutan dengan larutan fero melalui buret


Apabila K2CrO7yang terpakai lebih dari 8 dan 10 ml, ulangi lagi dengan
mempergunakan contoh yang lebih sedikit
4. Pengukuran N-Total Kompos
Menimbang 0,5 g contoh tanah ukuran 0,5 mm dan memasukkan ke dalam labu
kjeldahl

Menambahkan 1 g campuran selen dan 5 ml H2SO4 pekat, lalu didestruksi pada


temperatur 300oC

Mendinginkan lalu mengencerkan kira-kira dengan 50 ml H2O murni

Mengencerkan hasil destruksi menjadi kurang lebih 100 ml dan menambahkan 20


ml NaOH 40% dan menyuling dengan segera

Meletakkan hasil sulingan dengan asam borat penunjuk sebanyak 20 ml sampai


warna penampung menjadi hijau dan volumenya kurang lebih 50 ml

Menitrasi sampai titil akhir dengan H2SO4 0,01 N


3.3.1. Pembuatan Pupuk Granul Dan Pupuk Cair
1. Pupuk Granul

Menimbang 1 kg kompos padat halus dan memasukkannya ke granulator

Menyalakan mesin granulator selama 15 menit

Menambahkan campuran molase sebanyak 100 ml dan air sebanyak 100 ml


sebagai bahan perekat mesin bekerja

Menambahkan abu apabila kadar air terlalu tinggi


Mesin dimatikan setelah kompos berubah berbentuk granular

Memasukkan pupuk granul ke dalam kemasan yang telah disediakan


2. Pupuk Organik Cair

Menimbang 1 kg kompos padat halus dan memasukkan ke dalam plastik

Memberikan air sebanyak 1 liter dan merendam pupuk selama 24 jam

Menyaring hasil ekstrak pupuk dengan menggunakan kain

Mengambil air dari rendaman pupuk kompos

Memasukkan pupuk ke dalam kemasan pupuk cair

3.1 Analisa Perlakuan + literature

3.4.1 Analisa Perlakuan PembuatanKompos


Pertama yang harus di lakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan. Selanjutnya
menghaluskan bahan yang berfungsi mempermudah proses pengomposan.
Kemudian menimbang bahan kompos sejumlah 40 kg yang terdiri dari 20 kg
kotoran ayam 20 kg tanaman paitan serta menyiapkan EM410ml. Menurut
Agromedia,2007) EM4berfungsi sebagai mikroorganisme pengurai yang dapat
membantu pembusukan secara cepat dan molase 60ml sebagai sumber makanan
tambahan bagi mikroorganisme.Tahap berikutnya mencampurkan EMdan molase
dengan air sebanyak 5000 ml. Kemudian menyiramkan campuran 3 bahan (EM 4,
molase, dan air) secara merata pada bahan pupuk yang sudah di haluskan.
Sebelum di masukkan ke dalam kotak kayu di aduk secara merata kemudian di
masukkan ke dalam kotak kayu dan ditempatkan di tempat yaang teduh. Setiap 3
hari sekali mengamati suhu dan kadar air, sedangkan mengamati warna pupuk dan
PH setiap 1 minggu sekali.
3.4.2 Analisa Perlakuan Pengukuran Kadar Air, Analisa pH, C-Organik, dan N-
Total
a. Analisa Perlakuan Pengukuran Kadar Air
Pertama mengambil sebagian kecil bahan kompos sebanyak 0.5 gr dan
memasukkan kecawan. Selanjutnya cawan yang berisi bahan kompos dimasukkan
kedalam oven (suhu 105o) selama 24 jam. Tahap terakhir kompos yang sudah
kering di timbang dan data di masukkan ke lembar pengamatan.
b. Analisa Perlakuan Pengukuran PH Kompos
Pertama kali di lakukan menyiapkan botolfial film. Kompos yang sudah kering
di masukkan ke botolfial film lalu di timbang 5 gr. Kemudian aquades di
tambahkan 25 ml. Selanjutnya botol fial film di masukkan ke mesin pengocok
(shaker) serta di kocok selama 15 menit. Lalu menyalakan PH meter, kemudian
botol fial film yang sudahdi kocok diambil dan di diamkan sebentar. PH pada
larutan kompos di ukur menggunakan PH meter dan tahap terakhir mencatat hasil
PH kompos.
c. Analisa PerlakuanPengukuran C-Organik Kompos
Pertama 0,1 gr contoh kompos halus di timbang dan memasukkan kedalam
labu erlenmeyer 500 ml. Selanjutnya larutan K2CrO7ditambahkan untuk mengikat
rantai karbon,sebanyak 10 ml ke dalam labu erlenmeyer sambil di goyangkan
perlahan. Campuran tersebut di diamkan 20-30 menit. Kemudian mengencerkan
larutan dengan air sebanyak 200 ml dan menambahkan H3PO4 85% untuk
menghilangkan pengaruh Fe3+sebanyak 10 ml dan 30 tetes penunjuk difenilamina.
Selanjutnya melakukan penetrasi larutan dengan larutan fero melalui buret, dan
apabila K2CrO7 yang terpakai lebihdari 8 dan 10 ml, ulangi lagi dengan
mempergunakan contoh yang lebihsedikit.
d. Analisa Pengukuran N-Total Kompos
Pada praktikum N-total, sample ditimbang 0,5 gr dan memasukkan kedalam
labu jeldahl. Kemudian 1 gram campuran selen ditambahkandan 5 ml H2SO4
pekat, lalu didestruksi pada temperatur 30oC dan di tunggu sampai asapnya
hilang. Setelah di dinginkan lalu diencerkan 50 ml H2O murni. Mengencerkan
hasil destruksi menjadi kurang lebih 100 ml dan menambahkan 20 ml NaOH 40%
dan menyuling dengan segera. Hasil sulingan diletakkam,dengan asam borat
penunjuk sebanyak 20 ml sampai warna penampung menjadi hijau dan volumenya
kurang lebih 50 ml. Menitrasi sampai titik akhir dengan H2SO4 0,01 N.

