Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jerami Padi


Jerami padi adalah tanaman padi yang telah diambil buahnya (gabahnya),
sehingga tinggal batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian
serta belum sepenuhnya dimanfaatkan karena adanya faktor teknis dan
ekonomis. Limbah pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan
ternak ruminansia (Mariyono dan Romjali, 2007)
Jerami padi adalah salah satu limbah dari limbah pertanian yang
berpotensi untuk menjadi pakan ternak alternatif. Pemanfaatan jerami
padi sebagai pakan ternak di Indonesia baru mencapai 31 - 39 %,
sedangkan yang dibakar atau dikembalikan ke tanah sebagai pupuk 36-62
%, dan sekitar 7-16 % digunakan untuk keperluan industri (Abdullah,
2008). Jerami memiliki potensi dari segi jumlahnya atau ketersediannya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015) jumlah produksi jerami
padi sangat beragam di provinsi Jawa Timur seperti yang tersaji pada
Tabel 1.

Gambar 2. Jerami Padi


Sumber: slimplife150.com

Jerami padi merupakan salah satu pakan alternatif yang paling


banyak dipakai untuk memenuhi kekurangan hijauan pakan ternak. Bahan
pakan tersebut masih berkualitas rendah, karena rendahnya kandungan
nutrien dan kurang dapat dicerna. Bata (2008) berpendapat bahwa untuk
meningkatkan nilai jerami padi diperlukan upaya yang diarahkan untuk
memperkecil faktor pembatas pemanfaatannya, sehingga potensinya yang
besar sebagai pakan ternak dapat ditingkatkan, sehingga perlu adanya
sentuhan teknologi dalam pengolahan jerami padi. Menurut samsul (2006)
perlakuan secara fisik pada bahan pakan beserat tinggi bertujuan untuk
merombak struktur fisik bahan dan memecah matriks karbohidrat
5
penyusun dinding sel.. Manfaat jerami padi sebagai bahan pakan ternak
dapat ditingkatkan dengan pemberian bahan pakan suplemen yang
mampu memicu pertumbuhan mikroba rumen pencerna serat seperti
bahan pakan sumber protein (Marhadi, 2009). Nilai nutrisi dan tingkat
pemanfaatan dapat diperbaiki dengan memberikan perlakuan yang dapat
meningkatkan kandungan protein dan perenggangan ikatan lignoselulosa.
Pemanfaatan jerami secara langsung sebagai pakan tunggal tidak dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi pada ternak. Hal ini dapat menurunkan
produktivitas ternak, pasokan nutrien dibutuhkan oleh mikroba rumen
untuk pertumbuhan dan meningkatkan populasi optimum untuk proses
degradasi serat bahan pakan dalam rumen. Tambah literatur

Tabel 1. Produksi Jerami di Jawa Timur


Tahun 2015
Kota/Kabupaten Produktivitas
Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
(Kw/Ha)
Pacitan 19.540 50,59 98.848
Ponorogo 67.901 64,57 438.423
Trenggalek 24.648 66,15 163.043
Tulungagung 45.003 62,12 279.554
Blitar 51.020 63,37 323.325
Kediri 55.625 59,70 332.085
Malang 63.047 71,30 449.497
Lumajang 70.954 58,99 418.568
Jember 163.263 61,16 998.559
Banyuwangi 130.765 65,27 853.530
Bondowoso 68.609 54,29 372.464
Situbondo 53.231 56,68 301.700
Probolinggo 53.032 49,16 270.564
Pasuruan 102.347 68,77 603.849
Sidoarjo 30.266 79,10 239.400
Mojokerto 53.205 59,36 315.827
Jombang 73.796 60,62 447.345
Nganjuk 83.188 62,02 516.077
Madiun 75.999 65,80 500.070
Magetan 47.458 64,54 306.310
Ngawi 122.870 61,31 753.285
Bojonegoro 137.980 57,83 793.172
Tuban 86.386 62,40 539.013
Lamongan 137.980 64,39 888.412
Gresik 60.918 64,81 394.821
Bangkalan 45.704 63.75 291.378
Sampang 29.248 59,37 173.655
Pamekasan 17.876 58,83 105.157
Sumenep 32.567 59,78 194.687
Kediri 1.901 54,91 10.439
Blitar 1.850 64,35 11.905
Malang 1.977 72,57 14.347