3.4.1 Analisa Perlakuan Pembuatan Pupuk Granul dan Pupuk Cair

a. Analisa Pembuatan Pupuk Granul


Pertama 1kg kompos padat dan halus di timbang dan memasukkannya ke
granulator. Kemudian selama 15 menit mesin granulator di nyalakan. Campuran
molase sebanyak 100 ml ditambahkan yang berfungsi sebagai bahan perekat
mesin bekerja. Apabila kadar air tinggi ditambahkan abu. Terakhir, apabila
kompos sudah berbentuk granular,mesin dimatikan.
b. Analisa Pupuk Organik Cair
Pertama menimbang sebanyak 1 kg kompos padat halus dan kompos
dimasukkan ke dalam plastik. Seteah itu kompos kasar juga di timbang sebanyak
1 kg dan di masukkan ke dalam wadah plastik serta di beri 1 liter air. Kemudian
ditunggu selama 24 jam supaya airnya keluar dari rendaman pupuk kompos. Yang
terakhir mengambil air dari rendaman pupuk kompos.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

1.1.1 Suhu perbandingan antar perlakuan


1. Kelas C (C1=25%B,75%G+U,C2=25%B,75%G)
Dari sepuluh kali pengamatan yang dilakukan oleh kelompok C1 dan C2,
diperoleh data Suhu sebagai berikut :
Tabel 1. Tabel Perbandingan Suhu Kelas C
C1 C2
suhu 1 27 42,6
suhu 2 42,2 46,2
suhu 3 36 41,2
suhu 4 38,4 34,8
suhu 5 34,8 35
suhu 6 40,2 32
suhu 7 32,8 31,6
suhu 8 30,6 27,8
suhu 9 28,6 28
suhu 10 27,8 28,2

Dari data yang diperoleh dari perlaukuan kelompok C1 dan C2 dapat


dilihat, hasil pengkuran suhu 1 hingga suhu 3,C2 lebih tinggi dibanding suhu tapi
pada suhu 4 perlakuan C1 lebih tinggi suhunya dibanding C2, pada suhu 5 lebih
tinggi kelompok C2, pada suhu 6 hingga suhu 9 lebih tinggi suhu C1 dan pada
suhu 10 lebih tinggi suhu C2 tapi masih suhu normal, dibawah ini grafik yang
menunjukan fluktasi suhu kelompok C1 dan C2 :
50
45
40
35
30
25
20 C1
15
10 C2
5
0

Gambar 1. Grafik perbandingan suhu kelas C


Pada grafik diatas dapat dilihat dari suhu 1 sampai 3 cenderung lebih tinggi
perlakuan kelompok C2, lalu pada suhu ke 4 lebih tinggi perlakuan C1.
Sedangkan pada suhu ke lima perlakuan kelompok C1 dan C2 seimbang,
berikutnya suhu ke 6 perilaku kelompok yang tertinggi C1, sedangkan pada suhu
ke 7 sedikit lebih tinggi C1 dan pada suhu ke 8 dan seterusnya sampai 10 C1
menurun dan seimbang.
2. Kelas H (H1=50% BG+U,H2=50%BG)
Dari sepuluh kali pengamatan yang dilakukan oleh kelompok H1 dan H2,
diperoleh data Suhu sebagai berikut :
Tabel 2. Tabel Perbandingan suhu Kelas H
H1 H2
suhu 1 49,8 27
suhu 2 47 42,2
suhu 3 37 36
suhu 4 34,2 38,4
suhu 5 35,2 34,8
suhu 6 27,9 40,2
suhu 7 37 38
suhu 8 33,4 32,8
suhu 9 31 30,6
suhu 10 27,9 27,6
Dari data yang diperoleh dari perlaukuan kelompok H1 dan H2 dapat
dilihat, hasil pengkuran suhu 1 hingga suhu 3,H1 lebih tinggi dibanding suhu tapi
pada suhu 4 perlakuan H2 lebih tinggi suhunya dibanding H1, pada suhu 5 lebih
tinggi kelompok H1, pada suhu 6 hingga suhu 7 lebih tinggi suhu H2 dan pada
suhu 8 hingga 10 lebih tinggi suhu H1dibanding suhu kelopok H2, dibawah ini
grafik yang menunjukan fluktasi suhu kelompok H1 dan H2 :

60

50

40

30
H1
20
H2
10

Gambar 2. Grafik perbandingan suhu Kelas H


Dari Grafik diatas dapat kita liat beberapa perbandingan suhu pupuk, pada suhu
ke1 sampai ke 3 H1 lebih tinggi dan menurun sampai ke suhu ke3 seimbang, jika
dilihat dari suhu ke 4 H2 yang lebih unggul dalam perbandingan suhu, sedangkan
pada suhu ke5 seimbang, suhu ke 6 dan 7 lebih unggul H2 dan suhu 7 seimbang.
Suhu 8 sampai 10 sama dan seimbang.
3. Kelas O (O1= 100% G + U,O2=100%G)
Dari sepuluh kali pengamatan yang dilakukan oleh kelompok O1 dan O2,
diperoleh data Suhu sebagai berikut :
Tabel 3. Tabel Perbandingan Suhu Kelas O
O1 O2
suhu 1 35,6 37,42
suhu 2 38 41,52
suhu 3 44,6 41,16
suhu 4 34,8 37,72
suhu 5 33,6 38,2
suhu 6 31,2 33,5
suhu 7 31,4 34,36
suhu 8 29,4 32,12
suhu 9 26,6 31,76
suhu 10 26 28,68

Dari data yang diperoleh dari perlaukuan kelompok O1 dan O2 dapat


dilihat, hasil pengkuran suhu 1 hingga pengukuran suhu 10,O2 memiliki suhu
tertinggi, dibawah ini akan disajikan grafik fluktasi perbandingan suhu perlakuan
O1 dan O2 :

50
45
40
35
30
25
20 O1
15
10 O2
5
0

Gambar 3. Grafik Perbandingan Suhu Kelas O


Dari Grafik diatas dapat kita liat beberapa perbandingan suhu pupuk, pada
suhu ke1 sampai ke 2 O2 lebih tinggi dan menurun sampai ke suhu ke3 lebih
tinggi O1, jika dilihat dari suhu ke 4 O2 yang lebih unggul dan suhu ke 5 dan
seterusnya sampai ke 10 O2 yang lebih unggul.
4. Kelas N (N1=100 % B+U,N2=100% B)
Dari sepuluh kali pengamatan yang dilakukan oleh kelompok N1 dan N2,
diperoleh data Suhu sebagai berikut :
Tabel 4. Tabel Perbandingan Suhu Kelas N
N1 N2
suhu 1 26,4 26
suhu 2 42,8 50,2
suhu 3 49 48,5
suhu 4 40 47,8
suhu 5 36,1 44
suhu 6 31,5 37,4
suhu 7 34 30,8
suhu 8 32,2 33
suhu 9 35 30,5
suhu 10 31,7 29,7

Dari data yang diperoleh dari perlaukuan kelompok N1 dan N2 dapat


dilihat, hasil pengkuran suhu 1 perlakuan N1 lebih tinggi dibanding N2, pada suhu
2 lebih tinggi perlaukuan N1, tapi pada suhu 3 hingga 4 perlakuan N2 lebih tinggi
suhunya dibanding N1, pada suhu 5 hingga suhu 6 lebihtinggi kelompok N2, pada
suhu 7 lebih tinggi suhu perlakuan N1 dan pada suhu 8 lebih tinggi suhu N2, pada
suhu 9 hingga suhu 10 lebih tinggi suhu perlakuan kelompok N1. Dibawah ini
akan disajikan grafik fluktasi perbandingan suhu N1 dan N2 :