6
Probolinggo 1.906 61,52 11.726
Pasuruan 2.732 70,63 19.296
Mojokerto 965 55,94 5.398
Madiun 2.381 60,89 14.498
Surabaya 1.758 63,48 11.160
Batu 691 64,28 4.442
Jumlah 2.021.766 62.15 12.565.824
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)
Jerami padi merupakan hijauan pakan ternak yang memiliki
kandungan nutrisi protein yang rendah (3,32%) dan merupakan bahan
pakan hijauan yang sulit dicerna karena kandungan serat kasar yang
cukup tinggi (32,14%). Kandungan nutrisi jerami padi ditunjukkan pada
Tabel 2. Daya cerna yang rendah itu terutama disebabkan oleh struktur
jaringan jerami yang sudah tua. Jaringan-jaringan pada jerami telah
mengalami proses lignifikasi (pengerasan) sehingga terbentuk
ligniselulosa dan lignohemiselulosa (Muis, 2008). Rendahnya kandungan
nutrisi jerami padi tersebut dan sulitnya daya cerna jerami maka
pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia perlu
diefisiensikan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara penambahan suplemen
atau bahan tambahan lain agar kelengkapan nilai nutrisinya dapat
memenuhi kebutuhan hidup ternak secara lengkap sekaligus
meningkatkan daya cerna pakan (Muis, 2008). Salah satu caranya adalah
dengan perlakuan fermentasi menggunakan biofarm.

Tabel 2. Komposisi Nilai Nutrisi Jerami Padi


Zat-Zat Makanan Komposisi
NDF (%) 73,82%
ADF (%) 51,53%
EM (%) 1,37%
Bahan Kering (%) 92%
Protein Kasar (%) 5,31%
Lemak Kasar (%) 3,32%
Serat Kasar (%) 32,14%
Sumber: Sarwono dan Arianto (2003)

2.2 Leguminosa
Leguminosa merupakan salah satu jenis hijauan yang memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk
tambahan pakan ternak selain pemberian rumput (Manpaki, Karti dan
Prihatoro., 2017). Jenis-jenis leguminosa yang mudah ditanam dan
memiliki kandungan nutrisi yang tinggi antara lain lamtoro (leucaena
leucocephala), Gamal (Gliricidia sepium), Kaliandra (Calliandra
calothyrsus) dan Saga (Adenanthera pavonina). Tanaman pakan yang
berasal dari jenis-jenis leguminosa merupakan sumber protein karena
memilik i kandungan protein di atas 18%. Leguminosa merupakan salah

7
satu tanaman dengan kontinuitas suplai hijauan pada musim kemarau
yang baik dibeberapa daerah yang beriklim kering. Adanya budidaya
tanaman leguminosa pohon seperti gamal, lamtoro, kaliandra dan
indigofera dapat membantu dalam pemenuhan kebutuhan pakan pada
musim kemarau (Suherman dan Herdiawan, 2015).

2.2.1 Gamal (Gliricidia sepium)


Gamal merupakan salah satu tumbuhan leguminosa yang dapat tumbuh dengan cepat
di daerah kering. Gamal dapat dijadikan pakan ternak yang ketersediaanya yang masih banyak
di Indonesia (Mayasari, Purbajanti dan Sutarno., 2012). Menurut Elevitch and John (2006),
tanaman gamal dapat diklasifikan menjadi seperti berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Sub famili : Faboideae
Genus : Gliricidia
Spesies : Gliricidia maculata atau Gliricidia sepium

Gambar 3. Tanaman Gamal

Menurut Winata, Karno dan Sutarno (2012) menyatakan bahwa gamal adalah
tanaman leguminosa berbentuk pohon yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman pagar
maupun pendukung kesuburan tanah melalui fiksasi N2. Mayasari, Purbanjati dan Sutarno
(2012) menyatakan ciri-ciri tanaman gamal adalah memiliki daun berbentuk elips atau oval,
ujung daun berbentuk lancip dan pangkal berbentuk tumpul serta susunan daun yang
berhadapan seperti lamtoro atau turi. Kandungan nutrisi gamal dengan kadar protein 25,7%,
serat kasar 13,3%, abu 8,4% dan BETN 4,0%. Kelemahan dari tanaman gamal ini adalah
masih memiliki zat anti nutrisi yang dapat menghambat daya cerna pakan ternak yaitu
kumarin (Yuningsih, 2010). Selain itu memiliki palatabilitas yang rendah akibat bau spesifik
yang ditimbulkan dari zat anti nutrisi coumarin (Herawati dan Royani., 2017). Daun gamal

8
sebagai salah satu bahan pakan ternak dapat digunakan sebagai sumber protein yang mudah
dicerna oleh rumen atau disebut dengan rumen degradable protein (RDP).