60
50
40
30
20 N1
N2
10
0

Gambar 4. Grafik perbandingan suhu Kelas N


Dari Grafik diatas dapat kita liat beberapa perbandingan suhu pupuk, pada suhu
ke1 sampai ke 3 N1 lebih tinggi dan menurun sampai ke suhu ke3 seimbang, jika
dilihat dari suhu ke 4 N2 yang lebih unggul dalam perbandingan suhu, sedangkan
pada suhu ke5 tetap tinggi N2, suhu ke 7 lebih unggul N1. Suhu 8 sampai 10 N1
lebih unggul dalam perlakuan kelompok.
5. Kelas Q(Q1=75%B+25%G+U,Q2=75%B+25%G)
Dari sepuluh kali pengamatan yang dilakukan oleh kelompok H1 dan H2,
diperoleh data Suhu sebagai berikut :
Tabel 5. Tabel Perbandingan suhu Kelas Q
Q1 Q2
suhu 1 37,8 28,8
suhu 2 35,8 39,6
suhu 3 40,8 38,8
suhu 4 36,6 33,9
suhu 5 40,2 31,6
suhu 6 35,2 31,8
suhu 7 30,5 31,4
suhu 8 28,6 30,2
suhu 9 25 27,5
suhu 10 27,8 28,6

Dari data yang diperoleh dari perlaukuan kelompok Q1 dan Q2 dapat


dilihat, hasil pengkuran suhu 1 suhu perlakuan kelompok Q1 lebih tinggi
diabnding Q2 pada suhu 2 perlakuan Q2 lebih tinggi suhunya dibanding Q1, pada
suhu 3 hingga suhu 6 lebih tinggi kelompok Q1 dibanding kelompok Q2, pada
suhu 7 hingga suhu 10 lebih tinggi suhu Q2 dibandingkan suhu perlakuan Q1,
dibawah ini grafik yang menunjukan fluktasi suhu kelompok Q1 dan Q2 :

45
40
35
30
25
20
15 Q1
10 Q2
5
0

Gambar 5. Grafik Perbandingan Suhu Kelas Q


Dari Grafik diatas dapat kita liat beberapa perbandingan suhu pupuk, pada
suhu ke1 sampai ke 3 Q1 lebih tinggi dan menurun sampai ke suhu ke3 Naik
kembali, jika dilihat dari suhu ke 4 Q2 lebih rendah dari Q1 sampai suhu ke 7
dalam perbandingan suhu, sedangkan pada suhu ke8Q2 lebih unggul . seterusnya
ke suhu 10 seimbang
4.1.2. Analisis kompos ( pH, kadar air, c-organikdan N total) dibandingkan antar
perlakuan.
Dari pengamatan yang dilakukan oleh kelas C,H,O,N, dan Q pada pH,
Kadar air, C-Organik dan N total, diperoleh data perbandingan analisis Kompos
sebagai berikut :
Tabel 6. Data Analisis Kompos
No H1 H2 Q1 Q2 O1 O2 N1 N2 C1 C2
1 Kadar 42,00 25,00 66,70 42,00 49,00 32,00 22,90 76,00 46,50 54,00
Air % % % % % % % % % %
2 C- 10,08 11,84 17,10 10,08 22,64 16,36 10,18 11,11 19,15 2,63
Organi % % % % % % % % % %
k
3 N Total 0,71 2,61 2,26 1,26 2,11 0,60 28,8 1,80 3,26 0,35
% % % % % % % % % %
4 pH 6,20 7,53 7,20 7,90 7,95 8,45 4,20 4,80 8,30 7,80
% % % % % % % % % %

Berdasarkan hasil pengukuran BB, Fk, C-Organik, N total, pH, dan C/N
ratio untuk persentase kadar air yang paling tinggi adalah Q1 sebesar 66,7 % dan
untuk presentase kadar air yang paling rendah adalah N1 sebesar 22,90
%.Kemudian pada hasil C-Organik hasil terbesar adalah C1 19,15 dan hasil C-
Organik yang terendah adalah C2 2,63. N total terbesar terdapat pada N1 dengan
hasil 19,15 dan N total terendah pada C2 dengan hasil 0,35. Kemudian untuk
kadar pH yang sangat asam terdapat pada C1 adalah 8,3 dan kadar pH basa
terdapat pada N1 adalah 4,2.