2.2.2 Saga (Adenanthera pavonina)


Tampubolon, Mardiansyah dan Arlita (2016) menyatakan Adenanthera pavonina
adalah pohon yang buahnya menyerupai petai dengan biji berbentuk kecil dan berwarna
merah. Saga merupakan tanaman serbaguna, semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan
termasuk daunnya sebagai bahan pakan ternak. Menurut Wikipedia (2004), tanaman saga
dapat diklasifikan menjadi seperti berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Sub famili : Mimosoideae
Genus : Adenanthera
Spesies : A. Pavonina

Gambar 4. Tanaman saga


Sumber: bukalapak.com

2.2.3 Lamtoro (Leucaena leucocephala)


Lamtoro merupakan jenis tanaman leguminosa pohon yang keras
dan tahan terhadap kondisi yang kering serta dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pakan ruminansia di daerah tropis (Mandey, Kumajas, Leke dan
Regar., 2015). Menurut Wikipedia (2009) tanaman lamtoro dapat diklasifikan
menjadi seperti berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae

9
Genus : Leucaena
Spesies : Leucaena leucocephala

Gambar 5. Tanaman Lamtoro


Sumber: Floradanfauna.com

Lamtoro dapat beradaptasi pada keadaan tanah masam dengan pH


antara 5,5-6,5 dan tingkat curah hujan tahunan di atas 760 mm. Tanaman
lamtoro mengandung protein yang cukup tinggi dan zat anti nutrisi berupa
tanin yang dapat mencegah peristiwa kembung dan melindungi degrasi
protein berlebih oleh mikroba rumen dalam metabolisme protein (Manpaki
dkk., 2017).Tanaman lamtoro memiliki kandungan protein antara 23,7%-
34% (Yumiarty dan Suriadi., 2010). Menurut Eniolorunda (2011)
menyatakan bahwa kandungan proksimat pada tepung leucaena adalah
88,2% bahan kering, 21,8% protein kasar, 15,1% serat kasar, 3,1% abu,
8,6% ekstrak eter dan 50,7% BETN.
Menurut Laconi dan Widiyastuti (2008) menyatakan bahwa salah
satu leguminosa yang dapat dijadikan pakan ternak untuk ruminansia
maupun non ruminansia. Daun leguminosa mengandung senyawa fenolik
yang cukup tinggi, khususnya mimosin dan tanin. Mimosin merupakan
salah satu zat anti nutrisi yang dapat menghambat daya cerna pakan
pada ternak. Kandungan mimosin daun lamtoro berkisar 2-6% dan
bergantung pada tingkat kematangan daun lamtoro tersebut.

2.2.4 Kaliandra (Calliandra calothrysus)


Kaliandra merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan
antara lain sebagai kayu, pakan ternak, pengontrol erosi, perbaikan tanah
karena adanya kemampuan mengikat nitrogen dan memiliki bungan yang
indah sebagai nektar bagi lebak madu (Hendrati dan Hidayati., 2014).

10
Gambar 6. Tanaman Kaliandra
Sumber : Pinterest.com

Tanaman ini berbunga sepanjang tahun, untuk masa puncak


pembungaannya terjadi pada bulan Maret sampai Juli. Musim berbunga
jenis variasi antara daerah lainnya, bergantung pada jumlah curah hujan
dan persebarannya (Macqueen, 1996). Klasifikasi tanaman Kaliandra
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Calliandra
Spesies : Calliandra calothrysus

Menurut Hendrati dan Hidayati (2014), kaliandra adalah hijauan pakan ternak yang
berasal dari pohon dan perdu lainnya mengandung protein yang tinggi namun kandungan
energi yang dapat dicerna masih relatif rendah. Protein yang terkandung pada tanaman
kaliandra mencapai 20-25% protein mentah dari bagian yang diberikan. Protein yang tinggi
tersebut namun harus dibatasi pemberiannya maksimal 30-40% dari bahan segar yang
diberikan pada ternak. Kencernaan kaliandra memiliki range antara 30-60%. Menurut Cakra
dan Trisnadewi (2016) menyatakan bahwa kaliandra cukup berpotensial sebagai pakan tekan,
namun kaliandra memiliki kandungan zat anti nutrisi yaitu tanin yang dapat menyebabkan
kencernaan yang rendah. Trisnadewi dan Cakra (2015) menyatakan bahwa degradasi daun
kaliandra di dalam rumen dihalangi oleh adanya kandungan tanin sehingga menyebabkan
daya cerna yang sangat rendah.