4.1 Pembahasan

4.2.1. Pembahasan (kompos kelompok)


Berdasarkan data yang telah diuji melalui pengujian pupuk kompos pada
kegiatan praktikum, diketahui bahwa nilai C-organik yang terkandung didalamnya
sebesar 16,36 %, serta kandungan C/N rasio sebesar 27,26%, kadar air sebesar
31,23% , dan Ph 8,4 dan juga memiliki nilai N-total sebesar 0,60%. Sebagaimana
dimaksudkan pada Pasal 8 ayat (1) Untuk menjamin formula pupuk organik atau
formula pembenah tanah dapat memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis
minimal dilakukan uji mutu dan uji efektifitas. Komposisi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) untuk pupuk organik minimal C-organik, C/N rasio, pH dan kadar
air (pupuk organik padat) dan C-organik, pH (pupuk organik cair). Berdasarkan
hasil pembahasan para pakar lingkup Puslitbangtanak, Direktorat Pupuk dan
Pestisida, IPB Jurusan Tanah, Depperindag, sertaAsosiasi Pengusaha Pupuk dan
Pengguna maka telah disepakati persyaratan teknis minimal pupuk organik seperti
tercantum dalam tabel berikut :
Jika dibandingkan dengan persyaratan teknis minimal pupuk organik,
kandungan C-organik lebih tinggi yaitu 16,36 % dari standar mutu minimum 12%,
serta kandungan C/N rasio mencapai 27,26% dari standar mutu 10-25%, kadar air
sebesar 31,23% dari standar mutu 4-12% dan memilik kadar Ph sesuai yaitu 8,4.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa seluruh parameter telah memenuhi
standar mutu, namun kadar air yang kami dapatkan lebih tinggi dari batas standar
mutu, hal ini dimungkinkan karena kurangnya waktu pada saat proses
pengeringan pupuk. Namun melalui pengukuran suhu akhir didapat suhu pupuk
yaitu 27-30 ºC. Menurut Subali dan Ellianawati (2010) , temperatur kompos
dalam kisaran normal yaitu 34 ºC. Suhu tersebut masih dalam rentang kehidupan
mikroorganisme pengurai kompos, dan bakteriyang hidup pada rentang suhu
tersebut adalah mesofilik. Berdasarkan hal ini menunjukkan bahwa pupuk kompos
yang kami buat memenuhi standar mutu.

4.2.2. Pembahasan umum (hasil perbandingan antar perlakuan)


Pada hasil pengamatan kompos di atas, pada kelas N1 perlakuan Brown 100%
(jerami padi) dan Green 0% dengan urea pada pembalikkan pupuk yang ke-10
memiliki suhu yang lebih tinggi di bandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu
sebesar 31,7% dan pada kelas Q1 perlakuan Brown 75% (jerami padi) dan Green
25% (tithonia, kotoran ayam) dengan urea pada pembalikkan pupuk yang ke-10
memiliki suhu yang lebih rendah di bandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu
sebesar 26%. Dari data tersebut, perlakuan kelas N1 menggunakan jerami padi
dengan urea yang memilki kriteria pupuk kompos yang baik. Hal ini sesuai
dengan pernyataan menurut Sutedjo et al. (2008), suhu kompos mempunyai
pengaruh baik karena mampu menurunkan patogen (mikroba/gulma yang
berbahaya). Jika suhu dalam proses pengomposan hanya berkisar kurang dari
20ºC, maka kompos dinyatakan gagal, sehingga perlu diulang kembali.
Suhu ideal untuk pengomposan yaitu diantara 45-65ºC. Suhu kompos organik
dapat dijaga agar tetap stabil dengan cara mengatur kadar air. Suhu yang terlalu
rendah dapat disebabkan bahan yang kurang lembab sehingga aktivitas
mikroorganisme menurun. Masalah ini dapat diatasi dengan cara bahan kompos di
tambah dengan molase maupun EM4. Demikian pula, jika kondisi suhu bahan
terlalu tinggi, tidak baik bagi proses pengomposan.. Kondisi suhu yang tertinggi
dapat mencapai 80ºC. Menurut Simamra (2006), Suhu yang terlalu tinggi dapat
diatasi dengan cara membalikkan bahan. Bakteri yang bekerja pada suhu ini
biasanya hanyalah bakteri termofilik, yaitu bakteri yang tahan terhadap suhu
tinggi. Apabila hal ini terjadi maka mikroorganisme lainnya akan mati.
Penggunaan temperatur tinggi yaitu 80ºC biasanya untuk pengomposan skala
besar karena diperlukan kecepatan tinggi untuk mengomposkan berton-ton bahan
organik. Pengomposan skala industri kecil atau untuk kebun sendiri di rumah
tidak terlalu berisiko apabila suhu dipertahankan pada kisaran antara 45-65ºC saja.
Menurut Gaur (2007), timbunan bahan yang mengalami dekomposisi akan
meningkat suhunya hingga 45-65ºC akibat terjadinya aktivitas biologi oleh
mikroba perombak bahan organic. Penjagaan panas sangat penting dalam
pembuatan kompos agar proses dekomposisi berjalan merata dan sempurna. Hal
yang menentukan tingginya suhu adalah nisbah volume timbunan terhadap
permukaan. Makin tinggi volume timbunan dibanding permukaan, makin besar
isolasi panas dan makin mudah timbunan menjadi panas. Timbunan yang terlalu
dangkal akan kehilangan panas dengan cepat, karena bahan tidak cukup untuk
menahan panas dan menghindari pelepasannya. Dalam keadaan suhu kurang
optimum, bakteri-bakteri yang menyukai panas (yang bekerja di dalam timbunan
itu) tidak akan berkembang secara wajar. Akibatnya pembuatan kompos akan
berlangsung lebih lama.
Suhu terendah pada praktikum dengan masing-masing perlakuan
pengomposan adalah 26ºC. Dengan nilai suhu tersebut hasil pengomposan masih
tergolong baik walaupun suhu optimal nya adalah 45-65ºC.
Berdasarkan untuk kadar air pupuk tersebut didapat data bahwa N2 memiliki
kadar air tertinggi sebesar 76 % dan kadar air terrendah pada kelas N1 sebesar
22,90% menurut suriadikarta,2007 untuk kadar air pupuk kompos sendiri yaitu
sekitar 4 – 12 % aturan ini telah sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian
tentang persyaratan teknis Pupuk Organik No: 02/pert/HK.060/2/2006 tgl 10
februari 2006.
Dilihat dari literatur kedua data yang didapat pada kelas N2 dan N1 belum
memenuhi standar kadar air yang bagus untuk pembuatan pupuk organik tersebut.
Berdasarkan data yang didapat C-Organik paling tinggi pada kelas O1 22,64
dan terendah pada kelas C2 2,61. Menurut Hanafiah.K.A.(2009) “Bahan organik
dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika, maupun biologi tanah. Penetapan
kandungan bahan organic dilakukan berdasarkan jumlah c-oraganik, maka bila
jumlah C organik daalam tanah dapat diketahui maka kandungan bahan organik
merupakan salah satu indikator tingkat kesuburan tanah.”
Berdasarkan literatur C-Organik paling baik adalah pada kelas O1 22,64 yang
dikarenakan paling tinggi dan yang paling subur.Berdasarkan dari data yang
didapat N total paling tinggi pada kelas C1 yaitu sebanyak 3,26 dan yang paling
terendah pada kelas C2 yaitu sebanyak 0,35. Menurut (Siburian, 2006)
“Perkembangan jumlah mikroorganisme yang baik di tandai dengan
meningkatnya nilai N”.Berdasarkan dari literatur Ntotal yang paling baik adalah
pada kelas C1 yaitu 3,26 yang dikarenakan jumlah N yang tinggi.
Sedangkan data yang didapat ph paling tinggi pada kelas c1 8,3 dan terendah
pada kelas N1 4,2 menurut Sutanto,2002 Bahan organik dengan nilai pH 3-11
dapat dikomposkan.pH optimum berkisar antara 5,5-8,0. Bakteri lebih menyukai
pH netral,sedangkan fungi aktif pada pH agak masam. Pada pH yang tinggi,
terjadi kehilangan nitrogen akibat volatilisasi, oleh karena itu dibutuhkan
kehatihatian saat menambahkan kapur pada saat pengomposan. Pada awal proses
pengomposan, pada umumnya pH agak masam karena aktivitas bakteri yang
menghasilkan asam. Namun selanjutnya pH akan bergerak menuju netral. Variasi
pH yang ekstrem selama proses pengomposan menunjukkan adanya masalah
dalam proses dekomposisi.
BAB V PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Proses pembuatan kompos diawali dengan menyiapkan alat dan bahan,
bahan yang digunkanan dalam praktikum ini adalah paitan dan kotoran ayam, lalu
menimbang bahan kompos dan menambahkan EM4 dan molase sebagai makanan
bakteri EM4, lalu mencampur rata semua bahan pupuk, setelah itu menempatkan
semua bahan pupuk kedalam kotak pastikan ditempat yang teduh, lalu mengamati
suhu dan kadar air setiap 3 hari sekali dan warna dan pH setiap 1 minggu sekali.
Hasil pengamatan didapat bahwa pada perlakuan brown 100% dan green
0% tanpa urea pada pembalikan pupuk yang ke 10 memiliki suhu tertiggi
dibanding dengan perlakuan lain yaitu sebesar 29,7% dan pada perlakuan brown
75% dan green 25% dengan urea pada pembalikan ke 10 memiliki suhu terendah
dibanding dengan perlakuan lain yaitu sebesar 26% dari data tersebut perlakuan
kelas N1(100% brown 0%green dengan penambahan urea) memiliki kriteria
pupuk kompos yang baik dalam segi suhu. Berdasarkan pengukuran kadar air
didapat hasil tertingga ada pada N2 (100% brown, 0% green dan tanpa
penambahan urea) yaitu sebesar 76% dan kadar air terendah ada pada kelas N1
(100% brown, 0% green, dengan penambahan urea) yaitu sebesar 22,90% dari
kedua data belum memenuhi syarat karena kadar air yang memenuhi syarat adalah
sekitar 4-12%. Berdasarkan pengukuran C-Organik tertinggi ada pada kelas O1
(0% brown, 100% green dengan penambahan urea) yaitu sebesar 22,64% dan
terendah ada pada perlakuan kelas C2(25% brown, 75% green dan tanpa
penambahan urea) dari kedua data tersebut berdasarkan kandungan c organik
terbaik ada pada O1 yaitu sebesar 22,64%. Berdasarkan pengamatan N total
tertinggi ada pada kelas C1 (25% brown, 75% green, dengan penambahan urea)
yaitu sebesar 3,26%, dan terendah ada pada C2 (25% brown, 75% green dan tanpa
penambahan urea) yaitu sebesar 0,35% berdasarkan kandungan N total maka
perlakuan terbaik ada pada C1 yaitu sebesar 3,26%. Pada pengamatan pH tertinggi
ada pada kelas C1 (25% brown, 75% green dengan penambahan urea) yaitu
sebesar 8,3% dan terendah ada pada perlakuan kelas N1 (100% brown, 0% green,
dengan penambahan urea) 4,2% jadi berdasarkan pH perlakuan terbaik ada pada
perlakuan kelas N1 karena mendekati pH netral, jikah pH tinggi akan terjadi
kehilangan nitrogen.
Dari pengamatan suhu dapat dilihat bahwapenggunaan bahan 100%brown
dengan penambahan urea dapat meningkatkan suhu pada pengkomposan,
sedankan pada pengamatan kadar air bahan 100%brown dengan penambahan urea
dapat menurunkan kadar air pada proses pengomposan hal ini disebabkan suhu
yang meningkat dan penguapan juga meningkat. Dari pengamatan kandungan C-
organik bahan dengan 100% green( Titonia dan kotoran ayam) dengan
penambahan urea dapat meningkatkan kadar C-Organik pada kompos. Dari
pengamatan kandungan N total bahwa bahan 25%brown, 75%green dan
penambahan urea dapat meningkatkan kadar N total dari kompos. Dari
pengamatan pH dapat dilihat bahwa bahan kompos dari 25%brown, 75%green,
dan penambahan urea dapat meningkatkan pH dalam kompso sedang bahan
dengan 100% brown dengan penambahan urea dapat menurunkan pH.