2.3 Pakan Lengkap


Complete Feed adalah campuran semua bahan pakan yang terdiri dari hijauan dan
konsentrat yang diberikan kepada ternak (Hadiyanto dkk., 2012). Menurut Agustina (2011)
menyatakan bahwa pakan lengkap adalah suatu jenis bahan yang disusun untuk produk
komersial bagi ternak ruminansia yang di dalamnya sudah mengandung sumber serat, energi,
protein dan semua nutrien yang dibutuhkan untuk mendukung kinerja produksi dan
reproduksi ternak dengan imbangan yang memadai. Secara umum pakan lengkap merupakan
suatu teknologi formulasi pakan yang mencampur semua bahan pakan yang terdiri dari
hijauan yang berasal dari limbah pertanian dan konsentrat yang dicampur menjadi satu.
11
2.4 Konsentrat
Konsentrat merupakan pakan dengan kandungan serat kasar relatif rendah dan
mudah untuk dicerna. Konsentrat merupakan pakan ternak yang berfungsi sebagai sumber
protein, energi dan rendah serat kasar serta dapat meningkatkan pertumbuhan, efisiensi,
konversi pakan, sehingga dapat dicerna dan difermentasi lebih cepat dibandingkan hijauan
(Supratman, Setiyatwan, Budinuryanto, Fitriani dan Ramdani., 2016). Laryska dan Nurhajati
(2013) menjelaskan bahwa konsentrat berfungsi untuk mencukupi kebutuhan protein,
karbohidrat, lemak dan mineral yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan. Pemberian pakan
konsentrat baik diolah maupun bahan baku asli mengandung protein kasar minimal 18% dan
Total Digestible Nutrient (TDN) atau bahan makanan yang dapat dicerna tidak kurang dari
75%.

2.5 Produksi Gas secara In Vitro


Produksi gas In Vitro adalah indikator adanya proses fermentasi
pakan oleh mikroba dalam rumen dan dapat dijadikan sebagai tolok ukur
kencernaan substrat bahan pakan, terutama fraksi karbohidrat dan
produksi VFA (Muchlas, Kusmartono dan Marjuki., 2016). Pengukuran
produksi gas dengan menggunakan teknik In Vitro merupakan pengukuran
produksi gas dengan menggunakan alat syringe berskala (Ramdani,
Marjuki dan Chuzaemi., 2017). Jumlah gas yang dibebaskan ketika bahan
pakan diinkubasi dalam cairan rumen berhubungan erat dengan
kecernaan pakan, sehingga perhitungan produksi gas dapat digunakan
untuk menilai energi pakan pada ternak ruminansia (Orskov and Ryle,
1990). Metode pengukuran produksi gas secara In Vitro merupakan
metode yang dapat mendeteksi perbedaan kecil kandungan bahan pakan
dan bisa digunakan untuk pengambilan sampel berkali-kali dibandingkan
dengan metode kecernaan In Vivo (DePeters, Getachew, Fadel, Zinn,
Taylor, Pareas, Hinders and Aseltine., 2003).
Ramdani., dkk (2017) menyatakan bahwa total produksi gas sangat
berhubungan dengan nilai degradasi bahan organik pakan oleh mikroba
dalam cairan rumen. Populasi mikroba rumen yang paling berperan
penting adalah bakteri, yang populasinya dipengaruhi oleh protozoa yang
hidup di dalam rumen pula. Semakin tinggi populasi mikroba dalam cairan
rumen, maka semakin tinggi pula bahan organik pakan yang mampu
didegradasi dan gas yang dihasilkan akan meningkat. Perbedaaan
komponen kimia gas yang dihasilkan oleh mikroba sangat dipengaruhi
oleh jenis pakan. (Arora, 1995) menyatakan bahwa gas-gas yang
dihasilkan akibat adanya proses fermentasi antara lain CO2 63-65%, CH4
27-29%, N2 6,7%, H2S+H2 2,3% dan gas O2 1%.

2.6 Metabolizable Energy (ME)

12
Energi metabolis merupakan energi yang berhasil tercerna yang
kemudian sebagian terbuang melalui urin dan energi dalam metan (Dewi,
Liman dan Widodo., 2016). Energi metabolisme ini akan mempengaruhi
produktivitas ternak. Metabolisabilitas energi pada sapi PO pada suatu
penelitian mencapai 43,4% dan pada sapi Persilangan Limousin mencapai
38,4% (Purnomoadi, Hidayat dan Rianto., 2008).

2.7 Net Energy (NE)


Menurut Dewi., dkk (2016) menyatakan bahwa energi netto atau net energy
merupakan energi metabolis yang kemudian sebagian hilang melalui panas reaksi (Heat
Increament) berupa panas yang timbul akibat termetabolismekanya zat-zat makanan organik.
Tillman, Hartadi, Reksohadiprodjo, Prawirokusumo dan Lebdosoekojo (1984) menyatakan
bahwa energi netto berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan pokok dan produksi ternak.
Energi netto ditentukan dengan mengurangi energi yang dihasilkan dari fermentasi rumen dan
metabolisme jaringan dari ME (Kellems and Church., 2010).

13

Anda mungkin juga menyukai