1.2 Saran (saran yang membangun untuk perbaikan dan kemajuan


praktikum)

Sebaiknya pada praktikum ini disesdiakan tempat pengkomposan dan


tempat pengering anginan kompos
DAFTAR PUSTAKA

Djuarni, Nan. 2005.Cara membuat kompos Jakarta : AgroMedia pustaka

Direktorat Pupuk dan Pestisida.2006. IPB Jurusan Tanah, Depperindag,


sertaAsosiasi Pengusaha Pupuk dan Pengguna. Bogor

Gaur, A.C. 2007a. Rapid composting. In Compost Technology. United Nations:


Project Field Document No. 13. Food and Agriculture Organization.

Gaur, A.C.1980a. Rapid composting. In Compost Technology. Project Field


Document No. 13. Food and Agriculture Organization of The United
Nations.

Hadisuwito, Sukamto. 2006. Membuat Pupuk Kompos Cair. Agromedia Pustaka:


Jakarta.

Hakim, N. 2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah Masam dengan Teknologi


Pengapuran Terpadu. Andalas University Press. Padang.

Hanafiah.K.A.2009.Dasar-dasar Ilmu tanah.Divisi buku perguruan tinggi.PT


Grafindo Persada:JAKARTA

Harada K, Murakami T, Kawasaki E, Higashi Y, Yamamoto S, Yata N et al. 1993.


In-vitro permeability to salicylic acid of human, rodent, and shed snake skin.
J. Pharm Pharmacol. 45 : 414-418.

Kloepper, JW. 1993. Plant Growth-Promoting Rhizobacteria Biological Control


Agent. P 255-274

Oyerinde, R.O., O.O. Otusanya1 and O.B. Akpor. 2009. Allelopathic effect of
Tithonia diversifolia on the germination, growth and chlorophyll
contents of maize (Zea mays L.). Department of Botany, Faculty of
Science, Obafemi Awolowo University, Ile-Ife, Nigeria. Department of
Environmental, Water and Earth Sciences, Faculty of Science, Tshwane
University of Technology Pretoria, South Africa. Scientific Research and
Essay Vol.4 (12), pp. 1553-1558, December, 2009. ISSN 1992-2248 ©
2009 Academic Journals.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4079.

Purnamasari. (2009). Pemanfaatan Kompos dan Jerami Padi dan Kapur Guna
Memperbaiki Permeabelitas Tanah Ultisol dan Hasil Kedelai. Proseding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.

Rasmarkam, Afandie. 2002. IlmuKesuburan Tanah. Kanisius:Yogyakarta.

Redaksi AgroMedia, 2007, Petunjuk Pemupukan, Jakarta: AgroMedia Pustaka


dalam Pengaruh Penggunaan Effective Microorganism 4 (Em4) Dan
Molase Terhadap Kualitas Kompos Dalam Pengomposan Sampah
Organik Rsud Dr. R. Soetrasno Rembang

Santoso, Heronymus B. 2006. Jahe Gajah. Kanisius:Yogyakarta.

Siburian, R., 2006, “Pengaruh Konsenstrasi dan Waktu Inkubasi EM4 Terhadap
Kualitas Kimia Kompos“, Program studi Teknik Kimia,Universitas Nusa

Simamora, S., dan Salundik, 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta:


Agromedia Pustaka.

Simanungkalit, R.D.M. dkk. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar
Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.

Subali dan Ellianawati.2010.Pengaruh Waktu Pengomposan Terhadap Rasio


Unsur C/N dan Jumlah Kadar Air dalam Kompos.Prosodong
Pertemuan Ilmiah XXIV HFT Jateng & DIY, Semarang 10 April
2010. hal 49-53.

Subroto. 2009. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung: Pustaka


Buana

Suriadikarta, D.A dan D,Setyorini 2007.Laporan hasil penelitian standar Mutu


pupuk Organik. Balai Penelitian Tanah.Bogor

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan


Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Sutedjo, M.M. 2002. Arti Penting Bahan Organik Bagi Kesuburan Tanah. Jurnal
Penelitian Pupuk Organik

Sutedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra, R.D.S. Sastroatmodjo. 2008. Mikrobiologi


tanah. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

.
LAMPIRAN
Lampiran 1: Data dan Perhitungan kadar air, C-Organik, N-Total (data kelompok)

Perhitungan Kelas O2

No Pengamatan Hasil

1 BB 0,5 gr

2 BK 0,381 gr

3 Ka 31,23 %

4 Fk 1,31

5 C-Organik 16,36

6 N Total 0,60

7 pH 8,455

8 C/N 27,26

a. BB = 0,5 gr

b. BK = 0,381 gr

0,5−0,381
c. Ka = x 100% = 31,23 %
0,381

100+ K a 100+131,23
d. Fk = =  = 1,31
100 100

( ml   b la n k o   – m l   sa m p l e   ) x   3 100+   K a
e. C-organik = x 
ml   b l a n k o   x   ml   s a m p le 100
(7,7−4,5   ) x   3 131,23 1259,80
= x = = 16,36
7,7   x   0,1 100 0,77

f. pH = 8,455

g. N Total

(ml   s a m p e l−ml   b l a n k o )
= x 0,014 x 0,01026   x   100   x   F k
m as sa   s am pel

(7,7   −  4,5   )
= x 0,014 x 0,01026 x 100 x 1,31
0,1

= 32 x 0,014 x 0,01026 x 100 x 1,31

= 0,60

16,36
h. C/N Rasio = = 27,26
0,60

Lampiran 2: Foto kegiatan pembuatan kompos dan analisis lab (data kelompok)

Proses Penggilingan Proses Pencampuran paitan Proses memasukkan

Paitan dan kotoran ayam pupuk kewadah untuk


pengomposan
Proses pembalikan pupuk PegukuranSuhuPupuk Proses Pembuatan
Pupuk Granul

Pupuk Granul Proses Titrasi N Pengukuran pH


dilaboratorium

Anda mungkin juga menyukai